Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak adalah individu yang unik, bukan miniatur orang dewasa. Untuk
melakukan pendekatan pada teknik khusus agar hubungan yang dijalankan
dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan tumbuh kembang anak
(Mundakir,2006).
Komunikasi pada anak merupakan proses pertukaran informasi yang
disampaikan oleh anak kepada orang lain dengan harapan orang yang diajak
dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhanya
(Hidayat,2005).
Pada anak, komunikasi yang terjadi mempunyai perbedaan bila
dibandingkan dengan yang terjadi pada usia bayi, balita, remaja, maupun
orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh karakteristik khusus yang dimiliki anak
tersebut sesuai dengan usia dan perkembangannya. Komunikasi pada anak
sangat penting karena pada proses tersebut mereka dapat saling
mengekpresikan perasaan dan pikiran, sehingga dapat diketahui oleh orang
lain. Disamping itu dengan berkomunikasi anak-anak dapat bersosialisasi
dengan lingkungannya.
Komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi dalam sebuah
keluarga, yang merupakan cara seorang anggota keluarga untuk berinteraksi
dengan anggota lainnya, sekaligus sebagai wadah dalam membentuk dan
mengembangkan nilai-nilai yang dibutuhkan sebagai pegangan hidup. Agar
anak dapat menjalani hidupnya ketika berada dalam lingkungan masyarakat
dan tentu akan mempengaruhi perkembangan anak.
Perawat harus mengetahui teknik-teknik dalam berkomunikasi karena
komunikasi merupakan cara yang dapat dilakukan untuk memberikan
informasi tentang kesehatan.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan komunikasi pada anak dan keluarga?
1.2.2 Bagaimana ciri komunikasi terapeutik pada anak dan keluarga?
1.2.3 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada anak dan
keluarga?
1.2.4 Bagaimana komunikasi pada anak berdasarkan usia tumbuh kembang?
1.2.5 Bagaimana teknik komunikasi yang efektif pada anak?
1.2.6 Bagaimana cara melakukan pemeriksaan fisik pada anak?
1.2.7 Apa saja hambatan-hambatan komunikasi pada anak dan keluarga?
1.2.8 Bagaimana pengaruh tindakan kekerasan terhadap anak dan proses
komunikasi serta cara menyelesaikannya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui pengertian komunikasi pada anak dan keluarga
1.3.2 Mengetahui ciri komunikasi terapeutik pada anak dan keluarga
1.3.3 Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi pada anak dan
keluarga
1.3.4 Mengetahui komunikasi pada anak berdasarkan usia tumbuh kembang
1.3.5 Mengetahui teknik komunikasi yang efektif pada anak
1.3.6 Mengetahui cara melakukan pemeriksaan fisik pada anak
1.3.7 Mengetahui hambatan-hambatan komunikasi pada anak dan keluarga
1.3.8 Mengetahui pengaruh tindakan kekerasan terhadap anak dan proses
komunikasi serta cara menyelesaikannya

1.4 Manfaat
Makalah ini mempunyai manfaat bagi penulis dan pembaca dalam
mempelajari komunikasi terapeutik, proses dan teknik komunikasi, serta
hambatan-hambatan komunikasi pada anak dan keluarga. Sehingga anak dapat
memberikan kepercayaan kepada kita sebagai perawat, dan keluarga dapat
mengetahui bagaimana cara berkomunikasi yang baik pada anak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Komunikasi

2.1.1 Definisi Komunikasi Secara Umum

Ada beberapa definisi tentang komunikasi :

1. Komunikasi adalah pesan atau tukar menukar informasi atau ide/gagasan


(Oxford Dictionary)
2. Komunikasi adalah suatu proses ketika informasi disampaikan pada orang
lain melalui symbol, tanda, atau tingkah laku (Haber, 1987 )
3. Komunikasi bisa berbentuk komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, dan
komunikasi abstrak (Champbell dan Glasper, 1995 )
Melihat uraian beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
adalah suatu proses penyampaian pesan atau informasi dari seseorang kepada
orang lain baik secara verbal dan nonverbal. Penyampaian pesan dapat dilakukan
dengan menggunakan simbol, tanda, atau tingkah laku. Dengan demikian, apabila
dikatakan sebagai suatu proses, komunikasi terdiri atas komponen masukan
(pesan yang ingin disampaikan), proses (penyampaian pesan melalui media
dengan menggunakan simbol, tanda dan perilaku) dan hasil komunikasi (pesan
yang diterima yang diharapkan sesuai dengan pesan yang dikirimkan). Karena
komunikasi merupakan suatu proses maka harus terjadi umpan balik dari
penerima pesan terhadap pengiriman pesan, yang juga merupakan umpan balik
atas proses yang dilaksanakan.

3
2.1.2 Faktor-Faktor Pembentuk Komunikasi

Secara umum, faktor yang memengaruhi komunikasi dapat ditinjau dari


proses komunikasi dan elemen komunikasi. Ada lima faktor utama yang
memengaruhi komunikasi ditinjau dari elemen komunikasi, yaitufaktor
komunikator, pesan/informasi, komunikan, umpan balik,dan atmosfer.Bacalah
dengan cermat mengapa elemen-elemen dalam komunikasi menjadi faktor utama
yang memengaruhi efektivitas komunikasi.

1. Komunikator
Komunikator adalah seseorang yang mengirimkan pesan. Seorang
komunikator harus menunjukkan penampilan yang baik, sopan dan menarik,
serta berwibawa dan tidak sombong. Disampingitu, harus mempunyai
pengetahuan yang memadai, menguasai materi,dan memahami bahasa yang
digunakan lawan (languagemastery). Hal ini penting karena salah satu
hambatandalam komunikasi adalah adanya ketidaksesuaian bahasa yang
digunakan antara komunikator dan komunikan.
2. Pesan/informasi
Pesan yang bersifat informatif dan persuasif akan mudah diterima dan
dipahami daripada pesan yang bersifat memaksa. Pesan yang mudah diterima
adalah pesan yang sesuai dengan kebutuhan komunikan (relevan), jelas
(clearly), sederhana atau tidak bertele-tele,dan mudah dimengerti (simple).
Disamping itu,informasi akan menarik jika merupakan informasi yang sedang
hangat (up to date).
3. Komunikan
Komunikan adalah seseorang yang menerima pesan dari komunikator.
Seorang komunikan harus mempunyai penampilan atau sikap yang baik,
sopan, serta tidak sombong. Seorang komunikan yang berpenampilan acak-
acakan berarti tidak menghargai diri sendiri dan orang lain. Demikian pula
jika komunikan tampak sombong/angkuh, akan memengaruhi psikologis
komunikator yang berdampak pada tidak efektifnya pesan yang
disampaikan.Disamping itu,seorang komunikan harus mempunyai
pengetahuan, keterampilan komunikasi,dan memahami sistem sosial
komunikator. Hal ini penting karena tanpa pengetahuan dan keterampilan

4
mengolah nformasi yang diterima sehinggadapat terjadi ketidaksesuaian
persepsi (mispersepsi).
4. Umpan balik
Komunikasi efektif jika komunikan memberi umpan balik yang sesuai
dengan pesan yang disampaikan. Umpan balik ini penting bagi komunikator
karena sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan komunikasi. Mengerti atau
tidaknya komunikan terhadap isi pesan yang disampaikan oleh komunikator
dapat dilihat dari bagaimana komunikan memberikan umpan balik.
5. Atmosfer
Untuk mencapai komunikasi yang efektif diperlukan lingkungan yang
kondusif (condisive) dan nyaman (comfortable). Lingkungan yang
kondusif,yaitu lingkungan yang mendukung berlangsungnya komunikasi
efektif. Dalam dimensi fisik lingkungan nyaman,yaitu lingkungan
yangtenang, sejuk,dan bersih sehingga kondusif dalam mencapai komunikasi
yang efektif. Dalam dimensi sosial-psikologis, komunikasi yang kondusif
adalah komunikasi yang dilakukan dengan penuh persahabatan, akrab,dan
santai. Sementara itu,dalam dimensi temporal (waktu), komunikasi yang
dilakukan dengan waktu yang cukup dan tidak tergesa-gesa memungkinkan
tercapainya tujuan komunikasi yang efektif.

2.1.3 Bentuk dan Jenis Komunikasi

1. Komunikasi verbal

Komunikasi adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik itu


secara lisan maupun tulisan. Komunikasi verbal paling banyak dipakai dalam
hubungan antar manusia, untuk mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran,
gagasan, fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan
dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar.

Sedangkan teknik komunikasi terapeutik secara verbal antara lain

a) Menulis, merupakan suatu alternative yang digunakan perawat untuk


melakukan pendekatan komunikasi dengan pasien anak.

5
b) Menggambar, merupakan salah satu bentuk komunikasi yang berharga
melalui pengamatan gambar.
c) Teknik bermain, merupakan salah satu bentuk komunikasi yang paling
penting dan menjadi teknik yang efektif bagi perawat untuk bisa
berhubungan dan berkomunikasi dengan pasien anak.

2. Komunikasi Non Verbal

Komunikasi nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.


Pesanpesan nonverbal sangat berpengaruh terhadap komunikasi. Pesan atau
simbol-simbol nonverbal sangat sulit untuk ditafsirkan dari pada simbol verbal.
Bahasa verbal sealur dengan bahasa nonverbal, contoh ketika kita mengatakan
“ya” pasti kepala kita mengangguk. Komunikasi nonverbal lebih jujur
mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan. Komunikasi
nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Komunikasi
nonverbal bersifat tetap dan selalu ada.

Teknik yang dapat diterapkan saat berkomunikasi dengan anak secara nonverbal
antara lain, yaitu :

a) Teknik orang ketiga, dalam teknik ini berusaha untuk mengungkapkan


ekspresi orang ketiga, seperti “dia atau mereka.”
b) Bercerita, bercerita menggunakan bahasa anak, sekaligus menyelidiki
perasaannya, dan berusaha menghindarkan hambatan yang disengaja seperti
meminta anak menceritakan pengalamannya secara spesifik berada di rumah
sakit.
c) Tiga Permintaan (Three Wishes), teknik ini merupakan salah satu strategi
yang digunakan perawat untuk mengundang anak-anak masuk dalam sebuah
percakapan.

3. Komunikai Teraupetik

Komunikasi Teraupeutik adalah hubungan interpersonal dimana perawat


dank lien memperoleh pengalaman belajar bersama setia memperbaiki
pengalaman emosional klien yang negative (Stuart Laraia,2000). Sieh A.,Louise
K., dan Brenti, (1997) mengemukakan tentang komunikasi terapeutik sebagai

6
segala bentuk komkunikasi yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan
pasien atau untuk menghilangkan distress psikologis.

Komunikasi terapeutik ditunjukan dengan empati, rasa percaya, validasi dan


perhatian.

a) Empati
Empati adalah kemmpuan untuk mengerti sepenuhnya tentang kondisi atau
perasaan orang lain. Kemmapuan untuk empati didasari oleh adanya
keinginan untuk memberti perhatian dan membantu menyeklesaikan
masalahyang dihadapi klien. Kemampuan untuk bersikap emosi dapat
ditunjukan baik secara verbal maupun nonverbal.
b) Rasa Percaya Diri
Tanamkan rasa percaya diri kepada pasien seolah olah perawat merasakan
apa yang idrasakan oleh pasien
c) Validasi
Tujuan dari validasi adalah menegaskan pesan yang telah disampaikan atau
menyakinkan pasiean tentang pesan yang diterimanya.
d) Perhatian
Perhatian yang diberikan kepada pasien merupakan adanya keterlibatan emosi
dari perawat yang diekspresikan secara non verbal. Memandang ,
mengangguk terdiam, mendengarkan dan tersenyum merupakan perilaku
yang paling sering digunakan untuk menunjukan perhatian perawat pada
pasien.

2.1.4 Definisi Komunikasi pada Anak dan Keluarga

Komunikasi adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan


manusia, dan telah terbentuk sejak manusia lahir (Gunawan, 2013 ). Komunikasi
merupakan pusat interaksi antar individu, kelompok maupun lembaga. Di dalam
keluarga, komunikasi berperan sebagai media interaksidalam upaya membangun
hubungan yang dekat dengan sesama anggota keluarga. Komunikasi mencakup
memperhatikan orang lain, menjadi pendengar yang baik, menyadari pesan
melalui anggota tubuh, dan pastikan orang lain memahami apa yang disampaikan.
Komunikasi yang terjalin baik didalam keluarga khususnya pada orang tua dan

7
anak dapat menjadi media utama bagi orang tua untuk mengajarkan sesuatu pada
anaknya sehingga diharapkan anak mampu menanggapi dan menerapkannya
sesuai dengan tujuan dari penyampaian pesan tersebut.

2.2 Komunikasi Terapeutik pada Anak dan Keluarga

2.2.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik pada Anak dan Keluarga

Keluarga didefinisikan sebagai hasil proses sosialisasi primer bagi seorang


anak di mana pada saatnya anak tersebut akan dihantarkan untuk memasuki
lingkungan masyarakat (struktur sosial) yang lebih luas (Morgan dalam Slamet
Rahardjo, 1996). Sementara menurut Hildred Geertz (1983), keluarga merupakan
tempat berlangsungnya sosialisasi dan transformasi nilainilai moral, etika, dan
sosial yang intensif dan berkesinambungan di antara anggotanya dari generasi ke
generasi. Dalam konteks inilah, Balson (1999) menyatakan bahwa seluruh
perilaku seseorang seperti bahasa, permainan emosi, dan ketrampilan dipelajari
dan dikembangkan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Melalui keluarga,
pribadi anak akan terbentuk, sehingga mereka memiliki gambaran-gambaran
tentang kehidupan mereka sendiri dan orang lain, serta gambaran-gambaran yang
membentuk prinsip-prinsip yang akan ditunjukkan selama kehidupannya.
Keseluruhan proses tersebut sangat tergantung dari penerapan pola komunikasi
dalam keluarga. Pola komunikasi tercermin dari cara orang tua membangun
komunikasi dengan anak. Dalam bukunya Raising a Responsible Child, Elizabeth
Ellis (Shapiro, 1997) menyatakan bahwa para peneliti yang mempelajari reaksi
orang tua terhadap anak-anaknya menemukan ada tiga gaya atau cara orang tua
menjalankan perannya, yaitu gaya otoriter, permisif, dan otoritatif. Orang tua
otoriter memberlakukan peraturan-peraturan yang ketat yang harus dipatuhi oleh
anak. Mereka menganggap bahwa anak-anak harus “berada di tempat yang telah
ditentukan” dan tidak boleh menyuarakan pendapatnya. Pola ini dijalankan
berdasarkan pada struktur dan tradisi yang penuh dengan keteraturan dan
pengawasan. Sebaliknya, orang tua permisif, berusaha menerima dan mendidik
sebaik mungkin tetapi cenderung sangat pasif ketika harus berhadapan dengan
masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan. Mereka tidak
begitu menuntut, juga tidak menetapkan sasaran yang jelas bagi anaknya, karena

8
yakin bahwa anak-anak seharusnya berkembang sesuai dengan kecenderungan
alamiahnya. Orang tua otoritatif berusaha mengembangkan batas-batas yang jelas
dan lingkungan yang baik untuk tumbuh. Mereka memberi bimbingan, tetapi tidak
mengatur, memberi penjelasan yang mereka lakukan serta membolehkan anak
memberi masukan atau pendapat. Kemandirian anak sangat mereka hargai, tetapi
anak juga dituntut untuk memenuhi standar tanggung jawab yang tinggi kepada
keluarga, teman, dan masyarakat. Sepanjang kehidupan manusia, masa balita
merupakan saat terbentuknya pola dasar kepribadian karena pada masa itu terjadi
perkembangan pesat dari semua potensi yang dimiliki anak, terutama potensi
emosinya. Pada masa ini pula, seorang mencari untuk menemukan cara
berperilaku hingga memperoleh pengakuan, merasa dirinya berarti dan merasa
adanya keterlibatan dalam keluarga. Pencarian makna dan ruang dalam keluarga
ini sangat fundamental bagi setiap anak, terutama pada usia empat hingga enam
tahun (Balson, 1999). Kepribadian dan sifat-sfat anak terungkap dalam
mekanisme hidup dalam keluarga. Karena keluarga merupakan faktor penentu,
maka komunikasi keluarga yang efektif tidak hanya menyangkut berapa kali
komunikasi dilakukan, melainkan bagaimana komunikasi itu dilakukan
(Jalaluddin Rakhmad, 2002). Dalam hal ini diperlukan adanya keterbukaan,
empati, saling percaya, kejujuran, dan sikap suportif.

2.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Terapeutik pada Anak dan Keluarga

Komunikasi terapeutik ditunjukkan dengan empati, rasa percaya, validasi,


dan perhatian. Berikut ini akan diuraikan satu per satu

a.) Empati

Empati adalah kemampuan untuk mengerti sepenuhnya tentang kondisi


atau orang lain. Kemampuan untuk empati didasari oleh adanya keinginan
untuk memberi perhatian dan membantu menyelesaikan masalah yang
dihadapi klien. Kemampuan untuk bersikap empati dapat ditunjukkan baik
secara verbal maupun nonverbal.

Contoh sikap empati

Secara verbal perawat dapat mengatakan kalimat seperti berikut:

9
- “Saya sengaja datang dan duduk di samping ibu untuk mendengar keluhan
ibu”
- “Saya hadir di sini untuk membantu ibu”
- “Budi, suster mengerti Budi sedang sedih karena berpisah dengan teman main
di rumah”
- “Anita sayang, suster duduk di sini untuk menemanimu dan mendengarkan
ceritamu”

Perilaku empati yang dapat ditunjukkan perawat secara nonverbal:

- Duduk di samping pasien, mendengarkan keluhannya sambil tetap menjaga


kontak mata
- Duduk di samping pasien yang sedang menangis sambil mengelus halus
punggung pasien tersebut
- Duduk di depan pasien yang sedang menangis sambil menggenggam kedua
tangan pasien
b.) Rasa percaya

Satu hal yang harus diingat adalah perawat tidak boleh mempunyai
praduga yang negatif terhadap pasien. Tanamkan rasa percaya kepadanya
bahwa perawat merasakan apa yang sedang dirasakannya, misalnya pada saat
atau setelah menyuntik, katakan kepada anak, “Sakit ya sayang, maafkan
suster ya.” Kalimat tersebut menunjukkan bahwa kita percaya anak tersebut
sakit karena disuntik. Pada saat memberikan injeksi pada anak, hindari
mengatakan: “Ah cengeng kamu, diisuntik aja nangis.” atau “Jangan kuatir,
tidak sakit, kok.” Oleh karena kita tahu bahwa disuntik itu pasti sakit, maka
jangan membohongi anak.

c.) Validasi

Dengan validasi kita dapat menegaskan kembali pesan yang telah


disampaikan kepada pasien. Tujuan validasi adalah menegaskan pesan yang
telah disampaikan atau meyakinkan pasien tentang pesan yang diterimanya.
Misalnya, sebelum mengukur suhu tubuh pada seorang anak usia todler,
perawat menunjukkan termometer sebagai alat yang akan digunakan, biarkan

10
anak memegangnya terlebih dahulu. Kemudian, setelah selesai melakukan
pengukuran suhu, katakan kembali pada anak bahwa pengukuran suhu tidak
menimbulkan rasa sakit, dan tidak menimbulkan perlukaan pada anak
sehingga anak yakin dengan pengalamannya saat diukur suhu sebagai sesuatu
yang tidak menimbulkan trauma.

d.) Perhatian

Perhatian yang diberikan kepada pasien merupakan adanya


keterlibatan emosi dari perawat yang diekspresikan secara nonverbal.
Memandang, memangguk, terdiam mendengarkan, dan tersenyum merupakan
perilaku yang paling sering digunakan untuk menunjukkan perhatian perawat
pada pasien.

Contoh sikap perhatian

Pada saat orang tua pasien mengungkapkan keluhannya, perawat


duduk mendengarkan sambil memandang ke arahnya. Menjaga kontak mata,
sesekali mengangguk pertanda mengiyakan pembicaraan mereka.

Pada saat anak sedang berbaring di tempat tidur dan bercerita tentang
mimpinya yang menyenangkan, misalnya main petak umpet di rumah,
perawat mendengarkan sambil duduk di kursi di samping tempat tidurnya,
memandang ke arah anak, tersenyum, sambil mengelus tangan atau dahi anak
berkata, “Kamu pasti kangen dengan rumah, teman, dan permainan yang
biasa dilakukan di rumah”. Komunikasi untuk anak-anak perlu
mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan yang berbeda pada usia yang
berbeda, dan dengan demikian harus berpusat pada anak dan sesuai usia.
Komunikasi yang berkualitasdapat mendukung program dan prioritas
pembangunan yang ada menangani kebutuhan atau kompetensi tertentu.

Menurut Unicef ada 4 prinsip pedoman dalam berkomunikasi dengan


anak-anak.
1. Gunakan bahasa, karakter, cerita yang sesuai untuk anak-anak,musik dan
humor

11
Hal ini dapat diterjemahkan ke dalam komunikasi dengan berbagai cara,
termasuk:
 Untuk anak-anak sejak lahir hingga 6 tahun, menggunakan bahasa
sederhana dengan kata-kata deskriptif dan sensorik, pengulangan,
ritme dan lagu, serta karakter hewan dan manusia
 Untuk anak-anak sejak lahir hingga 6 tahun, menggunakan sajak,
teka-teki, twister lidah dan lelucon sederhana untukbuat konten
semenarik mungkin
 Untuk anak-anak 7 hingga 10 tahun, menggunakan cerita tentang
persahabatan, keterampilan atau bakat baru, setiap harikejadian
yang merupakan peluang untuk pertumbuhan serta menguji nilai-
nilai dan pemikiran kritis seseorangketerampilan
 Untuk remaja 11 hingga 14 tahun, menggunakan model peran
positif dengan standar moral yang tinggi, ceritatentang
menyeimbangkan pengaruh keluarga / teman / media, format non-
pedagogis dan bimbingan dimembantu menyalurkan perlunya
eksperimen dan kemandirian ke dalam pilihan hidup sehat
 Untuk semua kelompok, buat komunikasi yang mengundang anak-
anak untuk melihat, membayangkan, mendengar dan
menciptakanhal-hal yang tidak akan mereka pikirkan sebelumnya
2. Dorong dan model interaksi, Dasar Pemikiran: Komunikasi interaktif
adalah ketika anak-anak terinspirasiuntuk lebih penuh perhatian dan untuk
berpartisipasi dalam cerita atau media lainnya.Komunikasi partisipatif,
seperti pendidikan partisipatif, lebih dari ituramah anak, memberikan
anak-anak dan remaja kesempatan untuk menjaditerlibat secara kognitif,
fisik dan emosional, terutama dibandingkanuntuk bentuk komunikasi
didaktik. Meskipun berbasis teknologikomunikasi seperti blogging
Internet atau pesan teksdirancang khusus untuk bersifat interaktif, interaksi
juga dapat ditambahkandengan media tradisional seperti buku, drama,
boneka, lagu, radio dantelevisi. Semakin banyak kami mengundang
audiens untuk mengekspresikan diri, gunakan gerakan tubuh, berpikir
kritis dan memberikan umpan balik, semakin dekatkita sampai pada

12
komunikasi partisipatif sejati.Pedoman ini dapat diterjemahkan ke dalam
komunikasi dengan berbagai cara,termasuk yang berikut ini:
 Memiliki pembawa acara atau karakter mendiskusikan sesuatu
secara langsung dengan pemirsa / pendengar, bertanya kepada
anak-anakpertanyaan, dan memberi mereka waktu yang cukup
untuk menjawab
 Mengundang nyanyian, olahraga, gerakan, menari, dan perilaku
meniru lainnya
 Membangun pertanyaan menjadi teks dan termasuk kegiatan
interaktif (menulis, menggambar, memposting foto, dll.) Diakhir
komunikasi untuk anak-anakTermasuk mengundang komentar
spontan dari audiens yang mendorong banyak jawaban, bukan
hanyasatu
 Mempraktikkan prinsip "masing-masing mengajar satu" di mana
anak-anak didorong untuk "pergi dan mengajarorang lain apa yang
telah Anda pelajari dengan baik
3. Gunakan efek khusus secara bijaksana dan bijak
4. Gunakan pendekatan yang terintegrasi daripada satu masalah
untukkomunikasi
Pedoman ini dapat diterjemahkan ke dalam komunikasi dengan berbagai
cara, termasuk memodelkan berbagai caramengatasi masalah tunggal.
Misalnya, dalam komunikasi tentang:
 Imunisasi - termasuk cara anak-anak dapat menenangkan diri
(memikirkan pikiran bahagia, memilih lenganuntuk disuntik,
memeras mainan, menyanyikan lagu) untuk mengintegrasikan
kesehatan, harga diri, pilihan dan emosiketahanan
 Cuci tangan - gunakan lagu yang bertahan selama "selamat ulang
tahun" dinyanyikan dua kali; hitung kata-kata untuk setiap jari
(menggunakan kata-kata relasional seperti depan / belakang, atas /
bawah; gunakan kata-kata menarik seperti kutikula dan epidermis;
dan gunakan kalimat ucapan selamat (seperti "pekerjaan bagus"

13
dan "setiap kuman dicuci." pergi ”) untuk mengintegrasikan
kesehatan, kebersihan, kesiapan sekolah, kepercayaan diri

2.2.3 Tahapan Komunikasi Terapeutik pada Anak

Dalam melakukan komunikasi pada anak terdapat beberapa tahap yang


harus dilakukan sebelum mengadakan komunikasi secara langsung, tahapan ini
sangat meliputi tahap awal ( pra interaksi ), tahap perkenalan atau orientasi, tahap
kerja dan tahap terakhir yaitu tahap terminasi.
a. Tahap Prainteraksi
Pada tahap pra interaksi ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan
data tentang klien dengan mempelajari status atau bertanya kepada orang
tua tentang masalah atau latar belakang yang ada, mengeksplorasi
perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan dalam saat komunikasi
dengan cara mengeksplorasikan perasaan apa yang ada pada dirinya,
membuat rencana pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan
kapan komunikasi akan dilakukan, dimana dan rencana apa yang
dikomunikasikan serta target dan sasaran yang ada.
b. Tahap Perkenalan atau Orientasi
Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum
pada klien, melakukan validasi (kognitif, psikomotorik, afektif), mencari
kebenaran data yang ada dengan wawancara, mengobservasi atau
pemeriksaan ang lain, memperkenalkan nama kita denga tujuan agar selalu
ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannnya, menanyakan nama
panggilan kesukaan klien karena akan mempermudah dalam
berkomunikasi dan lebih dekat, menjelaskan tanggung jawab perawat dan
klien, menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan,
menjelaskan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dan
menjelaskan kerahasiaan.
c. Tahap Kerja
Pada tahap ini kegiatan yang dapat kia lakukan adalah memberi
kesempatan pada klien untuk bertanya, karena akan memberitahu tentang
hal-hal yang kurangdimengerti dalam komunikasi, menanyakan keluhan

14
utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik dan melakukan kegiatan
sesuai dengan rencana.
d. Tahap Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita
lakukan adalah menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses
dan hasil, memberikan re-inforcement positif, merencanakan tindak lanjut
dengan klien, melakukan kontrak (waktu, tempat, dan topik) dan
mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

2.2.4 Tahapan Komunikasi Terapeutik pada Keluarga

Dalam komunikasi terapeutik terdapat beberapa tahapan menurut Nasir A


dkk (2011) yaitu:

1. Prainteraksi
Tahap ini disebut juga tahap apersepsi dimana perawat menggali
lebih dahulu kemampuan yang dimiliki sebelum berhubungan dengan
keluarga pasien (Nasir A dkk, 2011). Proses ini membantu menghindari
terjadinya stereotip pada keluarga klien dan membantu perawat
untuk berpikir mengenai nilai atau perasaan pribadi (Potter &
Perry, 2005)
2. Orientasi
Pada tahap orientasi perawat menggali keluhan-keluhan yang
dirasakan oleh keluarga pasien dan memvalidasinya. Sehingga
perawat dituntut memiliki keahlian yang tinggi dalam menstimulasi
keluarga pasien agar mampu mengungkapkan keluhan yang
dirasakan secara lengkap dan sistematis serta objektif (Nasir A dkk,
2011).
3. Kerja
Pada tahap ini, perawat berupaya untuk mencapai tujuan
selama fase orientasi. Perawat dan keluarga pasien bekerja
bersama. Hubungan berkembang dan menjadi lebih fleksibel ketika
keluarga pasien dan perawat memiliki keinginan untuk berbagi
perasaan dan mendiskusikan masalah. Jika fase bekerja berhasil, keluarga

15
pasien dapat bertindak berdasarkan ide dan perasaan (Potter & Perry,
2005). Pada tahap inpula perawat berperan untuk mengatasi
kecemasan
keluarga pasien (Nasir A dkk, 2011).

4. Terminasi
Selama fase orientasi, perawat mengatakan pada keluarga klien kapan
ia memperkirakan berakhirnya hubungan. Ketika pemutusan terjadi,
keluarga pasien
tidak seharusnya terkejut. Dengan tetap memperhitungkan
keberhasilan hubungan, keluarga pasien harus siap untuk berfungsi
secara efektif tanpa dukungan perawat (Potter & Perry, 2005).\

2.3 Faktor yang Mempengaruhi komunikasi

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi proses komunikasi yaitu :

1. Situasi atau suasana


Situasi yang hiruk-pikuk atau penuh dengan kebisingan dapat
mempengaruhi baik atau tidaknya suatu pesan diterima oleh
komunikan,dibandingkan dengan situasi tenang atau hening sehingga
komunikator dan komunikan dapat saling mengirim pesan dengan jelas.
Suara bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi
berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh
karena itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan ,lingkungan harus
diciptakan supaya tenang dan nyaman.

2. Waktu
Sebaiknya dalam berkomunikasi harus memperhatikan waktu yang tepat
agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan dengan tepat. Karena
dalam berkomunikasi waktu adalah komponen yang penting untuk
menyampaikan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan. Misalnya ,apabila perawat memberikan penjelasan kepada

16
orang tua tentang car menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang
sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua
karena perhatian orang tua tersebut tidak berfokus pada pesan yang
disampaikan perawat, tetapi berfokus pada perasaan sedihnya yang
dirasaan oleh orang tua tersebut. Contoh lain , apabila pasien sedang
mengantuk , perawat tidak dapat memaksakan untuk memberikan
pendidikan kesehatan , sekalipun pesan itu penting bagi pasien , karena
tidak akan diterima dengan baik dan pada akahirnya tujuan pendidikan
kesehatan tidak akan tercapai.

3. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi .
Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan ,
sehingga antara komunikan dengan komuniator dapat berbeda – beda
persepsi tentang pesan yang disampaikan . Hal ini akan sangat
mempengaruhi pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan . Oleh
karena itu , Komunikator harus memahami pesan sebelum
menyampaikannya kepada komunikan , dapat dimengerti oleh komunikan
dan menggunakan artikulasi dan intonasi kalimat yang jelas agar pesan
komunikator dapat diterima dengan baik oleh komunikan.

2.4 Komunikasi pada Anak Berdasarkan Usia Tumbuh Kembang

Sesuai dengan perkembangan proses pikirannya, berikut ini akan di


uraikan komunikasi pada bayi, anak usia toodler, prasekolah, usia sekolah
dan remaja.

1. Masa bayi
Bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikirannya dengan
kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih banyak
menggunakan jenis komunikasi nonverbal. Pada saat lapar, haus, basah,
dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresikan
dengan cara menangis. Walaupun demikian sebenarnya bayi dapat
berespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomunikasi
dengannya secara nonverbal, misalnya memberikan sentuhan, mendekap,

17
mengendong, dan berbicara dengan lemah lembut. Ada beberapa respons
nonverbal yang biasa ditunjukan bayi, misalnya menggerakkan badan,
tangan, dan kaki. Hal ini terutama terjadi pada bayi usia kurang dari
enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang. Stranger anxiety atau
cemas dengan orang asing yang tidak dikenalnya adalah ciri perilaku
pada bayi usia lebih dari enam bulan, dan perhatiannya berpusat pada
dirinya dan ibuya. Oleh karena itu, perhatikan saat berkomunikasi
dengannya. Jangan langsung ingin mengendong atau memangkunya
karena bayi akan merasa takut. Lakukan komunikasi terlebih dahulu
dengan ibunya, dan atau mainan yang dipegangnya. Tunjukkan bahwa
kita ingin membina hubungan yang baik dengannya dan ibunya.
2. Masa balita (1 sampai 5 tahun )
Karakteristik anak usia balita (terutama anak usia di bawah tiga tahun
atau toddler) seperti telah dikemukakan pada kegiatan belajar 2,
merupakan sangat egosentris. Selain itu, anak juga mempunyai perasaan
takut pada ketidaktahuannya sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa
yang akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan di ukur suhu, anak
akan merasa takut melihat alat yang akan ditempelkan pada tubuhnya.
Oleh karena itu, jelaskan bagaimana anak akan merasakannya. Beri
kesempatan padanya untuk memegang thermometer sampai ia yakin
bahwa alat tersebut tidak berbahaya untuknya.
Dari aspek bahasa, anak belum mampu berbicara secara fasih. Oleh
karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata yang sederhana, singkat,
dan gunakan istilah yang dikenalnya. Posisi tubuh yang baik saat
berbicara padanya adalah jongkok, duduk di kursi kecil, atau berlutut
sehingga pandangan mata kita akan sejajar dengannya.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan
kemampuan dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian
atas apa yang telah dicapainya atau ditunjukannya terhadap perawat dan
orang tuanya. Perawat juga harus konsisten dalam berkomunikasi secara
verbal maupun nonverbal. Jadi, jangan tertawa atau tersenyum saat

18
dilakukan tindakan yang menimbulkan rasa nyeri pada anak, misalnya
diambil darah, dipasang infuse, dan lain-lain.

3. Anak usia 5 sampai 8 tahun


Anak usia ini sangat peka terhadap stimulus yang dirasakannya akan
mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila perawat akan
melakukan suatu tindakan, ia akan bertanya mengapa dilakukan, untuk
apa, dan bagaimana caranya dilakukan ? Anak membutuhkan penjelasan
atas pertanyaannya. Gunakan bahasa yang sangat dimengerti anak dan
berikan contoh yang jelas sesuai dengan kemampuan kognitif.
4. Anak usia 8 sampai 12 tahun
Pada anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan
orang dewasa. Pembendaharaan kata sudah lebih banyak dikuasai dan
anak sudah mampu berpikir secara kongkret. Apabila akan melakukan
tindakan, perawat dapat menjelaskannya dengan mendemonstrasikan
pada mainan anak. Misalnya , bagaimana perawat akan menyuntik di
eragakan terlebih dahulu pada bonekannya.
5. Anak usia remaja
Seperti telah disebutkan pada beberapa bagian di kegiatan belajar
sebelumnya, fase remaja adalah masalah transisi atau peralihan dari akhir
masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola piker
dan tingkah lakunya merupakan peralihan dari anak-anak menjadi orang
dewasa juga. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan
masalah secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress, jelaskan
bahwa ia dapat mengajak bicara teman sebayanya dan atau orang dewasa
yang ia percaya, termasuk perawat yang selalu bersedia menemani dan
mendengarkan keluhannya. Menghargai keberadaan identitas diri dan
harga dirinya merupakan hal yang prinsip untuk diperhatikan dalam
berkomunikasi dengan anak remaja. Oleh karena itu, selama perawat
berkomunikasi, tunjukkan ekspresi wajah bersahabat dengannya, jangan
memotong pembicaraan saat ia sedang mengekspresikan perasaan dan

19
pikirannya, dan hindari perkataan yang menyingung harga dirinya. Kita
harus menghormati privasinya dan berikan dukungan pada apa yang telah
dicapainya secara positif dengan selalu memberikannya penguatan positif
(misalnya memberikannya pujian).

2.5 Teknik Komunikasi Efektif pada Anak

2.5.1 Teknik komunikasi dengan anak :

1. Melalui orang atau pihak ketiga


Khususnya menghadapi anak usia bayi dan todler, hindari berkomunikasi
secara langsung pada anak, melainkan gunakan pihak ketiga yaitu dengan
cara berbicara terlebih dahulu dengan orang tuanya yang sedang berada di
sampingnya, mengomentari mainan yang sedang dipegangnya dan/ atau
memuji dan mengomentari pakaian yang sedang dikenakannya.
2. Bercerita sebagai alat komunikasi
Dengan bercerita kita bisa menyampaikan pesan tertentu pada anak.
Selama bercerita gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti
anak. Penggunaan gambar˗gambar yang menarik dan lucu saat bercerita
dapat diterima dengan mudah oleh anak.
3. Fasilitasi anak untuk berespons
Selama berkomunikasi jangan menimbulkan kesan bahwa hanya kita yang
dominan berbicara pada anak, tetapi fasilitasi juga anak untuk berespons
terhadap pesan yang kita sampaikan. Dengarkan ungkapannya dengan
baik, tetapi hati˗hati dalam merefleksikan ungkapan yang negatif.
4. Meminta anak untuk menyebutkan keingingannya
Keinginan yang diungkapkannya akan menunjukkan perasaan dan
pikirannya saat itu sehingga kita dapat mengetahui masalah actual dan
potensial yang dapat terjadi pada anak.
5. Biblioterapi
Buku atau majalah dapat juga digunakan untuk membantu anak
mengekspresikan pikiran dan perasaannya.
6. Pilihan pro dan kontra

20
Cara lain untuk mengetahui perasaan dan pikiran anak adalah dengan
mengajukan satu situasi, biarkan anak menyimak dengan baik, kemudian
mintalah anak untuk menuliskan hal positif dan negatif menurut
pendapatnya.
7. Penggunaan skala peringkat
Skala peringkat digunakan untuk mengkaji kondisi tertentu, misalnya
mengkaji intensitas nyeri.
8. Minta anak untuk menulis
Kita bisa meminta anak untuk bercerita lewat tulisannya. Beri anak
kebebasan untuk menulis sebanyak˗banyaknya.
9. Minta anak untuk menggambar
Cara lain selain meminta anak untuk menuliskan perasaannya adalah
dengan meminta anak untuk menggambar atau melukis apa saja yang
diinginkannya.
10. Laksanakan program bermain
Permainan akan dapat menjalin hubungan interpersonal antara anak dan
perawat, anak dan orang tua, orang tua dan perawat.

2.5.2 Teknik komunikasi dengan orang tua

1. Mendorong orang tua untuk berbicara


Gunakan lebih banyak pertanyaan terbuka untuk memberi kesempatan
pada orang tua untuk bercerita secara terbuka pula.
2. Memfokuskan pembicaraan
Perawat harus kembali memfokuskan pembicaraan pada tujuan utama
komunikasi yang dijalankan semula sehingga tujuan komunikasi yang
dijalankan dapat tercapai secara efektif.
3. Mendengar secara aktif
Pada saat orang tua sedang mengekspresikan perasaanya, sikap paling baik
bagi perawat adalah duduk disampingnya dan mendengarkannya dengan
seksama sambil menyimak apa yang diutarakannya.
4. Empati
Empati merupakan satu ciri komunikasi terapeutik pada anak. Demikian
pula pada orang tuanya. Pada saat orang tua menunjukkan rasa sedih,

21
tunjukkan bahwa perawat sangat memahami perasaannya dan menerima
dirinya apa adanya serta ingin membantu memecahkan masalah yang
dihadapinya.
5. Diam
Pada saat berkomunikasi pada orang tua, jangan terus menerus berbicara.
Diam sejenak disela˗sela pembicaraan. Beri kesempatan mereka untuk
berfikir sebelum menjawab atau merespons pembicaraan kita.
6. Meyakinkan kembali
Orang tua memerlukan suatu kejelasan, keyakinan dan penguatan terhadap
apa yang dilakukan. Oleh karena itu, yakinkan bahwa ibu telah melakukan
perannya dengan baik sesuai kemampuannya.
7. Merumuskan masalah bersama
Perawat dan orang tua dapat merumuskan masalah bersama˗sama, tetapi
dengan prinsip harus ada kesepakatan terlebih dahulu bahwa ada satu
masalah yang perlu pemecahan segera.
8. Pemecahan masalah
Beri kesempatan pada orang tua untuk mengambil keputusan atas masalah
yang dihadapi. Mereka mempunyai hak untuk mengambil keputusan
sendiri tanpa paksaan atau tekanan apapun.
9. Antisipasi kemungkinan yang akan terjadi

2.6 Pendekatan Umum Pengkajian atau Pemeriksaan Fisik


Sering kali anak sulit diajak bekerja sama oleh perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan karena adanya rasa takut menghadapi
petugas kesehatan, terutama pada anak usia todler. Penelitian menunjukkan
bahwa perilaku dan ucapan yang ditunjukkan petugas kesehatan dapat
menimbulkan trauma pada anak (Supartini, 2001). Untuk itu penting sekali
perawat menggunakan pendekatan yang tepat melalui komunikasi yang
dijalankannya pada anak sesuai dengan tahapan usia anak. Pendekatan umum
bagi perawat dalam melakukan pengkajian atau pemeriksaan fisik pada anak:
1. Bicara terlebih dahulu pada orang tua, tunjukkan bahwa kita ingin
membina hubungan yang baik dengannya. Dengan demikian, anak

22
akan melihat bahwa kita berbuat baik terhadap orang tuanya.
Kemudian perhatian kita alihkan pada anak dengan tujuan semula,
yaitu melakukan pengkajian
2. Mulai kontak dengan anak dengan menceritakan sesuatu yang lucu.
Dengan demikian diharapkan anak akan tertarik dengan pembicaraan
perawat dan mau bekerja sama
3. Gunakan mainan sebagai pihak ketiga dalam bentuk yang lain sebagai
titik masuk berbicara pada anak. Hal ini akan sangat efektif terutama
pada anak usia todler dan prasekolah
4. Apabila memungkinkan, ajukan pilihan pada anak tersebut tentang
tempat pemeriksaan yang di inginkan, sambil duduk atau di tempat
tidur, atau dipangku oleh orang tuanya
5. Pemeriksaan yang menimbulkan trauma dilakukan paling akhir.
Dengan demikian, pilih pemeriksaan yang paling sederhana atau yang
dapat dilakukan sambil bermain terlebih dahulu
6. Hindarkan pemeriksaan dengan menggunakan alat yang menimbulkan
rasa takut, misalnya termometer atau stetoskop yang terasa dingin.

2.7 Hambatan – hambatan Komunikasi pada Anak dan Keluarga


Ada beberapa hambatan komunikasi yang dapat terjadi, yaitu :

a) Terlalu banyak memberi saran.


Orangtua akan berespons tidak efektif apabila dalam satu pembicaraan kita
terlalu banyak memberi saran karena akan muncul anggapan bahwa
mereka dianggap tidak berpengetahuan.
b) Cepat mengambil kesimpulan.
Pembicaraan orang tua pada suatu saat harus divalidasi dan dihubungkan
dengan fakta lain yang ditunjukkannya di lain waktu atau dengan
memvalidasi dengan fakta yang ada pada anak. Kesimpulan yang terlalu
tepat tanpa menganalisis lebih jauh akan mengakibatkan keputusan yang
premature.
c) Mengubah pokok pembicaraan.

23
Pesan dapat menjadi tidak jelas apabila kita merubah pokok pembicaraan
tanpa menyelesaikan satu pembicaraan terlbih dahulu.
d) Membatasi pertanyaan atau memberikan terlalu banyak pertanyaan
tertutup.
Membatasi pertanyaan atau memberikan terlalu banyak pertanyaan
tertutup akan menghasilkan informasi yang terbatas, kurang menggali
pesan yang ingin disampaikan orang tua karena alasan atau rasional
pembicaraannya seringkali harus digali melalui pertanyaan yang terbuka.
e) Menyela pembicaraan atau menyahut sebelum selesai berbicara.
Pesan akan salah ditafsirkan apabila pembicaraan belum selesai, disela
atau disahut. Oleh karena itu, biarkan orang tua selesai berbicara dan lihat
reaksi non verbalnya apakah mereka telah selesai berbicara.

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk memperoleh pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
perawat dapat membantu anak dan keluarganya memenuhi kebutuhan yang
spesifik dengan cara membina hubungan terapeutik dengan anak atau
keluarga melalui perannya sebagai pembela, pemulihan atau pemeliharaan
kesehatan, koordinator, kolaborator, pembuat keputusan etik, dan perencana
kesehatan.
Pendidikan kesehatan untuk orang tua menjadi sangat penting untuk
dilakukan oleh perawat. Kerjasama antara orang tua dan tim kesehatan
dirasakan besar manfaatnya dan orang tua di dorong untuk berpartisipasi aktif
dalam perawatan anaknya dan orang tua tidak hanya sekedar pengunjung bagi
anaknya. Maka dari itu, selama proses asuhan keperawatan dijalankan,
keluarga dianggap sebagai mitra bagi perawat dalam rangka mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan anak.
3.2 Saran
Peran orang tua sangat lah penting untuk menjalin hubungan komunikasi
yang baik dalam keluarga antar anak dengan orang tua dapat diperoleh
hubungan yang harmonis, biasanya komunikasi yang baik dari orang tua akan
mendidik anak – anaknya ke arah hal yang lebih baik.

25
26
DAFTAR PUSTAKA
Desak Putu Yuli Kurniati.2016. Modul Komunikasi Verbal Dan Non Verbal.Bali :
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Supartini, Yuni. 2014. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC.

Pareira, Patmonodewo & Saleh. 2017. Program Pelatihan padA Ibu untuk
Meningkatkan Pengetahuan Komunikasi Efektif Anak Prasekolah. 8(2):
147-157.

Potter, A. Patricia and Perry, Anne G. 2010. Fundamental of Nursing, 7th edition.
Singapore: Elsevier

Rahmadiana. 2012. Komunikasi Kesehatan : Sebuah Tinjauan. 1(1)

Wahyuni, Kurnia.(2015).Perilaku Komunikasi Anak Korban Kekerasan Dalam


Rumah Tangga (KDRT) Di Kota Bandung.Bandung:Universitas Komputer
Indonesia

Wardhani, Alfianti, Rahma.(2017).Komunikasi Antarpersonal Perawat Dalam


Menangani KOrban Kekerasan Anak Dalam Rumah Tangga Melalui
Komunikasi Terapeutik DI UPTD Panti Sosial Perlindungan Anak Dharma
Samarinda.Samarinda: Universitas Mulawarman

http://eprints.undip.ac.id/28341/

27

Anda mungkin juga menyukai