Anda di halaman 1dari 5

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Teori Belajar dan Pembelajaran Matematika

Matematika berasal dari bahasa latin manthancin atau athema yang berarti
belajar atau hal yang dipelajari. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan mulai dari SD/sederajat,
SMP/sederajat, SMA/sederajat dan bahkan Perguruan Tinggi. Matematika
mempunyai fungsi dan tujuan tertentu di dalam kehidupan. Banyak pendapat ahli
psikologi yang memberi berbagai definisi tentang belajar diantaranya Hudojo
menyatakan bahwa: “Belajar adalah usaha seseorang dalam memperoleh
pengalaman/pengetahuan baru sehingga menyebabkan terjadinya perubahan
tingkah laku.1

Menurut Suryono, belajar adalah suatuaktivitas atau proses untuk


memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku,
sikap, dan mengokohkan kepribadian. 2 Sedangkan menurut Hilgard sebagai
mana yang dikutip Ahmad Sudrajat bahwa belajar adalah suatu proses di mana
suatu perilaku muncul atau berubah karena adanya respon terhadap suatu
situasi.3 Belajar juga merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dalam diri
individu yang relatif tetap sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya, yang
dilakukan secara sadar untuk tujuan peningkatan diri. Perubahan ini meliputi
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun sikis seperti perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan ataupun sikap.

Belajar adalah kegiatan mental yang dapat diamati dari luar. Hasil belajar
hanya bisa diamati jika seseorang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh

1
Hudojo, Herman, PengalamanKurikulumMatematikadanPelaksanaannnyadi DepanKelas,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1979), h.1.
2
SuryonodanHariyanto, BelajardanPembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2012), h.9
3
Ahmad Sudrajat, HakikatdanPengertian, Januari2008, Diaksespadatanggal: 19 Maret 2016
darisitus: http://ahmadsudrajat.wordpress.com

4
melalui belajar.4 Belajar matematika sangat penting bagi siswa, guru bertanggung
jawab untuk mengajarkan matematika kepada siswa. Pembelajaran matematika
bukan hanya sebatas berhitung, namun membentuk logika berpikir. Berhitung
dapat dilakukan dengan alat bantu atau media belajar, seperti kalkulator atau
komputer, namun menyelesaikan masalah perlu logika berpikir dan analisis. Oleh
karena itu, siswa yang belajar matematika harus memiliki pemahaman yang benar
dan lengkap, sesuai dengan tahapannya, melaluicara yang menyenangkan.5

B. Model Pembelajaran Problem Based Learning

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam


merencanakan pembelajaran dikelas yang meliputi tujuan-tujuan pembelajaran,
tahap-tahap dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan
kelas.6 Dan Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran.
Yang mana siswa sejak awal dihadapkan pada suatu masalah, selanjutnya siswa
mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian, dan percayadiri.7

Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) mulai pertama kali


diterapkan di Mc Master University School of Medicine Kanada padatahun 1969
(Rideout, 2001). Sejak itu Problem Based Learning (PBL) menyebar keseluruh
dunia, khususnya dalam pendidikan kedokteran/keperawatan dan bidang-bidang
ilmu lain di perguruan tinggi, misalnya arsitektur, matematika, okupasi dan
fisioterapi, ilmu mumi (Jaramillo 1999; Kang, 1999). Dalam pembelajaran
berbasis masalah ini, peserta didik dipandang sebagaip ribadi “yang utuh” yang
memiliki sejumlah pengetahuan sebagai bekal awal dalam pembelajaran. 8

4
Khalida, penerapan pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share (TPS) pada materi
perbandingan di kelas VII MTsS Babun Najah Banda Aceh, skripsi, (Banda Aceh: UIN Ar-Raniry,
2015), h.9.
5
Mastur Faizi, Ragam Metode Mengajarkan Eksakta pada Murid, (Jogjakarta: DIVA Press, 2013),
h. 70-71
6
AgusSuprijono, Cooperative Learning TeoridanAplikasiPaikem., ( Jakarta : PustakaPelajar, 2010),
h.46
7
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013), h. 228
8
YatimRiyanto, ParadigmaBaruPembelajaran, (Jakarta: KencanaPredana Group, 2012), h. 284

5
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi peserta didik untuk belajar tentang caraberpikir kreatif dan keterampilan
pemecahan masalah.9

Karakteristik Problem Based Learning Menurut Arends (1997: 349):


pengajuan pertanyaan atau masalah; berfokus pada keterkaitan antar disiplin;
penyelidikan autentik; dan menghasilkan produk dan memamerkannya;
kolaborasi. Prinsip Problem Based Learning menurut Romauli : konstruktif;
10

mandiri; kolaboratif; dan kontekstual. Adapun langkah-langkah pelaksanaan


11

pembelajaran Problem Based Learning adalah sebagai berikut : Orientasi siswa


kepada masalah; Mengorganisasikan siswa untuk belajar; Membimbing
penyelidikan individual maupun kelompok; Mengembangkan dan menyajikan
hasil karya; dan Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.12

Sebagaimana model lainnya, model Problem Based Learning juga memiliki


kelebihan dan kekurangan. Uden & Beaumont (2006: 57) menyatakan beberapa
keuntungan yang dapat diamati dari siswa yang belajar dengan menggunakan
model pembelajaran Problem Based Learning, yaitu :13

a. Mampu mengingat dengan lebih baik informasi dan pengetahuannya;


b. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kreatif,
berpikirkritis, dan keterampilan komunikasi;
c. Mengembangkan basis pengetahuan secara integrasi;
d. Menikmati belajar;
e. Meningkatkan motivasi;
9
Sudarman, Problem Based Learning :Suatu Model
PembelajaranuntukMengembangkandanMeningkatkanKemampuanMemecahkanMasalah, Vol 2,
Issue 2, Maret 2007. Diaksesspada :19 April 2017darisitus : http://physicsmaster.orgfree.com
10
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013), h. 220
11
Maya Yulita, PengaruhMetode Problem Based Learning Terhadap Proses
PembelajarandanPeningkatansoftskilmahasiswaakutansi, September 2013, Diaksespadatanggal:
24 April 2017darisitus: http://jurnal.umrah.ac.id

12
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2009), h. 98.
13
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2013), h. 220

6
f. Bagus dalam kerja kelompok;
g. Mengembangkan strategi belajar;
h. Meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Sedangkan kelemahan model Problem Based Learning antara lain:
a. Kapasitas siswa yang terlalu banyak menyebabkan guru kesulitan dalam
melaksanakan model Problem Based Learning
b. Waktu yang kurang efektif atau tidak efesien
c. Tidak semua siswa dapat menganalisis permasalahan yang disajikan

C. Kemampuan Berfikir Kritis

Berpikir kritis telah menjadi suatu istilah yang sangat popular dalam dunia
pendidikan pada beberapa tahun terakhir. Para pendidik menjadi lebih tertarik
untuk mengajarkan keterampilan berpikir dengan berbagai corak. Berpikir kritis
memungkinkan siswa untuk menemukan kebenaran di tengah banjir kejadian dan
informasi yang mengelilingi.

Kemampuan berpikir kritis menurut Deswani (2009: 119) adalah proses


mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi, dimana informasi
tersebut didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau
komunikasi. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Gunawan (2007: 177) yang
menyatakan bahwa berpikir kritis adalah kemampuan untuk melakukan analisis,
menciptakan dan menggunakan kriteria secara obyektif dan melakukan evaluasi
data. Lebih lanjut (Ibrahim, 2007) menjelaskan bahwa kemampuan seseorang
untuk dapat berhasil dalam kehidupannya antara lain ditentukan oleh kemampuan
berpikirnya, terutama dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan yang
dihadapinya.

Berpikir kritis adalah salah satu sisi menjadi orang kritis yang mana pikiran
harus terbuka, jelas, dan berdasarkan fakta. Seorang pemikir harus mampu
memberi alasan atas pilihan keputusan yang diambilnya dan harus terbuka
terhadap perbedaan keputusan dan pendapat orang lain serta sanggup menyimak

7
alasan-alasan mengapa orang lain memiliki pendapat/keputusan yang berbeda
(Harsanto, 2005: 37).

Anda mungkin juga menyukai