Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia, sehingga komunikasi dikembangkan dan dipelihara secara terus-menerus.
Komunikasi bertujuan untuk memudahkan,melaksanakan, kegiatan-kegiatan tertentu
dalam rangka mencapai tujuan optimal,baik komunikasi dalam lingkup pekerjaan
maupun hunbungan antar manusia Kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi Bidang
Kedokteran dan Keperawatan serta perubahan konsep perawatan dari perawatan orang
sakit secara individual kepada perawatan paripurna serta peralihan dari pendekatan
yang berorientasi medis penyakit kemodel penyakit yang berfokus pada orang yang
bersifat pribadi menyebabkan komunikasi menjadi lebih penting dalam memberikan
asuhan keperawatan.
Perawat dituntut untuk menerapkan model komunikasi yang tepat dan
disesuaikan dengan tahap perkembangan pasien. Pada orang dewasa mereka
mempunyai sikap,pengetahuan dan keterampilan yang lama menetap dalam dirinya
sehingga untuk merubah perilakunya sangat sulit. Oleh sebab itu perlu kiranya suatu
model komunikasi yang tepat agar tujuan komunikasi dapat tercapai dengan efektif.
Bertolak dari hal tersebut kami mencoba membuat makalah yang mencoba
menerapkan model konsep komunikasi yang tepat pada dewasa.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana cara komunikasi yang efektif pada klien dewasa?
1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini betujuan untuk mengetahui bagaimana cara berkomunikasi
dengan orang dewasa

1.4 Manfaat
Agar mengetahui bagaimana pentingnya mengetahui tehnik komunikasi pada
orang dewasa .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi


Terapeutik Istilah komunikasi berasal dari bahasa inggris yaitu
“Communication”. Kata communucation itu sendiri berasal dari kata latin
“communication” yang artinya pemberitahuan atau pertukaran ide, dengan pembicara
mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari pendengarnya (Suryani, 2005).
Terapeutik merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari
penyembuhan (As Hornby dalam intan, 2005). Maka disini dapat diartikan bahwa
terapeutik adalah segala sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Sehingga
komunikasi terapeutik itu adalah komunikasi yang direncanakan dan dilakukan untuk
membantu penyembuahan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik merupakan
komunikasi profesional bagi perawat.

2.2. Tujuan Komunikasi Terapeutik


Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik, perawat akan lebih
mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Tujuan komunikasi terapeutik (Purwanto, 1994) adalah :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
fikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya. 3. Memengaruhi orang lain,
lingkungan fisik, dan dirinya sendiri.

2.3. Manfaat Komunikasi Terapeutik


Manfaat komunikasi terapeutik ( Christina, dkk, 2003) adalah :
1. Mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dengan pasien
melalui hubungan perawat-klien.
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat.

2.4 Syarat-syarat Komunikasi


Terapeutik Stuart dan Sundeen (dalam Christina, dkk 2003) mengatakan ada 2
persyaratan dasar untuk komunikasi terapeutik efektif :
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan.
2. Komunikasi yang diciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih dahulu
sebelum memberikan sarana, informasi maupun masukan.

2.5. Bentuk Komunikasi


Bentuk komunikasi terdiri dari komunikasi verbal dan non verbal (Potter dan
Perry dalam Christina, dkk.,2003) :
1. Komunikasi verbal Komunikasi verbal mempunyai karakteristik jelas dan
ringkas. Pembendaharaan kata mudah dimengerti, mempunyai arti denotatif dan
konotatif, intonasi mempengaruhi isi pesan, kecepatan bicara yang memiliki
tempo dan jeda yang tepat. a. Jelas dan ringkas Komunikasi berlangsung efektif,
sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan, makin
kecil terjadi kerancuan. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan.
Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa, dan di
mana. Ringkas dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara
sederhana. b. Pembendaharaan Kata Penggunaan kata-kata yang mudah
dimengerti oleh pasien. Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak
mampu menerjemahkan kata dan ucapan. c. Arti denotatif dan konotatif Perawat
harus mampu memilih kata-kata yang tidak banyak disalahtafsirkan, terutama
sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien. Arti
denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan ati konotatif merupakan perasaan, pikiran, atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. d. Intonasi Nada suara pembicaraan mempunyai dampak yang
besar terhadap arti pesan yang dikirimkan karena emosi seseorang dapat secara
langsung mempengaruhi nada suaranya.
2. Komunikasi non Verbal Komunikasi non verbal berdampak yang lebih besar
dari pada komunikasi verbal. Stuart dan Sundeen dalam suryani, (2006)
meengatakan bahwa sekitar 7 % pemahaman dapat ditimbulkan karena kata-kata,
sekitar 30% karena bahasa paralinguistik dan 55% karena bahasa tubuh.
Komunikasi non verbal dapat disampaikan melalui beberapa cara yaitu :
a. Penampilan fisik Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi klien
terhadap pelayanan keperawatanyang diterima. Adapun contohnya adalah cara
berpakaian, dan berhias menunjukan kepribadiannya.
b. Sikap Tubuh dan Cara Berjalan Perawat dapat menyimpulkan informasi yang
bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien.langkah dapat
dipengaruhi olehfaktor fisik, seperti rasa sakit, obat dan fraktur
c. Ekpresi wajah Hasil penelitian menunjukan enam keadaan emosi utama yang
tampak melalui ekspresi wajah, terkejut, takut,marah, jijik bahagia dan sedih.
Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar peenting dalam menentukan pendapat
interpersonal..
d. Sentuhan Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan melalui
sentuhan. Sentuhan merupakan bagian penting dalam hubungan perawat-klien,
namun harus memperhatikan norma sosial.
.
2.6 Pengertian Dewasa
Istilah Adult berasal dari kata latin yang berarti telah tumbuh menjadi dewasa.
Terdapat berbedaan budaya tentang penentuan usia dewasa. Ada yang menganggap
21 tahun namun secara hukum orang telah dapat bertanggung jawab akan
perbuatannya di usia 18 tahun. Sehingga usia ini orang dianggap telah syah menjadi
dewasa di mata hukum. Masa dewasa dini dimulai usia 18 sampai 40 tahunan, saat
perubahan fisik dan psikologis menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif
(Elizabeth B. Hurlock).
Istilah "kedewasaan" menunjuk kepada keadaan sesudah dewasa, yang memenuhi
syarat hukum. Sedangkan istilah "Pendewasaan" menunjuk kepada keadaan belum
dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa.Hukum membeda-bedakan hal
ini karena hukum menganggap dalam lintas masyarakat menghendaki kematangan
berfikir dan keseimbangan psikis yang pada orang belum dewasa masih dalam taraf
permulaan sedangkan sisi lain dari pada anggapan itu ialah bahwa seorang yang
belum dewasa dalam perkembangan fisik dan psikisnya memerlukan bimbingan
khusus.
Karena ketidakmampuannya maka seorang yang belum dewasa harus diwakili oleh
orang yang telah dewasa sedangkan perkembangan orang kearah kedewasaan ia harus
dibimbing.
1. Menurut konsep Hukum Perdata
Pendewasaan ini ada 2 macam, yaitu pendewasaan penuh dan
pendewasaan untuk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Keduanya
harus memenuhi syarat yang ditetapkan undang-undang. Untuk pendewasaan
penuh syaratnya telah berumur 20 tahun penuh. Sedangkan untuk
pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh (pasal
421 dan 426 KUHPerdata). Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah
yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Presiden RI dilampiri
dengan akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Presiden setelah mendengar
pertimbangan Mahkamah Agung, memberikan keputusannya. Akibat hukum
adanya pernyataan pendewasaan penuh ialah status hukum yang bersangkutan
sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi bila ingin melangsungkan
perkawinan ijin orang tua tetap diperlukan. Untuk pendewasaan terbatas,
prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang berwenang dilampiri akta kelahiran atau surat bukti
lainnya. Pengadilan setelah mendengar keterangan orang tua atau wali yang
bersangkutan, memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam
perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja sesuai dengan yang dimohonkan,
misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan perusahaan, membuat surat
wasiat. Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum yang
bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa untuk
perbuatan-perbuatan hukum tertentu.
Dalam hukum Perdata, belum dewasa adalah belum berumur umur 21
tahun dan belum pernah kawin. Apabila mereka yang kawin belum berumur
21 tahun itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa.
Perkawinan membawa serta bahwa yang kawin itu menjadi dewasa dan
kedewasaan itu berlangsung seterusnya walaupun perkawinan putus sebelum
yang kawin itu mencapai umur 21 tahun (pasal 330 KUHPerdata). Hukum
perdata memberikan pengecualian-pengecualian tentang usia belum dewasa
yaitu, sejak berumur 18 tahun seorang yang belum dewasa, melalui pernyataan
dewasa, dapat diberikan wewenang tertentu yang hanya melekat pada orang
dewasa. Seorang yang belum dewasa dan telah berumur 18 tahun kini atas
permohonan, dapat dinyatakan dewasa harus tidak bertentangan dengan
kehendak orang tua.
Dari uraian tersebut kita lihat bahwa seorang yang telah dewasa dianggap mampu
berbuat karena memiliki daya yuridis atas kehendaknya sehingga dapat pula
menentukan keadaan hukum bagi dirinya sendiri. Undang-undang menyatakan bahwa
orang yang telah dewasa telah dapat memperhitungkan luasnya akibat daripada
pernyataan kehendaknya dalam suatu perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian,
membuat surat wasiat. Bila hakim berpendapat bila seseorang dinyatakan dewasa
maka ia harus menentukan secara tegas wewenang apa saja yang diberikan itu.
Setelah memperoleh pernyataan itu, seorang yang belum dewasa, sehubungan dengan
wewenang yang diberikan, dapat bertindak sebagai pihak dalam acara perdata dengan
domisilinya. Bila ia menyalahgunakan wewenang yang diberikan maka atas
permintaan orang tua atau wali, pernyataan dewasa itu dicabut oleh hakim. \

2. Menurut konsep Hukum Pidana


Hukum pidana juga mengenal usia belum dewasa dan dewasa. Yang disebut
umur dewasa apabila telah berumur 21 tahun atau belum berumur 21 tahun,
akan tetapi sudah atau sudah pernah menikah. Hukum pidana anak dan
acaranya berlaku hanya untuk mereka yang belum berumur 18 tahun, yang
menurut hukum perdata belum dewasa. Yang berumur 17 tahun dan telah
kawin tidak lagi termasuk hukum pidana anak, sedangkan belum cukup umur
menurut pasal 294 dan 295 KUHP adalah ia yang belum mencapai umur 21
tahun dan belum kawin sebelumnya. Bila sebelum umur 21 tahun
perkawinannya diputus, ia tidak kembali menjadi "belum cukup umur".

3. Menurut konsep Hukum Adat


Hukum adat tidak mengenal batas umur belum dewasa dan dewasa. Dalam
hukum adat tidak dikenal fiksi seperti dalam hukum perdata. Hukum adat
mengenal secara isidental saja apakah seseorang itu, berhubung umur dan
perkembangan jiwanya patut dianggap cakap atau tidak cakap, mampu atau
tidak mampu melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hubungan hukum
tertentu pula. Artinya apakah ia dapat memperhitungkan dan memelihara
kepentingannya sendiri dalam perbuatan hukum yang dihadapinya itu.
Belum cakap artinya, belum mampu memperhitungkan dan memelihara
kepentingannya sendiri. cakap artinya, mampu memperhitungkan dan
memelihara kepentingannya sendiri. Apabila kedewasaan itu dihubungkan
dengan perbuatan kawin, hukum adat mengakui kenyataan bahwa apabila
seorang pria dan seorang wanita itu kawin dan dapat anak, mereka dinyatakan
dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun. sebaliknya apabila mereka
dikawinkan tidak dapat menghasilkan anak karena belum mampu berseksual,
mereka dikatakan belum dewasa.

4. Menurut konsep Undang-undang R.I sekarang


Berdasarkan Undang-undang R.I yang berlaku hingga sekarang, pengertian
belum dewasa dan dewasa belum ada pengertiannya. Yang ada baru UU
perkawinan No. 1 tahun 1974, yang mengatur tentang:
a. izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila
belum mencapai umur 21 tahun (pasal 6 ayat 2);
b. umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria
19 tahun dan wanita 16 tahun (pasal 7 ayat 2);
c. anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin,
berada didalam kekuasaan orang tua (pasal 47 ayat 1);
d. anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin,
yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tuanya, berada dibawah
kekuasaan wali (pasal 50 ayat 1). Tetapi tidak ada ketentuan yang
mengatur tentang "yang disebut belum dewasa dan dewasa" dalam UU
ini.

2.7 TUGAS PERKEMBANGAN AWAL MASA DEWASA (20-40)


1. Mulai Bekerja
2. Memilih pasangan
3. Belajar hidup dengan pasangan
4. Mulai membina keluarga
5. Mengasuh anak
6. Mengelola rumah tangga
7. Mengambil tanggung jawab sebagai warga negara
8. Mencari kelompok sosial yang menyenangkan

2.8. DEWASA PERTENGAHAN


1. Masa dewasa pertengahan dimulai pada umur 40 tahun sampai 60 tahun,
yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas
nampak pada setiap orang.
2. Masa Usia Pertengahan
3. Mencapai tanggung jawab sosial dan dewasa sebagai warga Negara
4. Membantu anak-anak remaja belajar untuk menjadi orang dewasa yang
bertanggung jawab dan bahagia
5. Mengembangkan kegiatan waktu senggang untuk orang dewasa
6. Menghubungkan diri sendiri dengan pasangan hidup sebagai suatu individu
7. Menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan fisiologis
yang terjadi pada tahap ini.
8. Mencapai dan mempertahankan prestasi yang memuaskan dalam karir
pekerjaan.
9. Menyesuaikan diri dengan orang tua yang semakin tua.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Komunikasi Pada Orang Dewasa


Menurut Erikson 1985,pada orang dewasa terjadi tahap hidup intimasi VS isolasi,
dimana pada tahap ini orang dewasa mampu belajar membagi perasaan cinta
kasih,minat,masalah dengan orang lain. Orang dewasa sudah mempunyai
sikap-sikap tertentu,pengetahuan tertentu, bahkan tidak jarang sikap itu sudah sangat
lama menetap pada dirinya, sehingga tidak mudah untuk merubahnya. Juga
pengetahuan yang selama ini dianggapnya benar dan bermanfaat belum tentu mudah
digantikan dengan pengetahuan baru jika kebetulan tidak sejalan dengan yang lama.
Tegasnya orang dewasa bukan seperti gelas kosong yang dapat diisikan sesuatu.
Oleh karena itu dikatakan bahwa kepada orang dewasa tidak dapat diajarkan sesuatu
untuk merubah tingkah lakunya dengan cepat. Orang dewasa belajar kalau ia sendiri
dengan belajar, terdorong akan tidak puas lagi dengan perilakunya yang sekarang,
maka menginginkan suatu perilaku lain dimasa mendatang, lalu mengambil langkah
untuk mencapai perilaku baru itu.
Dari segi psikologis, Orang dewasa dalam situasi komunikasi mempunyai sikap-sikap
tertentu yaitu :
1. Komunikasi adalah sutu pengetahuan yang diinginkan oleh orang dewasa itu
sendiri, maka orang dewasa tidak diajari tetapi dimotivasikan untuk mencari
pengetahuan yang lebih muktahir.
2. Komunikasi adalah suatu proses emosional dan intelektual sekaligus, manusia
punya perasaan dan pikiran.
3. Komunikasi adalah hasil kerjasama antara manusia yang saling member dan
menerima,akan belajar banyak,karena pertukaran pengalaman, saling
mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai suatu masalah.

3.2. Suasana Komunikasi


Dengan adanya factor tersebut yang mempengaruhi efektifitas komunikasi orang
dewasa, maka perhatian dicurahkan pada penciptaan suasana komunikasi yang
diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa adalah :
1. Suasana Hormat menghormati
Orang dewasa akan mampu berkomunikasi dengan baik apabila pendapat
pribadinya dihormati,ia lebih senang kalau ia lebih turut berfikir dan mengemukakan
fikirannya.
2. Suasana Saling Menghargai
Segala pendapat, perasaan, pikiran, gagasan, system nilai yang dianut perlu
dihargai. Meremehkan dan menyampingkan harga diri mereka akan dapat menjadi
kendala dalam jalannya komunikasi.
3. Suasana Saling Percaya
Saling mempercayai bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya akan dapat
membawa hasil yang diharapkan
4. Suasana Saling Terbuka
Terbuka untuk mengungkapkan diri dan terbuka untuk mendengarkan orang lai,
Hanya dalam suasana keterbukaan segala alternative dapat tergali.
Komunikasi verbal dan non verbal adalah sling mendukung satu sama lain. Seperti
pada anak-anak,perilaku non verbal sama pentingnya pada orang dewasa. Expresi
wajah,gerakan tubuh dan nada suara member tanda tentang status emosional dari
orang dewasa. Tetapi harus ditekankan bahwa orang dewasa mempunyai kendala
hal-hal ini.
Orang dewasa yang dirawat di rumah sakit merasa tidak berdaya, tidak aman dan
tidak mampu dikelilingi oleh tokoh-tokoh yang berwenang. Status kemandirian
mereka telah berubah menjadi status dimana orang lain yang memutuskan kapan
mereka makan dan kapan mereka tidur. Ini merupakan pengalaman yang mengancam
dirinya, dimana orang dewasa tidak berdaya dan cemas, dan ini dapat terungkap
dalam bentuk kemarahan dan agresi. Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai
dengan konteks pasien sebagai orang dewasa oleh para professional,pasien dewasa
akan mampu bergerak lebih jauh dari imobilitas bio psikososialnya untuk mencapai
penerimaan terhadap maslahnya.

3.3. Model-model Konsep Komunikasi dan Penerapanya Pada orang


1. Model Shanon dan Weaver
Suatu model yang menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat
kecermatannya. Model ini melukiskan suatu sumber yang berupa sandi atau
menciptakan pesan dan menyampaikan melalui suatu saluran kepada
penerima.
Dengan kata lain Shannon & Weaver mengasumsikan bahwa sumber
imformasi menghasilkan suatu pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat
pesan yang dimungkinkan. Pemancar (Transmitter) mengubah pesan menjadi
suatu signal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Suatu konsep
penting dalam model ini adalah adanya gangguan (Noise) Yang dapat
menganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Model Shannon-Weaver
dapat diterapkan kepada konsep komunikasi interpersonal. Model ini
memberikan keuntungan bahwa sumber imformasi jelas dan berkompeten,
pesan langsung kepada penerima tanpa perantara.
Tetapi model ini juga mempunyai keterbatasan yaitu tidak terlihatnya
hubungan transaksional diantara sumber pesan dan penerima Penerapannya
terhadap komunikasi klien dewasa : Bila komunikasi ini diterapkan pada klien
dewasa, Klien akan lebih mudah untuk menerima penjelasan yang
disampaikan kerena tanpa adanya perantara yang dapat mengurangi penjelasan
imformasi. Tetapi tidak ada hubungan transaksional antara klien dan perawat,
juga tidak ada feedback untuk mengevaluasi tujuan komunikasi.
2. Model Komunikasi Leary
Refleksi dari model komunikasi dari leary (1950) ini menggabungkan
multidimensional yang ditekankan pada hubungan interaksional antara 2
orang,dimana antara individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi.Leary
mengamati tingkah laku klien, dimana didapatkan tingkah laku tersebut
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.
Dari gambaran model leary : pesan komuniksai dpat terjadi dalam 2 dimensi 1)
Dominan-subbmission 2) Hate-love Model leary dapt diterapkan dibidang
kesehatan karena dalam bidang kesehatan ada keseimbangan kesehatan antara
professional dengan klien. Selama beberap tahun pasien akut ditempatkan
pada peran submission dan profesi kesehatan selalu mendominasi peran dan
klien ditempatkan dalm keadaan yang selalu patuh. Seharusnya dalam
berkomunikasi ada keseimbangan asertif dalm menerima dan member antara
pasien dan professional.
Penerapan Pada Klien dewasa Bila konsep ini diterapkan pada klien dewasa,
peran dominan oleh perawat hanya mungkin dilakukan dalam keadaan
darurat/akut untuk menyelamatkan kehidupan klien, sehingga klien harus
patuh terhadap segala yang dilakukan perawat. Kita tidak dapat menerapkan
posisi dominan ini pada klien dewasa yang dalam keadaan kronik karena klien
dewasa mempunyai komitmen yang kuat terhadap sikap dan pengetahuan
yang kuat dan sukar untuk dirubah dalam waktu yang singkat.
Peran love yang berlebihan juga tidak boleh dterapkan pada klien dewasa,
karena dapat mengubah konsep hubungan professional yang dilakukan lebih
kearah hubungan pribadi. Model ini menekankan pentingnya “Relationsjhip”
dalam membanmtu klien pada pelayanan kesehatan secara langsung.
Komunikasi therapeutic adalah keterampilan untuk mengatasi stress yang
menghambat psikologikal dan belajar bagaimana berhubungan efektif denagn
orang lain.
Pada komunikasi ini perlu diterapkan kondisi empati, congruen (sesuai dengan
situasi dan kondisi), dan penghargaan yang positif (positif regard), Sedangkan
hasil yang diharapkan dari klien melalui model komunikasi ini adalah adanya
saling pengertian dan koping yang lebih efektif. Bila diterapkan pada klien
dewasa dikondisikan untuk lebih mengarah pada kondisi dimana individu
dewasa berada di dalam keadaan stress psikologis
3. Model Interaksi King
Model king memberikan penekanan pada proses komunikasi antara
perawat-klien. King menggunakan system perspektif untuk menggambarkan
bagaimana professional kesehatan (perawat) untuk memberi bantuan kepada
klien.
Pada dasarnya model ini meyakinkan bahwa interaksi perawat-klien secara
simultan membuat keputusan tentang keadaan mereka dan tentang orang lain
dan berdasarkan persepsi mereka terhadap situasi. Keputusan berperan penting
yang merangsang terjadi reaksi. Interaksi merupakan proses dinamis yang
meliputi hubungan timbal balik antara persepsi, keputusan dan tindakan
perawat-klien. Transaksi adalah hubungan Relationship yang timbale balik
antara perawat-klien selama berpartisipasi. Feedback dalam model ni
menunjukan pentingnya arti hubungan perawat-klien.
Penerapannya Terhadap Komunikasi Klien Dewasa Model ini sesuai untuk
klien dewasa karena mempertimbangkan factor-faktor instrinsik dan ekstrinsik
klien dewasa yang pada akhirnya bertujuan untuk menjalin transaksi. Adanya
feedback yang menguntungkan untuk mengetahui sejauh mana imformasi
yang disampaikan dapat diterima jelas oleh klien untuk mengetahui ada
tidaknya persepsi yang salah tehadap pesan yang disampiakan. 4. Model
Komunikasi Kesehatan Komunikasi ini difokuskan pada transaksi antara
professional kesehatan-klien. 3 faktor utama dalam proses komunikasi
kesehatan yaitu :
1) Relationship,
2) Transaksi, dan
3) Konteks.
Hubungan Relationship dikondisikan untuk hubungan interpersonal, bagaimana
seorang professional dapat meyakinkan orang tersebut. Profesional kesehatan adalah
seorang yang memiliki latar belakang pendidikan kesehatan, training dan pengalaman
dibidang kesehatan. Klien adalah individu yang diberikan pelayanan. Orang lain
penting untuk mendukung terjadinya interaksi khususnya mendukung klien untuk
mempertahankan kesehatan.Transaksi merupakan kesepakatan interaksi antara
partisipan didalam proses kumunikasi tersebut. Konteks yaitu komunikasi kesehatan
yang memiliki topik utama tentang kesehatan klien dan biasanya disesuaikan dengan
temapt dan situasi.
Penerapannya Terhadap komunikasi klien Dewasa Model komunikasi ini juga dapat
diterapkan pada klien dewasa, karena professional kesehatan (perawat)
memperhatikan karekterisitikdari klien yang akan mempengaruhi interaksinya dengan
orang lain. Transaski yang dilakukan secara berkesinambungan, tidak statis dan
umpan balik. Komunikasi ini juga tidak melibatkan orang lain yang berpengaruh
terhadap kesehatn klien. Konteks komunikasi disesuaikan dengan tujuan, jenis
pelayanan yang diberikan.
Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa memerlukan suatu aturan tertentu seperti :
sopan santun, bahasa tertentu, melihat tingkat pendidikan, usia, factor, budaya, nilai
yang dianut, factor psikologi dll, sehingga perawat harus memperhatikan hal-hal
tersebut agar tidak terjadi kesakahpahaman. Pada komunikasi pada orang dewasa
diupayakan agar perawat menerima sebagaimana manusia seutuhnya dan perawat
harus dapat menerima setiap orang berbeda satu dengan yang lain.
Berdasarkan pada hal tertentu diatas, model konsep komunikasi yang tepat dan dapat
diterapkan pada klien dewasa adalah model komunikasi ini menunjukan hubungan
relationship yang memperhatikan karakteristik dari klien dan melibatkan pengirim
dan penerima, serta adanya umpan balik untuk mengevalusi tujuan komunikasi.
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia
kearah yang lebih baik sehingga perawat perlu untuk menguasai tehnik dan model
konsep komunikasi yang tepat untuk setiap karakteristik klien.
a. Orang dewasa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
menetap dalam dirinya yang sukar untuk dirubah dalam waktu singkat
sehingga perlu model komunikasi yang tepat agar tujuan dapat tercapai.
b. Model konsep komunikasi yang sesuai untuk klien dewasa adalah model
interaksi king dan model komunikasi kesehatan yang menekankan hubungan
relationship yang saling member dan menerima serta adanya feedback untuk
mengevaluasi apakah imformasi yang disampaikan sesuai dengan yang ingin
dicapai.

. Role Play
Para Anggota (Pemain)
Mia Purnamasari Eka Putri : Dokter
Angel Novelyeni Cahyaningtyas : Perawat Ruang Inap
Nindy Indah Pratiwi : Perawat Ruang Inap
Vivi Andriani : Pasien fraktur tulang betis
Dwi Astusi : Ibu Pasien
Irvansyah : Suami Pasien

Fase-fase komunikasi terapeutik:

1. Tahap persiapan ( Prainteraksi )


Tahap persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum
berinteraksi dengan klien (Christina. dkk. 2002). Pada tahap ini perawat
menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada
tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Tahap ini harus
dilakukan oleh seorang perawat untuk memahami dirinya, mengatasi
kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap untuk berinteraksi
dengan klien ( Suryani, 2005 ).
2. Tahap perkenalan ( Orientasi )
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kalin bertemu
atau kontak dengan klien. Pada saat berkenalan perawat, perawat harus
memperkenalkan dirinya terlebih dahulu kepada klien. Dengan
memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan
ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya ( Suryani, 2005).
Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasin keakuratan data dan rencana yang
telah di buat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi tindakan yang
lalu.

Dokter : Assalamu’alaikum ibu


Pasien : Wa’alaikum salam dok
Perawat (Angel) : Dan saya suster Angel
Perawat (Nindy) : Baiklah , kami yang akan bertugas pada shift siang dari
jam 14.00 sampe jam 20.00. Jika bapak butuh bantuan
bapak bisa menghubungi kami.
Dokter : Baik ibu sekarang suster Angel akan memeriksa luka
dan mengganti perban pada kaki bapak. Silakan suster
Angel.
Perawat (Nindy) : Baik ibu bagaimana keadaan hari ini?
Pasien : Sudah agak mendingan sus.
Perawat (Angel) : Saya akan memeriksa luka dan mengganti verban ibu
Pasien : Iya sus.
Perawat (Nindy) : Apakah ibu sudah siap?
Pasien : Sudah sus.
Perawat (Angel) : Sebelum saya mulai apakah ada pertanyaan ibu?
Pasien (Marzuki) : Tidak ada sus.

3. Tahap kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunkasi
terapeutik. Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk
mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan
perawat dalam mendorong klien mengungkap perasaan dan fikirannya. Perawat
juga dituntut mempunyai kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap
adanya perubahan dalam respon verbal maupun nonverbal klien.

Perawat (Angel) : Bisa kita mulai ya ibu?


Pasien : Iya sus, Pelan-pelan ya.
Dokter : Baik ibu, bisa diangkat sedikit kakinya ibu
pelan-pelan saja jangan di paksa bu. Silahkan suster
Nindy bantu suster Angel
Perawat (NIndy) : Baik dok
Pasien : Sedikit nyilu sus.
Perawat (Angel) : Bisa saya bantu ibu? Atur nafas nya dulu ibu dan
mari angkat pelan-pelan saja kaki nya .
Pasien : iya sus.
Perawat (Angel) : Baik bapak sedikt tahan iya bapak saya akan membuka
dan mengganti perbannya.
Pasien : iya sus.
Perawat (Nindy) : bismillahirrohmanirrohim..
Pasien : sakit..
Perawat (Angel) : Ditahan sedikit ibu.

4. Tahap terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Tahap ini di
bagi menjadi dua yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart, G.W
dalam Suryani, 2005).
a. Terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuam perawat dan
klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu lagi pada
waktu yang telah ditentukan.
b. Terminasi akhir terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan.

Perawat (Nindy) : Alhamdulillah akhirnya selesai juga ibu.


Pasien : Alhamdulillah
Dokter : Baik ibu tugas kami sudah selesai, ada yang
ingin ibu tanyakan kepada saya silahkan ibu.
Pasien : Tidak dok.
Ibu Pasien : Anak saya bilang ingin rasa nya nanti sore mandi
karena sudah seharian gak mandi sus.
Dokter : Untuk sementara waktu ini ibu Vivi belum bisa
dengan kondisi seperti ini untuk mandi karena luka
dan praktur pada kaki ibu Vivi masih basah belum
terlalu kering. Nanti jika sudah mengering ibu boleh
untuk mandi, untuk sementara ini cukup di lap/sibin
saja ya ibu.
Ibu Pasien : Baik dok, terimakasih atas informasinya.
Dokter : Iya sama-sama ibu. Baik ibu tugas kami sudah
selesai,apa bila ibu membutuhkan sesuatu ibu bisa
menghubungi kami dengan cara memencet tombol
yang berwana hijau tepat di atas kepala ibu ya.
Suami Pasien : Baik dok, terimakasih banyak ya dok, sus sudah
membenatu operasi istri saya.
Perawat & Dokter : Iya sama sama bapak
Sauami Pasien : Saya izin bertanya, apakah istri saya boleh
mengkonsumsi makanan dari luar ?
Dokter : Oh, boleh kok pak. Bapak belikan aja apa yang ibu
mau biar ibunya cepat sembuh
Suami Pasien : Makasih banayak ya dok.
Dokter : Sama-sama bapak, kami permisi dulu ibu, bapak.
Assalamualaikum wr.wb
Pasien dan Keluarga : Waalaikum salam warohmatullahi wabarokatuh.

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari uraian dan role play diatas maka dapat dipahami bahwa Terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan atau segala
sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional perawat yang


direncanakan dan dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien.
Dengan memiliki keterampilan berkomunikasi terapeutik pada orang dewasa perawat
akan lebih mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, sehingga akan
lebih efektif mencapai tujuan asuhan keperawatan yang telah diterapkan, memberikan
kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan meningkatkan profesi.
Disamping itu, salah satu tujuan komunikasi terapeutik dewasa adalah membantu
pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan atau pikirannya serta dapat
mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada
hal-hal yang diperlukan. penerapan komunikasi pada dewasa.

4.2. Saran

1. Berdasarkan kesimpulan diatas maka kami selaku penulis berpesan kepada


tenaga kesehatan khususnya perawat, ketika berkomunikasi pada pasien
dewasa hendaknya perawat memiliki sikap atetif (memperdulikan, sabar,
mendengarkan dan memperhatikan tanda-tanda non verbal, mempertahankan
kontak mata)

2. Selain itu perawat juga harus bersikap merespon, serta memberi dukungan
dan dapat menimbulkan sikap saling percaya. Sehingga memudahkan bagi
perawat untuk melakukan asuhan keperawatan kepada pasien dewasa dengan
mengetahui permasalahannya dengan jelas. 3. Kepada instansi keperawatan
hendaknya dapat membimbing dan memfasilitasi mahasiswanya agar menjadi
perawat yang profesional dalam berkomunikasi guna memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti, Mukhripah. (2008). Komunikasi Terapeutik Dalam Praktek Keperawatan.


Refika ADITAMA. Bandung.. Potter, Patricia A. (1997). Fundamental Keperawatan.
EGC buku Kedokteran. Jakarta. Purwanto, Heri. (1999). Pengantar Perilaku Manusia.
EGC Buku Kedokteran. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai