Anda di halaman 1dari 16

Makalah PBL

Komunikasi Empati

DisusunOleh:
Vennaya Masyeba
102013423 / Kelompok D1
vennaya@gmail.com

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Jakarta
2013

BAB I
PENDAHULUAN
Komunikasi adalah hal yang penitng dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) komunikasi berarti pengiriman dan penerimaan pesan atau
berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan;
kontak; perhubungan. Komunikasi juga berarti proses interaksi antara sesama dimana terjadi
pertukaran iinformasi yang menimbulkan suatu pemahaman, komunikasi juga tidak hanya
berupa suara, tetapi juga nerupa tulisan, dan melalui isyarat.
Komunikasi satu arah berarti adanya satu orang yang memberikan informasi dan
orang lainnya mendengarkan saja, tidak memberi pencapat. Sedangkan komunikasi dua arah
berarti adanya pemberi informasi dan penerima informasi yang aktif dan saling memberikan
infornasi. Komunikasi juga dibagi lagi menjadi komunikasi verbal dan non-verbal. Dalam
komunikasi perlu adanya pendengar yang aktif, keterampilan berdialog, memahami perasaan
lawan bicara, kemampuan mengendalikan emosi, serta adanya empati.
Dalam bidang kedokteran, komunikasi yang terjadi adalah komunikasi antara dokter
dan pasien, dimana dokter harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik agar tidak
terjadi kesalahan dalam menentukan diagnosis serta prognosis pasiennya. Komunikasi yang
baik sangat diperlukan antara dokter dan pasien untuk menjaga hubungan antara keduanya,
jika seorang dokter mampu berkomunikasi dengan baik, maka pasien juga akan cenderung
patuh dan menerapkan perilaku sehat yang dokter anjurkan.
1.1. Skenario
Seorang anakkecilusia 3 tahun sudah mulai diajarkan oleh ibunya untuk menggosok gigi
sendiri. Walau terkadang malas melakukannya, si anak oleh ibunya tetap diajak untuk

menggosok giginya terutama di pagidanmalamhari. Untuk mengurangi kemalasan itu ibu


memberi sebuah koin setiap si anak mau menggosok gigi. Koin ini bias ditukarkan
dengan makanan kesukaan anak itu bila sudah berjumlah 10 buah.
1.2. Rumusan Masalah
Seorang anak usia 3 tahun menggosok gigi dengan imbalan dari ibunya
Anak tersebut malas menggosok gigi
Ibu memberi metode yang kurang tepat
1.3. Analisis Masalah
Apakah anak usia 3 tahun sudah pantas diajarkan menggosok gigi?
Apa tujuan mengajarkan anak menggosok gigi?
Apakah metode yang diajarkan efektif?
Akibat metode jangka panjang dan pendek?
Pengaruh positif dan negatif dari metode yang diajarkan?
Apa metode yang tepat untuk menjadi solusi masalah tersebut?
1.4. Hipotesis
Adanya komunikasi yang terjadi dalam kasus tersebut
Sudah pantaskan seorang anak usia 3 tahun diajarkan menggosok gigi
1.5. Sasaran Pembelajaran
Mengacu pada 5 W + 1 H maka dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan cara menggosok gigi pada anak.
Who : Siapa yang mengajarkan menggosok gigi kepada sang anak, cenderung
keluarga, terutama orangtuanya.
When : Kapan anak tersebut diajarkan menggosok gigi apakah saat sudah masuk
sekolah, saat sudah tumbuh gigi susu yang lengkap, saat sudah besar, atau tidak

diajarkan sama sekali. Juga kapan waktu yang tepat untuk menggosok gigi, seperti
yang kita ketahui waktu yang tepat adalah pagi dan malam hari sebelum tidur.
Where : Dimana tempat menggosok gigi atau dimana tempat mengajarkann anak
menggosok gigi, yaitu di kamar mandi rumah.
What : Tidak ada metode khusus untuk mengajarkan anak menggosok gigi, hanya
saja apa metode yang paling efektif dan tepat agar anak tersebut disiplin dalam
menggosok gigi.
Why: Mengapa menggosok gigi perlu diajarkan kepada anak sejak usia dini
sebagai perilaku sehat yang penting, dimana kesehatan gigi dapat mempengaruhi
fungsi otak dan menyebabkan masalah kesehatan lainnya.
How : Diajarkan bagaimana cara menggosok gigi yang benar, bagaimana merawat
kesehatan gigi.

BAB II
ISI
2.1. Analisa Trasaksionil
Analisa transaksionil merupakan proses analisa komunikasi dalam hubungan sosial
antara 2 orang atau lebih. Sistem ini dikemukakanoleh Eric Berne pada tahun 1961, beliau
merupakan seorang psikiater. Dalam teori sistem ini yang dianalisa ada 3 hal yaitu: proses
dan isi pikiran, perasaan, dan perilaku verbal serta non-verbal. Analisa transaksionil juga
dipakai dalam psikoterapi individu maupun kelompok.1
Analisa transaksionil digunakan untuk menentukan ego yang dominan yang sedang
berlangsung pada setiap individu yang sedang berinteraksi.Anutan yang dimiliki seseorang
dapat lebih dari satu anutan dan tidak diukur dari usia individu, melainkan apa yang
ditunjukan individu dalam berinteraksi, dimana setiap individu memiliki 3 state atau okmum
didalam dirinya, yaitu:1

Anutan orang tua


Pada anutan orang tua in idapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari yaitu
dalam sosok ayah/ibu yang merupakan sosok orang tua. Penampilan anutan
orang tua antara lain: proteksi, kritik, bimbingan, dan bagaimana melakukan
sesuatu. Maka anutan orang tua bersikap kritik, membelai, menolong.

Anutan dewasa
Pada anutan dewasa, seseorang mengolah persoalab berdasarkan data, analisa,
dan logika. Penampilan anutan dewasa antara lain: analisa, logika,
mengumpulkan data, mengambil keputusan, serta bio-komputer.

Anutan anak-anak

Pada anutan anak-anak lebih berorientasi pada individu yang masih kecil,
tetapi tidak jarang anutan orang tua atau dewasa memiliki juga anutan ini.
Anutan anak-anak memiliki penampilan, antara lain: perasaa, fantasi, respon
sesuai petunjuk, intuisi, dan emosi. Dalam anutan anak-anak ini alangkah
baiknya jika terus dipelihara dan dibina sepanjang umur, adanya daya cipta
dalam anutan anak menjadi dasar dimana individu harus dibina dan dipelihara,
individu cenderung kreatif, serta memiliki rasa ingin tahu yang besar.
2.2. Komunikasi
2.2.1. Pengertian Komunikasi
Ada beberapa pengertian terkait dengan komunikasi. Pertama, komunikasi
dapat diartikan sebagai proses interaksi penuh makna antara sesame manusia. Kedua,
komunikasi adalah proses dimana makna dipertukarkan sehingga terjadi pemahaman.
Ketiga, komunikasi merupakan proses dimana pesan diberikan atau diterima baik
secara verbal maupun non-verbal. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah
proses pemberian atau penerimaan pesan antar sesame manusia sehingga terjadi
pemahaman baik melalui verbal (menggunakan kata-kata) maupun non-verbal (tidak
menggunakan kata-kata).
2.2.2. Komunikasi Verbal dan Non Verbal
Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal dapat diartikan sebagai komunikasi yang melibatkan
bahasa atau perkataan4. Komunikasi verbal dapat disuarakan maupun ditulis. Dalam
hal ini, kualitas suara; kecepatan; dan intonasi turut menjadi unsur yang harus
diperhatikan dalam komunikasi verbal. Dalam komunikasi verbal, pilihan kata yang
6

baik adalah kunci dari keberhasilan komunikasi ini. Kata-kata membentuk realitas,
sehingga mengandung kekuatan yang luarbiasa.
Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non-verbal yaitu komunikasi yang diungkapkan melalui pakaian
dan setiap kategori benda lainnya, komunikasi dengan gerak sebagai sinyal, dan
komunikasi dengan tindakan atau gerakan tubuh5. Komunikasi non-verbal memiliki
peran penting dalam melengkapi efektifitas komunikasi berbal, terutama saat
komunikasi dilakukan secara tatap muka. Hal-hal yang dapat dperhatikan dari
komunkasi non-verbal adalah ekspresimata, kontak mata, pakaian, gaya rambut, sikap
tubuh (santai, wibawa, dsb), dan masih banyak lagi.
2.2.3 Komunikasi Satu dan Dua Arah
Komunikasi satu arah adalah situasi komunikasi dimana pengirim tidak
memiliki kesempatan untuk mengetahui bagaimana penerima memberikan umpan
balik bagi pesannya. Sementara itu, komunikasi dua arah adalah situasi komunikasi
dimana pengirim cukup leluasa mendapatkan umpan balik dari pendengarnya6.
Dari dua macam komunikasi diatas, komunikasi dua arah adalah jenis
komunikasi yang paling efektif. Dengan komunikasi dua arah, aka nmemudahkan
terbentuknya sebuah pemahaman antara pengirim dan penerima pesan. Dalam dunia
kedokteran, komunikasi dua arah sangat dibutuhkan untuk bisa menentukan diagnosis
dan cara penangan yang tepat.

2.3. Empati
2.3.1. Pengertian Empati
Kebanyakan orang beranggapan bahwa empati memiliki arti dan makna yang
sama dengan simpati, padahal pengertian empati adalah seseorang menempatkan
dirinya secara imajinatif pada posisi orang lain7. Secara lebib luas, empati juga bisa
diartikan sebagai upaya dan kemampuan untuk mengerti, menghayati dan
menempatkan diri seseorang di tempat orang lain sesuai dengan identitas, pikiran,
perasaan, keinginan, perilaku, tanpa mencampur-baurkan nilai. Menunjukkan empati
tidak hanya lewat komunikasi verbal, namun juga dapat ditampilkan dalam non verbal
(seperti: genggaman tangan, mimik muka simpatik, dsb).
2.3.2. Keterampilan Empati
Berempati bukan hanya sekedar berbasa-basi atau bermanis mulut kepada
pasien, tetapi juga dituntut untuk memiliki keterampilan-keterampilan seperti berikut
ini: mendengarkan aktif, responsif terhadap kebutuhan pasien, responsif terhadap
kepentingan pasien, adanya usaha untuk memberikan pertolongan pada pasien, dan
dimulai dari diri sendiri.
2.3.3. Mendengar Aktif
Mendengar aktif bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakuan. Meskipun
demikian, mendengar aktif dapat dipelajari karena pendengar yang baik dan aktif
tidak terlahir begitu saja melainkan dibentuk memlalui proses yang tidak mudah.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa efisiensi mendengar rata-rata pada budaya ini
hanya sekitar 25 persen saja, itu artinya walaupun kita mendengar semua kata yang
diucapkan, tetapi sebenarnya kita tidak memproses semua kata-kata itu7.
8

Seorang dokter harus mampu mendengar aktif dengan tujuan untuk


mengetahui pemikiran, perasaan, dan keinginan yang ingin disampaikan oleh pasien.
Dalam mendengar aktif, dokter tidak hanya memperhatikan komunikasi verbal yang
disampaikan tapi juga turut mengamati aspek-aspek non verbal yang mungkin
ditunjukan oleh pasien.
2.3.4. Manfaat Empati
Dengan rasa empati yang diberikan dokter kepada pasien banyak manfaat
yang dapat diperoleh, antara lain:

Menyokong atau meningkatkan pertumbuhan dalam kesucian, kebajikan,


kasih dan hikmat spiritual.

Menolong pasien untuk menjadi kuat

Menolong pasien untuk mandiri

Menolong pasien untuk melihat realitas

Menolong pasien untuk mendapatkan kepastian bahwa: masalahnya adalah


masalah umum, sudah diketahui penyebabnya, ada metode perawatan, dsb.

2.4 Perilaku Sehat


2.4.1 Definisi Perilaku Sehat
Perilaku sehat adalah sifat pribadi seperti kepercayaan, motif, nilai, persepsi
dan elemen kognitif lainnya. Karakter pribadi termasuk tingkat dan sifat afeksi
emosional serta polaperilaku yang jelas, tindakan dan kebiasaan yang terkait dengan
pemeliharaan kesehatan, pemulihan kesehatan, peningkatan kesehatan.1(Gochman,
1988)
Menurut Sarafino (2004), perilaku sehat merupakan segala aktifitas yang
dilakukan seseorang untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatannya, tidak
9

tergantung status kesehatannya saat itu dan atau apakah perilaku yang dilakukannya
mencapai hal tersebut.1
2.4.2 Bentuk-bentuk Perilaku Sehat
Ada lima perilaku sehat, yaitu:1
Pencegahan: Segala tindakan yang secara medis direkomendasikan, dilakukan
secara sukarela oleh seseorang yang sehat dan ingin mecegah penyakit untuk
asimptomatik (mendektesi penyakit yang tidak tampak nyata). Ada 2 macam
pencegahan yaitu pencegahan primer dan sekunder. Pencegahan primer
dilakukan dengan mengurangi atau menghilangkan faktor resiko, contoh:
seorang laki-laki tidak merokok untuk menghilangkan resiko terkena penyakitpenyakit akibat merokok. Sedangkan pencegahan primer dilakukan dengan
deteksi gejala pada fase awal, contohnya: seorang ibu menjalani pemeriksaan
fisik untuk deteksi tanda-tanda kanker.
Perlindungan: Tindakan yang dilakukan seseorang untuk melindungi,
meningkatkan dan menjaga kesehatan, dapat tindakan medis atau non-medis.
(contoh: berdoa, minum vitamin)
Perilaku sebelum sakit: Tindakan yang dilakukan oleh orang yang tidak yakin
akan kondisi kesehatannya. Individu dibingungkan dengan kondisi atau
perasaannya akan kondisi badannya kemudian ingin memperjelas apakah
mereka sakit atau tidak.
Perilaku saat sakit: Tindakan yang dilakukan oleh orang yang sakit, baik yang
dilakukan oleh orang lain atau dirinya sendiri. (contoh: kontrol ke dokter,
bedrest)
Kondisi sosial: Tindakan yang dilakukan oleh lingkungan sosial agar
kesehatan tetap terjamin.

10

2.4.3. Hal yang Menentukan Perilaku Sehat Individu


Hal-hal yang menentukan perilaku sehat individu:1
Pembelajaran:
Perilaku sehat itu dipelajari, perilaku berubah karena ada konsekuensi. Tiga
konsekuensi yang berperan dalam pembelajaran:

Reinforcement (peningkatan):individu melakukan sesuatu karena mendapat


kepuasan,

dan

ingin

mengulangi

lagi

agar

mendapat

kepuasan/kesenangan.Ada 2 jenis reinforcement yaitu positif dan negatif.


Positive reinforcement dengan mendapatkan reward dari apa yang
dilakukan. Negative reinforcement yaitu dengan menghilangkan hal negatif
dari hal yang dilakukan individu.

Extinction(peniadaan): Dimana bila konsekuensi yang mempertahankan


perilaku sehat dihilangkan maka akan melemahkan respon. Hal in iterjadi
apabila tidak ada faktor yang membuat individu mempertahankan perilaku
sehatnya.

Punishment

(hukuman):

Jika

perilaku

yang

dilakukan

membawa

konsekuensi

yang tidak menyenangkan dan cenderung mendapat

penekanan.
Faktor sosial, kepribadian, dan emosional:

Dukungan sosial (keluarga, teman) dapat mendorong perilaku sehat.

Faktor kepribadian yang berhubungan adalah rasa kehati-hatian.

Faktor emosi berhubungan dengan stress yang mendorong melakukan


perilaku tidak sehat seperti merokok.

Persepsi dan Kognitif:

11

Persepsi tentang sakit, jika berat kebanyakan akan mencari pertolongan.


Pengetahuan tentang kesehatan mempengaruhi perilaku sehat. Pengetahuan yang
salah (miskonsepsi) membahayakan karena tidak didasari bukti ilmiah.
2.4.4 Perubahan Perilaku Sehat
Tingkatan perubahan perilaku, yaitu:1
Perkontemplasi: Belum ada niat perubahan perilaku.
Kontemplasi.

Individu sadar adanya masalah dan secara serius ingin mengubah perilakunya
menjadi lebih sehat.

Belum siap berkomitmen untuk bertindak.

Persiapan.

Individu siap berubah dan ingin mengejar tujuan.

Sudah pernah melakukan, tetapi mungkin masih gagal.

Tindakan: Individu sudah melakukan perilaku sehat, sekurangnya 6 bulan dari


sejak mulai usaha memberlakukan perilaku sehat.
Pemeliharaan.

Individu berusaha untuk mempertahankan perilaku sehat yang telah


dilakukan.

Mungkin akan berlangsung lama.

6 bulan dilihat kembali.

12

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Interaksi Oknum
Dalam kasus terjadi interaksi anutan orang tua dan anak-anak dimana orang tua,
dalam kasus ini seorang ibu berpenampilan sebagai individu yang membimbing yaitu dalam
hal mengajarkan anak usia 3 tahun untuk menggosok gigi dengan metode pemberian imbalan
(reinforcment). Anutan anak-anak dalam hal ini berpenampilan respon sesuai petunjuk, tetapi
tidak jarang individu melanggar dan tidak disiplin sehingga perlu diterapkan teeori yang
sesuai agar anak tersenut disiplin untuk menjalani perilaku sehatnya.
3.2. Waktu yang Tepat Penerapan Metode
Anak usia 3 tahun cenderung sudah memiliki gigi susu yang lengkap dan memerlukan
perawatan yang cukup menunjang untuk menjaga kesehatan giginya, karena kesehatan gigi
sangat penting, jika gigi tidak terawat dengan baik sejak dini makan bisa terjadi kerusakan
sistem otak dan lainnya.
3.3. Perubahan Perilaku Sehat
Perilaku pada scenario ini dapat berubah karena adanya konsekuensi, yaitu
reinforcement (peningkatan), dimana individu melakukan sesuatu untuk mendapat kepuasan,
dan ingin mengulangi lagi agar mendapat kesenangan tersebut, dalam hal ini adalah reward
berupa koin.Hal ini dibuktikan dengan metode sang ibu yaitu jika koin sudah terkumpul 10
buah, maka koin tersebut dapat ditukarkan dengan makanan kesukaan sang anak.
3.4. Peningkatan Perubahan
Sang anak mengalami perubahan perilaku, hal ini terbukti dimana pada awalnya sang
anak malas menggosok giginya, namun karena dijanjikan sebuah koin setiap dia mau
menggosok gigi, maka sang anak pun menjadi rajin untuk menggosok giginya. Dengan
banyaknya perkembangan teknologi dan pengetahuan di masa kini, banyak cara dan metode

13

yang dapat diberikan oleh orangtua kepada anak dalam kasus ini yaitu pengajaran menggosok
gigi. Dalam hal ini reinforcement sangatlah berperan, tetapi begitu juga dengan extenction,
dan punishment yang saling berkaitan satu sama lainnya. Jika sang anak tidak disiplin, maka
dapat terjadi peniadaan, bahkan hukuman oleh sang ibu, yaitu dengan tidak adanya
pemberian reward, atau bahkan hukuman bagi sang anak.
Dalam kasus ini saya tidak menemukan kekurangan atau kesalahan pada metode
reinforcement yang diberikan sang ibu, karena perubahan perilaku dikaitkan juga dengan
usia, maka pemberian metode juga sesuai dengan usia tiap individu.

14

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam interaksi antara oknum, tiap individu tidak dapat ditentukan secara gamblang
memiliki anutan apa, tetapi dapat kita lihat dari interaksi yang individu tunjukan. Anutan
setiap orang tidak ditentukan oleh usia kareng bisa terjadi pertumbuhan yang terhambat oleh
banyak faktor. Dan pentingnya perilaku sehat harus dijalani oleh semua orang, juga
perubahan perilaku sehat bisa saja dialami oleh setiap individu tergantung keaddan yang
dialaminya. Perilaku sehat individu ditentukan oleh beberapa faktor, dalam pembelajaran
perilaku berubah karena adanya tiga konsekuensi yang berperan yaitu: reinforcement,
extinction, dan punishment.
Tiga hal diatas sangatlah berkaitan dan faktor dari lingkungan luar juga berperan
dimana faktor sosial, kepribadian, serta emosional yang mendorong terjadinya perilaku sehat
individu.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Andri.,Hidayat. Dan., Ingkiriwang. Elly.,Asnawi. Evalina.,&Hidajat. Kasan.
Hubertus. Komunikasi dan Empati. Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. 2013/2014.
2. Gerald, C. (2005). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. Bandung: Rafika
Aditama
3. Ketut, D. (1984). Pengantar teori konseling. Jakarta: Ghalia Indonesia.
4. Surya, M. (2003). Teori-teori konseling. Bandung: Pustaka Bany Quraisy.
5. Soetjiningsih. Modul Komunikasi Dokter-Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
6. Wong, Dona L; dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Ed 6, Vol 1
Wong. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Hegner, Barbara R.; dkk. 2003. Asisten Keperawatan: Suatu Proses Keperawatan,
Edisi6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. http://kamusbahasaindonesia.co.id/komunikasi/

16

Anda mungkin juga menyukai