Anda di halaman 1dari 2

Iman yang Kekanak-kanakan

FIRMAN Tuhan dalam 1 Kor 13: 8-13, menolong kita untuk memahami kemampuan
berpikir manusia secara rohani: masih kanak-kanak atau sudah dewasa. Orang yang
berpikir kanak-kanak selalu memerlukan simbol (tanda). Bagi kanak-kanak, apakah
dirinya disayang papa atau mama, salah satu indikasinya adalah apakah papa-mama suka
beli kue? Karena tingkat pertumbuhan rohaninya belum ada maka dia memerlukan
simbol yang konkrit dan harus ada wujudnya, barulah dia memahami itu. Jadi berpikir
kanak-kanak itu membuat kita terjebak pada simbol-simbol, atau nilai-nilai yang bisa
menyenangkan kita.
Tetapi bagi orang yang sudah tergolong dewasa—anak SMA misalnya—kue atau
mainan yang diberikan orang tuanya tidak sama dengan sayang. Bagi dia, papa sayang
atau tidak, itu tergantung pada apakah papa punya waktu dengan dia, ngobrol enggak
dengan dia? Dia tidak bisa disuap lagi dengan roti. Dia mulai memahami ekspresi atau
pemahaman kasih sayang itu sudah lebih berwujud. Nah, di sinilah Paulus berkata:
“Kasih tidak berkesudahan, tetapi yang lain itu, nubuat, bahasa roh, pengetahuan, itu
semua akan lenyap”. Jadi kita harus belajar menggapai yang paling tinggi, yaitu kasih
yang bersifat abadi itu. Itulah kedewasaan kita untuk menggapai itu. Maka orang Kristen
kalau makin dewasa makin tampak cinta kasihnya, makin dewasa makin utuh kasihnya.
Orang dewasa, meski katanya sudah terima Tuhan, juga bisa berpikir kanak-
kanak. Dia hanya bisa memahami kasih Kristus itu bila ada kesembuhan, mukjizat, dapat
uang, dapat pekerjaan, dan sebagainya. Itu yang dipahaminya. Sulit bagi dia memahami
kasih Kristus yang sudah menyelamatkan itu, apalagi misalnya dia miskin, sakit. Tetapi
orang dewasa dalam iman, mau sakit kek, mau kaya kek, sehat, miskin, baginya enggak
ada masalah, karena dia semakin dewasa memahami kasih Tuhan.
Jadi, kasih Tuhan itu tidak identik dengan “punya uang atau tidak punya uang”.
Kasih Tuhan itu identik dengan pemeliharaan hidup, di mana kita semakin hari semakin
mengerti kehendak Tuhan. Itu sebab rasul-rasul itu lain dari orang kebanyakan. Dulu
Petrus itu kekanak-kanakan sekali, maunya semua serba OK, harus menang. Dan
kemenangan itu dia pahami sebagai “musuhnya harus kalah”. Itu sebab, dalam jiwa
kekanak-kanakan itu Petrus memenggal telinga hamba imam sampai putus, tetapi Yesus
memasangnya kembali. Tetapi kemudian kita melihat bagaimana kedewasaan iman
Petrus berkembang secara luar biasa, sehingga waktu diancam, dia tidak bertarung. Dia
hanya berkata, “Hei imam-imam lebih baik aku taat kepada Allah daripada kalian”.
Sesudah dia betul-betul masuk dalam kedewasaan iman, dia tidak lagi memenggal telinga
orang. Hidupnya susah, dia tidak ribut, tetapi dia nikmati. Keluar masuk penjara dia tidak
pusing, justru dia nikmati. Rasul-rasul berkata: “Kami merasa terhormat, berbahagia
karena kami boleh menderita untuk Kristus”.
Perubahan cara berpikir dari kanak-kanak ke dewasa itu memberikan
kebijaksanaan dan pengertian yang hebat bagi kita. Di dalam proses bertumbuh seperti
itulah, sebagai orang yang sudah percaya dan menerima Kristus, kita melihat bagaimana
kualifikasi pemikiran kita. Dan berpikir itu adalah sebuah proses yang tidak pernah
berhenti selama hidup. Begitulah kita sebagai orang percaya. Sehingga proses
pembelajaran itu berjalan terus. Maka perlu kesetiaan, kejujuran, kesungguhan dalam
menyikapi semuanya.
Demonstrasikan kasih
Jadi, berpikir kanak-kanak itu harus ditinggalkan. Kita tidak bisa terus-menerus di
situ, berpikir secara simbol-simbol, yang jika engkau sakit berdoa, tidak sembuh lalu
kecewa, ngambek sama Tuhan. Itu kanak-kanak. Minta kerja tidak dapat lalu malas ke
gereja, malas berdoa. Itu kanak-kanak. Minta tanda ini-itu, itu kanak-kanak. Kalau kau
sudah dewasa, masak sih tidak percaya Tuhan mengasihi? Kalau kau masih minta tanda,
artinya engkau masih ragu. Kamu belum kenal baik dengan Tuhan. Kalau sudah kenal
baik, mana mungkin kamu lakukan itu? Kita tidak mengatakan minta tanda itu salah,
tetapi itu kanak-kanak. Masak saudara mau kanak-kanak terus? Saudara kan ingin
dewasa, bertumbuhlah. Orang yang semakin dewasa sudah berorientasi kepada kasih. Itu
yang mereka pikirkan. Pergumulan mereka, bagaimana mendemonstrasikan kasih itu,
sesuatu yang bersifat abadi dan tidak habis-habis itu.
Dan orang semakin dewasa semakin menyadari dirinya, kenal diri, tahu
keterbatasan dirinya. Dia cukup mengerti kalau sudah dikasih tahu. Tidak seperti anak-
anak yang diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran. Karena anak-anak itu
bisa ditipu kiri-kanan, semua diikuti padahal itu bertolak belakang. Gelap mata. Itu
kekanak-kanakan. Orang seperti itu tidak bergaul akrab dengan firman Tuhan. Kalau
bergaul akrab dengan firman, kita pasti menunjukkan sikap jelas, yang sesuai dengan
Alkitab, tidak membeo, tidak sekadar ikut-ikutan, tetapi menjadi orang Kristen yang
punya sikap jelas, dewasa, mampu menyikapi perbedaan dengan enteng tanpa harus ribut.
Kalau berpikir soal bisnis orang bisa mantap. Tetapi kalau urusan gereja orang
bisa ribut. Maka banyak orang Kristen menjadi kecewa dengan gereja. Di gereja sering
ribut, nilep uang juga. Bisa jadi di gereja ada orang yang masih kanak-kanak, yang masih
suka iseng. Ia harus diingatkan. Coba lihat diri dan sekeliling. Mungkin banyak di antara
kita yang berpikir seperti kanak-kanak, mengakibatkan munculnya pertikaian/keributan
suami-istri, orang tua-anak, atasan-bawahan. Jam atau rutinitas ke gereja sangat tinggi,
tetapi tidak ada perubahan yang signifikan terhadap perilaku dan sikap hidup. Jelas, itu
karena masih kanak-kanak.
Jadi, analisis atas diri sendiri membuat kita bisa menemukan apakah kita sudah
dewasa atau tidak, dalam konteks sudah menjadi orang Kristen yang menerima Kristus.
Tetapi tidak selesai sampai di situ, karena pertumbuhan itu tidak akan pernah berhenti
dan terus memberikan pencerahan, pembaruan, pengalaman-pengalaman unik bersama
dengan Tuhan, sehingga kita semakin tangguh, semakin sadar diri, kenal diri, tahu
kemampuan. Oleh karena itu temukan diri dan jadilah dewasa dalam
iman.(Diringkas dari kaset khotbah oleh Hans P.Tan)

Anda mungkin juga menyukai