Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komunikasi merupakan seni penyampaian informasi (pesan, ide,


sikap/gagasan) dari komunikator untuk merubah/membentuk perilaku komunikan
(pola, sikap, pandangan dan pemahaman) ke pola pemahaman yang dikehendaki
bersama.
Unsur-unsur yang ada dalam komunikasi adalah komunikator, pesan,
komunikan, media (channel), dan umpan balik (feed back). Komponen
komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung
dengan baik terdiri dari komunikator, pesan, saluran, komunikan, umpan balik
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi menurut Potte dan Perry
(1993) adalah perkembangan, persepsi, nilai, latar belakang sosial budaya, emosi,
jenis kelamin, pengetahuan, peran dan hubungan, lingkungan dan jarak.
Komunikasi kebidanan merupakan gambaran terjadinya interaksi antara
bidan dengan klien dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, sebagai faktor
pendukung pelayanan profesional oleh bidan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Komunikasi Verbal dan Nonverbal?
2. Apa itu informed consent?
3. Bagaimana pemberian informasi vs konseling?
4. Apa itu empati dan sentuhan?
5. Bagaimana hubungan ibu dengan bidan?
6. Bagaimana pentingnya hubungan terapeutik yang bermakna?
7. Mengobservasi konseling dalam asuhan kebidanan
8. Mengobservasi keterampilan dasar observasi

1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahuhi apa yang dimaksud dengan Komunikasi Verbal dan
Nonverbal
2. Untuk mengetahui apa itu informed consent
3. Untuk mengetahui bagaimana pemberian informasi vs konseling
4. Untuk mengetahui apa itu empati dan sentuhan
5. Untuk mengetahui bagaimana hubungan ibu dengan bidan
6. Untuk mengetahui bagaimana pentingnya hubungan terapeutik yang
bermakna
7. Untuk mengetahui konseling dalam asuhan kebidanan
8. Untuk mengetahui keterampilan dasar observasi

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Komunikasi Verbal dan Nonverbal

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi berasal dari kata Communicare (bahasa Latin) yang artinya


menjadikan sesuatu milik bersama. Comunis yang arti harfiahnya milik bersama,
yaitu dengan proses komunikasi gagasan seseorang disampaikan kepada orang
yang terlibat, diterima, dimengerti, dan disetujui maka gagasan tersebut menjadi
milik bersama (Cherry, 1983)
Banyaknya definisi komunikasi yang disampaikan oleh para ahli
dilatarbelakangi oleh berbagai perspektif (mekanistis, sosiologistis, psikologistis,
dan antropologistis). Dari perspektif yang melatarbelakanginya, komunikasi dapat
dikelompokkan dan didefinisikan sebagai berikut.
1. Komunikasi secara mekanistis adalah suatu proses dua arah yang
menghasilkan transmisi informasi dan pengertian antara masing-masing
individu yang terlibat (Kossen, 1986).
2. Komunikasi secara sosiologistis adalah suatu proses dimana seseorang
memberikan tafsiran terhadap perilaku orang lain (ucapan, gerak, dan
sikap) kemudian yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap perasaan
yang disampaikan oleh orang lain tersebut (Sukanto,1994)
3. Komunikasi secara psikologistis adalah suatu proses dimana komunikator
mentransmisikan stimuli (biasanya verbal) untuk menggerakkan individu
lain (audience) berperilaku (Hovland dkk, 1953).
4. Komunikasi secara antropologistis adalah suatu peristiwa yang terjadi
apabila makna diberikan kepada suatu perilaku tertentu.

3
Melihat banyaknya pengertian komunikasi tersebut maka bisa ditarik
kesimpulan bahwa komunikasi merupakan seni penyampaian informasi (pesan,
ide, sikap/gagasan) dari komunikator untuk mengubah/membentuk perilaku
komunikan (pola, sikap, pandangan, dan pemahaman) ke pola pemahaman yang
dikehendaki bersama. Sedangkan komunikasi kebidanan adalah bentuk
komunikasi yang digunakan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
kepada klien seperti misalnya ketika seorang bidan mencari data atau mengkaji
klien, melaksanakan asuhan, ataupun melakukan evaluasi terhadap asuhan yang
sudah diberikan.

2.1.2 Pengertian Komunikasi Verbal

Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang disampaikan


komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written) atau lisan (oral).
Komunikasi verbal menempati porsi besar. Karena kenyataannya, ide-ide,
pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang non
verbal. Dengan harapan, komunikan (baik pendengar maun pembaca ) bisa lebih
mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan.

contoh : komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan dengan menggunakan


media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui telepon.
Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara
tidak langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses
penyampaian informasi dilakukan dengan menggunakan berupa media
surat, lukisan, gambar, grafik dan lain-lain.

Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun


dan dirangkaikan supaya memberi arti. Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi,
sintaksis, dan semantik.
1. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa.
2. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat.

4
3. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-
kata.

Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication:


Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita
berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:

1. Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja
yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada
masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.

2. Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul


dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka
untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan
lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.

3. Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa


memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri
kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.

Dari keseluruhan komunikasi yang kita lakukan, ternyata komunikasi


verbal hanya memiliki porsi 35%, sisanya adalah komunikasi nonverbal. Dengan
porsi demikian pun, bahasa masih memiliki keterbatasan, yaitu:
1. Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata adalah kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda,
peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya.
Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Adakalanya
kita sulit menamai suatu objek, misalnya mungkin kita kesulitan mencari
kata yang tepat untuk derajat suhu tertentu, yang lebih panas dari hangat
tapi lebih dingin dari panas.

2. kata bersifat ambigu dan kontekstual. Dikatakan bersifat ambigu karena


kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang

5
berbeda, yang menganut latar belakang sosial yang berbeda pula, sehingga
terdapat berbagai kemungkinan untuk memaknai kata-kata tersebut.
Sebagai contoh, kata ”berat” bisa memiliki makna berbeda bila kita
gunakan dalam kalimat yang berbeda, seperti ”batu itu berat”, ”kepala
saya terasa berat”, ”ujian yang berat”, dsb.
3. Adanya percampuradukan fakta dan penafsiran.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran
(dugaan), dan penilaian. Contoh: Saat melihat seorang wanita sedang
menggunting tangkai-tangkai daun bunga (fakta),mungkin seseorang
menyatakan bahwa wanita tersebut sedang ”bersantai” (penafsiran),
sementara orang lain mungkin menyatakan bahwa wanita tersebut sedang
”bekerja” (penafsiran). Pernyataan pertama bisa benar, bila wanita tersebut
adalah seorang yang bekerja di bidang lain (misalnya ibu rumah tangga
atau profesi lain) yang memang sedang bersantai mengisi waktu luangnya
dengan cara merawat bunga. Pernyataan kedua bisa benar bila wanita itu
memang bekerja dalam bisnis bunga. Komunikasi akan efektif bila kita
dapat memisahkan pernyataan fakta dengan dugaan.

2.1.3 Tujuan Komunikasi Verbal


Komunikasi verbal melalui lisan dapat di lakukan secara langsung bertatap
muka antara komunikator dan komunikan seperti berpidato dan berceramah.
Selain itu komunikasi secara verbal melalui lisan juga dapat di lakukan melalui
media. Contohnya seseorang yang bercakap melalui telepon. Sedangkan
komuunikasi verbal melalui tulisan di lakukan dengan cara tidak lansung antara
komunikator dan komunikan. Proses informasi di lakukan dengan menggunakan
media berupa, surat, lukisan, gambar, grafik dll. Adapun tujuan menggunakan
komunikasi verbal antara lain:
 Penyampaian, penjelasan, pemberitahuan,arahan dan lain sebagainya.
 Presentasi penjualan di hadapan paraa audience.
 Penyelenggaraan rapat.
 Wawan cara dengan orang lain

6
 Pemasaran melalui telepon, dsb.

2.1.4 Ciri-ciri komunikasi verbal


Komunikasi verbal di tandai dengan:
1. Di sampaikan secara lisan/bicara atau tulisan.
2. Proses komunikasi eksplisit dan cenderung dua arah.
3. Kualitas proses komunikasi seringkali di tentukan oleh komunikasi
non verbal.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Komunikasi


Verbal

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelancaran Komunikasi


Verbal,yaitu:
1. Faktor Inteligensi
Orang yang inteligensinya rendah, biasanya kurang lancar dalam
berbicara, karena kurang memiliki kekayaan perbendaharaan kata dan
bahasa yang baik. Cara berbicaranya terputus-putus,bahkan antara kata
yang satudengan lainnya tidak/kurang memiliki relevansi. Sebaliknya
dengan yang memiliki inteligensi tinggi.Masalah komunikasi akan muncul
apabila orang yang berinteligensi tinggi tidak mampu beradaptasi dengan
orang yang berinteligensi rendah, misalnya dalam pemilihan pengunaan
kata-kata.Contoh: Ada seseorang yang berinteligensi tinggi sehingga ia
mampu menguasai banyak perbendaharaan kata-kata asing. Saat berbicara
dengan orang yang berinteligensi rendah, ia menggunakan kata-kata asing
tersebut sehingga sulit dipahami orang yang yang berinteligensi rendah
tadi karena memang perbendaharaan kata-katanya sangat terbatas.
2. Faktor Budaya
Setiap budaya memiliki bahasa yang berbeda-beda. Apabila orang
yang berkomunikasi tetap mempertahankan bahasa daerahnya masing-

7
masing, maka pembicaraan mereka menjadi tidak efektif. Akibatnya,
komunikasi menjadi terhambat atau bahkan timbul kesalahpahaman di
antara mereka. Faktor perbedaan cara berkomunikasi juga menghambat
komunikasi. Sebagai contoh: Orang Batak terbiasa berbicara keras
daripada orang Jawa atau Sunda. Bila orang Jawa atau Sunda merasa
tersinggung dan mengganggap orang Batak tidak sopan, maka akan terjadi
antipati dari orang Sunda atau Jawa tersebut kepada orang Batak sehingga
tidak akan terjadi jalinan komunikasi.
3. Faktor Pengetahuan
Makin luas pengetahuan yang dimiliki seseorang maka makin banyak
perbendaharaan kata yang dapat mendorong yang bersangkutan untuk
berbicara lebih lancar. Apabila orang-orang yang berbeda pengetahuan
saling berkomunikasi tanpa mengidahkan perbedaan pengetahuan di antara
mereka, maka tidak akan terjadi komunikasi yang mengenakkan bagi
mereka berdua. Hal ini terjadi karena ketika salah seorang berbicara sesuai
dengan pengetahuannya tanpa menjelaskan dengan detil, maka seorang
yang lain tidak akan paham apa yang dimaksud lawan bicaranya. Misalnya
seorang insinyur sedang berbicara dengan seorang dokter.Dokter tersebut
menjelaskan penyakit yang diderita si insinyur dengan menggunakan
istilah-istilah kedokteran. Bila penjelasan dokter tersebut tidak detil dan
runtut serta menggunakan bahasa yang lebih umum maka si insinyur
tersebut pun tidak akan paham maksud si dokter.
4. Faktor Kepribadian
Orang yang mempunyai sifat pemalu dan kurang pergaulan, biasanya
kurang lancar berbicara. Hal ini disebabkan ia tidak terbiasa
berkomunikasi dengan orang lain. Ia tidak memiliki pengetahuan yang
luas karena kurangnya pergaulan tersebut. Pemahaman dia mengenai
sesuatu hal sangat minim sehingga tidak nyambung dengan teman-
temannya.
5. Faktor Biologis

8
Kelumpuhan organ berbicara dapat menimbulkan kelainan-kelainan,
seperti:
 Sulit mengatakan kata desis (lipsing), karena ada kelainan pada
rahang, bibir, gigi.
 Berbicara tidak jelas (sluring), yang disebabkan oleh bibir
(sumbing), rahang, lidah tidak aktif.

6. Faktor Pengalaman
Makin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang, makin terbiasa ia
menghadapi sesuatu. Orang yang sering menghadapi massa, sering
berbicara di muka umum, akan lancar berbicara dalam keadaan apapun
dengan siapapun.Seorang pembicara atau MC terbiasa berbicara di depan
orang banyak. Namun seorang penyiar radio, belum tentu dia mampu
ketika ditugaskan sebagai MC, karena pekerjaannya tidak menuntutnya
harus berhadapan dengan orang banyak. Walaupun di balik peralatan
audio visual dan telepon ia biasaberbicara dengan pendengar, namun ia
tidak berhadapan secara langsung dengan pendengar.

2.1.6 Hambatan Komunikasi Verbal


Hal-hal yang dapaat menghambat komunikasi verbal, yaitu:
1. Intelegensi
Orang yang intelegensinya tinggi tentu lebih lancar berbicara
karena perbendaharaan kata dan bahasanya relatif lebih banyak, bagitu
sebaliknya dengan orang yang intelegasinya rendah.
2. Pengetahuan
Selain intelegensi yang dapat membuat orang lancar
berkomunikasi adalah luas pengetahuannya. Di samping lancar ia dapat
memahami berbagai topik lawan bicaranya.
3. Kepribadian

9
Malu berbuat salah itu baik, namun malu bergaul justru tidak baik,
karena hal ini akan menghambat komunikasi.
4. Biologis
5. Kelainan fisik, seperti bibir sumbing, kelainan pada gigi, rahang sebagai
alat ucap bisa menjaddi kendala saat bebicara.
6. Pengalaman
Ini berkaitan dengan pengetahuan dan kepribadian semakin banyak
bergaul, mengobrol semakin mudah pula dalam berkomunikasi

2.1.7 Kelebihan Dan Kekurangan Komunikasi Verbal

 Kelebihan
1. Komunikasi dapat di sampaikan melalui lisan maupun tulisan.
2. Komunikasi verbal dapat membahas kejaddian masalalu, ide
atau abstraksi.
3. Komunikasi dapat menggunakan kata-kata yang lebih mudah
di kendalikan daripada menggunakan bahasa isyarat (gerakan
badan/tubuh) atau ekspresi wajah.

 Kekurangan
1. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi,
repetisi,ambiguity, dan abstraksi.
2. Adanya keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk
mewakili objek.
3. Kata-kata yang mengandung bias budaya.
4. Di perlukan banyaak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita
secara verbal, sehingga dari segi waktu pesan verbal sangat
tidak efisien.
5. Kata-kata yang di sampaikan dalam suatu percakapan hanya
membawa sebagian dari pesan.

10
2.1.8 Praktek Komunikasi Verbal

Praktek komunikasi verbal bisa di lakukan dengan cara:

a) Berbicara dan menulis


Umumnya untuk menyampaikan, orang cenderung lebih menyukai
speaking daripada writing. Selain karena praktis speaking di anggap lebih
mudah “menyentuh” sasaran karena langsung di dengar komunikan.
b) Mendengarkan dan membaca
Kenyataan menunjukan pelaku bisnis lebih sering mendapatkan
informasi daripada menyampaikan informasi. Pesan bisnis ini di lakukan
lewat prroses listening dan reading.
Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita
dalam bentuk lambang(verbal atau non verbal). Proses ini lazim di sebut
penyandian (enconding).

2.1.9 Komunikasi Nonverbal


Komunikasi nonverbal lebih tua dan lebih dulu munculnya dari pada
komunikasi verbal. Kita juga mempresepsi manusia tidak hanya melalui
bahasa verbalnya, bagaimana bahasanya (halus, kasar, intelektual, mampu
berbahasa asing dan sebagainya), namun juga melalui perilaku
nonverbalnya. Pentingnya pesan nonverbal ini misalnya dilukiskan frase,
“Bukan apa yang ia katakan, melainkan bagaimana ia mengatakannya”.
Melalui perilaku nonverbalnya, kita dapat mengetahui suasana emosional
seseorang, apakah ia sedang bahagia, bingung, atau sedih. Kesan awal kita

11
pada seseorang sering didasarkan perilaku nonverbalnya, yang mendorong
kita untuk mengenalnya lebih jauh.

Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang


bukan kata-kata. Pesan-pesan nonverbal ini sangat berpengaruh dalam
komunikasi. Sebagaimana kata-kata, kebanyakan isyarat nonverbal juga
tidak universal, melainkan terikat oleh budaya, dapat dipelajari bukan
bawaan. Sedikit saja isyarat nonverbal yang merupakan bawaan. Bila
kebanyakan perilaku verbal kita bersifat eksplisit dan diproses secara
kognitif, perilaku nonverbal kita bersifat spontan, ambigu, sering
berlangsung cepat, dan di luar kesadaran dan kendali kita. Karena itu
Edward T. Hall menamai bahasa nonverbal ini dengan “bahasa diam” (silent
language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension).

Yang dimaksud dengan komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan


pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata seperti komunikasi
yang menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vocal yang bukan kata-kata,
kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan. Atau dapat juga
dikatakan bahwa semua kejadian disekeliling situasi komunikasi yang tidak
berhubungan dengan kata-kata yang diucapkan atau dituliskan. Dengan
komunikasi nonverbal orang dapat mengekspresikan perasaannya melalui
ekspresi wajah dan nada atau kecepatan berbicara.
Tanda-tanda komunikasi nonverbal belumlah dapat diindentifikasikan
seluruhnya tetapi hasil penelitian menunjukkan bahwa cara kita duduk,
berdiri, berjalan, berpakaian, semuanya itu menyampaikan informasi pada
orang lain. Tiap-tiap gerakan yang kita buat dapat menyatakan asal kita,
sikap kita, kesehatan atau bahkan keadaan psikologis kita. Ada peribahasa
mengatakan apa yang kamu katakan dengan keras tidak dapat didengar
orang, tetapi tanda-tanda diam seperti anggukan kepala, rasa kasih saying,
kebaikan, rasa persaudaraan, didengar oleh yang lain dan merupakan pesan
yang nyata dan jelas.

12
Komunikasi nonverbal dapat memperkuat dan menyangkal pesan
verbal. Bila ada ketidaksejajaran antara komunikasi verbal dengan
komunikasi nonverbal orang khususnya lebih percaya pada komunikasi
nonverbal yang menyertainya. Ada 3 hal yang perlu diingat dalam
komunikasi nonverbal, yaitu :
1. Karena interpretasi adalah karakteristik yang kritis dalam komunikasi
nonverbal, maka adalah sulit menyamakan tindakan stimulasi nonverbal
tertentu dengan satu pesan verbal khusus. Didalam komunikasi nonverbal
hendaklah dihindarkan melakukan generalisasi karena keseluruhan arti
tidaklah dapat didesain untuk tindakan nonverbal tertentu. Hati-hatilah
dalam menginterpretasikan tanda-tanda nonverbal yang diperlukan. Setiap
tanda nonverbal bagi suatu kultur mungkin berbeda maksudnya dengan
kultur yang lain.

2. Komunikasi nonverbal tidaklah merupakan sistem bahasa tersendiri.


Tetapi lebih merupakan bagian dari sistem verbal. Komunikasi nonverbal
umumnya tidaklah membawa informasi yang cukup, yang menjadikan
penerima menyampaikan arti keseluruhan yang timbul dari pertukaran
pesan tertentu. Sistem komunikasi nonverbal terbatas dan tidaklah
memperlihatkan ketepatan bila hanya digunakan tersendiri.
3. Komunikasi nonverbal dapat dengan mudah ditafsirkan salah. Oleh karena
itu adalah berbahaya membuat arti tingkah laku nonverbal tertentu, karena
adanaya perbedaan dalam kebudayaan di antar sesame kita. Tanpa latar
belakang yang cukup atau data verbal yang mendukung, seseorang dapat
salah menafsirkan pesan. Nilai komunikasi nonverbal tidaklah terletak
sebagai pengganti, pertukaran pesan tulisan tetapi sebagai satu jaringan
yang menyokong.

Komunikasi nonverbal tidak hanya mempengaruhi hubungan personal


dan bisnis, tetapi mempunyai pengaruh penting terhadap pengiriman atau

13
penerimaan pesan itu sendiri. Contohnya seorang karyawan sedang asyik
mengerjakan tugas-tugasnya yang harus diselesaikan dengan cepat. Tiba-
tiba supervisornya datang dan menyuruh dia mengerjakan pekerjaan lain
dengan segera. Respons karyawan tersebut secara verbal haruslah
mengatakan mau mengerjakan tugas tersebut tetapi kalau dilihat dari segi
komunikasi nonverbal yang mengiringi jawaban “Ya” tersebut mungkin arti
jawaban “Ya” itu bertentangan dengan tingkah laku pesan nonverbalnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa memang kita berkomunikasi


dengan kata-kata, tetapi arti dari pesan itu bukanlah terletak pada kata
tersebut. 93% dari arti pesan diterima dari komunikasi nonverbal yang
melatarbelakangi komunikasi verbal dan hanya 7% dari pesan verbal. Dari
hasil penelitian ini jelas bahwa komunikasi nonverbal sangat membantu
dalam menginterpretasikan arti pesan verbal. Tetapi kalau pesan nonverbal
saja yang dikirimkan akan sulit menginterpretasikannya dengan tepat.

2.1.10 Fungsi Komunikasi Nonverbal

Meskipun komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal berbeda


dalam banyak hal namun kedua bentuk komunikasi itu seringkali bekerja
sama. Atau dengan kata lain komunikasi nonverbal ini mempunyai fungsi
tertentu dalam proses komunikasi verbal. Fungsi utamanya adalah sebagai
berikut :

1. Pengulangan
Kita sering menggunakan pengulangan terhadap apa yang telah
dikatakan secara verbal. Pengulangan-pengulangan yang demikian umum
terdapat pada bidang olahraga. Dalam kehidupan sehari-hari tingkah laku
nonverbal seperti ini juga banyak kita jumpai.

14
Contohnya : Dalam suatu organisasi seorang sekretaris bertanya kepada
atasannya, di mana surat yang akan diketik. Atasannya menjawab diatas
meja sambil menunjuk kearah meja tersebut. Perbuatan nonverbal
menunjuk kea rah meja adalah merupakan pengulangan dari pesan verbal
di atas meja.
2. Pelengkap
Tanda-tanda nonverbal dapat digunakan untuk melengkapi,
menguraikan atau memberikan penekanan terhadap pesan verbal. Banyak
tingkah laku nonverbal lainnya yang berisi ilustrasi yang menemani dan
mendukung kata-kata yang diucapkan.
Contohnya : Seorang karyawan pada waktu pagi masuk kantor
mengucapkan selamat pagi pada teman-temannya yang sudah lebih dulu
datang, diiringi senyuman yang hangat sambil memandang kepada teman-
temannya. Senyuman dan kontak mata berfungsi sebagai pelengkap
ucapan selamat pagi karyawan tersebut.

3. Pengganti
Kita sering menggunakan pesan nonverbal pada tempat pesan
verbal. Penggantian yang demikian umum dilakukan apabila pembicara
tidak memungkinkan, tidak diinginkan atau tidak tepat diucapkan. Begitu
juga halnya bila seseorang malas mengemukakan perasaannya dengan
verbal mereka menggunakan tanda nonverbal sebagai penggantinya.
Contohnya : Dalam suatu kelas seseorang bertanya kepada temannya di
mana letak suatu barang. Temannya yang tidak tahu tentang hal itu hanya
menggelengkan kepalanya sebagai kata pengganti jawaban verbal tidak
tahu.
4. Memberikan Penekanan
Kadang-kadang kita menggunakan tanda-tanda nonverbal untuk
memberikan penekanan terhadap kata-kata yang diucapkan. Gerakan
kepala dan nada suara adalah bentuk yang umum digunakan dalam

15
memberikan penekanan secara nonverbal yang memberikan kejelasan pada
orang lain.
Contohnya : Mengatakan tidak kepada seseorang dengan nada suara tinggi
dan gelengan kepala yang mewakili pesan verbal benar-benar tidak mau
atau tidak ingin.
5. Memperdayakan
Kadang-kadang tanda-tanda nonverbal sengaja diciptakan untuk
memberikan informasi yang salah, dengan maksud memberikan
pengarahan yang tidak benar atau untuk memperdayakan orang lain
sehingga orang mungkin salah dalam menafsirkan pesan tersebut.
Contohnya : Kita akan berusaha mengelola tingkah laku nonverbal kita
pada saat berpidato didepan umum atau pada saat mengikuti interview
untuk mendapatkan pekerjaan, walaupun dalam diri kita pada saat-saat
tersebut tidak tenang kita berusaha sedapat mungkin kelihatan tenang atau
tidak memperlihatkan perasaan kita yang sesungguhnya kepada orang lain.

Paul Ekman (dalam Mulyana, 2001: 314) menyebutkan lima fungsi pesan
nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai :
1. Embelem, gerak mata tertentu merupakan simbol yang memiliki
kesetaraan dengan simbol nonverbal.
2. Illustrator, pandangan kebawah dapat menunjukkan depresi atau
kesedihan.
3. Regulator, kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan
muka menandakan ketidakpastian berkomunikasi.
4. Penyesuaian, kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada
dalam tekanan. Itu merupakan respons yang tidak disadari yang
merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
5. Affect Display, pembesaran maik-mata (pupil) menunjukkan peningkatan
emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau
senang.

16
2.3.6 Karakteristik Komunikasi Nonverbal

Kita akan dapat menginterpretasikan komunikasi nonverbal dengan lebih


baik bila kita mengetahui karakteristik dasarnya. Kita harus mempertimbangkan
bahwa interpretasi tanda-tanda nonverbal tergantung kepada konteks lebih dapat
dipercaya daripada komunikasi verbal serta komunikasi nonverbal adalah cara
yang utama untuk menyatakan perasaan dan sikap kita kepada orang lain.

1. Kita Selalu Berkomunikasi


Komunikasi itu dapat berupa kontak mata, senyuman, kerutan dahi
atau mencoba mengenal mereka semua. Untuk menggambarkan bahwa
kita selalu berkomunikasi, apakah secara sengaja atau tidak
perhatikanlah contoh berikut ini.
Ada dua orang pemuda yang mempunyai penampilan berbeda.
Orang pertama selalu berdandan rapi dan memakai lotion mahal.
Sedangkan seorang lagi mempunyai rambut sampai kebahu dan selalu
memakai pakaian yang apa adanya. Dengan hanya memandang kita
tidak sesungguhnya menceritakan apa yang ingin disampaikan oleh
kedua pemuda tersebut. Tetapi yang jelas mereka ingin
mengkomunikasikan sesuatu tentang diri mereka melalui
penampilannya.

2. Arti Tergantung Kepada Konteks


Konteks dimana komunikasi nonverbal ini terjadi memainkan
peranan yang krusial dalam menginterpretasikannya. Bila kita
berkomunikasi menggunakan tanda-tanda nonverbal dan verbal,
biasanya melengkapi dan mendukung satu sama lain. Tanpa
memahami konteks, dimana komunikasi terjadi adalah hampir tidak
mungkin menceritakan arti tingkah laku nonverbal tertentu dan tidak
ada jaminan bahwa salah pengertian akan terjadi bahwa bila konteks
dipahami semuanya.

17
3. Komunikasi Nonverbal Lebih Dapat Dipercaya
Kebanyakan kita cenderung lebih mempercayai komunikasi
nonverbal, bahkan bila hal itu bertentangan dengan pesan verbal yang
menyertainya. Misalnya seorang mahasiswa yang berusaha membujuk
dosennya bahwa ia mempunyai alasan yang tepat tidak menyerahkan
makalah tepat pada waktu yang ditentukan. Dia menjelaskan bahwa
makalah tersebut sudah lama dikerjakannya tetapi pada saat hampir
siap mengetiknya, tiba-tiba mesin tiknya rusak tidak dapat digunakan
sehingga tidak selesai mengetik pada waktunya. Melalui percakapan
mahasiswa tersebut kelihatan bahwa ia berbicara agak gugup, tidak
berani mengadakan kontak mata dengan dosennya dan tersenyum pada
saat yang tidak tepat. Berdasarkan tingkah laku nonverbalnya dosen
tersebut berkesimpulan bahwa dia berbohong dan menolak untuk
menerima makalahnya. Pada contoh ini dosen lebih percaya pada
pesan nonverbalnya dari pada pesan verbalnya.

4. Cara yang Utama dalam Menyatakan Perasaan dan Sikap


Sudah biasa bagi kita mendeteksi perasaan orang lain tanpa mereka
mengatakannya. Ini disebabkan karena komunikasi nonverbal sangat
kuat. Misalnya, pada waktu upacara kelulusan yang dihadiri oleh
banyak anak-anak muda, seorang gadis kecil masuk ruangan beserta
ibunya. Tiba-tiba gadis itu melihat gadis tetangganya berdiri dalam
ruangan tersebut, dia berpaling dan berlari keluar. Ibunya heran dan
mengejar anaknya keluar. Pada waktu ditanya kenapa dia berbuat
demikian dia berkata bahwa dia benci pada gadis tetangganya berdiri
disitu. Dari contoh tersebut kelihatan bahwa gadis tersebut bicara
melalui tindakannya, apabila disengaja atau tidak disengaja.

Menurut Joseph A. Devito (1997: 178) ada enam ciri umum dari pesan-
pesan nonverbal, yaitu :

18
1. Pesan nonverbal bersifat komunikatif, artinya perilaku nonverbal dalam
suatu situasi interaksi selalu mengkomunikasikan sesuatu. Dalam hal ini
seringkali kita temukan orang yang memiliki kesamaan perilaku
(behavioral synchrony). Umumnya kesamaan perilaku ini merupakan
indeks dari rasa saling menyukai atau faktor ikatan psikologis. Pada sisi
yang lain tidak berarti bahwa komunikasi nonverbal harus dalam bentuk
perilaku. Banyak pesan nonverbal dikomunikasikan melalui cara
berpakaian dan artifak-artifak lain.
2. Kontekstual. Seperti halnya komunikasi verbal, komunikasi nonverbal
terjadi dalam suatu konteks (situasi atau lingkungan). Konteks ini
membantu untuk menentukan makna dari setiap perilaku nonverbal.
Perilaku nonverbal yang sama mungkin mengkomunikasikan makna yang
berbeda dalam konteks yang berbeda.
3. Paket. Perilaku nonverbal, apakah menggunakan tangan, mata atau tubuh
lainnya, biasanya terjadi dalam bentuk “paket”. Seringkali perilaku seperti
itu saling memperkuat, masing-masing pada pokoknya
mengkomunikasikan makna yang sama. Ada kalanya perilaku ini
bertentangan satu sama lainnya. Oleh karena itu, bila perilaku nonverbal
bertentangan dengan perilaku verbal, tampaknya sangat beralasan untuk
mempertanyakan kemungkinan komunikatornya dapat dipercaya.
4. Komunikasi nonverbal dapat dipercaya (believable). Umumnya
komunikasi verbal dan nonverbal konsisten. Penelitian banyak
menemukan bahwa seseorang pembohong kurang banyak bergerak
ketimbang orang yang mengatakan sebenarnya, kalaupun banyak bergerak
sering salah tingkah. Selain itu pembohong berbicara lebih lambat dan
membuat banyak kesalahan bicara. Indikator utama kebohongan menurut
Albert Mehrabian (dalam Devito, 1997: 181) adalah bahwa pembohong
menggunakan lebih sedikit kata-kata, terutama dalam menjawab
pertanyaan dan jarang sekali jawabannya medalam dari segi isi.
5. Dikendalikan oleh aturan. Komunikasi nonverbal, seperti halnya
komunikasi verbal, dikendalikan oleh aturan (rulegoverned) Kita belajar

19
kaidah-kaidah kepatutan sebagian besar melalui pengamatan lingkungan
sosial kita.
6. Komunikasi nonverbal bersifat metakomunikasi. Setiap perilaku, verbal
maupun nonverbal, yang mengacu pada komunikasi bersifat
metakomunikasi.

2.1.11 Perbedaan Komunikasi Nonverbal dan Komunikasi Verbal

Setidaknya ada 3 ciri utama yang menandai wujud atau bentuk bahasa
verbal dan nonverbal, yaitu :
1. Lambang-lambang nonverbal digunakan paling awal sejak kita lahir
didunia ini, sedangkan setelah tumbuh pengetahuan dan kedewasaan kita,
barulah bahasa verbal kita pelajari.
2. Bahasa verbal dinilai kurang universal dibandingkan dengan bahasa
nonverbal, sebab bila kita pergi keluar negeri misalnya dan kita tidak
mengerti bahasa yang digunakan oleh masyarakat dinegara tersebut, kita
bisa menggunakan isyarat-isyarat nonverbal dengan orang asing yang kita
ajak berkomunikasi.
3. Bahasa verbal merupakan aktivitas yang lebih intelektual disbanding
dengan bahasa nonverbal yang merupakan aktivitas emosional. Artinya,
dengan bahasa verbal, sesungguhnya kita mengkomunikasikan gagasan
dan konsep-konsep yang abstrak, sementara melalui bahasa nonverbal, kita
menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian, perasaan
dan emosi yang kita miliki.

Don Stack, dkk. (dalam Sendjaja, 2002: 65) menjelaskan 3 perbedaan


utama di antara komunikasi verbal dan nonverbal. Perbedaan tersebut
didasarkan pada beberapa hal, yaitu :
1. Kesengajaan pesan (intensionality of the message). Suatu perbedaan utama
antara komunikasi verbal dan nonverbal adalah presepsi mengenai niat.

20
Niat ini menjadi penting ketika membicarakan bahasa verbal. Sedangkan
komunikasi nonverbal tidak banyak dibatasi oleh niat. Presepsi sederhana
mengenai niat ini oleh seorang penerima sudah cukup dipertimbangkan
menjadi komunikasi nonverbal.
2. Tingkat simbolisme dalam tindakan atau pesan (the degree of symbolism
in the act or message). Komunikasi verbal dengan sifat-sifatnya
merupakan sebuah bentuk komunikasi yang dimediasi. Dalam arti kata,
kita mengambil makna dari kata dan pilihan kata, yang sudah disepakati
maknanya. Sebaliknya komunikasi nonverbal lebih alami, ia beroperasi
sebagai norma dan perilaku yang didasarkan pada norma. Tegasnya
komunikasi verbal lebih spesifik dari bahasa nonverbal, dalam arti dapat
dipakai untuk membedakan hal-hal yang sama dalam sebuah cara yang
berubah-ubah. Sedangkan bahasa nonverbal lebih mengarah pada reaksi-
reaksi alami seperti perasaan atau emosi.
3. Pemerosesan mekanisme (processing mechanism). Pesan-pesan verbal
lebih terstruktur dan nonverbal tidak terstruktur. Tidak seperti bahasa
verbal, bahasa nonverbal tidak mengekspresikan peristiwa komunikasi di
masa lalu atau masa mendatang. Selain itu, komunikasi nonverbal
mensyaratkan sebuah pemahaman mengenai konteks dimana interaksi itu
terjadi, sebaliknya komunikasi verbal justru menciptakan konteks tersebut.

Meskipun ada beberapa perbedaan yang dimiliki antara komunikasi


verbal dan komunikasi nonverbal. Namun demikian, pada dasarnya
komunikasi verbal dan nonverbal merupakan satu kesatuan yang tidak
dipisahkan, karena kedua bahasa tersebut berkerja bersama-sama untuk
menciptakan suatu makna.

21
2.1.12 Komunikasi Interprofesional

Komunikasi Interprofessional dapat diartikan sebagai proses perencanaan,


pelaksanaan, dan mengevaluasi program komunikasi yang ditujukan untuk
penyedia layanan kesehatan. Adapun pengertian lain mengenai komunikasi
interprofessional, komunikasi interprofesional adalah komunikasi yang terjadi
antar multidisiplin ilmu mengenai praktik keprofesian yang berkolaborasi guna
meningkatkan kerjasama dan pelayanan kesehatan (Barr: 2002). Komunikasi
interprofessional adalah bentuk interaksi untuk bertukar pikiran, opini dan
informasi yang melibatkan dua profesi atau lebih dalam upaya untuk menjalin
kolaborasi interprofesi.
Komunikasi interprofesional adalah komunikasi diantara profesimedis.
Yaitu komunikasi yang saling terjadiantaradokter, perawat, bidan, apoteker, dan
tenaga medis lainnya.

Komunikasi interprofessional adalah saat profesional kesehatan menjadi


mitra sejajar dalam pengambilan keputusan bersama terhadap pasien. Komunikasi
interprofesional yang baik bergantung pada interaksi yang transparan dan jujur.
Karena dapat membantu menunjukkan dan membangun kepercayaan. Setiap
anggota tim layanan kesehatan memfasilitasi komunikasi antar profesional yang
baikdengan:

a) Secara aktif mendengarkan dan memperhatikan komunikasi non-verbal.


b) Mencapai suatu persepsi yang sama tentang keputusan perawatan.
c) Secara efektif menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
d) Mempertimbangkan apakah negosiasi, konsultasi, interaksi, diskusi atau
debat dilakukan.

2.1.13 Tujuan Komunikasi Interprofessional


Komunikasi interprofessional pada pelayanan kesehatan dilakukan oleh
tenaga-tenaga medis seperti: dokter, perawat, ahli gizi, apoteker, dokter spesialis,
dll. Adanya komunikasi interprofessional ialah bertujuan :

22
1) mewujudkan kesehatan pasien yang lebih baik,

2) bertukar informasi dan alat medis agar lebih efektif untuk memajukan
praktek medis,

3) serta mengadvokasi untuk penerapan standar baru pelayanan perawatan


kesehatan.

Dengan adanya tujuan tersebut diharapkan semua tenaga medis dapat


memberikan pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya tanpa adanya kesalahan
komunikasi antar tenaga medis.

2.1.14 Jenis dan Bentuk Komunikasi Interprofessional


Komunikasi interprofessional dapat terjadi dalam berbagai jenis
komunikasi dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan. Jenis komunikasi
tersebut dapar berupa;
a. Komunikasi antara manajer fasilitas kesehatan dengan petugas kesehatan,
b. Komunikasi antara dokter dengan perawat/bidan,
c. Komunikasi antara dokter dengan dokter, misalnya komunikasi antara
dokter spesialis dengan dokter ruangan atau antar dokter spesialis yang
merawat pasien,
d. Komunikasi antara dokter/bidan/ perawat dengan petugas apotek,
e. Komunikasi antara dokter/ bidan/perawat dengan petugas
administrasi/keuangan,
f. Komunikasi antara dokter/bidan/perawat dengan petugas pemeriksaan
penunjang (radiology, laboratorium, dsb).
Selain jenis komunikasi diatas, komunikasi interprofessional memiliki
bentuk komunikasi yang terjadi ketika komunikasi berlangsung. Bentuk
komunikasi interprofessional dapat berupa komunikasi verbal dan komunikasi
nonverbal.
Contoh komunikasi non-verbal dalam komunikasi interprofessional dapat
berupa rekam medik pasien, resep untuk pasien, dll. Rekam medik pasien menjadi
sumber informasi untuk tenaga medis yang akan manjadi petugas pelayanan

23
perawatan dikemudian hari. Rekam medis pun bentut komunikasi antar tenaga
medis dalam memberikan pelayanan kesehatan. Sehingga mereka dapat melihat
rekam medik terlebih dahulu dan saling memberikan informasi. Selain itu, resep
pun menjadi bentuk komunikasi yang diberikan dokter untuk pasien mengambil
obat di apotek.

2.1.15 Prinsip-prinsip Komunikasi Interprofessional


Komunikasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip yang dapat mendukung
komunikasi dalam tim. Menurut Kumala (1995) prinsip-prinsip tersebut ialah:
1. Setiap individu dalam tim memiliki hak untuk mengemukakan dan
menjelaskan pendapatnya atau pandangan mereka untuk melakukan
sesuatu tindakan.
2. Pesan yang diberikan, dalam bentuk lisan maupun tulisan, harus
dinyatakan dengan menggunakan bahasa serta ungkapan yang jelas dan
mudah dimengerti oleh semua individu dalam tim tersebut.
3. Setiap individu dalam tim menghindari perselisihan dan pertentangan
sesama individu dalam tim agar komunikasi atau hubungan yang terjalin
lebih baik.

2.2.5 Faktor pendukung dan penghambat komunikasi


interprofessional
Komunikasi yang efektif perlu didukung oleh faktor-faktor yang dapat
meningkatkan keefektifan dalam berkomunikasi. Menurut Potter & Perry (2005)
keefektifan komunikasi dapat didukung dengan faktor-faktor berikut:

 Persepsi, dalam berkomunikasi antar profesi perlu berusaha menyetarakan


persepsi agar tidak menimbulkan masalah dala berkomunikasi.
 Lingkungan yang nyaman untuk berkomunikasi, hindari lingkungan yang
dapat menggangu proses komunikasi menjadi terhambat.

24
 Pengetahuan, tingkatan pengetahuan yang berbeda. Hal ini dapat
menimbulkan penyampaian pesan yang tidak jelas serta dapat
menimbulkan negative feedback.

Selain adanya faktor pendukung, adapun faktor penghambat dalam


komunikasi interprofessional. Hambatan tersebut berupa kepemimpinan yang
kurang efektif, kurangnya kejelasan atau kesepakatan mengenai tujuan dan
prioritas, konflik interpersonal, persaingan prioritas, perbedaan konseptual, dan
enggan untuk menerima anggota lain. Hambatan tersebut dapat memicu sebuah
masalah dalam komunikasi interprofessional. Masalah yang sering muncul ialah
kesalahan membaca tulisan petugas lain. Atau dapat memiliki persepsi yang
berbeda dari tulisan tersebut. Penulisan yang tidak jelas tersebut dapat
menimbulkan suasana kerja menjadi terganggu dan munculnya perasaan kesal.
Masalah lain yang timbul dapat terjadi pada proses pemberian pelayanan
kesehatan bagi pasie yang rawat inap atau rawat jalan.

Masalah yang terjadi dalam komunikasi interprofessional dapat terjadi


antar profesi atau sesama profesi. Contohnya, perawat A telah menyelesaikan
tugas shiftnya dan akan segera pulang, sehingga ia terburu-buru memberikan
rekma medik pasien C ke perawat B tanpa adanya informasi lebih lanjut. Sehingga
perawat B merasa bingung untuk melanjutkan shiftnya karena kurangnya
informasi yang jelas mengenai pasien C. Contoh lain, ketika dokter memberikan
resep untuk pasien kepada apoteker, namun karena apoteker tidak terlalu jelas
membaca tulisan dokter ia pun mengganti obat tersebut yang hampir sama dengan
yang tertulis di resep. Hal tersebut dapat merugikan pasien jika obat tersebut tidak
cocok dengan pasien tersebut.

2.1.17 Penyebab Masalah


Penyebab masalah yang sering terjadi dalam komunikasi interprofessional
ialah dapat berupa role stress, lack of interprofessional understandings, dan
autonomy struggles.

25
Pertama, role stress terbagi menjadi dua yaitu role conflict dan role
overload. Role conflict ialah perbedaan antara peran yang diharapkan dengan yang
diperoleh, hal ini dapat membuat kinerja seseorang menjadi menurun, sikap saling
menghormati antar tenaga kesehatan menjadi tindakan yang dapat mengurangi
role conflict. Sedangkan, role overload terjadi karena jumlah pasien yang terlalu
banyak sehingga menyebabkan kemampuan petugas kesehtan menjadi menurun
(lelah) sehingga pelayanan yang diberikan menjadi tidak baik.

Kedua, lack of interprofessional understandings terjadi karena petugas


kesehatan yang belum paham tentang peran mereka dalam lingkungan kerja
sehingga dapat menyebabkan masalah dalam hubungan kerja antar petugas
kesehatan.

Ketiga, autonomy struggles menurut Conway ialah kapasitas otonomi


menjadi penting agar tenaga kesehatan dapat memenuhi perannya. Namun,
terkadang muncul perbedaan tingkat autonomi pada petugas kesehatan, maka
petugas kesehatan perlu menyesuaikan otonomi sesuai dengan tugas dan
kewajibannya. Agar tidak ada lagi masalah yang muncul dalam proses komunikasi
interprofessional yang dapat berakibat buruk.

2.1.18 Cara Penyelesaian Masalah


Masalah tersebut dapat diselesaikan dengan pengaturan komunikasi yang
sebaik-baiknya antar tenaga kesehatan.Maka dalam organisasi kesehatan agar
komunikasi berjalan dengan baik dan tanpa ada masalah perlu memperhatikan
hal-hal berikut:

1) memperjelas uraian hak, tugas dan koordinasi masing-masing petugas


dalam suatu fasilitas kesehatan. Peran, hak dan tugas petugas lain juga harus
diketahui oleh masing-masing petugas,

2) memberikan otonomi kepada petugas, untuk mengambil keputusan sesuai


dengan kewajiban dan kemampuannya, dan

26
3) mereposisi kembali hubungan antar petugas kesehatan, sebagai hubungan
yang saling melengkapi.

27
2.2 Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) pada dasarnya
merupakan persetujuan yang harus diperoleh dari pasien atau keluarga
terdekat sebelum melakukan suatu tindakan medis yang akan dilakukan. John
M. Echols dalam kamus Inggris – Indonesia, informed berarti telah medapat
penjelasan atau keterangan, telah disampaikan, telah diinformasikan.
Sedangkan consent berarti persetujuan yang diberikan kepada seseorang
untuk berbuat sesuatu. Jadi informed consent mengandung pengetian suatu
persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan.
Menurut Appelbaum, informed consent bukan sekedar formulir
persetujuan yang didapat dari pasien, tetapi merupakan suatu prose
komunikasi. Tercapainya kesepakatan antara dokter-pasien merupakan dasar
dari seluruh proses tentang informed consent. Formulir itu hanya merupakan
pengukuhan atau pendokumentasian dari apa yang telah
disepakati

2.2.1 Latar Belakang Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


Dalam hukum Inggris (common law), telah lama dikenal hak
perorangan untuk bebas dari bahaya atau serangan yang menyentuhnya.
Bahaya yang disengaja atau serangan dari orang lain yang menyentuhnya
tanpa hak disebut battery23, yaitu kejahatan atau perbuatan melawan hukum
yang menggunakan kekeraan atau paksaan terhadap orang lain.
Pada abad XVIII, di Inggris terjadi peristiwa penuntutan terhadap
pembedahan atau operasi yang dilakukan tanpa persetujuan atau hak lain
yang oleh pengadilan Inggris diputuskan ahli bedah bertanggung jawab atas
battery. Setelah muncul kasus tersebut maka ditetapkan suatu aturan bahwa
jika tidak terdapat persetujuan atau hak lain atas suatu prosedur medis dapat
memutuskan dokter beranggung jwab untuk battery. Dokter juga mempunyai
tugas hukum untuk memberi informasi yang cukup kepada pasin. Saat ini,
bila suatu prosedur dilaksanakan tanpa suatu informasi yang memadai

28
merupakan suatu kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan atas kelalaian
atau kealpaan (Komalawati:2002).
Perkembangan informed consent di Indonesia tidak lepas dari
perkembangan masalah serupa di Negara lain. Declaration of Lisbon (1981)
dan Patient bill of Right (American Hospital Association, 1972) pada intinya
menyatakan bahwa pasien mempunyai hak menerima dan menolak
pengobatan dan hak menerima informasi dari dokternya sebelum memberikan
persetujuan atas tindakan medis.26 Lebih jauh hal ini dapat menghindarkan
atau mencegah terjadinya penipuan atau paksaan atau dari pandangan lain
dapat pula dikatakan bahwa informed consent merupakan pembatasan otoritas
dokter terhadap kepentingan pasien
2.2.2 Bentuk Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)
1. Implied Constructive Consent (keadaan normal)
Persetujuan yang diberikan kepada pasien secara tersiratdan tanpa
pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan
tindakan pasien. Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan yang
biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Misalnya pengambilan darah
untuk pemeriksaan laboratorium, memberikan suntikan pada pasien,
menjahit luka, dan lain sebagainya.

2. Implied Emergency Consent (keadan gawat)


Apabila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) sedang
dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak
bisa memberikan persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat. Maka
dokter
dapat melakukan tindakan medik terbaik menurut dokter. Misalnya kasus
pada pasien yang mengalami sesak nafas atau gagal jantung.

3. Expressed Consent
Persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang
akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa.

29
Dalam keadaan demikian sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih
dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah
pengertian.

2.2.3. Tujuan Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent)


1. Memberikan perlindungan hukum kepada pasien sebagai pengguna jasa
medis dari segala tindakan dokter yang dilakukan tanpa sepengetahuan
pasien dan melindungi pasien dari malpraktek yang disebabkan karena
adanya kesalahan yang dilakukan oleh dokter dalam tindakan kedokteran
yang mengakibatkan kerugian bagi pasien.
2. Memberikan pelindungan hukum kepada dokter yang telah menjalankan
tindakan medis sesuai dengan standar pelayanan kedokteran apabila terjadi
suatu kegagalan medis. Hal tersebut dikarenakan pada setiap tindakan
medis melekat suatu risiko. Tidak mungkin dokter menjamin upaya
pengobatan yang diberikan akan selalu berhasil sesuai keinginan
pasien/keluarga. Dokter hanya dapat memberikan upaya maksimal untuk
kesembuhan pasien (inspanningsverbintenis).

2.2.4 Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) pada Bidan


Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
pada Pasal 11 angka 5 dikatakan bahwa bidan merupakan tenaga kesehatan
yang termasuk dalam kelompok kebidanan. Sedangkan pada Pasal 68
dikatakan bahwa setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang
dilakukan tenaga kesehatan harus mendapat persetujuan. Persetujuan yang
dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara cukup dan
patut.
Persetujuan sebagaimana dimaksud berupa persetujuan tertulis
maupun lisan. Dan setiap tindakan tenaga kesehatan yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan. Ditegaskan juga pada Peraturan
Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan

30
Praktik Bidan pada Pasal 28 huruf d, dalam melaksanakan praktik
kebidanannya, Bidan berkewajiban untuk meminta persetujuan tindakan yang
akan dilakukan.
Peraturan tersebut mewajibkan bidan untuk meminta persetujuan
tindakan yang akan dilakukan tanpa menjelaskan prosedur pelaksanaan bagi
bidan dalam meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan. Padahal
dalam praktiknya bidan juga menangani tindakan medis yang berupa
preventif, diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif khsusunya pada saat
menangani persalinan. Walaupun bidan hanya berwenang menangani
persalinan normal, tetapi tetap saja tindakan medis yang dilakukan pada saat
persalinan normal tersebut memiliki risiko yang tinggi bagi kesehatan dan
keselamatan pasien.

31
2.3 Komunikasi dalam Kebidanan
Komunikasi berasal dari kataberikut ini.
1. Communicare (bahasa Latin) yang artinya menjadikan sesuatu milik
bersama.
2. Comunis yang arti harfiahnya milik bersama, yaitu dengan proses
komunikasi gagasan seseorang disampaikan kepada orang yang terlibat,
diterima, dimengerti, dan disetujui maka gagasan tersebut menjadi milik
bersama (Cherry, 1983).
Ada banyak pendapat dari ahli tentang pengertian komunikasi
yang bisa dipahami, yaitu:
1. Proses pertukaran informasi atau proses yang menimbulkan dan
meneruskan makna atau arti dan pemahaman dari pengirim kepada
penerima pesan (Burgess, 1988, Taylor,1993).
2. Interaksi antar pribadi yang menggunakan simbol linguistik, seperti sistem
simbol verbal (kata-kata), nonverbal (Knapp, 2003).
Dari dua pengertian terebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah
proses pertukaran informasi antar pribadi dengan menggunakan simbol, baik
verbal maupun nonverbal. Banyaknya definisi komunikasi yang disampaikan oleh
para ahli dilatarbelakangi oleh berbagai perspektif (mekanistis, sosiologistis,
psikologistis, dan antropologistis). Dari perspektif yang melatarbelakanginya,
komunikasi dapat dikelompokkan dan didefinisikan sebagai berikut.
1. Komunikasi secara mekanistis adalah suatu proses dua arah yang
menghasilkan transmisi informasi dan pengertian antara masing-masing
individu yang terlibat (Kossen, 1986).
2. Komunikasi secara sosiologistis adalah suatu proses dimana seseorang
memberikan tafsiran terhadap perilaku orang lain (ucapan, gerak, dan
sikap) kemudian yang bersangkutan memberikan reaksi terhadap perasaan
yang disampaikan oleh orang lain tersebut (Sukanto,1994)

32
2.3.1 Unsur-Unsur Komunikasi
Dalam melakukan komunikasi, menurut Aristoteles, ada beberapa unsur
yang harus dipenuhi yaitu siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa
yang mendengarkan (Sannon & Weaver, 1949). Selanjutnya kita akan membahas
satu persatu unsur-unsur komunikasi tersebut.
1. Komunikator
Komunikator dalah seseorang atau kelompok yang menyampaikan pesan
kepada orang lain (komunikan). Komunikator disebut juga sebagai pembawa
berita, pengirim berita, atau sumber berita dalam hal ini bisa bidan, klien, atau
yang lainnya. Penyampaian pesan dapat berupa lambang, kata, gerak tubuh, dll.
2. Pesan (Message)
Pesan atau amanat adalah sesuatu yang disampaikan komunikator melalui
lambang, gerakan, atau gagasan kepada orang lain (komunikan). Agar dapat
diterima dengan baik, pesan hendaknya dirumuskan dalam bentuk yang tepat,
disesuaikan, dan dipertimbangkan berdasarkan keadaan penerima, hubungan
pengirim dan penerima, serta waktu komunikasi dilakukan. Pesan yang
disampaikan kepada klien dapat berupa nasehat, dukungan, petunjuk dan yang
lainnya. Faktor-faktor yang membuat suatu pesan menjadi akurat antara lain:
a. Penyampaian pesan, yang bisa disampaikan secara lisan, tatap muka, langsung,
atau tidak langsung.
b. Bentuk pesan, yang dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. informatif, yaitu pemberian sejumlah keterangan dari komunikator kepada
komunikan, kemudian komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan
sendiri;
2. persuasif, adalah bentuk pesan yang berupa bujukan untuk membangkitkan
atau memotivasi semangat individu, perubahan perilaku yang diharapkan
atas kesadaran sendiri tanpa paksaan dan
3. koersif, yaitu bentuk pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan
sanksisanksi yang bisa berbentuk instruksi, perintah, dan lain-lain.

33
3. Komunikan
Komunikan adalah pihak lain yang diajak berkomunikasi yang merupakan
sasaran dalam komunikasi, atau orang yang menerima pesan, berita, atau
lambang. Komunikan bisa perorangan, kelompok, atau organisasi.
4. Media (Channel)
Media atau channel adalah sarana atau alat dalam penyampaian pesan.
Media dapat berupa buku, brosur, pamflet, radio, televisi, OHP, laptop, lembar
catatan klien, rekam medik dan lain-lain.
5. Umpan Balik (Feed Back)
Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh komunikan terhadap
pesan yang diterima. Ketika Anda mempelajari feed back (umpan balik), maka
empat bentuk umpan balik dalam komunikasi, yaitu:
1. Zero umpan balik, yaitu tidak ada kejelasan umpan balik dari komunikan
karena pesan kurang jelas sehingga komunikasi tidak bermakna. Jadi
komunikan tidak memberikan feed back yang bisa ditafsirkan atau
diartikan oleh komunikator.
2. Umpan balik positif yaitu umpan balik dari komunikan dapat
diterima/dimengerti oleh komunikator sehingga komunikasi menjadi
bermakna.
3. Umpan balik netral yaitu tanggapan yang diberikan oleh komunikan tidak
mempunyai relevansi dengan pesan yang disampaikan.
4. Umpan balik negative yaitu respon kemunikan tidak mendukung
komunikator, tidak setuju, atau mengkritik.

2.3.2 Komponen Komunikasi


Komponen komunikasi yaitu hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa
berlangsung dengan baik. Menurut Laswell, komponen-komponen komunikasi
adalah sebagai berikut.
a. Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan
kepada pihak lain.

34
b. Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu
pihak kepada pihak lain.
c. Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada
komunikan. Dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat
berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.
d. Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan
dari pihak lain.
e. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi
pesan yang disampaikannya.

2.3.3 Hukum Komunikasi yang Efektif (The 5 Inevitable Laws Of


Efffective Communication)
1. Respect
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah
sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang disampaikan.
Rasa hormat dan saling menghargai merupakan hukum pertama dalam
berkomunikasi. Ingatlah, pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan dianggap
penting. Jika harus mengkritik atau memarahi seseorang, lakukan dengan penuh
respek terhadap harga diri dan kebanggaaan seseorang. Jika kita membangun
komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita
dapat membangun kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan
efektifitas kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai
sebuah tim.
2. Empathy
Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi atau
kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki
sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan atau mengerti terlebih
dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Secara khusus Covey
menaruh kemampuan untuk mendengarkan sebagai salah satu dari 7 kebiasaan
manusia yang sangat efektif, yaitu

35
kebiasaan untuk mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti (Seek First to
Understand – understand then be understood to build the skills of empathetic
listening that inspiresopenness and trust). Inilah yang disebutnya dengan
komunikasi empatik. Dengan memahami dan mendengar orang lain terlebih
dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan kepercayaan yang kita perlukan
dalam membangun kerjasama atau sinergi dengan orang lain.
3. Audible
Makna dari audible adalah dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun mampu
menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan bahwa
pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel sedemikian rupa
sehingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum ini mengacu
pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media maupun perlengkapan
atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita agar pesan yang kita
sampaikan dapat diterima dengan baik. Dalam komunikasi personal hal ini berarti
bahwa pesan disampaikan dengan cara atau sikap yang dapat diterima oleh
penerima pesan.
4. Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum
keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan (clarity) dari pesan itu sendiri
sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran yang
berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang menimbulkan berbagai
penafsiran akan membawa dampak yang tidak sederhana. Clarity dapat pula
berarti keterbukaan atau transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu
mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang ditutupi atau disembunyikan),
sehingga dapat menimbulkan rasa percaya (trust) dari penerima pesan atau
anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan akan timbul sikap saling curiga dan
pada gilirannya akan menurunkan semangat dan antusiasme kelompok atau tim
kita.

36
5. Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap
rendah hati (humble). Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum
pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain yang biasanya didasari
oleh sikap rendah hati yang kita miliki. Pada intinya sikap rendah hati meliputi
antara lain sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer-first
Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak sombong
dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan, rela memaafkan,
lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta mengutamakan kepentingan
yang lebih besar.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


Menurut Potte dan Perry (1993), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
komunikasi sebagai berikut.
1. Perkembangan
Sebagai seorang komunikator harus memperhatikan pengaruh
perkembangan usia, bahasa, dan proses berpikir dari komunikan. Jadi seorang
bidan dalam berkomunikasi harus memperhatikan hal-hal tersebut agar
komunikasi berjalan dengan baik.
2. Persepsi
Persepasi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap sesuatu kejadian
atau peristiwa.
3. Nilai
Nilai adalah standar yang memperngaruhi perilaku.
4. Latar Belakang Sosial Budaya
Budaya membatasi seseorang dalam bertindak dan berkomunikasi,
contohnya budaya Jawa dimana orangnya cenderung tertutup dibandingkan
dengan budaya Sumatera atau yang lainnya.

37
5. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian, dimana
antara individu akan berbeda dalam meluapkan emosi, bisa dalam bentuk diam
atau yang diungkapkan.
6. Jenis Kelamin
Tanned (1990) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai
perbedaan alam komunikasi. Perempuan berkomunikasi untuk membangun dan
mendukung keakraban, sedangkan laki-laki berkomunikasi untuk mendapat
kemandirian aktifitas.
7. Pengetahuan
Kita ketahui bersama bahwa tingkat pengetahuan mempengaruhi
penerimaan/respos bahasa verbal, karena orang yang berpengetahuan akan
mempunyai lebih informasi dibandingkan dengan yang tidak berpengetahuan.
8. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi akan berbeda tergantung dengan peran yang disandang
antara komunikator dan komunikan. Ketika seseorang mempunyai peran dalam
suatu lingkungan maka ia akan mempunyai rasa percaya diri yang lebih tinggi
dalam memutuskan sesuatu karena dia mempunyai kewenangan.
9. Lingkungan
Lingkungan interaksi berpengaruh terhadap komunikasi efektif. Suasana
dan privacy akan mempengaruhi kenyamanan dalam berkomunikasi. Ketika kita
melakukan komunikasi yang sifatnya pribadi di tempat terbuka maka komunikasi
tidak akan berlangsung dengan lancar karena klien akan merasa malu atau takut
rahasianya diketahui orang lain.
10. Jarak
Jarak merupakan tata ruang yang mempengaruhi komunikasi terutama
dalam rasa aman dan kontrol. Kalau dalam berkomunikasi ada jarak, baik ruang
maupun waktu, maka hasilnya tidak akan optimum karena komunikator tidak bisa
secara leluasa menyampaikan pesannya

38
2.4 Hubungan Bidan dalamKomunikasi Terapeutik
Ada beberapa pengertian komunikasi terapeutik dan di antaranya adalah
sebagai berikut.
1. Suatu kemampuan atau ketrampilan bidan dalam adalam membantu klien
beradaptasi terhadap stress, mengatasi gangguan psikologi dan belajar
bagaimana berhubungan dengan orang lain (Northouse dalam
Suryani,2006).
2. Hubungan interpersonal anatar bidan dengan klien,sehingga memperoleh
pengalaman belajar yang sama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional klien (Stuart,1998).
3. Komunikasi yang direncanakan secara sadar dimana kegiatan dan tujuan
dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Uripni dkk,2003).

Dari beberapa definisi di atas, secara sederhana komunikasi terpeutik


dapat diartikan sebagai suatu ketrampilan atau proses interasi secara sadar yang
dilakukan oleh bidan pada klien untuk beradaptasi terhadap gangguan baik secara
fisik maupun psikologi sehingga bisa membantu klien untuk mencapai
kesembuhan atau mengatasi masalahnya. Kunci membangun komunikasi
terapeutik adalah:
1. Kejujuran
2. Lemah lembut berbicara dan meyakinkan
3. Tata bahasanya jelas,ekpresisf dan tidak membingungkan
4. Bersikap positip dan penuh harapan kedepan
5. Empati
6. Memberikan sikap hormat pada klien
7. Responsif dan peka,mengerti perasaan orang lain
8. Tidak terpengaruh masa lalu klien.

39
2.4.1 Tujuan Dan Manfaat Komunikasi Terapeutik
Menurut Purwanto dalam Damayanti (2008) komunikasi terapeuti
memiliki beberapa tujuan sebagai berikut.
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yg ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan
2. Mengurangi keraguan,membntu dalam hal pengambilan tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain. Lingkungan fisik dan dirinya sendiri

Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, seorang bidan dituntut untuk


memiliki karakter helping relationship sebagai berikut.
1. Kesadaran diri terhadap nilai yang dianut.
2. Kemampuan untuk menganalisis perasaanya sendiri
3. Kemampuan menjadi contoh peran,gaya hidup sehat spy bisa jadi contoh
orang lain.
4. Altruistik,bidan merasa puas karena mampu , menolong orang lain dengan
cara yang manusiawi
5. Rasa tangggung jawab, etik dan moral, setiap keputusan yang dibuat selalu
memperhatikan prinsip yang menjunjung tinggi kesehatan/ kesejahteraan
manusia.
6. Tanggung jawab untuk dirinya sendiri dan juga pada orang lain

Sedangkan manfaat dari komunikasi terapeutik ada dua manfaat yaitu:


1. Untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antara tenaga kesehatan
dan klien.
2. Untuk mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan, mengkaji masalah, dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh bidan.

40
2.4.2 Syarat Dan Prinsip Komunikasi Terpeutik
Ada dua syarat untuk komunikasi terapeutik sebagai berikut.
1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri baik pemberi
maupun penerima
2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan terlebih
dahulu sebelum memberikan sarana, informasi, maupun masukan.
Komunikasi terapeutik akan efektif apabila sering dipakai latihan,
sehingga akan meningkatkan kepekaan diri terhadap perasaan orang lain,
khususnya klien yang kita hadapi.

Prinsip-prinsip dari komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut.


1. Bidan harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami
dirinya, serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi yang bersifat saling menerima, saling percaya, dan saling
menghargai.
3. Bidan harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mentalnya.
4. Menciptakan suasana yang memungkinkan seorang pasien bebas
berkembang tanpa rasa takut.
5. Mampu memotivasi pasien untuk mengubah dirinya baik sikap ataupun
tingkah laku,sehingga tumbuh semakin matang dan mampu memecahkan
masalahnya sendiri
6. Bidan mampu menguasai perasaan sendiri baik suka maupun duka.
7. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8. Memahami betul arti empati sebagai tindakan terpeutik.
9. Kejujuran dan keterbukaan sebagai dasar komunikasi terpeutik.
10. Memiliki kemampuan sebagai role model altruisme untuk mendapatkan
keputusan dengan menolong orang lain secara manusiawi.
11. Berpegang pada etika serta dalam mengambil keputusan berdasar prinsip
kesejahteraan manusia

41
12. Bertanggung jawab dalam dua demensi, yaitu pada diri sendiri dan pada
pasien dlm pelayanan kebidanan.
2.4.3 Sikap Dan Karakteristik Komunikasi Terapeutik
Menurut Egan dalam Keliat (1998), ada lima sikap dalam komnunikasi
terapeutik.
1. Berhadapan
2. Kontak mata
3. Membungkuk kearah klien
4. Memperlihatkan sikap terbuka
5. Tetap rileks
Sedangkan karakteristik komunikasi terapeutik menurut Taufik (2007) ada
dua, yaitu keikhlasan dan empati.
1. Keikhlasan
Dalam upaya memberikan bantuan kepada klien,bidan harus dapat
menyadari adanya nilai, sikap dan perasaan yang dimiliki oleh klien.Bidan yang
mampu menunjukan keiklasan yang tinggi baik secara verbal atau non verbal,
akan memunculkan kesadaran klien mengkomunikasikan secara tepat,bidan tidak
akan menolak segala bentuk perasaan negatip klien,bahkan akan berusaha selalu
berinteraksi dengan klien. Hasilnya bidan akan mampu mengeluarkan segala
persaan yang tepat, bukan menyalahkan atau menghukum.Keikhlasan tidak selalu
dengan mudah untuk dilakukan , supaya lebih percaya diri,maka dibutuhkasn
pengembangan diri setiap saat. Dengan demikian sekali bidan mampu membantu
memulihkan kondisi pasien,pada saat yang sama pula kapasitas yang dimiliki
untuk mencapai hubungan yang saling menguntungkan akan meningkat secra
lebih bermakna.
2. Empati
Empati merupakan suatu Perasaan “pemahaman” dan “penerimaan bidan
terhadap perasaan yang dialami oleh klien dan kemampuan dalam mersakan
dunia pribadi pasien. Empati merupakan sesuatu yang jujur,sensitip dan tidak
dibuat buat / objektif, karena berdasar atas apa yang dialalmi orang lain.

42
Empati lebih cenderung bergantung pada pengalaman. Sebagai contoh: Bidan
akan lebih mudah membantu mengatasi nyeri apabila mempunyai pengalaman
yang sama tentang nyeri (keseragaman dan kesamamaan pengalaman). Empati
memperbolehkan bidan untuk dapat berpartisipasi sejenak terhadap sesuatu yang
terkait dengan emosi klien dengan empati bidan akan menjadi lebih sensitif dan
ikhlas.
Beberapa aspek dalam empati adalah sebagai berikut.
a. Aspek mental, yaitu memahami orang secara emonional dan intelektual.
b. Aspek verbal, adalah pemahaman terhadap perasaan dan alasan reaksi emosi
klien.
c. Aspek nonverbal yaitu kemampuan menunjukan empati dengan kehangatan dan
kesejatian. Kehangatan bisa dilihat dari sikap dan postur tubuh sebagai berikut.
1) Kepala: duduk atau berdiri dengan tinggi yang sama
2) Kondisi wajah: dahi rileks
3) Mata: gerakan mata natural
4) Mulut: rileks, tidak cemberut,tdak menggigit bibir,tersenyum
5) Ekspresi: rileks, tidak ada ketakutan, menunjukan adanya perhatian.
6) Tubuh: berhadapan, paralel dengan lawan jenis
7) Bahu: mudah digerakan dan tidak tegang
8) Lengan: mudah digerakkan tidak pegangan sesuatu
9) Tangan: tidak memegang/menggenggam diantara keduanya
10) Dada: nafas biasa tidak nampak menelan
11) Kaki: tampak nyaman dan tidak menendang
12) Telapak kaki: tidak mengetuk
Hal-hal yang dapat merusak kehangatan adalah sebagai berikut.
1) Melihat sekeliling pada saat berkomunikasi dengan orang lain.
2) Mengetuk dengan jari.
3) Mundur tiba-tiba.
4) Tidak tersenyum

43
2.4.4 Teknik Komunikasi Terapeutik
1. Mendengar Aktif dengan Penuh Perhatian
Teknik mendengar ada dua macam yaitu mendengar pasif dan mendengar
aktif. Mendengar pasif misalnya menganggukan kepala atau kontak mata.
Sedangkan mendengar aktif adalah mendengar dengan penuh perhatian dan
bertujuan untuk mengetahui perasaan orang lain. Keuntungan mendengar aktif
adalah pasien merasa dihargai dan merasa penting serta pasien merasa
didengarkan sehingga pasien merasa nyaman.
Mendengar aktif dengan penuh perhatian bisa dilakukan dengan cara-cara
sebagai berikut.
a. Pandang klien dan keluarga saat berbicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk mendengarkan
c. Sikap tubuh yang menunjukan perhatian
d. Tidak menyilangkan kaki dan tangan
e. Menghindari gerakan yang tidak perlu
f. Anggukan kepala apabila klien membicarakan hal yang penting
g. Condongkan tubuh kearah lawan bicara.

2. Menunjukkan Penerimaan
Menunjukkan penerimaan berarti bersedia mendengarkan orang lain tanpa
keraguan tetapi bukan berarti bidan menyetuji semua hal. Bidan tidak harus
menerima perilaku klien tetapi harus menghindari ekspresi wajah yang
menunjukan tidak setuju, misalnya menggelengkan kepala atau mengerutkan
dahi/wajah.
Contoh sikap bidan yang menyatakan penerimaan adalah sebagai berikut.
a. Mendengarkan tanpa memutus pembicaraan
b. Memberikan umpan balik verbal
c. Memastikan bahwa isyarat verbal cocok dengan komunikasi verbal
d. Menghindari untuk berdebat

44
3. Mengajukan Pertanyaan yang Berkaitan
Tujuan bidan mengajukan suatu pertanyaan yang berkaitan adalah untuk
mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh pasien
atau keluarganya.
Contoh: “Tadi Ibu katakan kalau anak Ibu ada tiga. Anak yang mana yang paling
dekat dengan Ibu?”

4. Mengajukan Pertanyaan Terbuka


Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memerlukan jawaban yang
luas, sehingga pasien bisa mengemukakan masalah dan perasaannya dengan kata-
kata sendiri. Contoh:
“Coba ceritakan apa yang biasa ibu lakukan kalau ibu mengalami demam yang
tinggi?”
5. Mengulang Ucapan Klien
Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Contoh:
Klien: “Saya semalan tidak bisa tidur Bu....”
Bidan: “Ibu mengalami kesulitan untuk tidur?”

6. Mengajukan Pertanyaan Klarifiksi


Mengajukan pertanyaan klarifikasi tujuanya adalah untuk
menglarifikasikan hal-hal yang belum dimengerti untuk menghindari kesalah
pahaman.
Contoh:
Bidan: “Apa yang Ibu maksudkan tadi? Saya kurang jelas.”
Klien : “Yang saya maksudkan adalah.....”

7. Menfokuskan
Menfokuskan tujuanya adalah untuk membatasi pembicaraan sehingga
pembicaraan menjadi lebih spesifik. Contoh: “Hal ini nampaknya penting,maka
perlu kita bicarakan lebih

45
lanjut di lain waktu.”
8. Menyampaikan Hasil Observasi
Menyampaikan hasil observasi bertujuan untuk memberikan umpan balik
dari hasil pengamatan yang dilakukan.
Contoh :
Bidan : “Kelihatannya Ibu cemas?
Apakah Ibu merasa cemas apabila ....”

9. Menawarkan Informasi
Menawarkan informasi adalah untuk memberikan tambahan informasi
yang merupakan bagian dari pendidikan kesehatan.
10 Diam
Diam menurut Damayanti (2008) digunakan pada saat klien perlu
mengekpresikan ide tetapi klien tidak tahu bagaimana menyampaikan hal tersebut.
Sikap diam juga bisa digunakan, baik oleh klien ataupun bidan, untuk
mengorganisir pikirannya. Sikap diam memungkinkan klien untuk dapat
berkomunikasi secara internal dengan dirinya sendiri,mengorganisir dan
memproses informasi yang didapat.

11. Meringkas
Meringkas tujuanya untuk membantu bidan mengulang aspek penting
yang dibicarakan sehingga dapat dilanjutkan pembicaraan dengan topik yang
berkaitan. Contoh:
“Selama 30 menit Ibu dan saya telah membicarakan tentang KB....”

12. Memberikan Penghargaan


Memberikan penghargaan dapat dilakukan bila pasien sudah mengalami
perubahan secara nyata,maka perlu disampaikan demikian
Contoh : “Selamat pagi Bu....., saya perhatikan Ibu Ani hari ini sudah rapi....”

46
13. Menawarkan diri
Teknik komunikasi menawarkan diri dilakukan tanpa pamrih dan hanya
menyatakan kesediaan diri.
Bidan:“Bolehkah saya duduk di sampning Ibu dan menemani beberapa menit....”

14. Memberikan Kesempatan pada Klien untuk Memulai Pembicaraan


Memberikan kesempatan pada klien untuk memulai pembicaraan
bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada klien untuk memiliki inisiatif
dalam memilih topik.
Contoh:
Bidan: “Adakah sesuatu yang akan Anda bicarakan?”

15. Menganjurkan Untuk Meneruskan Pembicaraan


Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan,teknik ini menganjurkan klien
untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan yang mengindikasikan bahwa
klien sedang mengikuti pembicaraan dan merasa tertarik dengan apa yang akan
dibicarakan.
Contoh:
Bidan : ........... teruskan...........!

16. Menempatkan Kejadian Secara Teratur


Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong bidan dan klien
untuk melihatnya dalam suatu persepektif.Bidan akan menentukan pola kesukaran
interpersonal dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan
berarti bagi klien dalam memenuhi kebutuhan.
Contoh:
Bidan: Kapan kejadian tersebut terjadi...? atau apakah yang terjadi sebelum dan
sesudahnya.....?

47
17. Menganjurkan Klien untuk Menguraikan Persepsi
Teknik ini dilakukan denan cara menganjurkan klien untuk menguraikan
persepsinya dan meminta klien untuk menyampaikan apa yang sedang dirasakan
atau dipikirkan.
Contoh:
Bidan: “Apa yang sedang terjadi?
18. Refleksi
Refleksi artinya mengarahkan kembali ide, perasaan, atau isi pembicaraan.
Contoh:
Klien: “Suami saya ditilpun tidak bisa.....padahal saya akan melahirkan....saya
akan
bicara dengan suami..”.
Bidan: “Jadi, ini yang menyebabkan Anda marah?”
19. Asertif
Asertif adalah kemampuan untuk meyakinkan dan nyaman untuk
mengekspresikan
pikiran dan perasaan dengan tetap menghargai orang lain.
20. Humor
Humor adalah hal yang penting dalam komunikasi verbal karena humor
akan mengurangi ketegangan dan stress sehingga bisa mendukung keberhasilan
dalam memberikan asuhan kebidanan. Selain itu hormon akan merangsang
katekolamin sehingga seseorang akan merasa sehat, meningkatkan toleransi nyeri,
mengurangi kecemasan, serta menfasilitasi relaksasi dan meningkatkan
metabolisme.

48
2.5 Pemberian Informasi Vs Konseling

Pemberian Informasi Konseling


 Dapat digabung dengan berbagai  Dilakukan oleh konselor yang
kegiatan ahli
 Pembicara sebagai narasumber  Melibatkan dua orang yang saling
berintraksi
 Pendengar cukup mengetahui  Berlangsung dalam waktu yang
informasinya saja relatif lama
 Bersifat fleksible dapat dilakukan  Konseling bersifat pribadi dan
dimana saja (formal, informal, dalam rahasia
skala besar maupun kecil.
 Bersifat umum  Konseling bersifat formal,
profesional dan terarah

49
2.6 Konseling dalam Kebidanan

Konseling kebidanan adalah pertolongan dalam bentuk wawancara yang


menuntut adanya komunikasi, interaksi yang mendalam, dan usaha bersama antara
konselor (bidan dengan konseli (klien) untuk mencapai tujuan konseling yang
dapat berupa pemecahan masalah, pemecahan kebutuhan, ataupun perubahan
tingkah laku atau sikap dalam ruang lingkup pelayanan kebidanan (Uripmi dkk.,
2003), yang setidaknya ada unsur-unsur sebagai
berikut.
1. Peserta. Umumnya berjumlah minimal 2 orang (bidan dan klien), bisa juga
berkelompok, dengan peranan atau afiliasi profesional khusus yaitu bidan
yang memiliki pengetahuan di bidangnya.
2. Tujuan. Diperlukan untuk dapat menyesuaiakan diri ke arah yang lebih
baik dan berfungsi meningkatkan perubahan perilaku maupun
pengetahuan klien.
3. Hasil belajar. Setiap konseling kebidanan diharapkan menghasilkan
perubahan pada klien untuk mencapai kemandirian baik sebagai individu,
sosial, spiritual,dan kultural (Yulifah & Yuswanto, 2009).

2.6.1 Tujuan Konseling Kebidanan


Konseling dapat dilakukan pada setiap siklus reproduksi manusia, dari
tahapan bayi, anak, remaja, pra nikah, merencanakan keluarga, kehamilan,
antenatal, masalah dan risiko reproduksi, serta persalinan, nifas dan menopause
(Depkes RI, 2006).
Ada 5 tujuan konseling kebidanan sebagai berikut.
1. Membantu memecahkan masalah/menfasilitasi koping (fasilitating
coping), meningkatkan keefektifan individu dalam pengambilan keputusan
secara tepat. Lebih lanjut, tujuannya adalah menfasilitasi pengembangan
koping yang konstruktif pada klien yang mengalami masalah kehidupan,
khususnya yang berhubungan dengan penyakit, kondisi sakit, atau cacat

50
yang dialami. Fasilitasi tidak hanya terbatas pada klien tapi juga
keluarganya.
2. Membantu pemenuhan kebutuhan klien, meliputi menghilangkan perasaan
yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang positif.
3. Mengubah sikap dan perilaku yang negatif menjadi positif dan dari yang
merugikan klien jadi menguntungkan klien. Banyak klien yang tidak
menyadari bahwa mereka memiliki perilaku yang berisiko. Konseling
diharapkan bisa membantu klien untuk mengubah perilaku rentan mereka
sehingga dapat mengurangi mereka dari keterpaparan terhadap risiko.
4. Meningkatkan rasa percaya diri. Klien yang mengalami permasalahan
kesehatan reproduksi biasanya cenderung menutup diri dari masyarakat
dan keluarga. Konseling dapat membantu menguatkan klien agar bisa
lebih menerima tubuhnya secara positif.
5. Efektifitas personal dimana akar masalah sksualitas dan kesehatan
reproduksi (SKR) sangat kompleks, bukan sekedar masalah medis tetapi
sabanyak permasalahan sosial yang ada. Konsekuensi masalah SKR
(sosial dan medis) tidak hanya berdapak pada klien itu sendiri, namun juga
pada anak-anaknya, pasangannya dan mungkin masyarakatnya. Tujuan
konseling adalah menginformasikan klien mengenai hak-hak dan
pilihannya, serta memberdayakan klien untuk membuat keputusan.
Konselor juga dapat menjangkau masyarakat serta mengajarkan mereka
mengenai akar masalah, keterbatasan, dan konsekuensi yang berkaitan
dengan pengobatan ( Depkes RI, 2006).

2.6.3 Jenis Konseling


Ada 3 jenis konseling, yaitu konseling jangka pendek, konseling jangka
panjang, dan konseling motivasi.
1. Konseling Jangka Pendek
Konseling jangka pendek umumnya dilakukan untuk mengatasi masalah
klien yang relatif mudah. Konseling ini berorientasi pada penyelesaian masalah
klien dan keluarga yang memerlukan tindakan segera. Konseling jangka pendek

51
biasanya dilakukan pada situasi krisis atau situasi lain yang memerlukan tindakan
segera. Idealnya, pada suatu proses konseling, seorang bidan tidak menyampaikan
hal-hal yang harus dilakukan klien untuk mengatasi masalahnya, menfasilitasi,
atau memberi petunjuk tentang bagaimana cara mengatasi masalah. Namun, pada
kenyataannya di klinik terdapat banyak individu yang pasrah, kurang
pengetahuan, dan kurang berpartisipasi dalam pendidikan kesehatan dan konseling
sehingga klien tidak dapat memberikan alternatif untuk mengatasi masalahnya
sendiri.

2. Konseling Jangka Panjang


Konseling jangka panjang adalah konseling yang diselenggarakan dalam
jangka panjang tertentu (tidak cukup hanya sekali pertemuan) untuk mengatasi
masalah. Pada praktiknya, klien berkonsultasi dengan bidan setiap hari, setiap
minggu, atau bahkan setiap bulan. Klien yang mengalami krisis perkembangan
akan dapat memerlukan konseling seumur hidupnya. Konseling jangka panjang
ini dapat dilakukan melalui telepon dan surat. Bidan dan klien diharuskan untuk
bertatap muka secara langsung untuk menghemat waktu dan biaya konseling.
Konseling jenis ini juga dapat dilakukan sebagai tindak lanjut proses asuhan
selama di tempat layanan. Dengan cara ini, bidan akan dapat terus memantau
perkembangan kliennya. Di samping itu, klien juga dapat merasakan dirinya aman
dan terlindung walaupun telah berada di rumah. Tidak terdapat perbedaan antara
teknik konseling jangka pendek dan panjang. Perbedaannya hanya terletak pada
waktu dan proses konseling yang tidak selesai pada satu kali pertemuan.

3. Konseling Motivasi
Konseling motivasi meliputi diskusi tentang perasaan dan minat klien.
Sering kali kita menjumpai klien yang tidak memiliki minat atau dorongan diri
untuk melakukan perawatan diri. Klien tampak tidak kooperatif terhadap program
terapi atau pasif pada saat melakukan asuhan atau kegiatan-kegiatan yang dapat
meningkatkan derajat kesehatannya.

52
Ungkapan yang sering diungkapkan klien seperti “ Buat apa saya hidup”
atau “Saya tidak punya apa-apa lagi untuk hidup”. Hal ini menunjukkan tidak
adanya motivasi untuk menjalani hidup, tetapi juga menjalani asuhan yang
akhirnya mengakibatkan klien tidak kooperatif menjalani program asuhan.
Pada situasi tersebut, bidan yang telah membina hubungan terapeutik
dapat membantu klien mengeksplorasi mengapa motivasi atau dorongan klien
hilang dan kemundian mengangkat masalah yang ditemukan untuk dicari
penyelesaiannya dalam konseling. Apabila klien tidak ingin mengikuti aktivitas
belajar, bidan dapat mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar
(Tamsuri dalam Taufik dkk., 2010).

2.6.4 Asas Konseling


1. Asas Kerahasiaan
Konseling asuhan kebidanan adalah kegiatan pribadi yang melibatkan
bidan dan klien secara spesifik serta dengan tatap muka. Pada saat konseling
kadang klien merasa tidak aman dan takut untuk menyampaikan keluhan (takut
dianggap terlalu banyak mengeluh) atau untuk menyampaikan masalahnya (takut
dianggap lemah), atau bahkan menganggap masalah kesehatan dan
ketidaktahuannya sebagai aib. Segala sesuatu yang dibicarakan klien dengan
bidan saat konseling tidak boleh disampaikan kepada orang lain selain di depan
pengadilan ketika dijadikian saksi. Kerahasiaan pada saat konseling harus tetap
dijaga untuk mempertahankan hubungan profesional. Perlu diketahui bahwa
kerahasiaan tidak berarti tidak menceritakan masalah kepada orang lain, tetapi
menjaga suatu masalah hanya diketahui oleh orang yang patut dan kompeten
mengetahui supaya dapat dicari penyelesaiannya.
Rasa aman dan privasi sangat penting diciptakan dalam hubungan antara
klien danbidan supaya terbina hubungan saling percaya dan keterbukaan dalam
konteks profesional.

53
2. Asas Kesukarelaan
Kegiatan konseling adalah kegiatan pendidikan yang harus dikembangkan
dengan sukarela karena ada rasa saling membutuhkan antara bidan dan klien.
Klien diharapkan secara sukarela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa,
menyampaikan masalah yang dihadapinya, serta mengungkapkan fakta, data, dan
segala hal yang berkenaan dengan masalahnya itu kepada bidan selaku konselor.
Konselor juga hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak
terpaksa, atau dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
Keterpaksaan dalam memberikan konseling kepada klien akan membuat
hubungan tidak harmonis, menimbulkan konflik dalam diri klien, serta membuat
klien enggan mengungkap informasi dan tidak terbuka dalam menyampaikan
masalahnya.
3. Asas Keterbukaan
Kegiatan konseling yang efisien hanya dapat terselenggara bila seorang
bidan dan klien menerima satu sama lain sehingga masing-masing dapat
membuka diri untuk mengekplorasi pikiran dan perasaan serta masalah yang
dihadapi. Tanpa keterbukaan di antara bidan dan klien kegiatan konseling tidak
akan dapat mengatasi masalah klien secara utuh. Keterbukaan di sini ditinjau dari
dua arah. Dari pihak konselor, keterbukaan terwujud dengan kesediaan konselor
menjawab pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan perasaan konselor
sendiri jika hal itu memang dikehendaki oleh klien dalam hubungan yang bersifat
transparan terhadap pihak lain. Dari pihak klien, diharapkan mau membuka diri
sendiri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui orang lain, dan kedua
mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran dan masukan lainnya
dari pihak lain.
4. Asas Keterkinian
Masalah klien yang ditanggulangi ialah masalah-masalah yang sedang
dirasakan, bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan masalah yang
mungkin akan dialami di masa yang akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu
yang menyangkut masa lampau atau masa datang yang perlu dibahas, maka
pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang atau latar depan dari

54
masalah yang sedang dihadapi. Dalam usaha yang bersifat pencegahan, pada
dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan
sekarang sehingga kemungkinan yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.
Prinsip keterkinian menekankan fokus pelayanan konseling hanya pada
situasi yang sedang dihadapi klien. Prinsip di sini dan saat ini dalam pelayanan
konseling kebidanan harus dipegang teguh oleh bidan. Azas keterkinian ini juga
mengandung pengertian seorang konselor tidak boleh menunda pemberian
konseling.
5. Asas Kemandirian
Fungsi konseling adalah meningkatkan kemampuan klien mengatasi
masalah dibidang kebidanan. Fokus pada kegiatan konseling adalah klien. Bidan
diharapkan mampu menciptakan situasi yang interaktif antara bidan dan klien.
Pada suatu konseling, klien diharapkan memeiliki kemampuan mengatasi sendiri
masalahnya dan mengambil langkah tindakan secara mandiri untuk melakukan
perawatan diri, sementara peran bidan dalam hal ini adalah menfasiltasi keputusan
klien.
Pelayanan konseling dalam hal ini juga bertujuan menjadikan klien berdiri
sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Konseli
yang telah mengikuti konseling diharapkan dapat mandiri, dengan ciri-ciri pokok
sebagai berikut.
a. Mengenal diri sendiri dan lingkungan.
b. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis.
c. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
d. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
e. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan
kemampuankemampuan yang dimiliki.
6. Asas Kegiatan
Suatu kegiatan konseling diharapkan dapat memberi dampak berupa
perubahan perilaku pada individu,. Maksudnya, salah satu indikator keberhasilan
kegiatan konseling adalah adanya perubahan perilaku (kegiatan) klien menuju ke
arah yang diharapkan atau sesuai konsep sehat.

55
Konseling yang dilakukan tidak akan memberikan buah yang berarti bila
klien tidak melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai tujuan konseling. Hasil
konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya melainkan harus dengan kerja
giat dari klien sendiri. Peran konselor dalam hal ini adalah membangkitkan
semangat klien sehingga ia mau dan mampu melaksanakan kegiatan yang
diperlukan dalam menyelesaikan masalah yang menjadi pokok pembicaraan
dalam konseling.
7. Asas Kedinamisan
Perubahan yang diharapkan pada suatu kegiatan konseling kebidanan tidak
hanya bersifat tetap, tetapi juga berkembang secara terus-menerus. Asas
kedinamisan juga mengacu pada keberagaman metode dan teknis yang digunakan
pada suatu konseling yang disesuaikan dengan situasi, tujuan dan sumber-sumber
yang ada di institusi pelayanan kebidanan dalam masyarakat.

8. Asas Keterpaduan
Pelayanan konseling hendaknya disesuaikan dengan tujuan layanan
kesehatan pada klien, tujuan layanan dan tujuan konseling. Kesesuaian materi,
teknik, dan tujuan konseling diharapkan dapat memberikan makna yang signifikan
bagi perkembangan klien sebagai upaya memperoleh derajat kesehatan optimal
yang diinginkan.
Pelayanan konseling yang diberikan berusaha memadukan berbagai aspek
kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu memiliki berbagai aspek
kepribadian yang kalau keadaannya tidak seimbang, serasi dan terpadu justru pada
akhirnya akan dapat menimbulkan permasalahan.
Untuk dapat terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu memiliki
wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-aspek lingkungan
klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifan untuk menangani masalah klien.
Kesemuanya itu dipadukan dalam keadaan serasi dan saling menunjang dalam
upaya konseling.

56
9. Asas Kenormatifan
Suatu kegiatan konseling hendaknya dilakukan dengan tidak pertentangan
dengan norma, aturan, adat kebiasaan, serta kepercayaan yang dianut klien. Asas
kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan
konseling. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak
menyimpang dari norma-norma yang dimaksudkan.

10. Asas Keahlian


Suatu kegiatan konseling hendaknya dilakukan dengan menggunakan
perencanaan yang matang disertai dengan pertimbangan kemanfaatan dan tujuan,
serta menggunakan sarana dan prasarana yang menunjang. Konseling hendaknya
dilakukan secara profesional sabagai penunjang pelayanan kesehatan.
Pada suatu konseling perlu dilakukan asas keahlian secara teratur dan sistemik
dengan menggunakan prosedur, teknik, dan alat yang memadai. Untuk itu bidan
sebagai konselor perlu mendapat pelatihan secukupnya sehingga dapat mencapai
keberhasilan dalam memberikan pelayanan.

11. Asas Alih Tangan


Pada situasi ketika masalah klien tidak dapat diatasi atau berada di luar
kompetensi bidan, seorang bidan berhak dan memiliki kewajiban untuk
mengalihkan konseling kepada seorang ahli atau individu yang memiliki
kompetensi sesuai dengan masalah yang sedang klien hadapi. Dalam pemberian
konseling, asas alih tangan digunakan jika bidan sebagai konselor sudah
mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien, namun klien yang
bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, asas
ini juga memberikan isyarat bahwa pelayanan konseling hanya menangani
masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan bidan yang bersangkutan
(Taufik & Juliane, 2009).

57
2.6.5 Fungsi Konseling Dalam Asuhan Kebidanan
Konseling dalam asuhan kebidanan mempunyai banyak fungsi di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Fungsi Pencegahan
Fungsi pencegahan merupakan upaya mencegah timbulnya masalah
kesehatan yang berkaitan dengan kebidanan dari tingkat pertama, tingkat kedua,
dan tingkat ketiga.
Contohnya yaitu ibu hamil harus banyak mengonsumsi makanan yang
mengandung zat besi untuk mencegah anemia pada kehamilan; seorang ibu hamil
terdeteksi mengalami kehamilan presentasi bokong maka dilakukan antisipasi
rujukan agar bayi lahir dengan selamat di sarana pelayanan kesehatan yang
memadai.
2. Fungsi Pemecahan
Fungsi pemecahan adalah upaya untuk membantu klien mengalami
perubahan biologis, psikologis, sosial, kultural, dan lingkungan yang berkaitan
dengan kebidanan. Dalam hal ini, klien perlu beradaptasi dengan keadaan
tersebut, misalkan seorang ibu hamil beradaptasi terhadap kehamilannya, ibu nifas
beradaptasi dengan proses nifas dan menyusui.
3. Fungsi Perbaikan
Fungsi perbaikan dilaksanakan ketika terjadi penyimpangan perilaku klien
atau pelayanan kesehatan dan lingkungan yang menyebabkan terjadinya masalah
kesehatan sehingga diperlukan upaya perbaikan dengan pelayanan konseling.
Contoh dari fungsi perbaikan ini misalnya seorang calon ayah adalah
perokok, maka dilakukan konseling tentang bahaya rokok bagi kehamilan dan
bayi.
4. Fungsi Pengembangan
Fungsi pengembangan ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan serta peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan upaya
peningkatan peran serta masyarakat. Ini dicontohkan dengan pemberian konseling
pada anggota keluarga atau masyarakat untuk tanggap dan mendukung.

58
2.6.6 Hasil Pelayanan Dalam Konseling Kebidanan
Setelah klien mendapatkan konseling dalam asuhan kebidanan, maka klien
akan memperoleh manfaat berikut.
1. Peningkatan kemampuan klien dalam upaya mengenal masalah,
merumuskan alternatif pemecahan masalah, dan menilai hasil tindakan
secara tepat dan cermat.
2. Klien memiliki pengalaman dalam menghadapi masalah dan
melaksanakan pemecahan masalah kesehatan.
3. Klien memiliki rasa percaya diri dalam menghadapi masalah kesehatan di
kemudian hari.
4. Munculnya kemandirian dalam pemecahan masalah kesehatan.

2.6.7 Teknik Dalam Konseling


Konseling dalam asuhan kebidanan mempunyai beberapa teknik yang
bertujuan untuk menghasilkan hasil konseling yang optimal, bergantung pada
kondisi konseli. Di bawah ini dijelaskan tentang teknik-teknik konseling yang
perlu anda ketahui.
1. Teknik authoritharian atau directive di mana dalam proses wawancara
konseling berpusat pada konselor.
2. Teknik non-directive/conselei centered, di mana dalam pendekatan ini
konseli diberi kesempatan untuk memimpin wawancara dan memikul
sebagian besar tanggung jawab atas pemecahan masalahnya sendiri.
3. Teknik edetic, di mana konselor menggunakan cara yang dianggap baik
atau tepat, disesuaikan dengan konseling dan masalahnya.

59
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagaimana diketahui, manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang


selalu membutuhkan sesamanya dalamkehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
tidak dapat dihindari bahwa manusia harus selalu berhubungan dengan manusia
lainnya. Hubungan manusia dengan manusia lainnya, atau hubungan manusia
dengan kelompok, atau hubungan kelompok dengan kelompok inilah yang disebut
sebagai interàksi sosial. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu
kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat.
Profesor Wilbur Schramm menyebutnya bahwa komunikasi dan
masyarakat adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya
tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin dapat mengembangkan
komunikasi (Schramm; 1982).

3.2 Saran

Berdasarkan makalah yang kami susun ini, kami mengharapkan pembaca


memahami secara jelas hubungan fisika dengan ilmu dasar serta pengaplikasian
dan juga fungsinya. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya. Kami menyadari bahwa dalam penyusuan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu kami mohon kritik dan sarandari pembaca
agar ke depannya makalah ini dapat menjadi refrensi bagi penulis berikutnya

60
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, arif.2019. “ komunikasi kebidanan”. Sumber :


http://akademikkebidanan.staff.ub.ac.id/files/2019/01/komunikasi-
kebidanan-modul.pdf. (diakses pada tanggal 23 Agustus 2020)

Candra, boby, 2016.”komunikasi verbal dan nonverbal berbeda antara home


country dengan host country” sumber :
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/(diakses pada tanggal 24 Agustus
2020)

Merdiarsy, alriyety, dkk. 2016. “Komunikasi kesehatan” sumber :


https://www.academia.edu/28629685/Komunikasi_Interprofesional_docx
(diakses pada tanggal 25 Agustus 2020)

Puspaning, tabitha .”komunikasi interprofesional dalam pelayanan kesehatan”.


Sumber: https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net (diakses pada tanggal 24
Agustus 2020)

Rini, sih, 2016. “komunikasi dalam praktek kebidanan”. Jakarta: pusdik SDM
kesehatan”

No name. “tinjauan berfikir kritis”. Sumber : http://repo.iain-


tulungagung.ac.id/8847/4/BAB%20II.

61

Anda mungkin juga menyukai