Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN “Ny.

K” DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN TUBERCULOSIS (TBC) DI POLI PENYAKIT
DALAM RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL
YOGYAKARTA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pembimbing : Barkah Wulandari,S.Kep.,Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

ANGGI NUVITA (2820172997)

2A

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO


YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan pada pasien Ny. “K” dengan diagnosa Tuberculosis di Poli
Bedah Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas individu Praktik Klinik Keperawatan Medika Bedah I pada semester
IV, pada :
Hari :
Tanggal :
Tempat : Poli Penyakit Dalam RSUD Panembahan Senopati Bantul

Praktikan

(ANGGI NUVITA)

Pembimbing Lahan (CI) Pembimbing Akademik

( ……………………………….) ( …..………………………….)

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi juga mengenai organ tubuh lainnya seperti, tulang,
kelenjar, dan otak yang biasa yang disebut TB ekstra paru (Depkes RI,
2015).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun
2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (WHO,
2014). Pada tahun 2014 terdapat 9,6 juta penduduk dunia terinfeksi kuman
TB (WHO, 2015). Pada tahun 2014, jumlah kasus TB paru terbanyak
berada pada wilayah Afrika (37%), wilayah Asia Tenggara (28%), dan
wilayah Mediterania Timur (17%) (WHO, 2015).
Di Indonesia, prevalensi TB paru dikelompokkan dalam tiga
wilayah, yaitu wilayah Sumatera (33%), wilayah Jawa dan Bali (23%),
serta wilayah Indonesia Bagian Timur (44%) (Depkes, 2008). Penyakit TB
paru merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan saluran pernafasan pada semua kelompok usia serta nomor satu untuk
golongan penyakit infeksi. Korban meninggal akibat TB paru di Indonesia
diperkirakan sebanyak 61.000 kematian tiap tahunnya (Depkes RI, 2015).
Di Jawa tengah angka penemuan penderita TB paru dengan BTA
positif tahun 2005 sebanyak 14,227 penderita, dengan rata-rata atau case
detection rate (CDR) sebesar 40,09 % meningkat menjadi 12.318
penderita dengan CDR 49,82% tahun 2006. Berdasarkan data terbaru di
provinsi Jawa Tengah sebesar 107/100.000 penduduk yang terdeteksi atau
case detection rate (CDR) per kabupaten capaiannya di bawah rata-rata
sebanyak 18 kabupaten dengan angka terendah berada di Kabupaten
Boyolali.

2
Penanganan TB Paru oleh tenaga dan lembaga kesehatan dilakukan
menggunakan metode Direct Observe Treatment Shortcourse (DOTS) atau
observasi langsung untuk penanganan jangka pendek. DOTS terdiri lari
lima hal, yaitu komitmen politik, pemeriksaan dahak di laboratorium,
pengobatan berkesinambungan yang harus disediakan oleh negara,
pengawasan minum obat, dan pencatatan laporan.
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada
pengetahuan pasien dan dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri
sendiri atau motivasi dari keluarga yang kurang memberikan dukungan
untuk berobat secara tuntas akan memengaruhi kepatuhan pasien untuk
mengkonsumsi obat. Apabila ini dibiarkan, dampak yang akan muncul jika
penderita berhentu minum obat adalah munculnya kuman tuberculosis
yang resisten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus
menyebar pengendalian obat tuberculosis akan semakin sulit dilaksanakan
dan meningkatnya angka kematian terus bertambah akibat penyakit
tuberculosis (Sukarni, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan komplikasi TB Paru.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami definisi TB Paru
b. Mampu memahami etiologi TB Paru
c. Mampu memahami tanda dan gejala TB Paru
d. Mampu memahami komplikasi TB Paru
e. Mampu memahami patofisiologi TB Paru
f. Mampu memahami pathway TB Paru
g. Mampu memahami pemeriksaan penunjang dengan TB paru
h. Mampu memahami penatalaksanaan dengan TB Paru
i. Dapat memahami konsep medis Pengkajian pada dengen
komplikasi TB Paru.

3
j. Mampu menentukan Diagnosa yang tepat pada dengen komplikasi
TB Paru.
k. Mampu menentukan Perencanaan Keperawatan pada dengan
komplikasi TB Paru.

4
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi Tuberculosis
Tuberculosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh yang lainnya yang
mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani, 2010).
Tuberkulosis adalah suatu infeksi menular dan bisa berakibat fatal yang
disebabkan oleh tuberculosis myobacterium bovis, atau mycobacterium
africanum. Penyakit ini merupakan penyakit menahun atau kronis
(berlangsung lama). Penderita yang paling sering ialah orang-orang yang
berusia antara 15-35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang
gizi atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita
TBC (Sunaryati sinta, 2011).
Kuman TB berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam (BTA). TB
Paru adalah penyakit infeksi pada Paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yaitu bakteri tahan asam (Purwaningsih W
dan Fatmawati, 2010).
Tuberkulosis pada kehamilan adalah penyakit infeksi pada paru yang di
sebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, suatu basil tahan asam yang di
tularkan melalui udara (Rukiyah, 2010).
B. Etiologi TB Paru
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium tuberculosis) dan Mycobacterium Bovis.
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi juga mengenai organ
tubuh lainnya seperti, tulang, kelenjar, dan otak yang biasa yang disebut
TB ekstra paru (Depkes RI, 2015). Kuman mycobacterium tuberculosa ini
berbentuk batang, sifat gram positif, aerop, tahan asam, ukuran ¼ /um,

5
tebal 0,3-0,6 /um (Purwaningsih W & Siti Fatmawati, 2010). Kuman TB
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh
kuman ini dapat tertidur lama selama beberapa tahun.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis:
a. Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan
diturunkan secara genetic.
b. Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka
kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.
c. Usia: pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.Pada
masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat.
d. Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit,
kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik).
e. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi
inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.
f. Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi
lebih mudah.
g. Nutrisi: status nutrisi kurang.
h. Infeksi berulang: HIV, measles, pertusis.
i. Tidak mematuhi aturan pengobatan.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Purwaningsih W &Fatmawati (2010) tanda dan gejala dari
tuberculosis adalah sebagai berikut :
a. Batuk terus menerus lebih dari tiga minggu (batuk bercampur
darah)
b. Demam-demam (terutama pada sore hari)
c. Badan terasa lemah, mudah capek
d. Nafsu makan berkurang

6
e. Berat badan turun
f. Sakit dada (apabila terjadi peradangan pada dada/ selaput paru)
g. Bronchi basah
h. Keringat pada malam hari
i. Adanya anemia
j. Sesak nafas apabila penyakit sudah berlanjut

D. Klasifikasi TB Paru
TB Paru dibedakan Berdasarkan organ yang terinvasi (Rukiyah, 2010):
a. TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan
dahak, TB Paru dibagi dalam Tuberkulosis Paru BTA positif dan
BTA negatif.
b. TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi berdasar
tingkat keparahan penyakitnya yaitu: TB ekstra paru ringan yang
menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali tulang belakang),
sendi dan kelenjar adrenal: dan TB ekstra paru berat seperti
meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang belakang, TB saluran
kencing dan alat kelamin.

E. Berdasarkan tipe penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita:
a. Kasus baru: penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari
satu bulan.

7
b. Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian
kembali berobat dengan hasil pemeriksaan BTA positif.
c. Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat
pengobatan disuatu kabupaten lain kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membawa surat
rujukan/pindah.
d. Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang
sudah berobat paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali berobat (Dep.Kes,
2009).

F. Patofisiologi
Menurut Purwaningsih W &Fatmawati (2010) proses perjalanan
penyakit tuberculosis paru ialah sebagai berikut :
Mycobacterium tuberculosa masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran nafas sampai ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan
mulai untuk memperbanyak diri. Basil juga berpindah melalui system
limfe dan aliran darah kebagian tubuh lain
System imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi,
fagosit menelan banyak bakteri. Reaksi ini mengakibatkan eksudat dalam
sehingga menyebabkan bronkopneumoni. Alveoli masa jaringan baru yang
disebut granuloma, yang merupakan gumpalan basil yang masih hidup dan
sudah mati, dikelilingi makrofag yang membentuk dinding protektif.
Granuloma dirubah menjadi jaringan fibrosa. Bagian sentral fibrosa ini
disebut tuberkel ghon. Bakteri dan makrofak menjadi nekrotik,
membentuk masa seperti keju. Masa ini data mengalami klasifikasi
membentuk sarkolangenesa. Bakteri menjadi dormant tanpa
perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami
penyakit aktif karenanya atau respon inidektaf dari respon system imun.

8
Penyakit aktif dapat juga terjadi infeksi ulang dan aktivitas bakteri
dituberkel ghon pecah, melepas bahan seperti keju dalam bronchi. Bakteri
kemudian tersebar di udara, menyebabkan penyakit lebih jauh. Tuberkel
yang memecah menyembuh, membentuk jaringan paru-paru yang
terinfeksi menjadi membengkak, menyebabkan terjadi bronkopneumonia
lebih lanjut.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebaran dengan lambat
mengarah kebawah hylum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang
berdekatan. Proses mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama
ketika penyakit dihentikan, hanya sekitar 10% individu yang awalnya
terinfeksi mengalami penyakit aktif.

9
G. Pathway

Udara tercemar
Dihirup
Mycobakterium
tuberkulosis
Masuk paru

Menempel alveoli

Hipertermia Reaksi inflamasi

Penumpukan eksudat dalam alveoli

Tuberkel Produksi sekret

Meluas Mengalami
pengkejuan Sekret sukar dikeluarkan

Penyebaran
hematogen limfogen Klasifikasi Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Mengganggu
Plasenta Peritoneum perfusi dan Gangguan
difusi O2 pertukaran gas
Cairan amnion Asam
lambung
Ketidak seimbangan
Bayi terinfeksi
nutrisi : kurang dari
Mual, anoreksia kebutuhan tubuh

Warouw N &Suryawan (2008)

10
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Warouw N &Suryawan (2008) pemeriksaan penunjang pada
dengan penyakit tuberculosis ialah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman bakteri tahan asam, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan
sputum, penderita minum air putih ± 2 liter dan diajarkan melakukan
refleks batuk.
b. Uji mantoux/tuberculin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosis, M.bovis,
vaksinasi BCG dan Micobacterium patogen lainnya.
c. Pemeriksaan Radiologi (Foto thorak)
Rontgen foto dada sering diperlukan apabila pasien tidak dapat
mengeluarkan sputum, atau hasil pemeriksaan BTA langsung
memberikan nilai negatif (tidak ditemukan BTA). Pemeriksaan
radiologi dada harus memakai pelindung timah pada abdomen,
sehingga bahaya radiasi terhadap janin jadi lebih minimal. Jika usia
kehamilan masih dalam trimester pertama, sebaiknya pemeriksaan
radiologi dada tidak dikerjakan dan sedikitpun masih berdampak
negatif pada sel-sel muda janin. Umumnya pemeriksaan radiologi dada
merupakan pemeriksaan penapis yang efektif. Dengan pemeriksaan
radiologi dada diagnosis TB paru lebih banyak ditemukan dibandingkan
pemeriksaan bakteriologi sputum. Pemeriksaan radiologi sebaiknya
dilakukan pada umur kehamilan >28 karena sinar rontgen dapat
berpengaruh buruk terhadap janin.

11
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Konsep Keperawatan pada pasien dengan Penyakit TB Paru


1. Penyakit TB Paru
a. Pengkajian
Pengkajian Asuhan Keperawatan pada dengan Tuberkulosis
adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi diri klien:
a. Nama
b. Jenis Kelamin
c. Umur
d. Tempat/tanggal lahir
e. Alamat
f. Pekerjaan
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Sekarang
1) Keadaan pernapasan (napas pendek)
2) Nyeri dada
3) Batuk
4) Sputum
b. Kesehatan Dahulu
Jenis gangguan kesehatan yang baru saja dialami,
cedera dan pembedahan.
c. Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema,
asma, alergi dan TB.
3. Gejala yang berkaitan dengan masalah utama
a. Demam
b. Mengigil
c. Lemah

12
d. Keringat dingin malam merupakan gejala yang berkaitan
dengan TB
4. Status perkembangan, misalnya:
a. Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola
pernapasan , cepat, lelah sewaktu naik tangga, sulit
bernapas sewaktu baring atau apakah bila flu sembuhnya
lama.
5. Data pola pemeliharaan kesehatan, misalnya
a. Tentang pekerjaan
b. Obat yang tersedia dirumah
c. Pola tidur-istirahat
6. Pola keterlambatan atau pola peranan-kekerabatan, misalnya:
a. Adakah pengaruh dari gangguan/penyakitnya terhadap
dirinya dan keluarga.
b. Apakah gangguan yang dialami mempunyai pengaruh
terhadap peran sebagai istri/suami dalam melakukan
hubungan seksual.
7. Pola Aktivitas/Istirahat
a. Gejala :
1) Kelelahan umum dan kelemahan
2) Napas pendek karena kerja
3) Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari,
mengigil dan atau berkeringat, mimipi buruk.
b. Tanda :
1) Kelelahan otot, nyeri dan sesak napas (tahap lanjut)
8. Pola Intregritas ego
a. Gejala :
1) Adanya/faktor stres lama
2) Masalah keungan, rumah
3) Perasaan tidka berdaya/tidak ada harapan
4) Populasi budaya/etnik

13
b. Tanda :
1) Menyangkal (khususnya tahap dini)
2) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang
9. Makanan/Cairan
a. Gejala :
1) Kehilangan napsu makan
2) Tidak dapat mencerna
3) Penurunan BB
b. Tanda :
1) Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik
2) Kehilangan otot/hilang lemak subkutan
10. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala :
Nyeri dada meningkat karena batuk berulang
b. Tanda :
Perilaku distraksi, gelisah
11. Pernafasan
a. Gejala :
1) Batuk produktif atau tidak produktif
2) Napas pendek
3) Riwayat TB/terpajan pada individu terinfeksi
b. Tanda :
1) Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau
fibrosis parenkim paru dan pleura)
2) Perkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi napas
menurun/tidak ada bilateral/unilateral. Bunyi napas
tubuler dan/ atau bisikan pektoral diatas lesi luas.
Krekels tercatat di atas aprk paru selama inspirasi cepat
setelah batuk pendek (krekes pusttusic)
3) Karateristik spuntum adalah hijau/purulen, mukoid
kuning atau bercak darah

14
4) Deviasi trakeas (penyebaran bronkogenik)
5) Tidak perhatian, mudah teranngsang yang nyata,
perubahan mental (tahap lanjut)
12. Keamanan
a. Gejala :
Adanya kondisi penekanan imun, contoh: AIDS, kanker
b. Tanda :
Demam rendah atau sakit panas
13. Interaksi Sosial
a. Gejala :
1) Perasaan isosial/ penolakkan karena penyakit menular
2) Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab/perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
14. Penyuluhan dan pembelajaran
a. Gejala :
1) Riwayat keluarga TB
2) Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk
3) Gagal untuk membaik/kambuhnya TB
4) Tidak berpartisipasi dalam terapi
15. Pertimbangan
DRG menunjukkan rerata lama dirawat adalah 6,6 hari
16. Rencana Pemulangan
Memerlukan bantuan dengan/gangguan dalam terapi obat dan
bantuan perawatan diri dan pemeliharaan /perawatan rumah
17. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen dada
b. Usap basil tahan asam BTA
c. Spuntum
d. Tes kulit Tuberkulin

15
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
Infeksi.
2. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan
Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi
3. Hipertermia berhubungan Penyakit.

16
Tabel 3.2 Asuhan Keperawatan pasien dengan Penyakit TB Paru
No.
Diagnosa Perencanaan

Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1 Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas efektif Manajemen jalan nafas (3140)
. bersihan jalan nafas dengan kriteria hasil : a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman a. Memonitor kecepatan
berhubungan Status pernapasan : dan kesulitan bernafas. irama, kedalaman dan
dengan mucus Kepatenan jalan nafas kesulitan dalam bernafas
berlebihan a. Frekuensi Pernafasan : dapat mengetahui
16 – 24 x/menit perkembangan pasien
b. Irama Pernafasan :
Rileks b. Monitor suara nafas tambahan. b. Dapat memantau ada atau
c. Suara Auskultsi Nafas : tidaknya suara nafas
Vesikuler tambahan
d. Kemampuan untuk
mengeluarkan sekret c. Posisikan untuk memaksimalkan c. Posisi kepala yang lebih
ventilasi (posisi semi fowler) tinggi dapat mengurangi
tekanan arteri dengan

17
meningkatkan drainage
vena

d. Ajarkan pasien untuk batuk efektif d. Posisi duduk dapat


dengan posisi duduk. memabntu dalam
pengeluaran secret

e. Motivasi pasien untuk bernafas pelan e. Nafas dalam dapat


dan dalam. mendorong secret untuk
keluar

f. Kolaborasi terapi pemberian oksigen. f. Terapi oksigen membantu


memenuhi kebutuhan
oksigen bagi tubuh yang
kekurangan untuk
kebutuhan miokard untuk
melawan hipoksia/iskemia
2. Gangguan Pertukaran gas tidak terdapat Monitor Pernafasan (3350)
Pertukaran Gas gangguan setelah dilakukan a. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, a. Memonitor kecepatan

18
berhubungan tindakan keperawatan dengan dan kesulitan bernafas. irama, kedalaman dan
dengan criteria hasil: kesulitan dalam bernafas
Ketidakseimbangan Status pernafasan : dapat mengetahui
ventilasi – perfusi pertukaran gas perkembangan pasien
- FrekuensiPernafasan
: 16 – 24 x/menit b. Monitor saturasi oksigen. b. Dapat mengetahui
- Irama Pernafasan :
Rileks
- Keseimbangan
ventilasi dan perfusi c. Auskultasi suara nafas, catat area c. Dapat mengetahui ada atau
- Sianosis terjadi penurunan atau tidak adanya tidaknya suara nafas
- SaturasiOksigen : 95 ventilasi. tambahan
– 100%
- Dispnea dengan d. Posisikan untuk meringankan sesak d. Posisi kepala yang lebih
aktivitas ringan nafas (posisi semi fowler) tinggi dapat mengurangi
tekanan arteri dengan
meningkatkan drainage
vena

19
e. Edukasi kepada pasien untuk e. Nafas dalam dapat
melakukan relaksasi nafas dalam membantu mengurangi
ketika terjadi sesak nafas. sesak nafas

f. Kolaborasi pemberian terapi oksigen f. Terapi oksigen membantu


memenuhi kebutuhan
oksigen bagi tubuh yang
kekurangan untuk
kebutuhan miokard untuk
melawan hipoksia/iskemia
3 Hipertermia Hipetermia teratasi dengan a. Kontrol infeksi (6540)
. berhubungan kriteria hasil: 1) Dorong intake cairan yang sesuai 1) Intake cairan yang adekuat
Penyakit a. Keparahan infeksi dapat meminimalkan
1) Kemerahan terjadinya kekurangan
2) Demam volume cairan
3) Menggigil
2) Dorong untuk beristirahat 2) Istirahat yang cukup dapat
b. Tanda-tanda Vital membantu dalam
1) Suhu tubuh menurunkan suhu tubuh

20
2) Tingkat pernapasan

3) Berikan terapi antibiotik yang 3) pemberian antibiotik yang


sesuai sesuai dosis dan cara
pemakaian yang benar dapat
membantu dalam proses
penyembuhan

4) Batasi jumlah pengunjung 4) membatasi datangnya


sumber infeksi dari
lingkungan

b. Monitor tanda-tanda vital


1) Monitor dan laporkan tanda dan 1) Dapat mengetahui tingkat
gejala hipertermi berlanjut keparahan penyakit

2) Monitor tekanan darah, respirasi, 2) Memonitor tanda-tanda


suhu, nadi dengan tepat vital berguna untuk

21
mengetahui kondisi pasien

3) Monitor warna kulit, suhu dan 3) Dapat mengetahui ada atau


kelembaban tidaknya sianosis,
dehidrasi

22
23
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman penanggulangan


nasional TBC. Jakarta: Depkes RI.
Keliat, Budi Anna dkk. 2015. NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC

Nurjannah, Intansari. 2013. Nursing Interventions Classification. Yogyakarta:


Mocco Media

Nurjannah, Intansari. 2013. Nursing Outcomes Classification. Yogyakarta: Mocco


Media

Purwaningsih, W& Siti Fatimah. 2010. Asuhan Keperawatan Pasien


TBC .Yogyakarta: Nuha Medika
Sunaryati, Septi Shinta. 2011. 14 Penyakit Paling Sering Menyerang dan Sangat
Mematikan. Yogyakarta : Flashbooks
Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Trans Info media, Jakarta.
Warow, N& Aloysius Suryawan. 2008. Manajemen TBC dalam Pasien TBC.
Manado : JKM Volume 6 Nomor 2.
World Health Organization (WHO). 2015. Global Tuberculosis Report 2015.
Switzerland.

24

Anda mungkin juga menyukai