Anda di halaman 1dari 25

Appendisitis Akut

Oleh :

Residen Pembimbing :

Supervisor Pembimbing :

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dikoreksi dan dibacakan laporan kasus dengan judul


“APPENDISITIS AKUT” pada tanggal Januari 2018

Residen Pembimbing

Supervisor Pembimbing

i
BAB I
PENDAHULUAN

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di
masyarakat awam sesungguhnya kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya
adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan
masalah kesehatan.1
Adanya peradangan pada apendiks vermiformis disebut dengan apendisitis.2
Apendisitis akut merupakan keadaan yang sering terjadi dan membutuhkan
operasi kegawatan perut untuk mencegah komplikasi. Setiap tahun rata-rata
300.000 orang menjalani apendektomi di Amerika Serikat, dengan perkiraan
lifetime incidence berkisar dari 7-14% berdasarkan jenis kelamin, harapan hidup
dan ketepatan konfirmasi diagnosis.5 Perforasi lebih sering pada bayi dan pasien
lanjut usia, yaitu dengan periode angka kematian paling tinggi. 6 Insidens pada
perempuan dan laki-laki umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun,
ketika insidens pada laki-laki lebih tinggi.1
Menurut The Lancet perkembangan mortalitas apendisitis terlihat dimana
pada tahun 1990 tingkat mortalitas pada keseluruhan umur adalah sebanyak
875.000 kematian sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan menjadi
719.000 kematian.7
Hasil penelitian angka kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R.D Kandou
Manado selama periode Oktober 2012 – September 2015 menunjukkan sebanyak
650 kasus, diantaranya apendisitis akut yaitu 412 kasus (63%), dan kelompok
umur dengan angka kejadian tertinggi yaitu20-29 tahun sebanyak 224 pasien.8
Gejala klinis apendisitis sering atipikal dan diagnosis apendisitis cukup sulit
karena gejalanya yang tumpang tindih dengan kondisi lain. Keputusan klinis
mendasar dalam mendiagnosis pasien dengan dugaan apendisitis ialah apakah
perlu dilakukannya operasi atau tidak. Evaluasi yang baik dari apendisitis akut
dapat mengurangi intervensi untuk operasi awal, dengan harapan dapat
mengurangi risiko operasi yang tidak diperlukan.9

1
Apendektomi untuk kasus apendisitis akut adalah prosedur umum.
Meskipun kemajuan teknologis, diagnosis apendisitis masih didasarkan terutama
pada riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Diagnosis yang tepat dan rujukan
bedah dapat mengurangi risiko perforasi dan mencegah komplikasi. Tingkat
kematian pada apendisitis non-perforasi kurang dari 1 persen, namun mungkin
setinggi 5 persen atau lebih pada pasien muda dan lanjut usia, di antaranya
diagnosis mungkin sering tertunda, sehingga membuat perforasi lebih mungkin
terjadi. Tingkat apendiks normal yang tidak perlu dikeluarkan tetap tinggi (15-
30%) meskipun beberapa teknik dan penyelidikan digunakan untuk memperbaiki
akurasi diagnostik.10

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
Apendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara
Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
Appendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan sebagai suatu tonjolan pada
Caecum. Awalnya Appendiks berada pada apeks Caecum, tetapi kemudian
berotasi dan terletak lebih medial dekat dengan Plica ileocaecalis. Dalam proses
perkembangannya, usus mengalami rotasi. Caecum berakhir pada kuadran kanan
bawah perut.11,12
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm 1,
diameter luar antara 3-8 mm dan diameter lumen 1-3 mm 11 dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya
dan menyempit kearah ujungnya.1
Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus
dan persarafan simpatis dari nervus thorakalis. Persarafan ini menyebabkan nyeri
viseral pada radang apendiks akan dirasakan preumbilikal. Vaskularisasi apendiks
adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral. Arteri
apendikularis adalah cabang dari a.Ileocecalis yang merupakan cabang dari a.
Mesenterika Superior.1,11
Apendiks memiliki variasi lokasi seperti yang terlihat pada gambar di bawah
ini. Variasi lokasi ini yang akan mempengaruhi lokasi nyeri perut yang terjadi
apabila apendiks mengalami peradangan. Pada 65 % kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang
kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens.

3
Gambar1. Variasi letak apendiks13

B. FISIOLOGI
Fungsi apendiks dalam tubuh manusia belum sepenuhnya dipahami. Namun
akhir-akhir ini, apendiks dikatakan sebagai organ imunologi yang secara aktif
mensekresikan Imunoglobulin terutama Imunoglobulin A (IgA). Walaupun
apendiks merupakan komponen integral dari sistem Gut Associated Lymphoid
Tissue (GALT), fungsinya tidak signifikan penting dan pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh.1,11
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampakya berperan pada patogenesis apendisitis.1

C. KLASIFIKASI APPENDISITIS AKUT


a. Apendisitis akut mukosa merupakan suatu fokus peradangan atau infiltrasi
sel polimorfonuklear pada mukosa dan submukosa saja, dan bisa juga
didapat di dalam lumen apendiks vernivormis. Gejala dan tanda klinisnya
adalah nyeri periumbilikal (nyeri viseral), lekositosis, netrofil meningkat.
b. Apendisitis akut kompleta simplek yaitu terdapat infiltrasi sel
polimorfonuklear pada seluruh dinding apendiks vernivormis tanpa nanah di
dalam lumen maupun dinding dan tanpa fibrin purulen di lapisan serosa.
Gejala dan tanda klinisnya sama seperti dengan apendisitis akut mukosa.

4
c. Apendisitis akut purulenta adalah terdapat infiltrasi sel polimorfonuklear di
seluruh lapisan dinding apendiks vernivormis dengan nanah di dalam lumen
atau dinding dan biasanya disertai adanya fibrin purulen di lapisan serosa.
Gejala klinis dari apendisitis akut purulenta yaitu nyeri Mac Burney/ perut
kanan bawah (nyeri somatik), demam, mual dan muntah, rangsangan
peritoneal, defans muskular lokal lekositosis, dan terofil meningkat.
d. Apendisitis akut gangrenosa bilamana terdapat area nekrosis / gangrenosa
yang ditandai adanya daerah non-vital kehitaman, dan gejala klinisnya sama
seperti dengan apendisitis akut purulenta.
e. Apendisitis akut perforata yaitu dimana baik secara makroskopis maupun
mikroskopis telah terlihat adanya perforasi dinding apendiks vernivormis
dan gejala dan tanda klinisnya yaitu nyeri abdomen (nyeri somatik) meluas,
demam, mual dan muntah, rangsangan peritoneal, defans muskuler,
lekositosis, dan netrofil meningkat.

C. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai
faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus.12 Di samping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks, dan cacing ascaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks akibat
parasit E. histolytica.1,11
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
4
fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon.1

D. PATOFISIOLOGI
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1,11-13
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa

5
apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,
namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya
sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen
sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup
yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga
menjadi gangren atau terjadi perforasi.1,12,13
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut
dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.1,11-13
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.11,12
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.12
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang.1,12
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48
jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses
radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa
sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis

6
jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.1
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.1,11

E. GEJALA KLINIS
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya, nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam, nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di
sini nyeri dirasa lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatic setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Bila terdapat rangsangan
peritoneum, biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.1,11,14
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, tanda nyeri di titik
McBurney tidak begitu jelas karena apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri
lebih ke arah perut sisi kanan, atau bisa juga dirasakan saat berjalan karena
kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari dorsal. Apendiks yang terletak di
rongga pelvis, bila meradang dapat menimbulkan tanda dan gejala dari
rangsangan sigmoid atau rektum, menyebabkan peningkatan peristaltis, dan
pengosongan rektum juga akan menjadi lebih cepat. Apabila apendiks menempel
pada kandung kemih makan frekuensi berkemih akan meningkat, karena terjadi
rangsangan pada dindingnya.1,13,14
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Pada awalnya, anak sering
hanya menunjukkan gejala rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa
menuliskan rasa nyerinya. Beberapa jam kemudian, anak akan muntah sehingga
menjadi lemah dan letargi.14 Karena gejala yang tidak khas tadi apendisitis sering
baru diketahui setelah terjadi perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru
diketahui setelah terjadi perforasi.1

F. PEMERIKSAAN FISIK

7
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37.5-38.5 oC dan pulsasi nadi
normal atau meningkat sedikit. Bila suhu naik lebih tinggi dari 1 oC mungkin
sudah terjadi perforasi. Kembung sering terlihat pada penderita yang sudah
mengalami perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau
abses apendikuler.1,11-13
Pada palpasi, didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan, biasa
disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum parietale. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di
perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau
retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.1,11-13
Peristaltik usus sering normal tetapi juga dapat menghilang akibat adanya
ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh apendisitis
perforata.1
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi dapat
dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika karena tanda perut
pada apendisitis pelvika sering meragukan.1,12,13
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih
ditujukkan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan
rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif
sendi panggul kanan kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang
menempel di otot psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji
obturator digunakan untuk melihat bilamana apendiks meradang bersentuhan
dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan
nyeri apendisitis pelvika.1,11-14

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Leukositosis biasa terjadi pada kisaran 12000 sampai 17000 dengan
neutrofilia. Pemeriksaan urinalisis berguna dalam kasus yang meragukan, karena
dapat mendiagnosis infeksi saluran kemih. Namun, piuria dapat terjadi karena
iritasi kandung kemih atau ureter oleh apendiks yang meradang. Foto polos
abdomen jarang membantu dalam menegakkan diagnosis. Foto polos abdomen

8
mungkin dapat mendeteksi perubahan yang tidak spesifik yang menyarankan pada
kelainan intraabdominal, seperti lokalisasi ileus di kuadran kanan bawah, adanya
udara bebas atau fekalit di area apendiks. USG dapat menunjukkan dinding usus
yang menebal dengan adanya dilatasi lumen. Sensitivitas dan spesifisitas untuk
apendisitis menggunakan ultrasound masing-masing adalah 55% sampai 96% dan
85% sampai 98%. CT scan sangat efektif dan akurat dalam menentukan diagnosis
apendisitis. CT scan menunjukan sensitivitas 99%-100% dan spesifisitas 91%-
99%.12,13

H. DIAGNOSIS
Diagnosis apendisitis bergantung pada hasil klinis dari anamnesis,
pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda dan gejala yang khas pada apendisitis.
Anamnesis mengenai gejala nyeri perut serta perjalanan penyakit, gejala penyerta
seperti mual, muntah dan ada tidaknya gejala gastrointestinal.15
Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh. Pemeriksaan abdomen juga
ditambahkan beberapa pemeriksaan yaitu palpasi titik McBurney, uji Rovsing, uji
Blomberg, uji Psoas dan uji Obturator.Pemeriksaan penunjang laboratorium dapat
memperlihatkan gambaran leukositosis dengan neutrophilia radiologi foto polos
abdomen bisa terlihat adanya fekalit namun tidak bermakna dalam diagnosis.12,14,15
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan
suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut yaitu Alvarado Score. Pasien
dengan skor 7-10 dipersiapkan untuk apendektomi cito, skor 5-6 dilakukan
observasi dan pemberian antibiotik, skor 1-4 diberikan pengobatan simptomatik
dan dipulangkan.16

Tabel 1. Alvarado Scoring System15


Characteristic Score
M = Migration of pain to the 1
RLQ
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1

9
Total 10
I. PENATALAKSANAAN
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-
satunya pilihan yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tanpa komplikasi,
biasanya tidak perlu diberikan antibiotik kecuali pada apendisitis gangrenosa atau
apendisitis perforates. Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotik
dapat mengakibatkan abses atau perforasi.1,11-13
Perbaikan keadaan umum dengan infus serta pemberian antibiotik
profilaksis dapat diberikan sebelum operasi, biasanya antibiotik sefalosporin
generasi kedua atau ketiga dan metronidazole.13
Apendektomi biasa dilakukan secara terbuka atau dengan laparaskopi. Bila
apendektomi terbuka, insisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah.
Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi
terlebih dulu. Pemeriksaan laboratorium dan USG dapat dilakukan bila dalam
observasi masih terdapat keraguan. Bila tersedia laparaskopi, tindakan laparaskopi
diagnostic pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan
operasi atau tidak.1

J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi apendiks yang telah mengalami pendindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk
usus halus.1

10
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : PNSE
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Tikala Baru Lingk V
Suku/Bangsa : Minahasa/ Indonesia
Agama : Kristen Protestan
Tanggal Pemeriksaan : 7 Januari 2018

B. ANAMNESIS
a. Keluhan utama
Pasien datang ke IRDB RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou dengan keluhan
utama yaitu nyeri perut kanan bawah.

b. Riwayat penyakit sekarang


Nyeri perut kanan bawah dirasakan pasien sejak kurang lebih 2 hari
sebelum masuk Rumah Sakit. Awalnya pasien merasakan nyeri di ulu hati
kemudian menyebar dan menetap di perut kanan bawah.
Riwayat demam (+), mual (+) dan muntah (-), Nafsu makan berkurang
(+), BAB cair (+), BAK normal. Riwayat haid teratur. HPHT Pertengahan
desember 2017. Penderita kemudian dibawa berobat ke RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado.

c. Riwayat penyakit dahulu

11
Riwayat keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi,
operasi sebelumnya, dan riwayat perawatan di RS disangkal pasien.

d. Riwayat penyakit keluarga


Penderita baru kali ini menderita sakit seperti ini dan dalam keluarga
hanya pasien yang menderita penyakit seperti ini.

C. Pemeriksaan Fisik Umum


Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 108 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu Badan : 37,50C
Jantung : Iktus cordis tidak terlihat, teraba(+) SI-SII regular,
murmur(-), gallop(-)
Paru : Suara pernapasan vesikuler, Rhonki(-/-)
wheezing (-/-)
Abdomen : Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan titik McBurney (+), Rovsing
Sign (+), defans muskular (-), Psoas Sign (-), Obturator
Sign (-), Blumberg Sign (+)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill time <2 detik

Status Lokalis
Perut kanan bawah (RLQ) : NT (+), Nyeri lepas (+), DM (-) Rovsing (+),
blumberg (-), psoas (+), obturator (+)
RT : Tonus spincter ani cekat, mukosa licin, ampula
kosong, NT (+) arah jam 11

12
ST : feses (-), darah (-), lendir (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium 07/01/2018
Leukosit 10.560 /uL
Eritrosit 3.89 10^6/uL
Hemoglobin 11.9 g/dL
Hematokrit 36.2%
Trombosit 268 10^3/uL
MCH 30.5 pg
MCHC 32.8 g/dL
MCV 92,8 fL
SGOT 18 U/L
SGPT 7 U/L
Ureum darah 13 mg/dL
Creatinin darah 0.6 mg/dL
GDS 77 mg/dL
Chlorida darah 107.0 mEq/L
Kalium darah 4.70 mEq/L
Natrium darah 136 mEq/L
PT 12,8 : 13.3 detik
INR 1.02 : 1.07 detik
APPT 30,1 : 31.7 detik

13
E. SKORING
Alvarado Score
Characteristic Score Keterangan
M = Migration of pain to the RLQ 1 +
A = Anorexia 1 +
N = Nausea and vomiting 1 +
T = Tenderness in RLQ 2 +
R = Rebound pain 1 +
E = Elevated temperature 1 -
L = Leukocytosis 2 +
S = Shift of WBC to the left 1 -
Total 10 8

F.DIAGNOSIS
Apendisitis Akut

G. PENATALAKSANAAN
- Pro Appendektomi CITO
- IVFD NaCl 0,9% 500cc/24jam IV
- Ceftriaxone 1 gr /12jam IV (ST)
- Ranitidine 50 mg / 12 jam IV
-Ketorolac 30 mg/8 jam IV

H. LAPORAN OPERASI
Apendektomi Cito dilakukan pada tanggal 7 Januari 2017 di OK Cito
RS.Prof.R.D.Kandou Manado dengan operator dr. Djony E Tjandra SpB (K)
V. Diagnosis pra-bedah adalah Apendisitis Akut dan jenis operasi yang
dilakukan adalah Apendektomi. Operasi berlangsung selama 2 jam, dimulai
pada pukul 22.35 wita dan berakhir pada pukul 00.35 wita.

14
Uraian Pembedahan:
- Pasien tidur terlentang dalam keadaan spinal anestesi
- Asepsis dan antisepsis lapangan operasi
- Insisi di titik Mc Burney diperdalam lapis demi lapis sampai peritoneum
- Peritoneum dibuka, tampak darah (+)
- Identifikasi sekum, tampak appendix retrocaecal, hiperemis (+), panjang
±6cm dengan diameter ±1cm, tidak ada perforasi
- Dilakukan apendektomi secara retrograde
- Pungtum appendik dijahit double ligasi
- Kontrol perdarahan
- Luka operasi dijahit lapis demi lapis
- Operasi selesai

Foto Appendiks

15
I. FOLLOW UP
Tgl 08-01-2018
S: Nyeri Luka Operasi(+) , Flatus (+) , Intake oral (-)
O: TD : 120/80 N : 82 kali / menit R : 20 kali / menit Sb : 36,5º C
Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: Inspeksi : Datar, luka post op terawat
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, NT (-)
Perkusi : Tympani
A: Post Appendectomy ec Appendisitis akut (H1)
P: IVFD NaCl 0,9% 500 cc / 24 jam IV
Ceftriaxone 1 gr / 12 jam IV (ST)
Ranitidine 50 mg / 12 jam IV
Ketorolac 30 mg / 8 jam IV
Diet Lunak
Rawat luka
Mobilisasi

Tgl 09-01-2018
S: Nyeri Luka Operasi(+)
O: TD : 120/80 N : 82 kali / menit R : 18 kali / menit Sb : 36,5º C
Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: Inspeksi : Datar, luka post op ; Pus (-) , Perdarahan (-), luka
terawat
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, NT (-)
Perkusi : Tympani
A: Post Appendectomy ec Appendisitis akut (H2)
P: Mengatasi nyeri
Mencegah infeksi luka operasi
I : Aff kateter Cefixime 2x20 mg
Aff infus Ranitidine 2x1 tab

16
Mobilisasi kanan kiri Asam mefenamat 3x500 mg
Rencana rawat jalan besok

Tgl 10-01-2018
S: Nyeri Luka Operasi( )
O: TD : 120/80 N : 82 kali / menit R : 18 kali / menit Sb : 36,5º C
Kepala CA-/-, SI-/-
Abdomen: Inspeksi : Datar, luka post op ; Pus (-) , Perdarahan (-), luka
terawat
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Lemas, NT (-)
Perkusi : Tympani
A: Post Appendectomy ec Appendisitis akut (H3)
P: Rawat luka
Cefixime 2x20 mg /po
Ranitidine 2x1 tab /po
Asam mefenamat 3x500 mg /po
Rawat jalan

J. PROGNOSIS
o Quo ad vitam: Bonam
o Quo ad functionam: Bonam
o Quo ad sanationam: Bonam

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis apendisitis akut ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik serta pemeriksaan penunjang.Berdasarkan anamnesis yang didapat, seorang
pasien perempuan berumur 17 tahun datang dengan keluhan nyeri perut sebelah
kanan yang dirasakan sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien
mengeluhkan nyeri di ulu hati kemudian berpindah ke kanan bawah dan menetap.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa gejala klasik appendisitis
adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau
periumbilikus.1-3 Nyeri ini dirasakan di sekitar umbilikus atau periumbilikus
karena persarafan appendix berasal dari thorakal 10 yang lokasinya di sekitar
umbilikus atau periumbilikus. Maka nyeri pada umbilikus atau periumbilikus
merupakan suatu reffered pain.4 Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Dititik ini nyeri terasa lebih
tajam dan jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. 1-3 Keluhan
lain yang ditemukan adalah adanya rasa mual. Menurut literatur, keluhan mual
ditemukan sekitar 75% dari pasien yang menderita appendisitis.6
Pemeriksaan fisik pada kasus didapati pasien tampak sakit sedang.Tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit dan suhu badan 37,5°C.
Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas kudran kanan
bawah, defans muskular (-), Rovsing sign(+), blumberg sign(+), psoas sign(-),
obturator sign (-) dan pada pemeriksaan RT didapatkan nyeri tekan pada arah jam
11. Secara teori, pada pemeriksaan fisik umum didapati pasien tampak sakit,
terdapat demam sumer-sumer dan takikardi.13 Pada palpasi, terdapat nyeri tekan di
daerah kuadran kanan bawah. Nyeri terbatas pada region iliaka kanan, biasa
disertai nyeri lepas. Pada penekanan perut kiri bawah, akan dirasakan nyeri di
perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing.1,11-14Pemeriksaan psoas dan
obturator dilakukan untuk mengetahui letak appendix yang meradang. Uji psoas
dilakukan dengan rangsangan otot psoas dengan cara hiperekstensi sendi panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila

18
appendix yang meradang menempel di m. Psoas mayor maka tindakan tersebut
akan menimbulkan nyeri. Sedangkan uji obturator dilakukan dengan cara gerakan
fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila appendix yang
meradang kontak dengan m. Obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri.1-3 Tidak ditemukan tanda
obturator karena letak apendiks pada pasien ini antecaecal. Tanda psoas dan
obturator umumnya didapati pada apendisitis letak retrocaecal karena adanya
perangsangan dari otot psoas dan obturator.
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis dengan hasil
10.560 /uL. Secara teori pemeriksaan laboratorium biasanya terdapat peningkatan
leukosit yang menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi.
Skoring diagnosis apendisitis akut pada anak menggunakan Alvarado Score.
Pada kasus didapati jumlah skor 8, yaitu nyeri berpindah nilai 1, kehilangan nafsu
makan nilai 1, mual muntah nilai 1, nyeri kuadran kanan bawah nilai 2, nyeri
lepas nilai 1, leukositosis nilai 2. Dengan nilai interpretasi appendisitis akut jika
didapatkan skor >7.15,17

Tabel 2. Alvarado Scoring System15


Characteristic Score
M = Migration of pain to the 1
RLQ
A = Anorexia 1
N = Nausea and vomiting 1
T = Tenderness in RLQ 2
R = Rebound pain 1
E = Elevated temperature 1
L = Leukocytosis 2
S = Shift of WBC to the left 1
Total 10

Diagnosis diferensial KET dapat disingkirkan karena HPHT tanggal 30


November 2017dan selesai haid 1 hari sebelum masuk RS. Dilakukan
pemeriksaan vagina toucher danUSG oleh SpOG dan didapatkan hasil tidak ada
kelainan obstetri dan ginekologi. Pelvic inflamasi disease dapat disingkirkan
karena tidak ada riwayat keputihan dan nyeri panggul. BAK pasien normal

19
ditambah pada pemeriksaan CVA tidak ada kelainan sehingga dapat
menyingkirkan nefrolithiasis atau urolithiasis.
Penanganan kasus diberikan terapi cairan IVFD NaCl 0,9%, pemberian
antibiotik ceftriaxone, ranitidine dan ketorolac. Serta dikonsulkan untuk dilakukan
apendektomi cito. Sesuai dengan teori bahwa apabila diagnosis klinis sudah jelas,
tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah
apendektomi.11-13
Pada apendektomi tanpa komplikasi dengan tingkat komplikasi yang rendah,
pasien sudah dapat dipulangkan hari itu juga atau hari selanjutnya. Terapi
antibiotik pasca operasi tidak diperlukan. Tetapi pada pasien dengan apendektomi
komplikasi yang tingkat komplikasi lebih tinggi dibandingkan apendektomi tanpa
komplikasi, pasien harus dilanjutkan dengan antibiotik spektrum luas selama 4-7
hari.11 kepustakaan lain mengatakan bahwa penanganan pasca operatif dapat
dilanjutkan pemberian antibiotik profilaksis. Analgetik oral dapat diberikan pada
48 jam pertama dan setelah itu hanya jika dibutuhkan. Pasien dengan apendisitis
tanpa komplikasi dapat dipulangkan dalam waktu 48 jam. Namun harus
diingatkan untuk kontrol dalam waktu satu minggu untuk melihat apakah ada
komplikasi pasca operasi seperti infeksi pada luka jahitan, atau abses
intraperitoneal yang dapat ditandai dengan demam, muntah, diare atau distensi
abdomen.18

20
BAB V
KESIMPULAN

Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks. Peradangan pada


apendiks berawal dari adanya sumbatan pada lumen apendiks, yang menyebabkan
pertumbuhan bakteri dan peningkatan tekanan intraluminal.
Diagnosis apendisitis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Gejala yang sering muncul adalah adanya nyeri
di epigastrium yang nantinya berpindah ke kuadran kanan bawah. Nyeri dapat
disertai dengan mual, muntah, konstipasi, dan juga anoreksia. Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hasil leukositosis. Sistem scoring apendisitis pada
dewasa dikenal dengan Alvarado Score.
Penatalaksanaan apendisitis akut adalah dengan tindakan pembedahan
segera, untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti perforasi dan peritonitis.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah (3rd ed). Jakarta:

EGC, 2010; p. 755-60.

2. Hartman, G.E., 2012. Nelson Ilmu Kesehatan Anak: Apendisitis akut.

Edisi 12, vol 2. Alih bahasa oleh Wahab A.S., Noerhayati, Soebono H., et

al. Jakarta: EGC.

3. Dorland WAN. In: Mahode AA et al, penerjemah. Dorland's Illustrated

Medical Dictionary. 11th ed

4. Budiman, Mahyono. Gambaran Penderita Apendisitis pada Anak di RSUP

H. Adam Malik pada Tahun 2013-2014. USU IR. 2016 Jan 25

5. Flum D. Acute Appendicitis — Appendectomy or The “Antibiotics First”

Strategy. N Eng J Med. 2015;372:1937.

6. Gearhart S, Silen W. In: Longo D, Fauci A, editors. Harrison

Gastroenterologi & Hepatologi. Jakarta: EGC, 2013; p. 202

7. Naghavi M, Wang H, Lozano R, Davis A, Liang X, Zhou M, et al. Global,

Regional, and National Age–sex Specific All-cause and Cause-specific

Mortality For 240 Causes of Death, 1990–2013: A Systematic Analysis for

the Global Burden of Disease Study 2013. Lancet. 2015;385:136.

8. Thomas G, Lahunduitan I, Tangkilisan A. Angka kejadian apendisitis di

RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Oktober 2012 – September

2015. ECL. 2016;4:231-6

9. Shogilev D, Duus N, Odom S, Shapiro N. Diagnosing Appendicitis:

Evidence-Based Review of The Diagnostic Approach in 2014. Western

Journal of Emergency Medicine. 2014;15:860

22
10. Momin RS, Azhar MA, Salma M. Study of Predictive Value of Clinical,

Labaoratory and Radiological Data in the Diagnosis of Acute AppendicitsJ

of Evolution of Med and Dent Sci. 2015:4;58:10092-118

11. Liang MK, Andersson RE, Jaffe BM, Berger DH. Schwartz’s Principle of

Surgery: The Appendix. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education.

2015. p1241-59

12. Townsend CM, Evers BM, Beauchamp RD, Mattox KL. Sabiston

Textbook of Surgery. 20th ed. Philadelphia: Elsevier. 2017. p1296-311

13. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3 rd ed.

Oxford, UK: Blackwell Publishing Ltd. 2006. P179-83

14. O’Neil J Jr, Grosfeld JL, Fonkalsrud EW, Coran AG, Calamone AA.

Principles of Pediatric Surgery.2nd ed. USA: Mosby, Inc. 2004. p565-72

15. ERTÜRK A, TUNCER IS, BALCI O, KARAMAN İ, KARAMAN A,

AFŞARLAR CE, et al. The Value of Pediatric Appendicitis Score and

Laboratory Findings on the Diagnosis of Pediatric Appendicitis. Turkish J

Pediatr Dis.2015;2:79-84

16. Winn R, Laura S, Douglas C, et al: Protocol based approach to suspected

appendicitis, incorporating the Alvorado Score and outpatients Antibiotics.

ANZ J. Surg; 2004. 321:921-22.

17. Saucier A, Huang EY, Emeremni CA, Pershad J. Prospective Evaluation

of a Clinical Pathway for Suspected Appendicitis. Pediatrics

2014;133;p88-95

18. Burge DM, Griffiths DM, Steinbrecher HA, Wheeler RA. Paediatric

Surgery. 2nd ed. London: Hodder education. p234

23

Anda mungkin juga menyukai