Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam mengantisipasi masa
depan, pendidikan selalu diorientasikan pada penyiapan siswa untuk berperan di
masa yang akan datang. Oleh karena itu, pengembangan sarana pendidikan
sebagai salah satu prasyarat utama untuk menjemput masa depan dengan segala
kesempatan dan tantangannya.(dalam Suparman dkk, 2015:367).
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk meningkatkan taraf hidup
bangsa. Pada dasarnya pendidikan merupakan sebuah upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) (dalam Usman dkk, 2017:68).
Manusia tidak bisa lepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan salah
satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-
Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 1 disebutkan bahwa
pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik
melalui proses pembelajaran. Dalam pasal 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
Dengan demikian pendidikan adalah segala daya upaya dan semua usaha
untuk membuat masyarakat dapat mengembangkan potensi peserta didik agar
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, berkepribadian,
memiliki kecerdasan, berakhlak mulia, serta memiliki keterampilan yang
diperlukan sebagai anggota masyarakat dan warga negara.
Hasil belajar matematika siswa MTs lebih rendah jika dibandingkan siswa
SMP. Hal ini dapat dilihat dari hasil UN (Ujian Nasional) yang dilaksanakan pada

1
tahun 2015 bahwa rata-rata nilai UN Matematika SMP lebih tinggi dari siswa
MTs (litbang.kemdikbud, 2015).
Kualitas hasil belajar siswa di Indonesia juga terlihat dari rendahnya
prestasi yang diraih siswa dalam kancah internasional seperti Programme for
Internasional Student Assassment (PISA) dan Trends Internasional Mathematics
and Science Study (TIMSS). Berdasarkan hasil laporan PISA dan TIMSS,
Indonesia berada dalam urutan ke 38 dari 42 negara peserta dengan skor rata-rata
386, sedangkan skor rata-rata internasional 500. Kondisi ini tidak jauh berbeda
dengan hasil studi PISA yakni pada tahun 2009 berada di urutan ke 61 dari 65
negara, pada tahun 2012 pada posisi 61 dari 65 negara, dan yang terakhir pada
tahun 2015 menempatkan Indonesia pada posisi 69 dari 76 negara (Murtiyasa,
2015).(dalam Yuni,dkk , 2018:184)
Penggunaan PBL untuk berpikir kritis harus mengikuti langka-langkah
yang ada pada model ini secara benar. PBL mempunyai lima langkah, yaitu: (1)
orientasi peserta didik pada masalah, (2) mengorganisasi peserta didik untuk
belajar, (3) membimbing penyelidikan kelompok, (4) mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, dan (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah (Sumarmi, 2012). Problem-oriented teaching methods
support learners in finding their own solutions to substantial and relevant
problems (Weiss, 2017). Peserta didik yang diorientasikan terhadap sebuah
masalah akan membuat mereka menemukan solusi secara relevan, hal ini karena
peserta didik berlatih untuk menemukan jalan keluar secara mandiri tanpa bantuan
dari guru.(dalam Hayuna, dkk, 2018:43)
Penelitian mengenai pengaruh PBL terhadap berpikir kritis pernah
dilakukan. Penelitian Ardiyanti (2016) berjudul “Berpikir Kritis Peserta Didik
dalam Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Kunci Determinasi ”. Hasil
penelitian menyatakan bahwa: Pertama pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan berpikir kritis peserta didik. Kedua, pembelajaran berbasis masalah
berpikir kritis peserta didik untuk indikator memberikan penjelasan dasar. Ketiga
pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan berpikir kritis peserta didik
untuk indikator membangun keterampilan dasar. Keempat pembelajaran berbasis

2
masalah dengan bantuan kunci determinasi dapat meningkatkan berpikir kritis
peserta didik untuk indikator memberikan menyimpulkan (Ardiyanti, 2016).
(dalam Hayuna, dkk, 2018:43)
Jadi, berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Meningkatatkan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa Melalui Model Problem Based Learning (PBL)”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa Melalui
Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)?
2. Bagaimana perbedaan kemampuan berpikir kritis matematis siswa
yang menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
dengan yang menerapkan model pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka
penelitian ini bertujuan antara lain :
1. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan Kemampuan
Berfikir Kritis Siswa Melalui Model Pembelajaran Problem Based
Learning (PBL).
2. Untuk mengetahui perbedaan yang siginifikan terhadap
kemampuan berpikir kritis antara siswa yang diterapkan model
pembelajaran Problem Based Learning(PBL) dengan siswa yang
diterapkan model konvensional.

Anda mungkin juga menyukai