Anda di halaman 1dari 2

Allah Itu Roh, Tapi Nyata

SIAPA sesungguhnya Allah yang kita sembah itu, yang nama-Nya sering kita sebut
dalam doa? Apakah kita mengenal siapa Ia, bagaimana Ia di dalam hidup kita, dan
bagaimana kita menyikapi Ia? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kelihatan sangat
sederhana, dalam diskusi, dialog atau tanya jawab dengan jemaat, sering ada jawaban
yang cukup memprihatinkan. Bagaimana seharusnya pemahaman manusia akan Allah?
Kita akan berangkat dari kitab Keluaran 3: 13-14—Lalu Musa berkata kepada
Allah: “Lalu apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah
nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku:
bagaimana tentang nama-Nya, apakah yang harus kujawab kepada mereka? Firman
Allah kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi firman-Nya: “Beginilah kaukatakan
kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.”
Bagaimana memahami secara utuh makna pernyataan Allah kepada Musa ini?
Bagian pertama yang perlu kita ketahui, sekarang ada dua istilah: teistik dan
ateistik. Teistik adalah percaya akan adanya Allah. Lalu ateistik adalah orang yang tidak
percaya Allah itu ada. Kelompok yang percaya Allah itu ada disebut orang beragama.
Sedangkan kelompok kedua, katakanlah, diwakili oleh komunisme. Sebetulnya
komunisme itu berangkat dari paham materialisme, yang menganggap segala sesuatu itu
berasal dari materi. (Tapi ingat, materialisme beda dengan materialistis!)
Materialisme percaya bahwa segala sesuatu itu berasal dari materi. Karena itu
tidak ada roh, dan tidak ada yang tak kelihatan. Semua pasti kelihatan, karena materi.
Jadi, mereka tidak percaya Allah itu ada. Kemudian pandangan ini masuk ke dalam
paham komunisme, sehingga komunisme tampil ateis, tidak percaya Allah itu ada. Tetapi
waktu kita bicara teistik (orang yang percaya Allah), muncul lagi persoalan: “Allah yang
mana?” Allah setiap agama kan beda. Keyakinan tentang Allah juga beda rumusannya.
Tapi kita tidak akan membahas masalah perbandingan agama, tapi memikirkan tentang
Allah yang kita sembah itu seperti apa dan bagaimana?
Yang perlu kita ketahui, pertama, Ia adalah Allah Roh, bukan materi. Karena Ia
roh, Ia tidak bisa dikurung dalam ruang dan waktu. Ia tidak berdaging. Karena Ia roh, Ia
tidak sama dengan kita. Tetapi ketika dikatakan kita diciptakan segambar dan serupa
dengan Allah, lalu apanya yang segambar dan serupa? Suatu waktu kita akan membahas
ini. Tetapi paling tidak, kita mengerti kalau yang dikatakan “segambar dan serupa dengan
Allah” itu adalah potensi yang ada pada diri-Nya, ditaruh pada manusia. Secara
sederhana saja, Allah bisa bersekutu, maka manusia juga mampu bersekutu. Allah itu
mampu mencipta, manusia juga mampu mencipta tetapi cuma “fotokopinya”. Sedangkan
Allah mencipta dari yang tidak ada menjadi ada.
Allah yang roh itu adalah Allah yang juga intervensi atau menyatakan diri dalam
kehidupan umat-Nya. Ia bukan allah roh yang berada nun jauh di sana, kemudian tidak
bisa dikenal, dan sangat mistis. Ia Allah yang roh, tetapi nyata. Tentang ini Yesus berkata
kepada Nikodemus, “seperti angin yang kau tahu dan yakini, kau yakin ia ada, tetapi kau
tidak bisa melihat dan menjamah, tak tahu dari mana dan mau ke mana ia pergi, tetapi ia
ada”. Jadi Allah itu adalah Allah yang roh, tetapi sekaligus Allah yang menyatakan diri,
Allah yang nyata, sekalipun tak bisa diraba, tetapi Ia aktual dalam kehidupan umat-Nya.

Musa
Ketika Musa bertanya kepada Allah tentang siapa diri-Nya, Allah berkata, “AKU
adalah AKU...” Musa bukan orang bodoh, apalagi dia pernah mendapat pendidikan di
istana Mesir. Maka bagi Musa, sangat perlu mengetahui dengan jelas tentang identitas,
kekuasaan, atau wewenang pihak yang menyuruhnya, agar dia bisa menjelaskan hal itu
kepada orang-orang Israel. Bagi dia, segala sesuatu itu harus clear (jelas).
“AKU adalah AKU”, sekaligus menegaskan bahwa tentang siapa Allah, bukan
berdasarkan keterangan manusia atau keterangan Musa. Allah bisa melakukan itu di
dalam kesendirian-Nya. Tetapi di ayat 15, Allah juga memberikan penjelasan: “Beginilah
kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham,
Ishak dan Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk selama-lamanya
dan itulah sebutan-Ku turun-temurun”.
Jadi yang bisa kita pahami, pertama, Allah adalah Allah yang menyatakan diri-
Nya. Ia Allah yang tidak membutuhkan penjelasan manusia tentang siapa Ia. Sebab Ia
bisa menyatakan apa yang ingin Ia nyatakan. Dan Ia menyatakan hanya sebatas apa yang
ingin disampaikan-Nya, atau apa yang ingin dikatakan-Nya.
Jadi, di dalam pemikiran dan pemahaman kita tentang Allah, kita perlu
memerhatikan secara serius, ada bagian kedaulatan Allah yang mutlak dikatakan kepada
kita, tetapi ada bagian lain yang dinyatakan kepada kita dengan tuntas, lugas. Jadi dalam
hidup ini, ada bagian di mana menyangkut relasi kepercayaan kita dengan Tuhan. Dan
yang kedua, itu juga bisa kita jelaskan kepada orang lain yang ingin mengenal siapa
Tuhan. Tapi hati-hati, sebab kita tidak akan pernah mampu menjelaskan Tuhan dengan
tuntas. Karena untuk mengenal Tuhan, ada penjelasan yang bisa dipakai. Tetapi jangan
lupa, kuasa Tuhanlah yang membuat orang mengenal siapa Ia.
“AKU adalah AKU”, menyatakan, pertama: Allah itu adalah Allah yang
berdaulat yang tidak bisa diganggu gugat. Ia berdaulat penuh atas umat-Nya. Ia Allah
yang berdaulat, yang bisa melakukan apa yang Ia mau. Ia tidak perlu menjelaskan siapa
diri-Nya. Ia tidak tunduk kepada penjelasan manusia, dan penjelasan manusia tidak akan
membuat Ia menjadi Allah, atau menjadi Allah yang dikenal. “AKU adalah AKU” cukup
sampaikan itu, jangan tanyakan yang lainnya. “AKU adalah AKU” jalankan saja
bagianmu.
Tidak sederhana, tetapi itulah yang dikatakan Allah. Ia adalah Allah yang berbuat,
tetapi Ia juga Allah yang menjamin. “Lakukan saja apa yang Ku-katakan, dan jangan
takut akan hidupmu, jaminan yang akan kau dapatkan, karena AKU adalah AKU.”
(Diringkas dari kaset Khotbah Populer oleh Hans P.Tan)

Anda mungkin juga menyukai