Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PBL

MODUL II BLOK CARDIOVASKULER

“NYERI DADA”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 13
ANGGREANY ASHARI 11020140004
DANA AMALIA SYAM 11020140022
MUHAMMAD ISYRAQI 11020140054
ZAENAL AHMAD 11020140075
SITTI.HARTINAH 11020140087
NUR AZIZAH ALFIYAH 11020140094
DWI RAMADHANI 11020140099
NI MADE AYU MANTASARI 11020140108
REZKI AMALIA 11020140115
NANCHITA DWITAWIRA W. 11020140125
PEMBIMBING: dr. Gina Isni Iskandar

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 47 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan nyeri dada
sudah dirasakan sejak 3 jam yang lalu. Nyeri dada menjalar ke lengan kiri, disertai rasa sulit
bernafas dan keringat dingin. Pasien sudah mengalami nyeri dada selama 1 minggu terakhir
tetapi biasanya menghilang saat istirahat.
Tanda vital pada saat masuk yaitu tekanan darah 190/100 kali/menit. Nadi 110
kali/menit, pernafasan 26 kali/menit, dengan skala nyeri 8/10.
Riwayat penyakit sebelumnya, pasien sudah control teratur di dokter praktik, riwayat
hipertensi sejak 5 tahun, dan berobat teratur dengan Ramipril 5 mg. ada riwayat PPOK
sebelumnya. Riwayat merokok 2 bungkus perhari. Profil lipid pasien kolestrol Low-Density
Lipoprotein (LDL) 8.2 mmol/L; kolestrol High-Density Lipoprotein (HDL); dan Trigliserida
5,1 mmol/L.

KATA SULIT
 Low-Density Lipoprotein (LDL)
 High-Density Lipoprotein (HDL)
 Trigliserida

KALIMAT KUNCI
 Laki-laki berusia 47 tahun
 Keluhan nyeri dada sejak 3 jam yang lalu dan menjalar ke lengan kiri disertai sulit
 Nyeri dada selama 1 minggu terakhir, menghilang saat istirahat
 Tanda Vital : - Tekanan Darah: 190/100 kali/menit
- Nadi : 110x/menit
- Pernafasan : 26x/menit
- Nyeri : 8/10
 Riwayat Hipertensi 5 tahun lalu
 Obat teratur Ramipril 5 mg
 Riwayat PPOK
 Riwayat merokok 2 bungkus/hari
 Kadar LDL 8,2 mmol/L
 Kadar HDL; Trigliserida 5,1 mmol/L

PERTANYAAN PENTING / LEARNING OBJECTIVE


1. Jelaskan patomekanisme nyeri dada!
2. Jelaskan ciri khas nyeri dada pada sistem kardiovaskuler!
3. Jelaskan hubungan faktor resiko terhadap keluahan pada skenario!
4. Mengapa nyeri menjalar ke lengan kiri disertai sesak nafas dan keringat dingin?
5. Sebutkan nilai normal Low-Density Lipoprotein, High-Density Lipoprotein, dan
Trigliserida!
6. Sebutkan Diagnosis, Differential Diagnosis dan jelaskan bagaimana langkah –
langkah diagnosisnya!
7. Jelaskan Diagnosis dan Differential Diagnosis!
8. Jelaskan penatalaksanaan nyeri dada pada skenario!

JAWABAN PERTANYAAN PENTING / LEARNING OBJECTIVE


1. Proses aterosclerosis → penyumbatan aliran pembuluh darah → demand On proses
anaerob → nyeri dada
Terjadinya disfungsi endotel pada arteri coronaria yang dapat terjadi secara
alamiah melalui proses degenerasi juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko
seperti merokok. Akibat adanya disfungsi endotel tersebut terjadi peningkatan
permeabilitas, peningkatan adhesi dan infiltrasi monosit, peningkatan sekresi molekul
vasoaktif dan inflamasi, peningkatan adhesi dan agregasi trombosit, serta peningkatan
aktivitas koagulasi dan gangguan fibrinolitik. Disfungsi endotel tersebut
mengakibatkan juga mudahnya molekul- molekul small dense LDL manyusup
kedalam tunika intima. LDL yang masuk kedalam tunika intima masih erat kaitannya
dengan disfungsi endotel yang dapat mengundang monosit untuk membersihkan LDL
yang berada di tunika intima tersebut dengan memfagositnya. LDL yang difagosit
tersebut menjadi makrofag-makrofag yang berisi LDL-LDL dan kemudian akan
mengalami lisis, sehingga banyak lemak-lemak yang berada pada tunika intima.
Terjadilah penimbunan-penimbunan dari lemak tersebut yang nantinya menjadi plak.
Plak yang semakin lama akan semakin menumpuk akan menghambat aliran darah,
sehingga dapat memengaruhi suplay darah yang mengangkut oksigen ke jaringan
berkurang. Oleh karena itu tubuh mengadakan kompensasi agar jaringan yang kurang
teraliri darah akan tetap memperoleh oksigen dari proses anaerob. Dimana proses
anaerob tersebut terjadi pemecahan glukosa menjadi asam laktat. Asam laktat itu
sendiri yang akan mengaktifkan rangsang nyeri pada tempat terjadinya hambatan,
yaitu di arteri coronaria.
Referensi : Prince.SA . Wilson, 2006. Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Merokok menyebabkan akumulasi toksik di pembuluh darah yang
menimbulkan aterosklerosis yang pada akhirnya memicu timbulnya hipertensi. Akibat
adanya plak aterosklerosis ini, lumen pembuluh darah menyempit dan memudahkan
terjadinya oklusi (penyumbatan) pembuluh darah terutama di arteri koronaria. Oklusi
ini mengakibatkan aliran darah koroner tidak adekuat. Sebagai akibatnya, terjadilah
iskemia miokard. Terjadi penurunan perfusi jantung yang berakibat pada penurunan
intake oksigen dan akumulasi hasil metabolisme senyawa kimia. Akumulasi metabolit
ini timbul karena suplai oksigen yang tidak adekuat, maka sel-sel miokard
mengompensasikan dengan berespirasi anaerob. Sebagai produk sampingannya yaitu
asam laktat. Asam laktat membuat pH sel menurun. Perubahan metabolisme sel-sel
miokard inilah yang menstimulasi reseptor nyeri melalui symphatetic afferent di area
korteks sensoris primer (area 3,2,1 Broadman) yang menimbulkan nyeri di dada.

Referensi : Mansjoer, Arief, dkk., 2005, Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
2, Media Aesculapius, Penerbit FK UI, Jakarta.

2. Ada 2 jenis nyeri dada


A. Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral. Sifatnya tajam dan
seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau bernafas dalam dan berkurang bila
menahan nafas atau sisi dada yang sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada,
otot, iga, pleura perietalis, saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf
interkostalis. Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh :
Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang subdiafragmatik
; pneumotoraks dan penumomediastinum.

B. Nyeridada nonpleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasanya lokasinya sentral, menetap atau dapat menyebar
ke tempat lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1. Kardial
Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang
menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering
ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah,
gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal. Nyeri disebabkan karena saraf
eferan viseral akan terangsang selama iekemik miokard, akan tetapi korteks serebral
tidak dapat menentukan apakah nyeri berasal sari miokard. Karena rangsangan saraf
melalui medula spinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya rangsangan saraf
sensoris dari sistem somatis yang lain. Iskemik miokard terjadi bila kebutuhan 02
miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah koroner. Pada penyakit jantung
koroner aliran darah ke jantung akan berkurang karena adanya penyempitan
pembuluh darah koroner.

2. Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardial lokasinya di daerah sternal dan area preokordinal,
tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan punggung. Nyeri bisanya
seperti ditusuk dan timbul pada waktu menarik nafas dalam, menelan, miring atau
bergerak. Nyeri hilang bila penderita duduk dan bersandar ke depan. Gerakan
tertentu dapat menambah rasa nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri
angina.Radang perikardial diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum
dan punggung seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.

Referensi: USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara

3. FAKTOR - FAKTOR RESIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER.


A. FAKTOR UTAMA
I. Hipertensi
Merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan
struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang
tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti
dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan
akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling
berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri
koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap
jantung Hipertensi yang paling sering adalah Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK
seperti angina Pektoris dan Miokard Infark. Dari penelitian 50% penderita
miokard infark menderita Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat
Hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena :
a. Meningkatnya tekanan darah. Peningkatan tekanan darah merupakan beban
yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau
pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat
dan lamanya hipertensi.
b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis. Tekanan darah yang tinggi dan
menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh
darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis
koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi
koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi
dibanding orang normal. Tekanan darah sistolik diduga mempunyai pengaruh
yang lebih besar. Kejadian PJK pada hipertensi sering dan secara langsung
berhubungan dengan tingginya tekanan darah sistolik. Penelitian Framingham
selama 18 tahun terhadap penderita berusia 45-75 tahun mendapatkan
hipertensi sistolik merupakan faktor pencetus terjadinya angina pectoris dan
miokard infark. Juga pada penelitian tersebut didapatkan penderita hipertensi
yang mengalami miokard infark mortalitasnya 3x lebih besar dari pada
penderita yang normotensi dengan miokard infark.
II. Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup panting karena
termasuk faktor resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar
Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk
dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol
darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas,
stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui
adanya resiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah:
a. Kolesterol Total. Kadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl,
bila > 200 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkat
b. LDL Kolesterol. LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol) : karena kadar
LDL yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah.
Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko
PJK dari pada kolesterol total.
c. HDL Koleserol : HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis
kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol) : karena
mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang
sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah
terjadinya proses arterosklerosis. Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol,
makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat
dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti
merokok.
III. Merokok
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor
resiko utama PJK disamping hipertensi dan hiperkolesterolami. orang yang
merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua
faktor utama resiko lainnya. Penelitian Framingham mendapatkan kematian
mendadak akibat PJK pada lakilaki perokok 10X lebih besar dari pada bukan
perokok dan pada perempuan perokok 4.5X lebih dari pada bukan perokok.
Efek rokok adalah Menyebabkan beban miokard bertambah karena
rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi 02 akibat inhalasi co
atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan Tahikardi, vasokonstrisi
pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh darah dan merubah
5-10 %. Hb menjadi carboksi -Hb. Disamping itu dapat menurunkan HDL
kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas . Makin banyak jumlah rokok
yang dihidap, kadar HDL kolesterol makin menurun. Perempuan yang
merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih besar dibandingkan laki –
laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada
diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yan gmerokok
cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan
perokok. Apabila berhenti merokok penurunan resiko PJK akan berkurang 50
% pada akhir tahun pertama setelah berhenti merokok dan kembali seperti
yang tidak merokok setelah berhenti merokok 10 tahun.

B. FAKTOR RESIKO LAINNYA.


a. Umur
Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat
PJK. Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun
dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki
dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol
meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan sebelum menopause ( 45-0
tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah
menopause kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari
pada laki-laki.
b. Jenis kelamin
Di Amerika Serikat gejala PJK sebelum umur 60 tahun didapatkan
pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan . Ini berarti bahwa laki-laki
mempunyai resiko PJK 2-3 X lebih besar dari perempuan.
c. Geografis
Resiko PJK pada orang Jepang masih tetap merupakan salah satu yang
paling rendah di dunia. Akan tetapi ternyata resiko PJK yang meningkat padta
orang jepang yang melakukan imigrasi ke Hawai dan Califfornia . Hal ini
menunjukkan faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya dari pada genetik.
d. Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok,
walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan ekonomi . Di
Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras caucasia dengan non
caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan resiko PJK pada non caucasia
kira-kira separuhnya.
e. Diet
Didapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah lemak di
dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang Amerika rata-rata
mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi sehingga kadar kolesterol
cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang umumnya berupa nasi dan sayur-
sayuran dan ikan sehingga orang jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan
didapatkan resiko PJK yang lebih rendah dari pada Amerika
f. Obesitas
Obesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada lakilaki
dan > 21 % pada perempuan. Obesitas sering didapatkan bersama-sama
dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas juga dapat
meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko PJK akan jelas
meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal. penderita yang gemuk
dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat menurunkan kolesterolnya dengan
mengurangi berat badan melalui diet ataupun menambah exercise.
g. Diabetes
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai
predisposisi penyakit pembuluh darah. Penelitian menunjukkan laki-laki yang
menderita DM resiko PJK 50 % lebih tinggi daripada orang normal,
sedangkan pada perempuaan resikonya menjadi 2x lipat.
h. Exercise
Exercise dapat meningkatkan kadar HDL kolesterol dan memperbaiki
kolaterol koroner sehingga resiko PJK dapat dikurangi. Exercise bermanfaat
karena : • Memperbaiki fungsi paru dan pemberian 02 ke miokard •
Menurunkan BB sehingga lemak tubuh yang berlebihan berkurang bersama-
sama dengan menurunkan LDL kolesterol. • Membantu menurunkan tekanan
darah • Meningkatkan kesegaran jasmani.
i. Perilaku dan Kebiasaan lainnya
Dua macam perilaku seseorang telah dijelaskan sejak tahun 1950 yaitu
: Tipe A dan Tipe B. Tipe A umumnya berupaya kuat untuk berhasil, gemar
berkompetisi, agresif, ambisi, ingin cepat dapat menyelesaikan pekerjaan dan
tidak sabar.Sedangkan tipe B lebih santai dan tidak terikat waktu . Resiko PJK
pada tipe A lebih besar daripada tipe B.
j. Perubahan Keadaan Sosial Dan stress
Perubahan angka kematian yang menyolok terjadi di Inggris dan
Wallas .Korban serangan jantung terutama terjadi pada pusat kesibukan yang
banyak mendapat stress. Penelitian Supargo dkk ( 1981-1985 ) di FKUI
menunjukkan orang yang stress 1 1/2 X lebih besar mendapatkan resiko PJK
stress disamping dapat menaikkan tekanan darah juga dapat meningkatkan
kadar kolesterol darah.
k. Keturunan Hipertensi dan hiperkolesterolemi dipengaruhi juga oleh faktor
genetik.
Referensi: T. Bahri Anwar Djohan. 2004. Penyakit Jantung Koroner Dan Hypertensi.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

4. Ketika lemak telah menumpuk di endotel arteri coronaria, bagian endothelial ini
akan mengalami penyempitan, sehingga suplai oksigen ke miokard berkurang.
Akibatnya, jantung akan melakukan mekanisme kompensasi berupa metabolism
anaerob yang hasil akhirnya berupa asam laktat. Asam laktat kemudian
menstimulasi serabut-serabut saraf afferent (saraf postganglionic cardiac).
Stimulus ini menuju thalamus dengan melewati plexus brachialis bagian thoracal
1 (T-1), yang kemudian di dalam thalamus stimulus ini dipresepsikan sebagai
nyeri. Saat respon dari thalamus akan dihantarkan oleh saraf efferent ke jantung,
respon nyeri ini tidak hanya mencapai jantung tapi juga ke lengan kiri karena
melewati jalur yang sama yaitu plexus brachialis thoracal 1. Sehingga, nyeri yang
dirasakan di jantung dapat menjalar menuju ke lengan kiri.
Aktivasi saraf simpatis ini juga memberikan beberapa efek berupa
peningkatan kerja jantung sehingga jantung lebih cepat lagi memompa darah.
Karena kerja jantung bertambah, maka kebutuhan jantung akan oksigen pun
bertambah. Tubuh akhirnya kembali melakukan mekanisme kompensasi berupa
menambah jumlah oksigen yang dihirup atau hiperventilasi yang akibatnya
menjadi sesak.3,4
Akibat dari aktivasi saraf simpatis lainnya adalah menstimulasi kelenjar
adrenal untuk menghasilkan epinefrin. Epinefrin ini memiliki efek untuk
meningkatkan kerja jantung, kerja paru, vasoknstriksi pembuluh darah, serta
menstimulasi kelenjar keringat untuk mengeluarkan keringat. Keringat yang
dihasilkan ini lah yang disebut keringat dingin.1
Referensi:
1. Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. 2014. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: EGC. Hal 216-220
2. Paulsen, F. dan Waschke J.. 2013. Sobotta, Atlas Anatomi Manusia. Edisi 23.
Jilid . Jakarta: EGC. Hal 326
3. Crowin, Elizabeth J.. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. Hal 459, 482,
497
4. Robbins dan Cotran. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta: EGC.
Hal 334-335

5. Nilai normal LDL, HDL, Trigliserida


Kolesterol LDL atau Low Density Lipoprotein
sejenis kolesterol yang berbahaya, karena jenis kolesterol ini jika kadarnya tinggi 
menibulkan resiko tinggi pula menimbulakan penyakit jantung dan stroke. Kadar
yang baik dari kolesterol ini adalah kurang dari 100 mg/dL, untuk ukuran normal
antara 100 – 129 mg/dL, ukuran yang cukup antara 130 – 150 mg/dL, ukuran yang
tinggi antara 160 – 180 mg/dL dan ukuran yang paling tinggi mencapai angka lebih
dari 190 mg/dL.

Kolesterol HDL atau Hight Density Lipoprotein


kolesterol yang baik, karena kolesterol jenis ini dapat membuang atau mengurangi
kolesterol jahat yang berlebihan pada pembuluh darah. Kadar normal dari kolesterol
ini adalah 40 – 50 mg/dL serta antara 20 – 60 mg/dL.
Trigliserida
suatu jenis lemak yang ada dalam darah serta terdapat dalam berbagai organ tubuh.
Beberapa faktor yang dapat memicu trigliserida dalam aliran darah adalah
obesitas/kegemukan, gula, mengonsumsi alkohol, serta makanan yang berlemak.
Kadar normal dari kolesterol ini adalah kurang dari 150 – 199 mg/dL, kadar tinggi
antara 200 – 499 mg/dL dan kadar paling tinggi apabila mencapai angka 500 mg/dL.

Ukuran kadar kolesterol normal menurut WHO


1. Kurang dari 200 mg/dL, ukuran ini merupakan takaran kadar kolesterol yang
normal. Artinya jumlah kadar kolesterol LDL, HDL, serta Trigliselida masih
kurang dari angka 200 mg/dL. Jika hal itu terjadi maka resiko terkena penyakit
jangtung akan semakin tipis atau sedikit.
2. Berada pada angka 200 – 239 mg/dL, ukuran ini masih tergolong kolesterol cukup
3. Lebih dari ukuran 240 mg/dL merupakan ukuran kadar kolesterol yang tinggi, hal
ini dapat memicu penyakit jantung korener
Referensi: MOH Clinical Practice Guidelines 2/2006

6. Langkah – Langkah Diagnosis


A. Anamnesis
Mulai dari keluhan sampai semua hal yang berkaitan dengan PJK. Keluhan
yang terpenting adalah nyeri dada. Mengenai hal ini, seperti :
1. onset dan durasi nyeri,
2. sifat nyeri dada
3.   kapan dirasakan,
4.   berapa lama,
5.   di dada sebelah mana,
6.   apakah nyeri menjalar.
Nyeri dada yang dirasakan seperti ditindih beban berat, ditusuk-tusuk,
diremas, rasa terbakar adalah yang paling sering. Walaupun bisa saja dirasakan
berbeda. Biasanya nyeri dirasakan di dada kiri dan menjalar ke lengan kiri. Kemudian
menanyakan gejala lain yang berhubungan: Seperti apakah ada palpitasi, sesak napas,
mudah lelah, pusing, pingsan. Setelah itu menanyakan semua faktor risiko PJK,
antara lain:
1.      apakah pasien merokok, mengonsumsi alkohol,
2.      menderita darah tinggi atau penyakit gula (diabetes),
3.      pernahkah memeriksakan kadar kolesterol dalam darah, dan
4.      adakah keluarga yang menderita PJK dan faktor resikonya?
Dan menanyakan tentang riwayat penyakit, riwayat pengobatan.
B.  Pemeriksaan fisik
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan fisik sistem
kardiovaskuler. Pertama, melakukan pemeriksaan rutin yang meliputi semua aspek
penting sistem kardiovaskuler. Pemeriksaan secara seksama, efisien dan urut,
sehingga tidak ada yang terlupa. Kedua, perhatikan hal-hal pokok yang utama untuk
menentukan diagnosas kerja berdasarkan pada anamnesis. Ketiga, pada saat
pemeriksaan fisik sering didapatkan gejala yang tidak diduga sebelumnya, seperti
adanya bising jantung, sehingga harus dibuat diagnosis banding.

Inspeksi
1. Perhatikan wajah pasien, apakah terlihat cemas, tertekan dan apakah pasien sesak
napas.
2. Periksa konjunktiva, lidah dan mulut.
3. Perhatikan dada pasien dan tentukan jenis pernapasannya, serta perhatikan apakah
ada pulsasi yang abnormal.
Palpasi
1. Periksalah tangan pasien, apakah terasa hangat, berkeringat atau cyanosis perifer;
periksalah adanya clubbing atau splinter haemorrhages pada kuku.
2. Palpasi arteri radialis, hitung frekuensi denyut dan tentukan iramanya.
3. Tentukan lokasi dan palpasi arteri brachialis, tentukan sifatnya. Ukur tekanan
darah.
4. Pasien berbaring 45°, tentukan tekanan vena jugularis dan bentuk denyut-nya.
5. Palpasi arteri carotis dan tentukan sifatnya.
6. Palpasi precordium, tentukan lokasi denyut apex dan sifatnya.
Perkusi
Untuk menentukan batas jantung dan apakah ada efusi pleura.
Auskultasi
Periksa suara jantung, apakah ada murmur.
Auskultasi dada di depan dan belakang, apakah ada efusi pleura. Dengarkan, apakah
ada krepitasi pada dasar paru.

C. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung kebutuhannya, beragam jenis pemeriksaan dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis PJK dan menentukan derajatnya.
1. Elektrokardiogram (EKG)
2. Pemeriksaan aktifitas listrik jantung, atau gambaran elektrokardiogram (EKG)
adalah pemeriksaan penunjang untuk memberi petunjuk adanya PJK. Dengan
pemeriksaan ini kita dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat
berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru
terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
Gambaran EKG pada angina tidak stabil / NSTEMI umunya ditandai
dengan depresi segmen-ST, elevasi segmen-ST sementara dan inversi gelombang
T. Namun sekitar 20% penderita dengan NSTEMI yang dipastikan dengan
pemeriksaan enzim jantung tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemia pada
EKG.
Gambaran EKG yang defenitif untuk diagnosis IMA adalah adanya elevasi
segmen-ST 1mm (1 kotak) atau lebih pada 2 sandapan atau lebih, kerapkali
disertai depresi segmen-ST resiprokal pada sandapan kontralateral.
3. Foto rontgen dada
Dari foto rontgen dada dokter dapat melihat ukuran jantung, ada-tidaknya
pembesaran. Di samping itu dapat juga dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner
tidak bisa dilihat dari foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah
seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang sudah
berlanjut pada payah jantung. Gambarannya, biasanya jantung terlihat membesar.
4. Echocardiography
Adalah suatu prosedur yang menggunakan gelombang suara ultra untuk
menilai struktur dan fungsi jantung. Echocardiography dapat memvisualisasi secara
langsung struktur jantung dan dapat memprediksi adanya gangguan aliran darah di
arteri koroner.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol darah dan trigliserida sebagai
faktor risiko. Dari pemeriksaan darah juga dapat diketahui ada-tidaknya serangan
jantung akut dengan melihat kenaikan enzim jantung.
Bila dari semua pemeriksaan diatas diagnosa PJK belum berhasil ditegakkan,
biasanya dokter jantung/kardiologis akan merekomendasikan untuk dilakukan
treadmill. Alat ini digunakan untuk pemeriksaan diagnostik PJK. Berupa ban berjalan
serupa dengan alat olahraga umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat
rekam EKG. Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat
terjadi perubahan gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk adanya PJK.
Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan
tertentu dalam keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal. Dari hasil treadmill
ini telah dapat diduga apakah seseorang menderita PJK.
Biasanya perlu pemeriksaan lanjut dengan melakukan kateterisasi jantung.
Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan "Golden Standard" untuk PJK,
karena dapat terlihat jelas tingkat penyempitan dari pembuluh arteri koroner, apakah
ringan, sedang atau berat bahkan total.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter semacam selang
seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa
melalui pangkal paha, lipatan lengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah.
Kateter didorong dengan tuntunan alat rontgen langsung ke muara pembuluh koroner.
Setelah tepat dilubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi
pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat adanya penyempitan atau
malahan mungkin tidak ada penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat
saja mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus
mengenai beberapa pembuluh koroner.
Referensi: Rilantono, Lily I. 2013. Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta: Badan Penerbit
FK UI. Hal 132-154.
Kabo, Peter. 2012. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler Secara
Rasional. Jakarta: Badan Penerbit FK UI. Hal 105-114.
repository.usu.ac.id

7. Diagnosis : Angina Pectoris


Angina pectoris merupakan nyeri dada sementara atau suatu perasaan tertekan,
yang terjadi jika otot jantung mengalami kekurangan oksigen. kebutuhan jantung akan
oksigen ditentukan oleh beratnya kerja jantung.
Etiologi
a. Faktor penyebab angina pectoris antara lain:
1. Ateriosklerosis
2. Spasme arteri coroner berat
3. Anemia
4. Artritis
5. Aorta insufisiensi: stenosis katup aorta (penyempitan katup aorta),
regurgitasi katup aorta (kebocoran katup aorta)
b. Faktor resiko terjadinya angina pectoris antara lain:
1. dapat diubah (dimodifikasi)
a. diet
b. rokok
c. hipertensi, stress
d. besitas
e. kurang aktifitas
2. tidak dapat diubah
a.usia
b. jenis kelamin
c. ras
d. herediter
c. Faktor pencetus serangan angina :
1. emosi
2. stress
3. kerja fisik terlalu berat

Jenis
a. Angina pectoris stabil:
awitan secara klasik berkaitan dengan latihan atau aktifitas yang
meningkatkan kebutuhan okseigen niokard,nyeri segera hilang dengan istirahat atau
penghentian aktifitas,durasi nyeri 3-15 menit.
b.angina pectoris tidak stabil:
adurasi serangan dapat timbul lebih lama dari angina pectoris stabil,pencetus
dapat terjadi pada keadaan istirahat atau pada tingkat aktifitas ringan,kurang
responsive terhadap nitrat
Manifestasi klinis
iskemia otot jantung akan menyebabkan nyeri dengan derajat yang bervariasi,
mulai dari rasa tertekan pada dada sampai nyeri hebat yang disertai dengan rasa takut
atau rasa akan menjelang ajal meliputi: nyeri dada substernal atau retrsternal menjalar
ke leher, tenggorokan daerah interskapula atau lengan kiri, nyeri hilang (berkurang)
bila istirahat atau pemberian nitrogliserin, durasi nyeri berlangsung 1 sampai 5 menit,
tidak lebih dari 30 menit.
Nyeri juga bisa dirasakan di: bahu kiri atau lengan kiri sebelah dalam,
punggung, tenggorokan, rahang atau gigi, lengan kanan (kadang-kadang)
Patofisiologi
a. Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara meningkatkan kebutuhan oksigen
jantung
b. Pajanan terhadap dingin dapat mengakibatkan vasokontriksi dan peningkatan
tekanan darah ,disertai peningkatan kebutuhan oksigen
c. Makan makanan berat akan meningkatkan aliran cairan ke daerah mesentrik untuk
pencernaan,sehingga menurunkan ketersediaan darah untuk supai jantung
d. Stress atau berbagai emosi akibat situasi yang menegangkan,menyebabkan
frekuensi jantung meningkat,akibat pelepasan adrenalin dan meningkatkatnya tekanan
darah dengan demikian beban kerja jantung juga meningkat
Referensi: gangguan system kardiovaskuler Karson, S.kp.N.s

 Differential Diagnosis: Infark Miokard


Pengertian:
Infark miokard akut suatu proses yang mengacu pada kerusakan jaringan akibat suplai
darah yang tidak adekuat sehinnga aliran darah berkurang.
Etiologi:
ada beberapa faktor yang mempengaruhi berkuranganya suplai oksigen ke miokard
1. faktor pembuluh darah: atherosclerosis, spasme dan arteritis
2. faktor sirkulasi : stenosis maupun insufsiensi yang
3. faktor darah : anemia, hipoksemia, dan polisetemia
Faktor resiko
yang dapat diubah: Merokok, konsumsi alcohol, infeksi, hipertensi sistemik, obesitas
kurang olahraga penyakit diabetes.
Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, Ras dll
Manefestasi klinik : nyeri dada retrosternal, mual muntah, sesak, pusing, keringat
dingin, dan sinkop
Pemeriksaan penunjang:
1. EKG
o Daerah infark anterior perubahannya: elevasi segmen ST padal Lead V3-V4,
perubahan reaiprocal (depresi ST) pada lead II, III aVF
o Daerah infark inferior perubahan EKG yang terjadi yaitu: elevasi segmen T
pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal ( depresi ST ) V1-V6, I, aVL.
o Daerah infark lateral perubahannya: elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6.
o Daerah infark bagian posterior perubahannya: perubahan reciprocal (depresi
ST ) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1-V2
o Daerah infark ventrikel kanan perubahannya: perubahan gambaran dinding
inferior
2. Tes Laboratorium Darah
1. CPK ( Creatin Pospokinase)
2. LDH (Laktat Dehidrogenisasi)
3. Troponin T dan I
4. Leukosit
5. Kolesterol dan trigliserida serum
6. GDA
3. Tes Radiologi
1. Coronaria Angiography (khusus untuk pemeriksaan sinar X)
2. Foto Dada
3. Pencitraan darah jantung (MUGA)
4. Angiography Coroner
5. Digital Subtraksion Angiography
6. Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Komplikasi:
a. Aritmia
b. Bradikardi sinus
c. Irama nodal
d. Asistolik
e. Takikardi sinus
f. Kontraksi atrium premature
g. Rupture miokardial
h. Bekuan darah
Penatalaksanaan:
pemberian obat:
1. obat obatan trambolitik
memperbaiki aliran darah pembuluh darah coroner, sehingga reperfusi darah
dapat mencegah myocardial lebih lanjut. Waktu pemberian adalah 1 jam
setelah gejala dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan dan pasien 75
tahun.
Contoh obat: streptokinase
2. Beta blocker
Menurunkan beban kerja jantung contoh: metapronol, atenolol, dan acebutol,
(selektif), propranolol, pindolol dan nadolol (non selektif)
3. ACE Inhibitor
Untuk menurunkan tekanan darah contohnya: captropil
4. Obat anti koagulan
Mengencerkan darah misalnya heparin dan enoksaparin
5. obat anti platelet
menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan
contoh: aspirin, clopidogrel
Terapi non farmokologis
ada berbagai cara lain yang diperlukan untuk menurunkan kebutuhan oksigen
jantung antara lain :pasien harus berhenti merokok,orang obesitas dianjurkan
menurunkan berat badan untuk mengurangi kerja jantung,mengurangi stress untuk
menurunkan kadar adrenalin yang dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah.
Terapi farmokologi
a. penyekat beta:obat ini merupakan terapi utama pada angina,penyekat beta dapat
menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan cara menurunkan frekuensi denyut
jantung
b. nitrat dan nitrit:merupakan vasodilator endothelium yang sangat bermanfaat untuk
mengurangi symptom anginapectoris disamping juga mempunyai efek antitrombotik
dan antiplatelet
c. kalsium antagonis:obat ini bekerja dengan cara menghambat masuknya kalsium
melalui saluran kalsium,yang akan menyebabkan relaksasi otot polos pembulu darah
sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah epikardil dan sistemik.

referensi: Karson.2012. Buku ajar gangguan system kardiovaskuler.Hal 30-


49

8. Penatalaksanaan nyeri dada:


Medikamentosa:

 Oksigen nasal 2 l/mnt; terutama pada pasien sianosis, distress pernafasan atau
risiko tinggi.
 Mengatasi rasa nyeri: nitrat sublingual atau patch. Jika angina tidak membaik
setelah pemberian nitrogliserin sublingual 3 kali berturut-turut atau setelah
terapi anti-iskemik adekuat angina berulang diberikan: nitrogliserin drip atau
morfin 2,5 mg intravena, dapat diulang tiap lima menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
 Aspirin 80 –325 mg hisap atau telan, tiklopidin 2 x 250 mg jika terdapat
hipersensitivitas atau kontraindikasi terhadap aspirin.
 Heparin intravena sesuai protokol. Target aPTT 1,5-2,5 kontrol. Biasanya
diberikan 3-5 hari tergantung respon klinis.
 Nitrat oral atau topikal kerja panjang setelah nitrogliserin sublingual
 Penghambat beta:
1. Propranolol:0,5-1mg IV,dilanjutkan3x10-40mgoral.
2. Metoprolol: 5 mg intravena (diberikan perlahan dalam 1-2 menit)
diulang tiap 5 menit sampai dosis awal total 15 mg, dilanjutkan
metoprolol oral 2 x 25-50 mg.
3. Atenolol: 5 mgIV, dilanjutkan 5 menit kemudian 5 mg intravena,
kemudian 1 x 50-100 mg oral.
4. Esmolol: mulai dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kgBB/menit,
dititrasi dengan menaikkan dosis 0,05 mg/kgBB/menit, tiap 10-15
menit yang masih dapat ditoleransi sampai respon terapi yang
diharapkan, atau telah tercapai dosis 0,2 mg/kgBB/menit. Dosis
loading pilihan lain untuk onset kerja yang lebih cepat adalah 0,5
mg/kgBB/menit diberikan intravena perlahan (2-5 menit). Target
frekuensi jantung 50-60/menit.
 Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV.
 Pertimbangkan antagonis kalsium terutama deltiazem bila ditemukan:
hipertensi, iskemia refrakter, angina varian.
 Kateterisasi jantung segera dilakukan pada pasien dengan episode iskemia
berat > 1 kali dan berkepanjangan (> 20 menit), terutama yang disertai
dengan: edema paru akut, regurgitasi mitral baru atau perburukan, hipotensi,
perubahan ST-T baru.

Referensi: Freek W A Verheugt. Acute Coronary Syndromes: Drug


Treatments. Lancet 1999;353 (suppl II): 20-23

Anda mungkin juga menyukai