Anda di halaman 1dari 10

Sindrom Nefrotik

oleh
Dr. Thuvaraka Ware

Sindrom nefrotik ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, dan edema. Fungsi ginjal
seringkali normal dan gejalanya dapat menyerupai patologi penyakit umum lainnya yang ada
di masyarakat. Etiologi yang mendasari lebih heterogen pada orang dewasa dibandingkan
dengan anak-anak yang lebih lanjutnya akan mempengaruhi proses diagnostik dan
menyebabkan keterlambatan dalam diagnosis. Kasus ini relatif jarang terjadi dalam
perawatan primer, tetapi komplikasi dari sindrom nefrotik dapat menjadi signifikan.
Komplikasinya termasuk hiperlipidemia, hiperkoagubilitas, peningkatan risiko infeksi dan
gagal ginjal stadium akhir. Karena itu, penting untuk mendiagnosis, menyelidiki, dan
mengelola sindrom nefrotik dengan tepat.

Patofisiologi
Sindrom nefrotik adalah istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang berbeda pada
satu kelompok sindrom yang heterogen. Meskipun ada beberapa proses patofisiologis yang
berkontribusi pada fenotipe, namun inti patofisiologinya terletak pada disfungsi glomerulus.
Hal Ini mengarah pada trias klasik proteinuria (lebih besar dari 3,5 g / hari pada orang dewasa
dan lebih besar dari 40 mg / m2 pada anak-anak), hipoalbuminemia dan edema. Pasien
dengan proteinuria tanpa adanya karakteristik lain terkait proteinuria nefrotik, biasanya
disebabkan oleh penyakit glomerulus yang mendasarinya.

1. Proteinuria
Filtrasi albumin oleh glomerulus biasanya dibatasi oleh muatannya yang negatif dan
ukurannya yang besar. Setiap albumin yang keluar diserap kembali dalam tubulus
proksimal. Pada sindrom nefrotik terdapat kegagalan pada proses ini, yang
menunjukkan adanya masalah dengan filter glomerulus. Kelainan podosit dan / atau
celah pada diafragma dianggap penyebab dari terjadinya proteinuria. Proteinuria itu
sendiri akan menyebabkan inflamasi tubulointerstitial dan fibrosis, yang berkontribusi
terhadap memburuknya fungsi ginjal; proteinuria juga merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kardiovaskular.

2. Hipoalbuminemia
Terjadinya proteinuria dapat berkontribusi terhadap keadaan berikutnya yaitu
hipoalbuminemia, namun hati harusnya mampu menghasilkan albumin yang cukup
untuk mengkompensasi kehilangan albumin. Ada sejumlah teori untuk menjelaskan
mengapa terus hilangnya albumin. Sebagai contoh, sitokin yang beredar dapat
mengubah produksi albumin oleh hati.

3. Edema
Ada dua hipotesis yang dipakai untuk terjadi edema pada sindrom nefrotik. Hipotesis
'underfill' adalah ketika tekanan onkotik yang rendah akibat hipoalbuminaemia
menyebabkan retensi natrium dan air dalam ruang ekstraseluler. Sebaliknya, hipotesis
'overfill' menunjukkan bahwa proteinuria lah yang menyebabkan peningkatan
natrium, dan dengan demikian, terjadi resorpsi air di tubulus.

4. Karakteristik terkait
Penurunan tekanan onkotik plasma dapat menyebabkan peningkatan metabolisme
lipid di hati, yang mengarah ke hiperlipidemia. Ada juga peningkatan produksi faktor
prokoagulan, karena adanya kehilangan faktor antikoagulan (antitrombin III) melalui
urin dan perubahan fungsional dalam trombosit, yang mengarah ke keadaan
prothombotik pada pasien dengan sindrom nefrotik, terutama pada membranous
nephropathy. Hilangnya imunoglobulin dan komplemen melalui glomerulus yang
bocor dapat meningkatkan risiko infeksi. Patologi yang mendasari dan proteinuria itu
sendiri juga dapat menyebabkan acute kidney injury (AKI) dan dalam beberapa kasus
dapat menjadi gagal ginjal stadium akhir jika tidak ditangani.

Etiologi

Penyebab sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi kelainan primer (idiopatik) pada glomerulus
dan kelainan sekunder yang menyebabkan disfungsi glomerulus (Kotak 1).
Penyebab utama utama sindrom nefrotik adalah minimal change disease (MCD),
membranous nephropathy (MN), focal and segmental glomerulosclerosis (FSGS) dan
mesangiocapillary (membranoproliferative) glomerulonephritis (MCGN). MCD lebih sering
terjadi pada anak-anak, FSGS pada dewasa muda dan MN pada pasien yang lebih tua.
Kotak 1. Penyebab sindrom nefrotik
Primer
1. Membranous nephropathy
2. Minimal change nephropathy
3. Focal and segmental glomerulosclerosis
4. Mesangiocapillary (membranoproliferative)
glomerulonephritis

Sekunder

1. Autoimun (systemic lupus erythematosus (SLE),


rheumatoid arthritis, vasculitides)
2. Metabolik (diabetes, amyloid)
3. Herediter (Alports, sickle cell disease)
4. Malignansi (myeloma, leukimia, lymphoma,
payudara, paru, kolon)
5. Infeksi (Hepatitis B/C, human
immunodeficiency virus, malaria, syphilis,
mycoplasma)
6. Obat-Obatan (non-steroidal anti-inflammatory
drugs, captopril, lithium )
7. Toxins (bee-stings)
8. Kehamilan

Assesment

1. Presentasi Gejala
Pengalaman penulis sendiri memiliki sindrom nefrotik didokumentasikan dalam kotak
2. Seperti dalam kotak 2, banyak pasien datang dengan gejala tidak spesifik, atau
dengan gejala edema perifer klasik dan edema periorbital. Jika edema yang terjadi
dibiarkan dan tidak diobati dengan baik, hal ini dapat berlanjut ke edema anasarka
(edema dengan sifat generalisata dengan akumulasi cairan subkutan dan gagal organ.)
Gejalanya termasuk sesak napas dari efusi pleura, gagal jantung atau asites, dan gejala
dan tanda-tanda AKI. Pasien mungkin juga dapat melihat urin berbusa akibat dari
proteinuria berat (the detergent effect). Albumin yang rendah dapat bermanifestasi
sebagai leukonichia pada kuku dan malaise.
Jika dicurigai mengarah ke sindrom nefrotik, cari petunjuk lain yang mungkin
mengarah ke kelainan sekunder. Misalnya pada pemeriksaan, cari ruam yang
mengarah ke vasculitis atau lupus. Pada pasien yang lebih tua dengan faktor risiko dan
gejala konstitusional, penting untuk mempertimbangkan kanker. Riwayat keluarga
pada pasien yang lebih muda berguna karena sejumlah penyakit ginjal yang
menyebabkan nefrosis bersifat bawaan sejak lahir (sindrom Alport). Riwayat obat
komprehensif juga penting, terutama dengan nefrosis dalam konteks AKI.
kotak 2. Naratif Pasien
Selama tahun pelatihan GP kedua saya, saya mulai merasa
lelah sepanjang waktu, tidak sebanding dengan kegiatan
sehari-hari saya. Saya baru saja pulih dari serangan sinusitis
yang berkepanjangan, untuk itu saya minum parasetamol
harian dan obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) selama 2
minggu. Secara kebetulan, atau sebaliknya, gejalanya teratasi
setelah pemberian penisilin dalam waktu singkat. Jadi, ketika
saya mulai merasa lelah, saya mengganggapnya sebagai
malaise akibat dari memiliki pekerjaan di rumah sakit yang
sibuk, mengelola balita di rumah dan merevisi ujian anggota.
Tidak sampai beberapa minggu setelah ini saya melihat
pitting edema di pertengahan betis pada akhir setiap hari.
Saya menghubungkan hal ini dengan efek berdiri lama, agak
tidak logis karena tidak pernah terjadi sebelumnya. Hal ini
tidak saya sadari sampai saya mengalami edema periorbital
yang cukup mendalam, lebih buruk setiap pagi, saya pikir itu
bisa menjadi sindrom nefrotik. Saya tidak mau berkomitmen
untuk diagnosis ini dan seperti semua dokter perawatan
primer yang baik, mencoba menggunakan waktu sebagai alat
diagnostik (ditambah berbagai tetes mata antihistamin /
antibakteri jika kasus ini adalah infeksi sekunder).
Namun, urin saya memiliki 4+ protein dengan UPCR lebih
dari 900 dan albumin saya adalah 20. Saya tidak hipertensi,
memiliki fungsi ginjal normal dan tidak memiliki hematuria.
Saya dipindahkan ke unit tersier untuk biopsi ginjal sebagai
kasus harian. Dengan ini terkonfirmasi minimal change
disease, yang tidak biasa pada orang dewasa, tetapi
untungnya bagi saya, adalah steroid responsif. Ahli nefologi
tidak dapat mengatakan dengan pasti apa etiologinya tetapi
merasa bahwa sinusitis dan NSAID mungkin berperan.
Setelah 6 bulan steroid dosis tinggi, saya dalam remisi dan
berhasil menghentikan steroid saya tanpa perlu steroid-
sparing agent. Setelah 4 tahun rawat jalan, saya dilepaskan.
Untuk refleksi, gejalanya sangat berbahaya dan tidak
spesifik, jika saya menjadi pasien yang lebih tua, multi-
morbid, diagnosisnya mungkin telah tertunda dan
meningkatkan kemungkinan komplikasi, seperti bekuan atau
infeksi. Pengalaman ini menekankan perlunya peninjauan
yang cermat terhadap presentasi gejala yang sangat umum
dalam perawatan primer, seperti pergelangan kaki bengkak
dan merasa lelah sepanjang waktu.
2. Pemeriksaan
Tidak ada pedoman guideline pemeriksaan dari National Institute for Health and Care
Excellence (NICE) saat ini untuk pemeriksaan sindrom nefrotik, meskipun ada,
pedoman tersebut hanya untuk pemeriksaan penyakit yang dapat menyebabkan
sindrom nefrotik, seperti MCD. Kotak 3 merangkum tes-tes utama yang harus
dipertimbangkan ketika menyelidiki pasien-pasien dengan kemungkinan sindrom
nefrotik.
Kotak 3. Pemeriksaan dalam menyelidiki sindrom
neftrotik
 Darah : full blood count, fungsi ginjal, fungsi hati,
waktu pembekuan, profil lipid
 Miskroskopis urin
 Protein urin/albumin : rasio kreatinin
 Pemeriksaan imunoserologi
 Ultrasound Ginjal
 Biopsi Ginjal

Dalam perawatan primer, dilakukan pemeriksaan dip urin (untuk menyingkirkan


sindrom nefritik dan glomerulonefritis yang mendasari (GN)) dan tes darah untuk
mencari cedera ginjal, tes ini sangat penting karena hasilnya akan mengarahkan untuk
melakukan rujukan ke perawatan sekunder. Pada sindrom nefritik, patofisiologi nya
mencakup peningkatan inflamasi glomerulus akibat berbagai proses yang dimediasi
imun.
Meskipun kedua sindrom ini memiliki klinis yang berbeda, kadang-kadang ada
tumpang tindih dalam gejala antara sindrom nefrotik dan nefritik, misalnya dalam
MCGN, yang dapat muncul di kedua sindrom. Perbedaan utama antara keduanya
dapat dilihat dalam Tabel 1.
Pemeriksaan spot test rasio protein-kreatinin memberikan informasi yang cukup
akurat dan lebih praktis daripada pengumpulan urin 24 jam, yang menjadi gold
standar.
Semua pasien dengan sindrom nefrotik akan memerlukan rujukan ke nefrologi,
namun, diskusi dengan ahli nefrologi atau dokter anak berguna untuk menghindari
keterlambatan dalam manajemen lebih lanjut. Mayoritas anak-anak dengan sindrom
nefrotik memiliki MCD idiopatik dan respon terhadap steroid.

Prinsip manajemen
Tujuan utama adalah untuk mengatasi etiologi yang mendasarinya (jika ada) dan komplikasi
nefrosis. Edema dapat diobati dengan pembatasan garam dan diuresis dengan loop diuretik.
Proteinuria dapat diobati dengan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEi) atau obat
angiotensin receptor blocker (ARB). Risiko trombosis pada pasien dapat meningkat, terutama
pada pasien dengan albumin yang sangat rendah kurang dari 20 g/L atau jika pasien memiliki
etiologi membranous nephropathy yang mendasarinya. Profilaksis heparin dengan berat
molekul rendah pada pasien berisiko tinggi mungkin menjadi pilihan dan harus dipandu oleh
ahli nefrologi, karena tidak ada bukti kuat saat ini tersedia untuk merekomendasikan tindakan
ini. Pengobatan seharusnya hanya berhenti ketika nefrosis teratasi. Pasien juga dapat
mengalami peningkatan risiko untuk infeksi karena kehilangan imunoglobulin dan
komplemen melalui gangguan yang ada pada glomerulus, namun, tidak ada konsensus saat
ini untuk peran antibiotik profilaksis
Minimal Change Disease
Minimal Change Disease adalah penyebab paling umum dari sindrom nefrotik pada anak-
anak. Nama ini berasal dari perubahan yang relatif minimal pada pemeriksaan mikroskop
jaringan. Mikroskop elektron diperlukan untuk memvisualisasi perpindahan proses kaki
podocyte yang menjadi ciri penyakit ini. Meskipun biopsi kadang-kadang diperlukan pada
orang dewasa, hal ini jarang diperlukan pada anak-anak. Etiologinya sering idiopatik, tetapi
juga bisa sekunder karena obat-obatan seperti obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan
antimikroba, malignansi hematologi, dan jarang pada infeksi seperti tuberkulosis atau human
immunodeficiency virus (HIV).
Di luar pengobatan simtomatik seperti yang dijelaskan di atas, MCD biasanya responsif
terhadap steroid. Tingkat terjadinya relaps yaitu antara 30 dan 70%, dan pada pasien yang
sering mengalami relaps berulang akan lebih sulit diobati. Dalam hal ini, histologi harus
ditinjau untuk memastikan diagnosisnya benar dan agen imunosupresif lainnya dapat
dipertimbangkan seperti siklosporin atau takrolimus.

Membranous Nephropathy
MN adalah penyebab paling umum dari sindrom nefrotik non-diabetes di seluruh dunia pada
orang dewasa. Sebagian besar manifestasi bersifat idiopatik dan memerlukan biopsi untuk
membantu pengobatan. Pemeriksaan mikroskop menunjukkan membran basal yang menebal
dengan imunofluoresensi yang menunjukkan deposisi IgG granular di dinding kapiler.
Penyebab sekunder termasuk keganasan, yang mungkin atau tidak diawali oleh sindrom
nefrotik selama beberapa tahun; perkembangannya juga bisa menjadi tanda relaps kanker.
Manajemen MN primer dan sekunder memerlukan pengobatan simtomatik (Gambar. 1)
kemudian mengobati etiologi yang mendasarinya. Untuk MN primer, sepertiga dari pasien
mengalami remisi spontan, sepertiga lainnya akan mengalami proteinuria ringan dan
sepertiga terakhir akan berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir. Maka dari itu setelah
diagnosis,pasien diobservasi untuk waktu yang singkat untuk mendeteksi remisi. Jika ada
perburukan secara klinis atau biokimia, modifikasi pengobatan penyakit dapat
dipertimbangkan.

Focal and segmental glomerulosclerosis

FSGS adalah proses penyakit dan diagnosis histologis yang menggambarkan bagian sklerosis
(segmental) dari beberapa (fokus) glomeruli. FSGS primer (idiopatik) adalah penyebab utama
sindrom nefrotik pada pasien kulit hitam, yang memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan etnis lain juga dapat disertai dengan proteinuria berat. Hal ini dapat
terjadi pada ginjal yang ditransplantasikan dan dapat dikaitkan dengan hipertensi, disfungsi
ginjal dan hematuria mikroskopis. Meskipun FSGS sekunder muncul dengan
hipoalbuminaemia dan proteinuria yang lebih sedikit, namun FSGS sekunder lebih mungkin
menyebabkan penyakit ginjal kronik. Penyebabnya termasuk infeksi, seperti HIV, dan segala
penyebab yang melukai jaringan ginjal secara progresif seperti vaskulitis atau pre-eklampsia.
Hampir setengah dari pasien akan mengalami gagal ginjal stadium akhir jika tidak diobati.
Perawatan utama untuk FSGS primer yang menyebabkan sindrom nefrotik adalah steroid,
karena FSGS lebih lambat merespons daripada MCD, pasien biasanya memerlukan
perawatan minimal 4 minggu. Bagi pasien yang tidak ada respon terhadap pengobatan ini,
dapat dipertimbangkan untuk diberikan inhibitor kalsineurin seperti siklosporin atau
tacrolimus. FSGS sekunder tidak akan responsif terhadap steroid dan membutuhkan
pengurangan tekanan intraglomerular dan pengobatan penyebab yang mendasarinya.

Mesangiocapillary (membranoproliferative) glomerulonephritis

Istilah ini menggambarkan histologi yang ditemukan pada biopsi ginjal pasien dengan
gambaran hiperselularitas glomerulus yang intens karena proliferasi mesangial dan penebalan
membran basal glomerular. Seperti penyebab sindrom nefrotik di atas, ini bisa menjadi
penyebab utama dan kelainan idiopatik, atau yang berhubungan dengan penyakit lain, seperti
infeksi (HIV, hepatitis C atau malaria) atau Systemic lupus erythematosis. Saat ini tidak ada
pilihan pengobatan evidance-based untuk MCGN meskipun imunomodulasi dengan steroid
dan antibodi monoklonal mungkin memiliki peran dalam manajemen MCGN .
KEY POINT
 Sindrom nefrotik disebabkan oleh beragam proses
penyakit dan dapat muncul secara tidak spesifik dan /
atau serupa dengan patologi umum yang terlihat
dalam perawatan primer.
 Jarang terjadi namun penting karena memiliki
komplikasi serius yang meliputi trombosis, infeksi,
dan gagal ginjal
 pemeriksaan berfokus untuk menemukan etiologi
yang mendasarinya
 Manajemen berfokus pada manajemen gejala dan
memastikan etiologi yang mendasari diobati.
 Semua pasien memerlukan rujukan ke tim nefrologi.
Sumber :
1. Ware, Thuvaraka. Nephrotic Syndrome. SAGE journal, Volume: 13 issue: 3. p159-

163 January 30, 2020. https://doi.org/10.1177/1755738019895050

Anda mungkin juga menyukai