Makalah dibuat
sebagai persyaratan untuk
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Oleh :
Sitti Nurjanna Usemahu, S.Ked (2009-83-012)
Pembimbing:
LetkolLaut (K) Dr. Hisnindarsyah, SE.,M.Kes
1
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2. Berdasarkan Tipe gejala, DCS dibagi dalam 2 tipe yaitu :
3,7,8,9
a. Tipe I (Pain Only Bends)
Gejala utamanya adalah nyeri, terutama di daerah
persendian dan otot disekitarnya, dapat timbul mendadak
setelah penyelaman atau perlahan-lahan. Selain itu dapat
timbul kemerahan di kulit, gatal serta pembengkakan di
sekitar sendi. Paling sering terkena adalah sendi bahu,
kemudian sebagian pada persendian siku, pergelangan
tangan, sendi lutut dan pergelangan kaki. Nyeri biasanya
3,7,8.9
menyerang dua sendi atau lebih tetapi jarang simetris.
b. Tipe II (Serious Decompression Sickness)
Merupakan penyakit dekompresi yang serius menyerang
sistem saraf pusat dan kardiopulmoner.
Gejala-gejala klinis antara lain :
- Gejala-gejala neurologis : Gejala ini muncul sangat
tergantung pada bagian otak mana yang tekena.
Gejalanya dapat berupa :, Kesulitan bicara, tremor,
vertigo, tinnitus, dan lain-lain.
- Gejala paru dan jantung : sesak nafas, nyeri dada, batuk-
batuk non produktif
- Gejala Gastrointestinal : Mual, muntah, kejang usus dan
diare
- Gejala di kulit : bercak kebiruan, gatal-gatal pada Tipe I.
- Bends Shock
3
2.1.5. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan penyakit dekompresi adalah melawan efek
hipoksia pada jaringan. Pada prinsipnya merupakan gabungan tiga
tingkatan yaitu :
1. Pengobatan kedaruratan di tempat kejadian
a. Anamnesa dan pemeriksaan fisik dengan teliti dan cepat
untuk menentukan diagnosa.
7
b. Pemberian oksigen 100 %
c. Bila jauh dari fasilitas RUBT sementara dapat dilakukan
rekompresi dalam air sedalam 9 meter dengan pemberian
oksigen 100 % lewat full face mask selama 30 menit, jika
ada perbaikan dapat diteruskan sampai 90 menit. Kecepatan
naik 1 meter setiap 12 menit. Apabila cara ini tidak berhasil
penderita segera dirujuk ke pusat RUBT terdekat.
2. Pengobatan kedaruratan pada waktu evakuasi
a. Inhalasi oksigen 100 %
b. Pemberian obat-obatan suportif dan rehidrasi
c. Segera menghubungi fasilitas RUBT terdekat
d. Transportasi sebaiknya lewat darat, tetapi bila jarak terlalu
jauh maka di evakuasi dengan helikopter ketinggian yang
ditempuh 240-300 meter di atas permukaan air.
3. Pengobatan di fasilitas RUBT
a. Rekompresi dan terapi OHB yang bertujuan :
- Mengurangi petumbuhan gelembung gas inert
- Memudahkan pembersihan/pembuangan gas inert
- Mengatasi iskemik dan hipoksia pada jaringan yang
terkena.
9
Hasil tekanan dalam peningkatan 15 kali lipat dalam konsentrasi
oksigen terlarut dalam plasma. Itu adalah konsentrasi yang cukup untuk
memasok kebutuhan tubuh saat istirahat bahkan dalam total tidak
1,11,12
adanya hemoglobin.
Sistem kerja TOHB, pasien dimasukkan dalam ruangan dengan
tekanan lebih dari 1 atm, setelah mencapai kedalaman tertentu
disalurkan oksigen murni (100%) kedalam ruang tersebut. Ketika kita
bernapas dalam keadaan normal, udara yang kita hirup komposisinya
terdiri dari hanya sekitar 20% adalah oksigen dan 80% nya adalah
nitrogen. Pada TOHB, tekanan udara meningkat sampai dengan 2 kali
keadaan nomal dan pasien bernapas dengan oksigen 100%. Pemberian
oksigen 100% dalam tekanan tinggi, menyebabkan tekanan yang akan
melarutkan oksigen ke dalam darah serta jaringan dan cairan tubuh
lainnya hingga mencapai peningkatan konsentrasi 20 kali lebih tinggi dari
6
normal.
Oksigenasi ini dapat memobilisasi penyembuhan alami jaringan,
hal ini merupakan anti inflamasi kuat yang merangsang perkembangan
pembuluh darah baru, dapat membunuh bakteri dan mengurangi
3,6
pembengkakan.
6
2.2.2. Indikasi
Hiperbarik dapat memiliki beberapa manfaat untuk mengobati
penyakit-penyakit akibat penyelaman dan kegiatan kelautan:
- Penyakit Dekompresi
- Emboli udara
- Luka bakar
- Crush Injury
- Keracunan gas karbon monoksida (CO)
Terdapat beberapa pengobatan tambahan, yaitu:
- Gas gangren
- Komplikasi diabetes mellitus (gangrene diabeticum)
- Eritema nodosum
10
- Osteomyelitis
- Buerger’ s diseases
- Morbus Hansen
- Psoriasis vulgaris
- Edema serebral
- Scleroderma
- Lupus eritematosus (SLE)
- Rheumatoid artritis
11
- Beberapa medikasi dihentikan 8 jam sebelum memulai terapi
oksigen hiperbarik antara lain vitamin C, morfin dan alkohol.
- Pasien diberikan pakaian yang terbuat dari 100% bahan katun dan
tidak memakai perhiasan, alat bantu dengar, lotion yang terbuat
dari bahan dasar petroleum, kosmetik, bahan yang mengandung
plastik, dan alat elektronik.
- Pasien tidak boleh menggunakan semua zat yang mengandung
minyak atau alkohol (yaitu, kosmetik, hairspray, cat kuku, deodoran,
lotion, cologne, parfum, salep) dilarang karena berpotensi memicu
bahaya kebakaran dalam ruang oksigen hiperbarik.
- Pasien harus melepaskan semua perhiasan, cincin, jam tangan,
kalung, sisir rambut, dan lain-lain sebelum memasuki ruang untuk
mencegah goresan akrilik silinder di ruang hiperbarik.
- Lensa kontak harus dilepas sebelum masuk ke ruangan karena
pembentukan potensi gelembung antara lensa dan kornea.
- Pasien juga tidak boleh membawa koran, majalah, atau buku untuk
menghindari percikan api karena tekanan oksigen yang tinggi
berisiko menimbulkan kebakaran.
- Sebelum pasien mendapatkan terapi oksigen hiperbarik, pasien
dievaluasi terlebih dahulu oleh seorang dokter yang menguasai
bidang hiperbarik. E valuasi mencakup penyakit yang diderita oleh
pasien, apakah ada kontraindikasi terhadap terapi oksigen
hiperbarik pada kondisi pasien.
- Sesi perawatan hiperbarik tergantung pada kondisi penyakit pasien.
- Pasien umumnya berada pada tekanan 2,4 atm selama 90 menit.
Tiap 30 menit terapi pasien diberikan waktu istirahat selama 5
menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari keracunan oksigen pada
pasien.
- Terapi oksigen hiperbarik memerlukan kerjasama multidisiplin
sehingga satu pasien dapat ditangani oleh berbagai bidang ilmu
kedokteran.
12
- Pasien dievaluasi setiap akhir sesi untuk perkembangan hasil terapi
dan melihat apakah terjadi komplikasi hiperbarik pada pasien.
- Untuk mencegah barotruma GI, ajarkan pasien benapas secara
normal (jangan menelan udara) dan menghindari makan besar atau
makanan yang memproduksi gas atau minum sebelum perawatan.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
15
Gambar 1. Rumus Chi-Square
Keterangan :
X2 : Nilai Chi-kuadrat
fe : Frekuensi yang diharapkan
f0 : Frekuensi yang diperoleh/diamati
Interpretasi nilai p yaitu hasil uji statistik menunjukan p < 0,05 maka
hipotesis diterima sehingga ada hubungan yang bermakna antara variabel
bebas dan variabel terikat dan bila nilai p > 0,05 maka hipotesis ditolak
sehingga tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel bebas dan
variabel terikat.
16
BAB IV
DISKUSI
4.1. Hasil
4.1.1. Distribusi Pasien yang Menjalani Terapi HBO Berdasarkan
Indikasi Kasus
Berdasarkan kajian data diperoleh hasil yakni jumlah pasien yang
menjalani terapi Hiperbarik oksigen adalah sebanyak 91 pasien dimana
Indikasi Kebugaran merupakan kasus terbanyak yang di terapi dengan
HBO yaitu sekitar 43,82% atau 39 orang pasien kemudian diiikuti
dengan kasus DCS Tipe I yaitu sebanyak 30 orang (33,71%), Kasus
Stroke (6 orang) 6.59%, Diabetes Melitus 5 orang (5.49%), Cephalgia
dan DCS Tipe II masing-masing 3 orang (3.30%), Kasus Ulkus DM dan
Barotrauma masing-masing sebanyak 2 orang yaitu sekitar 2.20% dan
Vertigo yaitu hanya 1 orang (1.10%) dari total seluruh pasien.
Tabel 1. Distribusi Pasien yang menjalani Terapi HBO Berdasarkan Indikasi Kasus
INDIKASI TERAPI JUMLAH PASIEN PERSENTASE (%)
Kebugaran 39 42.86
Stroke 6 6.59
Diabetes Mellitus 5 5.49
Ulkus DM 2 2.20
Vertigo 1 1.10
Cephalgia 3 3.30
DCS Tipe I 30 32.97
DCS tipe II 3 3.30
Barotrauma 2 2.20
TOTAL 91 100.00
17
Grafik 1.
Distribusi Pasien yang menjalani Terapi HBO
Berdasarkan Indikasi Kasus
18
keram masing-masing 4 orang (13.33%), kemerahan pada kulit (2
orang) 6.67% dan keluhan mati rasa 2 orang (6.67%).
Grafik 2. DIstribusi Keluhan Awal Sebelum Terapi HBO pasien DCS Tipe I
19
Grafik 3. Distribusi Perbaikan Klinis Penderita
DCS Tipe I Setelah Terapi HBO
4.2. Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian didapatkan hasil nilai P = 0,014
(p<0,050). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pemberian terapi hiperbarik oksigen pada perbaikan
klinis pasien dekompresi tipe I. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Hadanny A et all (2015) yang mengemukakan bahwa
baik pasien decompression sickness yang mendapatkan terapi rekompresi
dengan TOHB lebih awal maupun yang terlambat mendapatkan terapi
menunjukkan hasil yaitu 76% yang sembuh sempurna, partial recovery
17.1%, dan tidak mengalami perubahan adalah 6.6% untuk pasien yang
20
terlambat mendapatkan terapi sedangkan pasien yang mendapatkan
terapi lebih cepat memiliki hasil yakni 78% sembuh sempurna (complete
recovery),15.6% partial recovery dan 6.2% tidak mengalami
10
penyembuhan. Hasil ini menunjukkan bahwa sekalipun pasien
decompressi sickness terlambat atau lebih cepat mendapatkan terapi
4
rekompresi dengan TOHB memiliki hasil yang sama baiknya.
Menurut teori TOHB merupakan terapi utama pada pasien-pasien
3
dekompresi baik tipe I maupun tipe II. Teori dasar di balik terapi Oksigen
Hiperbarik pada penderita DCS ini adalah, pertama, untuk repressurize
pasien untuk mengembalikan kedalaman di mana gelembung dari nitrogen
atau udara yang dilarutkan ke dalam jaringan dan cairan tubuh. Pasien
akan menghirup oksigen konsentrasi tinggi secara intermiten, diharapkan
dapat terbentuk gradien difusi yang lebih besar. Kemudian, pasien akan
dibawa kembali menuju permukaan secara perlahan-lahan. Keadaan ini
memungkinkan gas untuk berdifusi secara bertahap keluar dari paru-paru
dan tubuh. Penambahan helium dengan oksigen telah terbukti
menghasilkan keuntungan bila dibandingkan dengan oksigen saja bahkan
4,7,8
dalam DCS neurologis berat atau refractory DCS.
Terapi yang dapat diberikan pada pasien dengaan dekompresi
8.10
berpatokan pada tabel-tabel dibawah ini :
21
Tabel. 4. Treatment Tabel 5 8,10
8
Indikasi :
- Gejala Tipe I DCS (kecuali untuk Cutis marmorata) saat
pemeriksaan neurologis lengkap tidak menunjukkan adanya
kelainan. Setelah tiba di kedalaman 60 kaki pemeriksaan
neurologis harus dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada
neurologis gejala terbuka (misalnya, kelemahan, mati rasa,
kehilangan koordinasi) yang hadir.
- Asymptomatic omitted decompression
- Pengbatan gejala-gejala yang ada diikuti dengan rekompresi dalam
air
- Follow-up trreatment untuk sisa-sisa gejala
- Keracunan gas monoksida
- Gas Gangren
22
Tabel 5. Treatment Tabel 68
8
Indikasi :
- Arterial gas embolism
- Gejala-gejala DCS Tipe 2
- DCS Tipe 1 dimana gejala tidak dapat hilang dalam waktu 10
menit pada kedalaman 60 kaki atau nyeri yang parah dan harus
segera dilakukan rekompresi tanpa dilakukan pemeriksaan
neurologis terlebih dahulu
- Cutis marmorata
- Keracunan gas CO berat, sianida dan inhalasi asap rokok
- Asymptomatic omitted decompression
- Symptomatic uncontrolled ascent
23
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Penyakit Dekompresi merupakan Suatu penyakit yang disebabkan
oleh pelepasan dan mengembangnya gelmbung gas dari fase
larut dalam darah atau jaringan akibat penurunan tekanan
disekitarnya.
2. Penyakit Dekompresi diklasifikasikan menjadi DCS Tipe I dan
DCS Tipe II.
3. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa jumlah pasien
yang menjalani terapi oksigen hiperbarik selama periode Januari
2011- Februari 2016 di RSAL Dr.F.X Suhardjo adalah sebanyak
91 orang dengan total pasien DCS Tipe I yang menjalani terapi
Hiperbarik Oksigen adalah sebanyak 30 orang yaitu sekitar
33.71%.
4. Dari Penelitian ini didapatkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pemberian terapi oksigen hiperbarik dengan
perbaikan klinis pasien DCS Tipe I.
5.2. Saran
- Mengingat manfaat Hiperbarik Oksigen, diharapkan pada tenaga
kesehatan yang bekerja pada rumah sakit yang dilengkapi dengan
fasilitas HBO agar dapat memberikan penjelasan kepada
masyarakat terkait manfaat HBO dalam hal penanganan kasus-
kasus yang diakibatkan oleh penyelaman.
- Dengan Penelitian ini diharapkan agar dapat dilakukan penelitian
lebih lanjut terkait ada tidaknya faktor yang berpengaruh terhadap
kesembuhan pasien dekompresi.
24
DAFTAR PUSTAKA
25