Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Bronkiolitis adalah inflamasi di bronkiolus terminalis yang menyerang anak-


anak usia di bawah 2 tahun, dengan karakteristik nafas yang cepat, dada tertarik, dan
wheezing. Angka insiden tertinggi adalah pada anak usia di bawah 2 tahun terutama
pada usia 2 sampai dengan 6 bulan. Kejadian bronkiolitis ini meningkat terutama pada
musim dingin atau hujan.1
Adapun etiologi dari bronkiolitis lebih seing oleh karena infeksi virus yaitu
Respiratory Syncitial Virus (RSV). Pada bronkiolitis dapat ditemukan nekrosis epitel
dan destruksi silia dari sel epitel, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit, sel plasma
dan makrofag pada daerah peribronkial. Daerah submukosa menjadi edema.1
Invasi virus pada epitel bronkiolus akan menyebabkan respon inflamasi berupa
nekrosis epitel, oklusi bronkial dan penumpukan limfosit peribronkial. Bronkiolus
menjadi edema dan mengalami obstruksi oleh mukus dan selular debris sehingga dapat
menyebabkan kolaps saluran napas bagian distal baik parsial maupun total. Pada
keaadaan ini juga dapat terjadi hiperreaktivitas dari saluran napas. Produksi mukus,
edema saluran napas dan hiperreaktivitas saluran napas dapat menyebabkan
peningkatan resistensi aliran udara. 2
Bronkiolitis awalnya ditandai dengan infeksi saluran napas atas dengan gejala
pilek dengan sekret encer, bersin, demam subfebril dan nafsu makan menurun. Setelah
RSV sampai di bronkioli maka dapat menyebabkan bronkiolitis dengan gejala yang
ditimbulkan akibat obstruksi yang makin meningkat dalam 2 sampai 3 hari. Batuk
bersifat iritatif, repetitif dan paroksismal. Pada auskultasi dapat ditemukan ronki basah
halus difus pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Terdengar suara napas wheezing
dan ekspirasi yang memanjang.1
Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis,
umumnya dalam batas normal. Sedangkan pemeriksaan radiologis didapatkan
hiperinflasi paru, sela iga melebar, penekanan diafragma dan sudut costoprenikus
menyempit.1

1
Diagnosis banding dari bronkiolitis adalah asma bronkiale, bronkopneumonia,
bronkitis akut, gagal jantung, dan aspirasi benda asing. Terapi yang diberikan dapat
berupa oksigen, bronkodilator, glukokortikoid, antibiotika dan juga terapi cairan.1
Prognosis pasien dengan bronkiolitis biasanya baik bila tanpa disertai penyakit
yang lain. Mortalitas dapat terjadi akibat apne, asidosis respiratorik yang tidak
terkompensasi atau mengalami dehidrasi berat.3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Bronkiolitis


Bronkiolitis adalah suatu proses keradangan atau inflamasi pada saluran napas
yaitu bronkiolus terminal yang ditandai dengan respiratory distress dan overdistensi
pada paru yang umumnya disebabkan oleh infeksi virus . Bronkiolitis juga merupakan
penyakit saluran pernapasan pada anak di bawah umur 2 tahun dimana ditemukan
wheezing, retraksi dinding dada dan takipneu.1,2

2.2 Epidemiologi Bronkiolitis


Angka insiden tertinggi adalah pada anak usia di bawah 2 tahun terutama pada
usia 2 sampai dengan 6 bulan. Kurang lebih 60 % mengenai laki-laki (laki-laki :
perempuan = 1,5 : 1).3 Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa tidak ada perbedaan
angka insiden berdasarkan jenis kelamin.4 Kejadian bronkiolitis ini meningkat terutama
pada musim dingin atau hujan. Merupakan penyebab perawatan terbanyak diantara
penyakit saluran napas lainnya pada anak. 1,2,3
Bronkiolitis banyak ditemukan pada anak yang sedikit atau tidak mendapat ASI,
tinggal di daerah pemukiman yang padat, pada anak yang lahir prematur, berat badan
lahir rendah, dan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Kurang lebih 25 % anak di
bawah umur 1 tahun dan 13 % anak usia 1 sampai 2 tahun menderita bronkiolitis dan
80 % diantaranya menjalani rawat inap.5 Angka kematian akibat bronkiolitis adalah
sebesar 1-2 %. 3

2.3 Etiologi Bronkiolitis


Adapun penyebab dari bronkiolitis adalah sebagai berikut:1,2,3,4
 Virus: Respiratory Syncytial Virus (RSV) kurang lebih 60-90%,
adenovirus, influenza, parainfluenza virus tipe 1 sampai 3, rhinovirus, herpes
virus, enterovirus.
 Bakteri: Mycoplasma pneumonia, H. Influenza, Pneumokokus,
Stafilokokus, dan Streptokokus.

2.4 Patofisiologi Bronkiolitis

3
Invasi virus pada epitel bronkiolus akan menyebabkan respon inflamasi berupa
nekrosis epitel, oklusi bronkial dan penumpukan limfosit peribronkial. Bronkiolus
menjadi edema dan mengalami obstruksi oleh mukus dan selular debris sehingga dapat
menyebabkan kolaps saluran napas bagian distal baik parsial maupun total. Pada
keaadaan ini juga dapat terjadi hiperreaktivitas dari saluran napas. Produksi mukus,
edema saluran napas dan hiperreaktivitas saluran napas dapat menyebabkan
peningkatan resistensi aliran udara.5
Kelainan patologi pada infeksi yang ringan adalah nekrosis dari epitel dan
destruksi silia dari sel epitel, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit, sel plasma dan
makrofag pada daerah peribronkial. Daerah submukosa menjadi edema tetapi tidak ada
destruksi dari jaringan kolagen maupun elastis. Ditemukan pula kumpulan debris
seluler, fibrin dan mukus plug dalam bronkiolus.3,4,5
Pada infeksi yang berat dapat ditemukan deskuamasi atau nekrosis epitel
sehingga akan banyak ditemukan debris seluler. Sekresi mukus biasanya meningkat.
Nekrosis epitel bersilia akan menyebabkan mekanisme pertahanan akan menurun
sehingga mudah terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Akibat infeksi sekunder ini akan
dapat terjadi nekrosis epitel submukosa dan otot polos.6
Berdasarkan Hukum Poiseuille yang menyatakan bahwa resistensi aliran udara
saluran napas berbanding terbalik dengan radius saluran napas pangkat 4 maka adanya
sedikit saja penyempitan lumen saluran napas akan memberikan efek yang cukup besar
pada aliran udara. Selain itu pada anak-anak didapatkan lebih sedikit bronkiolus
terminalis yang berfungsi sebagai sirkuit paralel untuk menurunkan resisitensi saluran
napas.5
Peningkatan resistensi aliran udara menyebabkan hipoventilasi dari alveoli dan
penurunan rasio ventilasi-perfusi. Hipoksemia merupakan akibat ketidakserasian antara
ventilasi dan perfusi (V/Q mismatch). Resistensi aliran udara pada bronkiolus
meningkat baik pada fase inspirasi maupun ekspirasi. Tetapi karena radius saluran
napas mengecil selama fase ekspirasi maka terdapat mekanisme klep (ball-valve effect).
Pada mekanisme ini maka udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada.
Akibat overinflasi maka dapat menyebabkan penurunan daya pengembangan paru dan
peningkatan dead space fisiologis.5
Akibat obstruksi saluran napas mengakibatkan tekanan intratorakal menurun
sehingga darah yang ke jantung dan kapiler paru meningkat mengakibatkan terjadinya

4
ekstravasasi cairan. Hal ini menyebabkan akumulasi cairan di sekitar alveoli dan
bronkiolus sehingga dapat menyebabkan edema paru. Edema paru juga dapat
menyebabkan daya pengembangan paru juga berkurang. Akumulasi cairan pada
bronkiolus juga dapat mengakibatkan bronkokonstriksi. Apabila obstruksinya total
maka dapat terjadi atelektasis sehingga menggangu pertukaran udara di paru. Sebagai
kompensasinya adalah peningkatan frekuensi napas.5

2.5 Manifestasi klinis


Bronkiolitis awalnya ditandai dengan infeksi saluran napas atas dengan gejala pilek
dengan sekret encer, bersin, demam subfebril dan nafsu makan menurun. Batuk bersifat
iritatif, repetitif dan paroksismal. Anak akan menjadi iritabel, sulit tidur dan sulit
makan dan minum. Dapat ditemukan nafas cuping hidung, dispneu dan takikardia.
Usaha nafas meningkat (air hunger) dan dapat terjadi sianosis. Penggunaan otot bantu
pernapasan bertambah dan dapat terlihat adanya retraksi. Pada auskultasi dapat
ditemukan ronki basah halus difus pada akhir inspirasi dan awal ekspirasi. Terdengar
suara napas wheezing dan ekspirasi yang memanjang. 2,8
Derajat beratnya penyakit2 :
1. Ringan : Frekuensi respirasi masih di bawah ambang batas, pertukaran udara
masih baik, tanpa retraksi atau retraksi minimal, tidak ada tanda dehidrasi
2. Sedang : Frekuensi respirasi diatas ambang batas, retraksi sedang, pemanjangan
fase ekspirasi dengan penurunan pertukaran udara
3. Berat : Frekuensi respirasi >70x/menit, retraksi nyata, merintih,saturasi O 2
<94%, dehidrasi, pertukaran udara jelek
4. Sangat berat : apneu, sianosis dengan pemberian O 2, syok, tidak mampu
mempertahankan PaCO2 <55mmHg, PaO2>50mmHg dengan FiO2>80%
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium8
a. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan darah lengkap dan hitung kurang berguna karena hitung WBC
masih dijumpai dalam batas normal.
b. Analisis gas darah mungkin diperlukan pada pasien-pasien berat khususnya
yang membutuhkan ventilasi mekanik untuk menentukan berat ringannya
penyakit.

5
c. Pemeriksaan kimia darah umumnya dijumpai dalam batas normal kecuali bila
terdapat adanya dehidrasi berat.
2. Pemeriksaan radiologis5,8
Gambaran radiologis munngkin masih normal bila pada bronkiolitis derajat
ringan. Umumnya didapatkan hiperinflasi paru, sela iga melebar, air trapping,
penekanan diafragma dan sudut costoprenikus menyempit. Diameter AP
meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang terdapat bercak-bercak perpadatan
akibat atelektasis sekunder akibat obstruksi atau inflamasi bronkus, infiltrasi
alveoli dan gambaran garis-garis linear karena bronkioli yang menebal bersama-
sama yang seringkali tampak sebagai daerah konsolidasi.
3. Pemeriksaan penunjang lain7,8
a. Pemeriksaan aspirasi atau swab nasofaring untuk biakan RSV
b. Rapid RSV Test: ELISA, Direct Fluorescent Antibody Staining (sensitivitas
dan spesivisitas 90 %)

2.7 Diagnosis Bronkiolitis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Umumnya tidak sulit untuk mendiagnosa bronkiolitis oleh karena sifatnya
khas yaitu terjadi pada anak kurang dari 2 tahun, didahului oleh gejala infeksi saluran
napas bagian atas kemudian disusul oleh napas cepat dengan mengi dan dapat
ditemukan retraksi dinding dada, dan ditemukan hiperinflasi dengan ronki basah halus
dan difus. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak banyak membantu. Sedangkan
pemeriksaan terhadap RSV itu sendiri sulit dan lama dan baku emas dengan melakukan
usapan nasofaring untuk membiakan RSV jarang dilakukan.5,8

2.8 Diagnosa Banding Bronkiolitis


1. Asma bronkiale
Sulit dibedakan dengan bronkiolitis terutama bila terjadi pada usia dibawah 2
tahun. Umumnya asma terjadi pada usia 9 bulan sampai 12 bulan, terbanyak
pada usia lebih dari 2 tahun. Perlu pula diketahui bahwa sekitar 10-30% anak
yang menderita bronkiolitis sebagian besar menjadi penderita asma. Pada
penderita asma ditemukan riwayat atopi dalam keluarga dan serangn biasanya
berulang atau episodik. Seringkali tidak didahului oleh infeksi saluran napas

6
bagian atas. Ekspirasi memanjang dengan ronki yang lebih terbatas. Inflasi paru
lebih ringan. Pemeriksaan lab dapat ditemukan eosinofilia dan biasanya
berespon terhadap pemberian bronkodilator.5,6
2. Pneumonia
Diagnosis banding bronkiolitis dengan pneumonia sering kali sulit apabila pada
bronkiolitis terdapat infeksi sekunder bakteri. Pneumonia jarang terjadi pada
usia kurang dari 2 tahun, bila penyebabnya adalah bakteri maka suhu tubuh
akan meningkat (febris) dan terdapat leukositosis. Mengi jarang ditemukan.
Pada perkusi dapat ditemukan suara redup oleh karena konsolidasi. Pada
pemeriksaan radiologis ditemukan konsolidasi atau infiltrat lebih jelas.1,5,7,8
3. Bronkitis akut
Gejala obstruksi dan gangguan pertukaran gas tidak begitu nyata atau ringan.
Pada auskultasi ditemukan ronki basah kasar. Bronkitis dapat berkembang
menjadi bronkiolitis.5,8
4. Aspirasi benda asing
Terjadinya mengi biasanya setelah batuk atau tersedak oleh sesuatu. Tidak ada
tanda-tanda infeksi saluran napas bagian atas. Pada auskultasi ditemukan
wheezing yang sifatnya terlokalisir. Didiagnosa dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, bronkoskopi dan juga pemeriksaan radiologis.5
5. Gagal jantung
Diketahui dengan anamnesis dari perjalanan klinisnya. Biasanya terdapat
gangguan pertumbuhan, kardiomegali pada pemeriksaan radiologis, murmur,
hepatomegali dan kelainan pada EKG.5,6
Selain itu terdapat pula fibrosis kistik, vascular ring dan bronchomalasia sebagai
diagnosis banding dari bronkiolitis akut.

2.9 Penatalaksanaan
1. Oksigen
Oksigen diberikan dengan konsentrasi 40 %, tujuannya adalah untuk
menanggulangi dispneu, mencegah sianosis dan mengurangi kegelisahan.
Saturasi oksigen dipertahankan pada batas 95 % sampai dengan 98 %.2,3,4,5

7
2. Terapi cairan
Diberikan terapi cairan pada pasien dengan nafsu makan dan minum yang
berkurang dan pada pasien yang kondisinya lemah.2,5,7
3. Bronkodilator
Penggunaan bronkodilator ß2-agonis pada bronkiolitis masih kontroversial.
Menurut penelitian Klassen dkk menggunakan rancangan double-blind dan
mendapatkan hasil bahwa penggunaan salbutamol pada pasien bronkiolitis
dapat memperbaiki keadaan klinis pasien. Salbutamol yang biasa diberikan di
Sub-Bagian Respirologi Bagian Anak RSUP Sanglah adalah sebesar 0,05-0,1
mg/kgBB/kali, setiap 6 jam2,5,6,7
4. Glukokortikoid
Injeksi deksametasone bersamaan dengan inhalasi salbutamol dapat
memperbaiki keadaan klinis tetapi penggunaannya masih kontroversial. Dosis
yang biasa diberikan adalah dosis bolus 1 mg/kgBB, diikuti dengan dosis 0,5-1
mg/kgBB/hari diberikan tiap 8 jam2,5
5. Antibiotika
Diberikan antibiotika spektrum luas. Penggunaan antibiotika agak kurang
rasional, tetapi karena sulitnya diagnosis untuk mengidentifikasi virus penyebab
dan ketidakpastian tentang penyebabnya maka antibiotika dapat diberikan.
Namun dapat diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari setiap 6 jam2,5,6

2.10 Prognosis
Prognosis pasien dengan bronkiolitis biasanya baik. Kematian terjadi kurang dari 1 %
dari seluruh penderita. Kematian biasanya oleh karena apneu yang berkepanjangan,
dehidrasi berat atau bila ada kelainan seperti penyakit jantung bawaan dan
imunodefisiensi.8

2.11 Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya adalah dengan mengurangi kontak
dengan anak yang sakit. Pasien yang menjalani rawat inap seharusnya ditempatkan di
di ruang isolasi untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial. Cuci tangan juga

8
merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan setelah kontak langsung dengan
pasien.2,5

BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : KAMW
Umur : 0 tahun 6 Bulan 13 hari

9
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Susut, Bangli
MRS : 19 April 2014
Tanggal Pemeriksaan : 19 April 2014

II. ANAMNESIS ( Heteroanamnesis )


Keluhan Utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang bersama ibunya ke rumah sakit tanggal 19 April 2014 dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien merupakan
rujukan dari dokter spesialis. Sesak nafas disertai dengan suara ngik-ngik yang dapat
didengar oleh orang tua pasien. Kebiruan tidak ada dan sesak tidak hilang dengan
perubahan posisi. Dikeluhkan orang tua pasien juga sempat muntah sebanyak 2 kali
sebelum masuk rumah sakit. Saat ini pasien dikeluhkan sesaknya masih ada namun
sudah berkurang.
Keluhan batuk dan pilek dikatakan ada sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Batuk tidak berdahak dan menetap sepanjang hari. Saat ini keluhan pilek sudah hilang
dan batuk sudah berkurang.
Panas badan dan kejang disangkal oleh orang tua pasien. Kemampuan minum
saat sesak dikatakan berkurang. Saat sehat pasien dapat minum ASI dan susu formula.
BAB dan BAK pasien dikatakan normal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien sebelumnya belum pernah mengalami sesak. Riwayat alergi dan asma disangkal
oleh orang tua pasien. Riwayat penyakit sistemik dan keturunan disangkal
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Kakak pasien dikatakan pernah masuk rumah sakit di Bangli dengan keluhan batuk dan
pilek berat namun tidak sampai sesak pada umur 7 hari. Ayah pasien dikatakan

10
mengalami kencing manis. Riwayat alergi dan asma di keluarga disangkal oleh orang
tua pasien.
Riwayat Pribadi/Sosial/Lingkungan
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Disekitar lingkungan rumah pasien
tidak ada yang memiliki penyakit yang sama dengan pasien. Ayah pasien merokok
namun tidak pernah merokok di depan pasien. Seminggu ayah pasien merokok sekitar 1
batang. Rumah bersih dengan ventilasi cukup, cukup jauh dari jalan raya. Pasien tidak
menggunakan obat nyamuk bakar.
Riwayat Pengobatan
Pasien sempat dibawa ke praktek dokter spesialis anak pada tanggal 19 April 2014 dan
langsung dirujuk ke Rumah Sakit Sanjiwani Gianyar
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali
Polio : 4 kali
Hepatitis B : 4 kali
DPT : 3 kali
HiB : 3 kali
Campak :-
Riwayat Persalinan
Pasien lahir ditolong bidan lahir spontan per vaginam BBL : 2900 gram, Panjang badan
50 cm dan lingkar kepala dikatakan lupa, pasien segera menangis saat lahir.
Riwayat Nutrisi
ASI : Diberikan sejak lahir hingga sekarang
Susu Formula : Diberikan sejak umur 3 bulan hingga sekarang
Bubur Susu : Diberikan sejak umur 6 bulan hingga sekarang

Riwayat Tumbuh Kembang


Menegakkan kepala : 3 bulan
Membalik badan : 3,5 bulan
Duduk : 6 Bulan
Riwayat Alergi
Tidak ada
Penilaian Nyeri

11
Tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 19 April 2014)


Status Present
Keadaan umum : Tampak Sakit sedang
GCS : E3M3V3 (9/9)
Nadi : 108 x/ menit, isi cukup, teratur
RR : 60 x/menit
Temp. Aksila : 36,60C

Status Antropometri :
Berat Badan : 9,1 kg
Panjang Badan : 67 cm
Lingkar Kepala : 37 cm
Lingkar lengan atas : 16 cm
BB/U : z score : 0 - 2 SD
PB/U : z score : 0 - 2 SD
BB/PB : z score : 2 SD
BBI : 8 kg
BMI : 20,3 kg/m2
Status gizi : 113%

Status General
Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva pucat (-), hiperemi (-), sekret (-/-), sclera ikterik (-),
pupil (+) isokor, reflek cahaya (+/+), oedema (-/-)
THT : Telinga: sekret (-)
Hidung: sekret (-), nafas cuping hidung (-)
Tenggorokan: faring hiperemis (-), tonsil T1/T1 hiperemis (-)
Lidah: basah (+), Bibir: mukosa basah (+)
Leher : Kaku kuduk (-)
Thorax : Simetris
Cor : S1 S2 normal, reguler, murmur ( - )

12
Pulmo : suara nafas Bronkovesikuler (+/+), Rhales (-/-), Wheezing
(+/+), retraksi (+) subcosta
Abdomen : Distensi (-), nyeri tekan (-), meteorismus (-), peristaltik (+) normal,
ascites (-). Turgor kulit segera kembali
Hepar : just palpable
Lien : tidak teraba
Massa: -
Ekstremitas : Akral hangat ( + ), oedema (-) , CRT < 2 detik
Kulit : Sianosis (-)
Genitalia eksternal: dalam batas normal

IV. HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah Lengkap (19 April 2014)
Parameter Nilai Unit Nilai Rujukan
WBC 20,4 103/μL 6,0-14,0
3
#Lym 6,6 10 /μL 0,8-4,0
#Mid 1,7 103/μL 0,1-0,9
#Gran 12,1 103/μL 2,0-7,0
Lymh% 32,4 % 10,0-40,0
Mid% 8,1 % 3,0-9,0
Gran% 59,5 % 50,0-70,0
RBC 3,55 106/μL 3,50-5,50
HGB 8,9 g/dl 11,0-16,0
HCT 23,7 % 37,0-54,0
MCV 66,8 fl 82,0-95,0
MCH 25,1 pg 27,0-31,0
MCHC 37,5 g/dl 32,0-36,0
PLT 332 103/μL 100-300
PCT 0,302 % 0,108-0,282

Gula Darah Acak : 98 mg/dl ( 19 April 2014 )

V. DIAGNOSIS KERJA
Bronkiolitis Akut derajat sedang + Gizi Lebih

13
VI. PENATALAKSANAAN
- MRS
- 02 nasal 2 lpm
- IVFD D5 ½ NS 10 tetes mikro permenit
- Nebulisasi bronkodilator (combivent) ½ ampul setiap 6 jam
- Glukokortikoid (metilprednisolon) diberikan ½ ampul setiap 8 jam
- Antibiotik Cefotaxime IV 50-100mg/kgBB/hari setara dengan 250 mg setiap 8
jam

FOLLOW UP PENDERITA DI RUANGAN


TGL S O A P
19 - Sesak (+) St Present Bronkiolitis - MRS
April - Batuk (+) - HR:108X/mnt Akut - 02 nasal 2 lpm
2014 berkurang - RR:60X/mnt Derajat - IVFD D5 ½ NS 10 tetes
- Demam (-) - T ax : 36,60C sedang + mikro permenit
- Muntah (+) St. Generalis Gizi Lebih - Nebulisasi
- Makan (-) - Kepala:Normo bronkodilator
- Minum (+) cephali, (combivent) ½ ampul
- BAK (+) - Mata: setiap 6 jam
- BAB (+) konjungtiva - Glukokortikoid
pucat (-), ikt(-) (metilprednisolon)
- THT:NCH(-), diberikan ½ ampul
- Thoraks: setiap 8 jam
Retraksi - Antibiotik Cefotaxime
subcostal(+), IV 50-
bronkovesikul 100mg/kgBB/hari
er (+/+), setara dengan 250 mg
Rales (-/-) setiap 8 jam
Wheezing (+/ Monitor :
+) - Keluhan
- Abdomen: - Tanda Vital
Distensi (-),

14
Bising usus (+)
N, Hepar dan
Lien tidak
teraba
Ext : Akral hangat (+)
20 - Sesak (+) St Present Bronkiolitis - MRS
April - Batuk (+) - HR:140X/mnt Akut - 02 nasal 2 lpm
2014 berkurang - RR:55X/mnt Derajat - IVFD D5 ½ NS 10 tetes
- Demam (-) - T ax : 36,40C Sedang+ mikro permenit
- Muntah (+) St. Generalis Gizi Lebih - Nebulisasi
- Makan (-) - Kepala:Normo bronkodilator
- Minum (+) cephali, (combivent) ½ ampul
- BAK (+) - Mata: setiap 6 jam
- BAB (+) konjungtiva - Glukokortikoid
pucat (-), ikt(-) (metilprednisolon)
- THT:NCH(-), diberikan ½ ampul
- Thoraks: setiap 8 jam
Retraksi(-), - Antibiotik Cefotaxime
bronkovesikul IV 50-
er (+/+), 100mg/kgBB/hari
Rales (-/-) setara dengan 250 mg
Wheezing (+/ setiap 8 jam
+) Monitor :
- Abdomen: - Keluhan
Distensi (-), - Tanda Vital
Bising usus (+)
N, Hepar dan
Lien tidak
teraba
Ext : Akral hangat (+)
21 - Sesak (+) St. Present : Bronkiolitis - MRS
April - Batuk (+) - HR:116X/mnt Akut - 02 nasal 2 lpm
2014 berkurang - RR:40X/mnt Derajat - IVFD D5 ½ NS 10 tetes

15
- Demam (-) - T ax : 36,90C Sedang+ mikro permenit
- Muntah (+) St. Generalis Gizi Lebih - Nebulisasi
- Makan (-) - Kepala:Normo bronkodilator
- Minum (+) cephali, (combivent) ½ ampul
- BAK (+) - Mata: setiap 6 jam
- BAB (+) konjungtiva - Glukokortikoid
pucat (-), ikt(-) (metilprednisolon)
- THT:NCH(-), diberikan ½ ampul
- Thoraks: setiap 8 jam
Retraksi(-), - Antibiotik Cefotaxime
bronkovesikul IV 50-
er (+/+), 100mg/kgBB/hari
Rales (-/-) setara dengan 250 mg
Wheezing (+/ setiap 8 jam
+) Monitor :
- Abdomen: - Keluhan
Distensi (-), - Tanda Vital
Bising usus (+)
N, Hepar dan
Lien tidak
teraba
Ext : Akral hangat (+)

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Tinjauan Pustaka Laporan Kasus


Anamnesis Pada anamnesis umumnya Pada pasien berumur 6 bulan
terlihat gejala pilek dengan 13 hari dikeluhkan sesak nafas
sekret encer, bersin, nafsu sejak 1 hari sebelum masuk RS
makan menurun, dan batuk. disertai dengan suara ngik-
Bronkiolitis banyak ditemukan ngik, batuk dan pilek sejak
pada anak yang sedikit atau sejak 2 hari sebelum masuk
tidak mendapat ASI. Kurang rumah sakit,. Kemampuan
lebih 25 % anak di bawah minum saat sesak berkurang.
umur 1 tahun dan 13 % anak Panas badan dan kejang
usia 1 sampai 2 tahun disangkal oleh orang tua
menderita bronkiolitis pasien. Riwayat alergi/asma

17
oleh pasien atau keluarga
disangkal. Penderita mendapat
ASI sejak lahir, diberikan susu
formula sejak umur 3 bulan
dan diberikan bubur susu umur
6 bulan.
Pemeriksaan Fisik Demam, usaha nafas Respirasi 60 x/ menit, Suhu
meningkat (air hunger), Aksila 36,60C, ditemukan
sianosis, ronki basah halus wheezing pada kedua lapangan
difus pada akhir inspirasi dan paru
awal ekspirasi, suara napas
wheezing dan ekspirasi yang
memanjang.
Pemeriksaan a. Pemeriksaan darah lengkap Darah Lengkap (19 April
Penunjang b. Analisis gas darah mungkin 2014)
c. Pemeriksaan kimia darah WBC 20,4
5,8
d. Pemeriksaan radiologis #Lym 6,6
hiperinflasi paru, sela #Mid 1,7
iga melebar, air #Gran 12,1
trapping, penekanan Lymh% 32,4
diafragma dan sudut Mid% 8,1
Gran% 59,5
costoprenikus
RBC 3,55
menyempit. Diameter HGB 8,9
AP meningkat pada HCT 23,7
foto lateral. Kadang- MCV 66,8
kadang terdapat MCH 25,1
bercak-bercak MCHC 37,5

perpadatan akibat
atelektasis sekunder
akibat obstruksi atau
inflamasi bronkus,
infiltrasi alveoli dan
gambaran garis-garis

18
linear karena bronkioli
yang menebal bersama-
sama yang seringkali
tampak sebagai daerah
konsolidasi.
Pemeriksaan aspirasi atau
swab nasofaring untuk biakan
RSV. Rapid RSV Test:
ELISA, Direct Fluorescent
Antibody Staining (sensitivitas
dan spesifisitas 90 %)

Diagnosis Banding a. Asma bronkiale Pada pasien ini didiagnosis


b. Pneumonia dengan bronkiolotis. Asma
c. Bronkitis akut Bronkiale biasanya memliki
d. Aspirasi benda asing riwayat atopi pada keluarga
dan pada pemeriksaan lab
ditemukan nilai eosinofil yang
tinggi, pada penderita tidak
ditemukan tanda-tanda
tersebut.
Pneumonia jarang terjadi pada
anak kurang dari 2 tahun,
dimana wheezing jarang
ditemukan. Pada kasus
pneumonia akibat infeksi
bakteri, nilai leukosit
umumnya meningkat.
Bronkitis akut memiliki gejala
yang ringan dan biasanya
ditemukan berupa ronkhi basah
kasar.
Pada kasus Aspirasi akibat

19
benda asing, kejadian
umumnya sangat akut tanpa
disertai tanda-tanda infeksi
nafas. Pada anamnesis
biasanya ditemukan kejadian
berlangsung saat anak bermain
atau makan dan kemudian tiba-
tiba tesedak.
Penatalaksanaan a. Oksigen - MRS
konsentrasi 40 %, Saturasi - 02 nasal 2 lpm
oksigen dipertahankan 95 % - IVFD D5 ½ NS 10
sampai 98 %. tetes mikro permenit
b. Terapi cairan - Nebulisasi
Diberikan terapi cairan pada bronkodilator
pasien dengan nafsu makan (combivent) ½ ampul
dan minum yang berkurang setiap 6 jam
dan pada pasien yang - Glukokortikoid
kondisinya lemah.2,5,7 (metilprednisolon)
c. Bronkodilator diberikan ½ ampul
Penggunaan bronkodilator setiap 8 jam
ß2-agonis pada bronkiolitis - Antibiotik Cefotaxime
masih kontroversial. IV 50-
Salbutamol yang biasa 100mg/kgBB/hari
diberikan di Sub-Bagian setara dengan 250 mg
Respirologi Bagian Anak setiap 8 jam
RSUP Sanglah adalah
sebesar 0,05-0,1
mg/kgBB/kali, setiap 6 jam.
d. Glukokortikoid
1 mg/kgBB, diikuti dengan
dosis 0,5-1 mg/kgBB/hari
diberikan tiap 8 jam.
e. Antibiotika

20
Diberikan antibiotika
spektrum luas. ampisilin
100 mg/kgBB/hari setiap 6
jam2,5,6

Alasan terapi :
- MRS :
- Pemberian oksigen pada bayi dengan bronkiolitis dikatakan dapat
menanggulangi dispneu, mencegah sianosis, dan mengurangi kegelisahan2,3,4,5
- Terapi cairan diberikan berupa IVFD karena penderita mampu minum sebanyak
± 670 ml/hari. Pemenuhan kebutuhan cairan pasien (910ml/hari) memerlukan
asupan berupa IVFD kurang lebih sebanyak 240 ml/hari yang dikonversi
menjadi 10 tetes mikro/menit (240 ml/hari).
- Pemberian bronkodilator dan kortikosteroid dikatakan masih kontroversial pada
pasien bronkiolitis, namun bila dilihat dari patogenesis dari bronkiolitis,
penggunaan dari bronkodilator dapat mengurangi gejala klinis saat terjadi
penumpukan sekret dan debris akibat nekrosis sel epitel.
- Cefotaxime digunakan dengan alasan etiologi dari penyakit bronkiolitis salah
satunya adalah bakteri Mycoplasma pneumonia, H. Influenza, Pneumokokus,
Stafilokokus, dan Streptokokus.

21
BAB V
KESIMPULAN

Bronkiolitis adalah suatu proses keradangan atau inflamasi bronkiolus terminal


yang umumnya disebabkan oleh infeksi virus . Bronkiolitis juga merupakan penyakit
saluran pernapasan pada anak di bawah umur 2 tahun dimana ditemukan wheezing,
retraksi dinding dada dan takipneu.
Pada pasien KAMW, laki-laki 6 bulan 13 hari ini didiagnosis dengan
bronkiolitis. Pada anamnesis ditemukan keluhan sesak nafas sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak nafas disertai dengan suara ngik-ngik yang dapat didengar
oleh orang tua pasien. Kebiruan tidak ada dan sesak tidak hilang dengan perubahan
posisi. Tidak didapatkan riwayat asma maupun riwayat penyakit lain. Riwayat tersedak
maupun memakan benda – benda disekitarnya juga tidak ada. Sehingga diagnosis
bronkiolitis dapat ditegakkan dengan memperhitungkan umur pasien, dimana
bronkiolitis lebih sering terjadi pada anak dibawah 2 tahun.
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu dengan MRS, oksigen, terapi cairan
disertai IVFD, nebulasi combivent, kortikosteroid berupa metilprednisolon, dan
cefotaxime.

22

Anda mungkin juga menyukai