Anda di halaman 1dari 2

ADAT ISTIADAT JAWA TENGAH

1. Adat Istiadat Suku Jawa saat Kehamilan


Semua orang niscaya menganggap bahwa seorang wanita nan hamil haruslah dijaga agar tak
terjadi hal jelek nan menimpanya dan calon anak nan dikandungnya serta ia akan diberi
kemudahan dalam melahirkan kelak. Suku jawa pun juga memiliki kepercayaan seperti ini. Saat
seorang wanita suku Jawa mengandung ia akan benar-benar dijaga agar tak terjadi hal jelek nan
menimpanya. Untuk merefleksikan hal ini, masyarakat suku jawa mengadakan semacam
slametan. Slametan ini dilakukan dua kali selama masa kehamilan, nan pertama saat usia
kandungan mencapai usia tiga bulan dan nan kedua saat kandungannya mencapai umur tujuh
bulan. Slametan tiga bulan disebut dengan neloni atau dalam bahasa Indonesia berarti hal ketiga.
Sedangkan slametan saat usia kandungannya sudah mencapai tujuh bulan, biasa disebut
mitoni . Pada kedua ritual neloni dan mitoni ini dijalankan dengan membuat beberapa jenis
makanan eksklusif nan kemudian dibagikan kepada oarng-oarng terdekat nan ada atau juga
kepada tetangga. Terdapat jenis makanan eksklusif nan dibuat misalkan jenang blowok yaitu kue
nan terbuat dari tepung terigu nan dibungkus dengan daun nangka atau trancam yaitu makanan
nan terbuat dari cacahan mentimun, tempe goreng, kacang toro, dan dicampur dengan parutan
kelapa. Jenis makanan ini memang harus dibuat dalam kedua acara ini dan tak boleh
ditinggalkan. Salah satu ritual mitoni nan harus dijalankan oleh ibu hamil tersebut ialah tingkeban
.
2. Adat Istiadat Suku Jawa saat Upacara Kematian
Ketika salah satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas mengiringi.
Ritual ini dimaksudkan agar orang nan meninggal dapat mendapatkan loka nan baik di
akhirat. Sebelum mayat dibawa ke pekuburan, ada ritual spesifik nan dilakukan oleh seluruh
anggota keluarga dari si mayat. Ritual nan biasa dilakukan ialah brobosan , yaitu melintas di
bawah mayat nan sudah ditandu dengan cara berjongkok. Ritual adat istiadat pun belum selesai
hingga di situ. Ritual nan menyertai kematian ini juga disebut dengan istilah slametan. Slametan
ini dilakukan selama tujuh hari berturut-turut dan dilakukan di malam hari. Pada setiap malam
dibuat aneka jenis makanan nan nantinya dibagi kepada orang-oarng nan datang. Bentuk acaranya
dikenal dengan istilah tahlilan, karena di loka itu ada pembacaan ayat-ayat Al-Quran dan juga
bacaan tahlil. Ritual ini juga memiliki tujuan buat mendoakan si mayat nan telah
meninggal. Slametan ini tak hanya dilakukan sampai tujuh hari ini saja tapi masih banyak
slametan nan menyertai kematian dari seorang suku jawa. Ada slametan empat puluh hari nan
dilakukan empat puluh hari setelah hari kematian. Dan juga slametan seratus hari yaitu nan
dilakukan seratus hari setelah kematian. Setiap tahun pun juga masih dilakukan buat mengenang
orang nan telah meninggal. Setahun pertama setelah meninggal, biasanya, pihak keluarga nan
ditinggalkan akan mengadakan selamatan pendak siji, tahun kedua disebut dengan pendak loro,
hinggapendak telu atau selamatan nan dilakukan di tahun ketiga.
3. Adat Istiadat Suku Jawa saat Upacara Pernikahan
Selain dalam menyambut datangnya bayi dalam kehidupan, dalam pernikahan masyarakat jawa
juga memiliki beberapa adat istiadat khusus. Hal ini juga dimaksudkan buat membuat pernikahan
memperikan pengaruh nan baik buat kedua mempelai pengantin dan juga buat kedua
keluarga. Adat istiadat suku Jawa juga sering dilaksanakan saat upacara pernikahan. Masyarakat
suku Jawa percaya akan adanya hari nan baik buat melaksanakan pernikahan. Hari baik tersebut,
biasanya, berpatokan pada buku primbon Jawa. Jadi, tak semua hari bisa dilaksanakan acara
pernikahan ini. Hari dan tanggal aplikasi pernikahan ditentukan berdasarkan hitungan weton
antara kedua calon mempelai. Ada hari-hari dan bulan-bulan eksklusif nan tak boleh dilakukan
acara pernikahan sebab dipercaya jika dilakukan pernikahan pada hari-hari tersebut maka akan
memberikan pengaruh nan jelek terhadap kehidupan pernikahan nan telah dibangun. Sebulan
sebelum acara pernikahan berlangsung, calon pengantin suku Jawa tak diperbolehkan buat saling
bertemu. Spesifik calon mempelai wanita, biasanya, akandipingit . Ritual pingitan ini ditujukan
buat mempersiapkan fisik dan mental si gadis nan akan memasuki jenjang pernikahan. Sehari
sebelum acara pernikahan, calon mempelai wanita kembali melakukan ritual. Kali ini, ritualnya
berupa siraman . Pada acara siraman , air nan digunakan oleh calon pengantin biasanya sudah
dicampur dengan bermacam-macam bunga. Kemudian, malam harinya, diadakan ritual
midodareni . Ritual ini biasanya juga menjadi acara rendezvous sebelum pernikahan antara kedua
keluarga calon mempelai.
4. Upacara Adat Kelahiran Suku Jawa
Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang masih hidup kepada
orang tua dan leluhur mereka.
Salah satu tradisi kelahiran dalam budaya Jawa adalah Selapanan. Upacara Selapanan bertujuan
memohon keselamatan bagi si bayi. Perlengkapan upacara yang dibutuhkan adalah sebagai
berikut:
– Golongan bangsawan: Nasi tumpeng gudangan, nasi tumpeng kecil yang ujungnya ditancapi
tusukan bawang merah dan cabe merah, bubur lima macam, jajan pasar, nasi golong, nasi gurih,
sekul asrep-asrepan, pecel ayam, pisang, kemenyan, dan kembang setaman diberi air.
– Golongan rakyat biasa: Tumpeng nasi gurih dengan lauk, nasi tumpeng among-among, nasi
golong, jenang abang putih, ingkung dan panggang ayam.
Upacara terakhir dalam rangkaian selamatan kelahiran yang dilakukan pada hari ke 36 sesuai
dengan weton atau hari pasaran kelahiran si bayi. Selapanan diadakan setelah maghrib dan
dihadiri oleh si bayi, ayah, dukun, ulama, famili dan keluarga terdekat.

Anda mungkin juga menyukai