Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua setelah katarak dengan jumlah
penderita 60.500.000 pada tahun 2010, diperkirakan meningkat menjadi 76.600.000 pada
tahun 2020. Kebutaan akibat glaukoma bersifat menetap. Di Amerika, jumlah penderita
glaukoma pada ras kulit hitam 3 4 kali lebih tiggi dibandingan dengan ras kulit putih.
Selain itu, ditemukan angka prevalensi yang meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Pada kelompok penduduk yang berusia 70 tahun, 3 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok yang berusia 40 tahun (Nurwasis, 2012).
Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa neuropati
optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan peningkatan tekanan
intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida, 2013).
Secara umum, glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma primer dan glaukoma
sekunder. Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya
hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang menyebabkan
peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma primer biasanya
mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah glaukoma tang terjadi
berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang bertanggung
jawab terhadap penurunan aliran aqueous. Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata
unilateral (AAO, 2005).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi bola mata
Bola mata merupakan suatu struktur kistik yang dipertahankan oleh tekanan di
dalamnya sehingga tetap dalam keadaan bulat. Pusat kelengkungan maksimal
kurvatura anterior disebut polus anterior dan kurvatura posterior disebut polus
posterior. Dimensi bola mata orang dewasa mempunyai diameter anteroposterior
24 mm, diameter horizontal 23,5 mm, diameter vertikal 23 mm, dan volume 6,5 ml
(Khurana, 2007).

Gambar 2.1 Anatomi bola mata (Khurana, 2007)


Bola mata dapat dibagi menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen
posterior. Segmen anterior meliputi lensa dan struktur di depannya, yaitu iris,
korea, bilik mata depan, dan bilik mata belakang. Bilik mata depan dibatasi oleh
kornea pada bagian anterior dan iris serta corpus ciliaris pada bagian posterior.Bilik
mata depan mempunyai kedalaman 2.5 mm pada orang dewasa dan mengandung
0.25 ml aqueous humor. Bilik mata belakang dibatasi oleh permukaan belakang iris
dan corpus ciliaris pada bagian anterior dan lensa serta zonula Zinnii pada bagian
2

posterior, serta dibatasi oleh corpus ciliaris pada bagian lateral. Bilik mata belakang
mengandung 0.06 ml aqueous humor. Segmen posterior meliputi struktur di
belakang lensa, yaitu vitreous humor, retina, koroid, dan diskus optikus (Khurana,
2007).
2.1.2 Anatomi corpus ciliaris
Corpus ciliaris dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu otot ciliaris, processus
ciliaris, dan pars plana. Otot ciliaris bertanggung jawab terhadap perubahan lensa
selama akomodasi. Processus ciliaris bertugas untuk mensekresi aqueous humor.
Pars plana terdiri dari stroma yang relatif avaskuler (James, 2006).
2.1.3 Anatomi iris
Iris melekat di perifer pada bagian anterior corpus ciliaris. Iris membentuk
pupil di bagian tengahnya yang merupakan celah yang dapat berubah ukurannya
untuk mengontrol banyaknya cahaya yang masuk ke mata oleh kerja otot sfingter
dan dilator (James, 2006).
2.1.4 Anatomi sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri anatomis sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula
(yang terletak di atas kanal Schlemm), dan taji sklera (scleral spur). Garis
Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekula tersusun atas
lembar lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu
filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Taji
sklera merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara corpus ciliaris dan
kanan Schlemm. Saluran eferen dari kanal Schlemm (sekitar 300 saluran dan 12
vena aqueous) berhubungan dengan sistem vena episklera (Vaughan et al., 2012).

Gambar 2.2 Sudut bilik mata depan dan struktur di sekitarnya (Vaughan et al., 2012)

Gambar 2.3 Anatomi jalinan trabekula (James, 2006)

2.1.5 Anatomi Lensa


Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskuler, tidak berwarna, dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa
tergantung pada zonula Zinnii di belakang iris yang menghubungkannya dengan
corpus ciliaris. 65 % lensa terdiri atas air, sekitar 35% nya protein. Selain itu,
terdapat sedikit mineral, seperti kalium, juga terdapat asam askorbat dan glutation.
Lensa tidak memiliki serat nyeri atau saraf (Vaughan et al., 2012).
2.2 Fisiologi aquoeus humor
2.2.1 Aqueous humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
bilik mata belakang bola mata. Aqueous humor terdiri dari 99,9% air dan 0,1%
protein, konstituen asam amino, dan konstituen non-koloid, seperti glukosa, urea,
askorbat, asam laktat, inositol, Na+, K+, Cl-, dan HCO3- (Khurana, 2007).
Fungsi dari aqueous humor adlaah untuk mempertahankan tekanan intraokular
yang tepat, mempunyai peran yang penting dalam metabolisme dengan
menyediakan substrat dan menghilangkan metabolit dari kornea dan lensa yang
avaskuler, mempertahankan transparansi optik, dan menggantikan limfe yang tidak
ada di bola mata (Khurana, 2007).
2.2.2 Produksi aqueous humor
Aqueous humor berasal dari plasma yang ada di dalam jaringan kapiler dari
processus ciliaris. Laju produksi aqueous humor normal adalah 2,3 mikroliter per
menit. Ada 3 mekanisme dalam proses produksi aqueous humor, yaitu (Khurana,
2007) :
1. Ultrafiltrasi
Melalui proses ultrafiltrasi, bahan plasma mengalir keluar dari dinding
kapiler, jaringan ikat kendor, dan epitel pigmen dari processus ciliaris.
2. Sekresi
Taut erat (tight junction) di antara sel-sel epitel non-pigmen membentuk
suatu barrier darah-aqueous. Bahan bahan tertentu, seperti Na+, K+, Cl-,
HCO3-, asam askorbat, dan asam amino secara aktif ditransport melintasi
barrier ini ke bilik mata posterior.
3. Difusi
5

Transport aktif dari bahan bahan tersebut menyebabkan terjadinya suatu


gradien osmotk yang memungkinkan aliran plasma ke posterior chamber.
2.2.3 Drainase aqueous humor
Aqueous humor mengalir dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
melalui pupil dengan sedikit melawan tahanan fisiologis. Dari bilik mata depan,
aqueous humor didrainase melalui 2 rute, yaitu :
1. Trabecular (conventional) outflow
Trabekula meshwork merupakan pusat keluarnya aqueous humor dari bilik
mata depan, yaitu sekitar 90 %. Dari trabekula meshwork, aqueous humor
akan mengalir ke kanan Schlemm dan kemudian dialirkan melalui 25-35
saluran pengumpul eksternal ke V.Episclera.
2. Uveoscleral (unconventional) outflow
Aliran aqueous humor melalui jalur ini terjadi sekitar 10 %. Aqueous
humor mengalir melalui corpus ciliaris ke ruang suprakoroid dan
didrainase oleh sirkulasi vena di corpus ciliaris, koroid, dan sklera.

Gambar 2.4 Skema aliran drainase aqueous humor (Khurana, 2007)


2.3 Glaukoma
2.3.1 Definisi glaukoma
6

Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa


neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan
peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida,
2013).
2.3.2 Faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular (TIO)
Nilai normal dari tekanan intraokular adalah 10 22 mmHg. Ada 3 faktor
yang mempengaruhi tekanan intraokular (AAO, 2005):
1. Laju produksi aqueous humor oleh corpus ciliaris.
2. Tahanan aliran aqueous melintasi trabekular Meshwork kanal Schlemm
3. Tekanan V. Episclera
Pada umumnya, peningkatan tekanan intraokular disebabkan karena
peningkatan tahanan aqueous humor dalam aliran aqueous humor (AAO, 2005).
2.3.3 Klasifikasi glaukoma
Secara umum, glaukoma diklasifikasikan sebagai glaukoma sudut terbuka
atau sudut tertutup, dan glaukoma primer atau sekunder (AAO, 2005). Glaukoma
sudut terbuka berarti iris tidak menutupi trabekular Meshwork. Glaukoma sudut
tertutup berarti iris menutupi trabekular Meshwork (James, 2006).
Secara definisi, glaukoma primer adalah glaukoma yang terjadi tanpa adanya
hubungan dengan penyakit mata atau penyakit sistemik tertentu yang
menyebabkan peningkatan hambatan aliran aqueous atau sudut tertutup. Glaukoma
primer biasanya mengenai kedua mata. Sebaliknya, glaukoma sekunder adalah
glaukoma yang terjadi berkaitan dengan adanya penyakit mata atau penyakit
sistemik tertentu yang bertanggung jawab terhadap penurunan aliran aqueous.
Glaukoma sekunder seringkali mengenai mata unilateral (AAO, 2005).
2.4 Glaukoma fakomorfik
2.4.1 Definisi
Glaukoma farkomorfik merupakan salah satu glaukoma akibat kelainan lensa.
Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup akut yang
disebabkan oleh intumesensi lensa atau lensa yang membesar (AAO, 2005).
2.4.2 Patogenesis dan patofisiologi
Glaukoma fakomorfik dapat terjadi melalui 3 mekanisme :
7

1. Blok pupil
Intumesensi lensa menyebabkan lensa dapat menyerap cukup
banyak cairan sewaktu mengalami perubahan perubahan katarak
(katarak imatur) sehingga ukurannya membesar secara bermakna,
melewati batas bilik depan mata, dan menimbulkan sumbatan pupil
(Vaughan et al., 2012). Akibatnya, aliran aqueous humor terhambat,
aqueous humor tersebar di bilik mata belakang, mengakibatkan tekanan di
bilik mata belakang meningkat, mendorong iris perifer ke depan sehingga
sudut bilik mata depan tertutup (Nurwasis, 2006).
2. Tanpa blok pupil
Lensa yang membengkak dapat menimbulkan dorongan mekanik
pada permukaan iris ke arah depan sehingga terjadi penyempitan dan
penutupan lensa (Nurwasis, 2006).
3. Kombinasi
Blok pupil disertai dorongan iris ke depan (Nurwasis, 2006).
2.4.3 Manifetasi klinis
Glaukoma fakomorfik mempunyai gambaran gejala dan tanda seperti hampir
sama dengan glaukoma sudut tertutup primer akut, kecuali lensa dalam keadaan
katarak dan membengkak (Khurana, 2007).
Gejala yang terjadi adalah sebagai berikut (Khurana, 2007) :
1. Nyeri
Serangan nyeri akut terjadi dengan onset yang tiba-tiba, dengan nyeri
hebat pada mata yang menjalar ke cabang-cabang N. V (N. Trigeminus)
2. Nausea, muntah, lemah lesu seringkali karena berkaitan dengan nyeri yang
dirasakan.
3. Penurunan visus secara cepat dan progresif, mata merah, fotofobia, dan
lakrimasi terjadi pada semua kasus.
Tanda yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut (Khurana, 2007) :
1. Kelopak mata edematus.
2. Kemosis konjungtiva dan kongesti konjungtiva karena pembuluh darah
ciliaris dan konjungtiva mengalami kongesti.
3. Kornea menjadi edematus dan insensitif.
4. Bilik mata depan sangat dangkal, flare aqueous dapat terlihat pada bilik
mata depan.
5. Sudut bilik mata depan tertutup total.
8

6. Iris mengalami perubahan warna.


7. Pupil semidilatasi, tidak reaktif terhadap cahaya maupun akomodasi.
8. Lensa katarak dan membengkak.
9. TIO meningkat secara bermakna.
10. Diskus optikus edematus dan hiperemi.
2.4.4 Diagnosis
Diagnosis diawali dengan anamnesa dengan keluhan mata merah, nyeri, dan
visus menurun. Kemudian, dari gambaran klinis dietmukan hiperemi siliar dan
konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil iris midriasis, iris
bombans akibat blok pupil, lensa katarak imatur matur, TIO sangat tinggi, dan
sudut bilik mata depan tertutup (Nurwasis, 2006).

Gambar 2.5 Gambaran glaukoma sudut tertutup akut (Olver, 2005)


Penilaian glaukoma secara klinis
1. Tonometri
Tonometri adalah pengukuran tekanan intraokular (TIO). Tonometer
Schiotz mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban yang
diketahui sebelumnya. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10 21
mmHg. Pada usia lanjut, batas atasnya adalah 24 mmHg (Vaughan et.al,
2012).
2. Gonioskopi
Gonioskopi adalah penilaian keadaan sudut bilik mata depan dengan
visualisasi langsung struktur struktur sudut. Apabila keseluruhan trabekular
Meshwork, taji sklera, processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.
Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari trabekular Meshwork
yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak
terlihat, sudut dinyatakan tertutup (Vaughan et.al, 2012).
9

Gambar 2.6 Pemeriksaan gonioskopi (Olver, 2005)

Gambar 2.7 Perkiraan kedalaman bilik mata dengan penyinaran oblik (Vaughan et.al, 2012)
3. Penilaian diskus optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di tengahnya. Atrofi optikus
akibat glaukoma menimbulkan kelainan kelainan diskus khas yang terutama
ditandai oleh berkurangnya substansi diskus, yang terdeteksi sebagai
pembesaran cekungan diskus optikus dan disertai dengan pemucatan diskus di
daerah cekungan (Vaughan et.al, 2012).
Pada glaukoma, mungkin terdapat pencekungan (cupping) superior dan
inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus
optikus. Kedalaman cekungan juga meningkat. Sering, pembuluh retina di
10

diskus tergeser ke arah nasal. Hasil akhir dari proses pencekungan glaukoma
adalah bean-pot yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian
terpinya (Vaughan et.al, 2012)
Cup and disc ratio adalah perbandingan antara ukuran cekungan
terhadap diameter diskus. Apabila terdapat kehilangan lapangan pandang atau
peningkatan tekanan intraokular, cup and disc ratio lebih dari 0,5 atau
terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan atrofi
glaukomatosa. Bukti klinis lain adanya kerusakan neuron pada glaukoma
adalah atrofi lapisan serat saraf retina yang mendahului kelainan diskus
optikus (Vaughan et.al, 2012).
Penilaian diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi langsung
atau dengan pemeriksaan menggunakan lensa 78 dioptri atau lensa kontak
kornea khusus yang memberikan gambaran tiga dimensi (Vaughan et.al,
2012).

Gambar 2.8 Glaukoma stadium awal memperlihatkan takik fokal inferior tepi neuroretina
(Vaughan et.al, 2012)

Gambar 2.9 Pencekungan glaukomatosa yang khas.

11

Pergeseran pembuluh darah ke nasal dan tampilan diskus optikus yang


bergaung (hollowed-out) (Vaughan et.al, 2012)

Gambar 2.10 Pencekungan glaukomatosa bean-pot pada diskus optikus (Vaughan


et.al, 2012)
4. Pemeriksaan lapangan pandang
Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma sendiri tidak spesifik
karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf. Namun, pola
kelainan lapangan pandang, sifat progresivitas, dan hubungannya dengan
kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit glaukoma. Gangguan
lapangan pandang akibat glaukoma mengenai 300 lapangan pandang bagian
sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta, kemudian
meluas membentuk skotoma Bjerrum dan skotoma arkuata. Skotoma arkuata
sering disertai dengan nasal step (Roenne). Pengecilan lapangan pandang
perifer cenderung berawal di perifer nasal, yang selanjutnya mungkin
berhubungan ke defek arkuata menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan
pandang perifer temporal dan 5 100 sentral baru terpengaruh pada stadium
lanjut. Pada stadium akhir, ketajaman penglihatan sentral mungkin normal,
tetapi hanya 5o lapangan pandang di tiap-tiap mata. Pada glaukoma lanjut,
pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan 20/20, tetapi secara legal
buta (Vaughan et.al, 2012).
Cara untuk memeriksa lapangan pandang adalah dengan automated
perimeter (contoh : Humphrey), perimeter Goldmann, Friedmann field
analyzer, dan layar tangent (Vaughan et.al, 2012).

12

Gambar 2.11 Pemeriksaan defek lapangan pandang pada penderita glaukoma dengan
Humphrey analyzer (Olver, 2005)
2.4.5 Diagnosis banding
1. Glaukoma sudut tertutup primer akut
Kelainan mata yang terjadi karena tekanan intraokular (TIO) meningkat
secara cepat sebagai hasil dari tertutupnya sudut bilik mata depan secara total
dan mendadak akibat blok pupil karena kondisi primer mata dengan segmen
anterior yang kecil. Pada kelainan ini, lensa tampak jernih dan pupil lebar
lonjong (Nurwasis, 2006).
2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis
Glaukoma sekunder sudut terbuka ataupun tertutup yang disebabkan
radang pada iris dan corpus ciliaris. Pada kelainan ini tampak adanya keratik
presipitat, flare dan sel sinekia posterior total, iris bombans sudut tertutup
(Nurwasis, 2006).
3. Glaukoma neovaskuler
Glaukoma sekunder yang disebabkan adanya neovaskularisasi pada
permukaan iris, sudut, dan trabekular Meshwork (Nurwasis, 2006).
4. Glaukoma fakolitik
Glaukoma sekunder sudut terbuka yang timbul akibat keluarnya protein
lensa pada katarak matur dan hipermatur (Nurwasis, 2006).
2.4.6 Penatalaksanaan

13

1. Segera turunkan tekanan intraokular (TIO) dengan obat obatan


(Nurwasis, 2006).
a. Bahan hiperosmotik
Obat obat hiperosmotik digunakan untuk mengurangi tekanan
intraokular dengan membuat plasma jadi hipertonik terhadap aqueous
humor. Dosis semua obat rata rata 1,5 g / kg (Vaughan et al., 2012).
1) Gliserin (Osmoglyn)
Gliserin umumnya diberikan per oral dalam larutan 50% dengan air
(1 ml gliserin beratnya 1,25 g). Dosisnya 1,5 g /kg. Efek hipotensif
maksimum tercapai dalam 1 jam dan bertahan 4 5 jam. Pemberian
per oral dan tidak terjadi efek diuretik adalah keuntungan gliserin
dibanding obat lain (Vaughan et al., 2012).
2) Mannitol (Osmitrol)
Sediaannya dalam bentuk larutan 5-25% untuk suntikan. Dosis 1,5
2 g / kg intravena, biasanya dengan kadar 20%. Efek hipotensif
maksimum terjadi dalam 1 jam dan bertahan 5 6 jam. Masalah
overload kardiovaskuler dan paru lebih sering terjadi pada obat
ini (Vaughan et.al, 2012).
b. Karbonik anhidrase inhibitor
Penghambatan anhidrase karbonat pada corpus ciliaris mengurangi
sekresi aqueous humor. Pemberian penghambat anhidrase karbonat per
oral terutama berguna dalam menurunkan tekanan intraokular dapat
dipakai pada glaukoma sudut tertutup dengan sedikit efek. Pemberian
per oral menimbulkan efek maksimum kira kira setelah 2 jam,
sedangkan pada pemberian intravena setelah 20 menit. Lama efek
maksimal 4 6 jam setelah pemberian per oral (Vaughan et.al, 2012).
1) Acetazolamid (Vaughan et al., 2012)
Oral
: Tablet 125 mg dan 250 mg, diberikan 2 4 x sehari (tidak
melebihi 1 g / 24 jam).
Kapsul lepas-berkala 500 mg, diberikan 1 2 x sehari.
Parenteral : Diberikan ampul 500 mg intramuskular atau intravena
untuk waktu singkat bila pasien tidak bisa menerima
per oral.
c. adrenergik antagonis tetes mata
14

1) Timolol maleate (Timopic, Betimol) (Vaughan et al., 2012)


Sediaan : larutan 0,25 % dan 0,5 % ; gel 0,25 % dan 0,5 %.
Dosis

: 1 tetes larutan 0,25 % atau 0,5 % di setiap mata, diberikan 1


2 x sehari bila perlu. 1 tetes gel 1 x sehari.

Timolol maletae adalah obat adrenergik antagonis non-selektif


yang diberikan secara topikal untuk beberapa jenis glaukoma
sekunder. Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan intraokular
selama 12- 24 jam. Timolol tidak mempengaruhi ukuran pupil atau
tajam penglihatan. Penggunannya harus hati hati pada penderita
yang diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan sistemik obat
adrenergik antagonis (misalnya asthma, gagal jantung).
2. Tindakan pembedahan
a. Bila katarak matur dan tensi sudah turun dengan obat, segera ekstraksi
katarak. Apabila tensi tidak turun dengan obat, dapat dilakukan
sklerostomi posterior untuk aspirasi viterous melalui pars plana untuk
menurunkan TIO, kemudian dilakukan ekstraksi katarak melalui
iridektomi perifer (Nurwasis, 2006).
b. Bila katarak imatur dan tensi dapat turun dengan obat, dilakukan laser
iridotomi atau iridektomi melalui kornea. Selanjutnya, gonioskopi
ulang, bila hasilnya sudut tertutup atau terbuka sempit, dilakukan
trabekulektomi. Apabila tensi tidak turun dengan obat, dilakukan bedah
filtrasi lebih dulu. Ekstraksi katarak dilakukan pada tahap berikutnya.
Operasi katarak diusahakan dengan insisi kecil melalui kornea untuk
mengurangi kerusakan konjungtiva (Nurwasis, 2006).
2.4.7 Prognosis
Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan kecepatan kerusakan visual.
Sampai saat ini, penurunan tekanan intraokular (TIO) masih merupakan terapi
utama. Beberapa pasien masih akan tetap mengalami kehilangan penglihatan
meski terdapat penurunan tekanan yang bermakna. Namun, penurunan tekanan
intraokular (TIO) dengan cepat menurunkan laju progresivitas secara bermakna.
Jika diagnosis terlambat ditegakkan, bahkan ketika telah terjadi kerusakan
penglihatan bermakna, mata kemungkinan besar mengalami kebutaan meski
15

diberikan terapi. Jika tekanan intraokular (TIO) tetap terkontrol setelah terapi akut
glaukoma sudut tertutup, maka kecil kemungkinannya terjadi kerusakan
penglihatan progresif. Demikian pula untuk glaukoma sekunder jika terapi
penyebab dasar menghasilkan penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran
normal (James, 2006).

16

BAB III
RINGKASAN
Glaukoma adalah kumpulan penyakit dengan karakteristik umum berupa neuropati
optik yang berhubungan dengan hilangnya lapang pandang dengan peningkatan tekanan
intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utama (Chusaida, 2013).
Glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sekunder sudut tertutup akut yang
disebabkan oleh intumesensi lensa atau lensa yang membesar (AAO, 2005). Glaukoma
fakomorfik dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu dengan blok pupil, tanpa blok pupil,
atau kombinasi (Nurwasis, 2006)
Glaukoma fakomorfik mempunyai gambaran gejala nyeri, nausea, muntah, lemah
lesu, penurunan visus secara cepat dan progresif, mata merah, fotofobia, dan lakrimasi.
Tanda yang dapat ditemukan adalah kelopak mata edematus, kemosis konjungtiva dan
kongesti konjungtiva, kornea menjadi edematus dan insensitif, bilik mata depan sangat
dangkal, sudut bilik mata depan tertutup total, iris mengalami perubahan warna, pupil
semidilatasi, tidak reaktif terhadap cahaya maupun akomodasi, lensa katarak dan
membengkak, TIO meningkat secara bermakna dan diskus optikus edematus dan hiperemi
(Khurana, 2007).
Diagnosis glaukoma fakomorfik diawali dengan anamnesa dengan keluhan mata
merah, nyeri, dan visus menurun. Kemudian, dari gambaran klinis dietmukan hiperemi siliar
dan konjungtiva, edema kornea, bilik mata depan dangkal, pupil iris midriasis, iris bombans
akibat blok pupil, lensa katarak imatur matur, TIO sangat tinggi, dan sudut bilik mata
depan tertutup (Nurwasis, 2006). Pemeriksaan klinis yang dilakukan adalah tonometri untuk
mengukur tekanan intraokular, gonioskopi untuk melihat sudut bilik mata depan, penilaian
diskus optikus dan pemeriksaan lapangan pandang (Vaughan et.al, 2012).
Diagnosis banding glaukoma fakomorfik adalah glaukoma sudut tertutup primer akut,
glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis, glaukoma neovaskuler, dan glaukoma
fakolitik (Nurwasis, 2006).
Penatalaksaan glaukoma fakomorfik adalah dengan segera menurunkan tekanan
intraokular (TIO) dengan obat obatan, seperti bahan hiperosmotik (Gliserin, Mannitol),
karbonik anhidrase inhibitor (Acetazolamid), adrenergik antagonis tetes mata (Timolol)
dan dilakukan tindakan pembedahan (Nurwasis, 2006).

17

Prognosis untuk glaukoma sekunder, jika terapi penyebab dasar dapat menghasilkan
penurunan tekanan intraokular (TIO) ke kisaran normal dan dilakukan dengan cepat
akan menurunkan laju progresivitas secara bermakna. Namun, jika diagnosis terlambat
ditegakkan terutama setelah terjadi kerusakan penglihatan, kemungkinan besar mengalami
kebutaan meski diberikan terapi (James, 2006).

18

DAFTAR PUSTAKA
American Academy of Ophthalmology (AAO), 2005, Glaucoma. USA : American Academy
of Ophthalmology.
Chusaida, Ululil, 2013, Glaukoma dalam Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata RSU
Haji Surabaya. Surabaya : RSU Haji.
James, Bruce, Chew Chris, Bron, Anthony, 2006, Lecture Notes Oftalmologi Edisi
Kesembilan. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Khurana, A.K., 2007, Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. New Delhi : New Age
International.
Nurwasis, Komaratih, Evelyn, 2006, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag / SMF Ilmu
Penyakit Mata Edisi III. Surabaya : Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo
Nurwasis, Komaratih, Evelyn, Primitasari, Yulia, 2013, Glaukoma dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya : Airlangga University Press.
Olver, Jane, Cassidy, Lorraine, 2005, Ophthalmology at a Glance. USA : Blackwell Science.
Vaughan et.al, 2012, Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : EGC.

19

Anda mungkin juga menyukai