“NYERI DADA”
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 13
ANGGREANY ASHARI 11020140004
DANA AMALIA SYAM 11020140022
MUHAMMAD ISYRAQI 11020140054
ZAENAL AHMAD 11020140075
SITTI.HARTINAH 11020140087
NUR AZIZAH ALFIYAH 11020140094
DWI RAMADHANI 11020140099
NI MADE AYU MANTASARI 11020140108
REZKI AMALIA 11020140115
NANCHITA DWITAWIRA W. 11020140125
PEMBIMBING: dr. Gina Isni Iskandar
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 47 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan nyeri dada
sudah dirasakan sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dada menjalar ke lengan kiri, disertai rasa sulit
bernafas dan keringat dingin. Pasien sudah mengalami nyeri dada selama 1 minggu terakhir
tetapi biasanya menghilang saat istirahat.
Tanda vital pada saat masuk yaitu tekanan darah 190/100 kali/menit. Nadi 110
kali/menit, pernafasan 26 kali/menit, dengan skala nyeri 8/10.
Riwayat penyakit sebelumnya, pasien sudah control teratur di dokter praktik, riwayat
hipertensi sejak 5 tahun, dan berobat teratur dengan Ramipril 5 mg. ada riwayat PPOK
sebelumnya. Riwayat merokok 2 bungkus perhari. Profil lipid pasien kolestrol Low-Density
Lipoprotein (LDL) 8.2 mmol/L; kolestrol High-Density Lipoprotein (HDL); dan Trigliserida
5,1 mmol/L.
KATA SULIT
Low-Density Lipoprotein (LDL)
High-Density Lipoprotein (HDL)
Trigliserida
KALIMAT KUNCI
Laki-laki berusia 47 tahun
Keluhan nyeri dada sejak 3 jam yang lalu dan menjalar ke lengan kiri disertai sulit
Nyeri dada selama 1 minggu terakhir, menghilang saat istirahat
Tanda Vital : - Tekanan Darah: 190/100 kali/menit
- Nadi : 110x/menit
- Pernafasan : 26x/menit
- Nyeri : 8/10
Riwayat Hipertensi 5 tahun lalu
Obat teratur Ramipril 5 mg
Riwayat PPOK
Riwayat merokok 2 bungkus/hari
Kadar LDL 8,2 mmol/L
Kadar HDL; Trigliserida 5,1 mmol/L
Referensi : Mansjoer, Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
2, Media Aesculapius, Penerbit FK UI, Jakarta.
B. Nyeridada nonpleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar
ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang
menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering
ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah,
gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf
eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral
tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf
melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02
miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung
koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan
pembuluh darah koroner.
2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardial lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal,
tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya
seperti ditusuk dan timbul pada waktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau
bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan bersandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina.Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum
dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
4. Ketika lemak telah menumpuk di endotel arteri coronaria, bagian endothelial ini
akan mengalami penyempitan, sehingga suplai oksigen ke miokard berkurang.
Akibatnya, jantung akan melakukan mekanisme kompensasi berupa metabolism
anaerob yang hasil akhirnya berupa asam laktat. Asam laktat kemudian
menstimulasi serabut-serabut saraf afferent (saraf postganglionic cardiac).
Stimulus ini menuju thalamus dengan melewati plexus brachialis bagian thoracal
1 (T-1), yang kemudian di dalam thalamus stimulus ini dipresepsikan sebagai
nyeri. Saat respon dari thalamus akan dihantarkan oleh saraf efferent ke jantung,
respon nyeri ini tidak hanya mencapai jantung tapi juga ke lengan kiri karena
melewati jalur yang sama yaitu plexus brachialis thoracal 1. Sehingga, nyeri yang
dirasakan di jantung dapat menjalar menuju ke lengan kiri.
Aktivasi saraf simpatis ini juga memberikan beberapa efek berupa
peningkatan kerja jantung sehingga jantung lebih cepat lagi memompa darah.
Karena kerja jantung bertambah, maka kebutuhan jantung akan oksigen pun
bertambah. Tubuh akhirnya kembali melakukan mekanisme kompensasi berupa
menambah jumlah oksigen yang dihirup atau hiperventilasi yang akibatnya
menjadi sesak.3,4
Akibat dari aktivasi saraf simpatis lainnya adalah menstimulasi kelenjar
adrenal untuk menghasilkan epinefrin. Epinefrin ini memiliki efek untuk
meningkatkan kerja jantung, kerja paru, vasoknstriksi pembuluh darah, serta
menstimulasi kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat. Keringat yang
dihasilkan ini lah yang disebut keringat dingin.1
Referensi:
1. Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. 2014. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: EGC. Hal 216-220
2. Paulsen, F. dan Waschke J.. 2013. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia. Edisi 23.
Jilid . Jakarta: EGC. Hal 326
3. Crowin, Elizabeth J.. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Hal 459, 482,
497
4. Robbins dan Cotran. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.
Hal 334-335
Inspeksi
1. Perhatikan wajah pasien, apakah terlihat cemas, tertekan dan apakah pasien sesak
napas.
2. Periksa konjunktiva, lidah dan mulut.
3. Perhatikan dada pasien dan tentukan jenis pernapasannya, serta perhatikan apakah
ada pulsasi yang abnormal.
Palpasi
1. Periksalah tangan pasien, apakah terasa hangat, berkeringat atau cyanosis perifer;
periksalah adanya clubbing atau splinter haemorrhages pada kuku.
2. Palpasi arteri radialis, hitung frekuensi denyut dan tentukan iramanya.
3. Tentukan lokasi dan palpasi arteri brachialis, tentukan sifatnya. Ukur tekanan
darah.
4. Pasien berbaring 45°, tentukan tekanan vena jugularis dan bentuk denyut-nya.
5. Palpasi arteri carotis dan tentukan sifatnya.
6. Palpasi precordium, tentukan lokasi denyut apex dan sifatnya.
Perkusi
Untuk menentukan batas jantung dan apakah ada efusi pleura.
Auskultasi
Periksa suara jantung, apakah ada murmur.
Auskultasi dada di depan dan belakang, apakah ada efusi pleura. Dengarkan, apakah
ada krepitasi pada dasar paru.
C. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung kebutuhannya, beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya.
1. Elektrokardiogram (EKG)
2. Pemeriksaan aktifitas listrik jantung, atau gambaran elektrokardiogram (EKG)
adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan
pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat
berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru
terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
Gambaran EKG pada angina tidak stabil / NSTEMI umunya ditandai
dengan depresi segmen-ST, elevasi segmen-ST sementara dan inversi gelombang
T. Namun sekitar 20% penderita dengan NSTEMI yang dipastikan dengan
pemeriksaan enzim jantung tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemia pada
EKG.
Gambaran EKG yang defenitif untuk diagnosis IMA adalah adanya elevasi
segmen-ST 1mm (1 kotak) atau lebih pada 2 sandapan atau lebih, kerapkali
disertai depresi segmen-ST resiprokal pada sandapan kontralateral.
3. Foto rontgen dada
Dari foto rontgen dada dokter dapat melihat ukuran jantung, ada-tidaknya
pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner
tidak bisa dilihat dari foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah
seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah
berlanjut pada payah jantung. Gambarannya, biasanya jantung terlihat membesar.
4. Echocardiography
Adalah suatu prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk
menilai struktur dan fungsi jantung. Echocardiography dapat memvisualisasi secara
langsung struktur jantung dan dapat memprediksi adanya gangguan aliran darah di
arteri koroner.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol darah dan trigliserida sebagai
faktor risiko. Dari pemeriksaan darah juga dapat diketahui ada-tidaknya serangan
jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan,
biasanya dokter jantung/kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan
treadmill. Alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostik PJK. Berupa ban berjalan
serupa dengan alat olahraga umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat
rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat
terjadi perubahan gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK.
Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan
tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal. Dari hasil treadmill
ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK.
Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung.
Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan "Golden Standard" untuk PJK,
karena dapat terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arteri koroner, apakah
ringan, sedang atau berat bahkan total.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang
seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa
melalui pangkal paha, lipatan lengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah.
Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen langsung ke muara pembuluh koroner.
Setelah tepat dilubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi
pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau
malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat
saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus
mengenai beberapa pembuluh koroner.
Referensi: Rilantono, Lily I. 2013. Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI. Hal 132-154.
Kabo, Peter. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler Secara
Rasional. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. Hal 105-114.
repository.usu.ac.id
Jenis
a. Angina pectoris stabil:
awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang
meningkatkan kebutuhan okseigen niokard,nyeri segera hilang dengan istirahat atau
penghentian aktifitas,durasi nyeri 3-15 menit.
b.angina pectoris tidak stabil:
adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pectoris stabil,pencetus
dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tingkat aktifitas ringan,kurang
responsive terhadap nitrat
Manifestasi klinis
iskemia otot jantung akan menyebabkan nyeri dengan derajat yang bervariasi,
mulai dari rasa tertekan pada dada sampai nyeri hebat yang disertai dengan rasa takut
atau rasa akan menjelang ajal meliputi: nyeri dada substernal atau retrsternal menjalar
ke leher, tenggorokan daerah interskapula atau lengan kiri, nyeri hilang (berkurang)
bila istirahat atau pemberian nitrogliserin, durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit,
tidak lebih dari 30 menit.
Nyeri juga bisa dirasakan di: bahu kiri atau lengan kiri sebelah dalam,
punggung, tenggorokan, rahang atau gigi, lengan kanan (kadang-kadang)
Patofisiologi
a. Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung
b. Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokontriksi dan peningkatan
tekanan darah ,disertai peningkatan kebutuhan oksigen
c. Makan makanan berat akan meningkatkan aliran cairan ke daerah mesentrik untuk
pencernaan,sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk supai jantung
d. Stress atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan,menyebabkan
frekuensi jantung meningkat,akibat pelepasan adrenalin dan meningkatkatnya tekanan
darah dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat
Referensi: gangguan system kardiovaskuler Karson, S.kp.N.s
Oksigen nasal 2 l/mnt; terutama pada pasien sianosis, distress pernafasan atau
risiko tinggi.
Mengatasi rasa nyeri: nitrat sublingual atau patch. Jika angina tidak membaik
setelah pemberian nitrogliserin sublingual 3 kali berturut-turut atau setelah
terapi anti-iskemik adekuat angina berulang diberikan: nitrogliserin drip atau
morfin 2,5 mg intravena, dapat diulang tiap lima menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
Aspirin 80 –325 mg hisap atau telan, tiklopidin 2 x 250 mg jika terdapat
hipersensitivitas atau kontraindikasi terhadap aspirin.
Heparin intravena sesuai protokol. Target aPTT 1,5-2,5 kontrol. Biasanya
diberikan 3-5 hari tergantung respon klinis.
Nitrat oral atau topikal kerja panjang setelah nitrogliserin sublingual
Penghambat beta:
1. Propranolol:0,5-1mg IV,dilanjutkan3x10-40mgoral.
2. Metoprolol: 5 mg intravena (diberikan perlahan dalam 1-2 menit)
diulang tiap 5 menit sampai dosis awal total 15 mg, dilanjutkan
metoprolol oral 2 x 25-50 mg.
3. Atenolol: 5 mgIV, dilanjutkan 5 menit kemudian 5 mg intravena,
kemudian 1 x 50-100 mg oral.
4. Esmolol: mulai dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kgBB/menit,
dititrasi dengan menaikkan dosis 0,05 mg/kgBB/menit, tiap 10-15
menit yang masih dapat ditoleransi sampai respon terapi yang
diharapkan, atau telah tercapai dosis 0,2 mg/kgBB/menit. Dosis
loading pilihan lain untuk onset kerja yang lebih cepat adalah 0,5
mg/kgBB/menit diberikan intravena perlahan (2-5 menit). Target
frekuensi jantung 50-60/menit.
Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV.
Pertimbangkan antagonis kalsium terutama deltiazem bila ditemukan:
hipertensi, iskemia refrakter, angina varian.
Kateterisasi jantung segera dilakukan pada pasien dengan episode iskemia
berat > 1 kali dan berkepanjangan (> 20 menit), terutama yang disertai
dengan: edema paru akut, regurgitasi mitral baru atau perburukan, hipotensi,
perubahan ST-T baru.