Anda di halaman 1dari 31

NAMA : Elis Maemunah

NPM : 211117081

LAPORAN PENDAHULUAN

Judul : Stroke Infark


RS : Tgl : Nilai Tgl : Nilai Rata-rata
Dustira
Paraf CI + Paraf dosen
stempel

A. Pengertian
Stroke adalah kehilangan fungsi otak karena terhentinya suplai darah ke
otak. Serangan ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani
secara cepat, tepat dan cermat. (Ratna Dewi Pudiastuti, 2011)
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak)karena
kematian jaringan otak (infark serebral). Penyebabnya adalah berkurangnya
aliran darah dan okesigen ke otak dikarenakan adanya sumbatan sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. (Pudiastuti, 2011: 153)
Menurut WHO (2014) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

B. Etiologi
Menurut pudiastuti (2011) Penyebab stroke ada 3 faktor yaitu :
a. Faktor resiko medis, antar lain:
1) Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi).
2) Aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah).
3) Migrain, pusing kepala sebelah.
4) Diabetes.
5) Kolesterol.
6) Gangguan jantung.
7) Riwayat stroke dalam keluarga.
8) Penyakit ginjal.
9) Penyakit vaskuler periver.
b. Faktor resiko prilaku, antara lain:
1) Kurang olahraga.
2) Merokok (aktif & pasif).
3) Makanan tidak sehat (junk food, fast food).
4) Kontrasepsi oral.
5) Mendengkur.
6) Narkoba.
7) Obesitas.
8) Stress.
9) Cara hidup.
c. Faktor lain
Data statistik 93% pengidap penyakit trombosis ada hubungannya dengan
penyakit darah tinggi.
1) Trombosis serebral
Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi trombosis dapat
menyebabkan ischemia jaringan otak, edema dan kongesti di area
sekitarnya.
2) Emboli serebral
Penyumbatan pada pembuluh darah otak karena bekuan darah, lemak
atau udara. Kebanyakan emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat arteri serebral.
3) Perdarahan intra serebral
Pembuluh darah otak bisa pecah, terjadi karena asterosclerosis dan
hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak akan menyebabkan
penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan
akibatnya otak akan bengkak, jaringan otak internal tertekan sehingga
menyebabkan infark otak, edema dan mungkin terjadi herniasi otak.
(Pudiastuti, 2011)

C. Patofisiologi
D. Tanda dan Gejala
Menurut Fransisca Batticaca (2008). Gejala klinis yang timbul tergantung
dari jenis stroke.
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
1) Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodromal yang
terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi,
2) Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,
3) Terjadi terutama pada usia >50 tahun,
4) Gejala neurologi yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
1) Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak,
2) Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan
hemisensorik),
3) Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi,
stupor, atau koma),
4) Afasia (tidak lancar atau tidak dapat berbicara),
5) Disartria (bicara pelo atau cadel),
6) Ataksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran),
7) Vertigo (mual dan muntau atau nyeri kepala).

E. Klasifikasi
Menurut Ariani (2012), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklarifikasikan menjadi dua, yaitu non-hemoragi/ iskemi/ infark dan stroke
hemoragi:
a. Non-hemoragi/ iskemik/infark.
1) Serangan iskemi sepintas (Transient Ischemic Attack-TIA).
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan
sesaat dari satu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskular,
dengan lama serangan sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam.
2) Defisit Neurologis Iskemik Spintas (Reversible Ischemik Neurology
Deficit-RIND).
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama dari
24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari
tiga minggu).
3) In Evolutional atau Progressing stroke.
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau
lebih.
4) Stroke komplet (Completed stroke / permanent stroke).
Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama priode
waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesivitas lanjut.
b. Stroke hemoragi.
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya,
yakni di rongga subraknoid atau di dalam parenkim otak (Intraserebral).
Ada juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas
seperti: perdarahan subaraknoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya.
Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak
spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Fransisca Batticaca (2008), pemeriksaan penunjang diagnostik yang
dapat dilakukan adalah :
a. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan serebrospinal,
analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
b. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
c. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena ( masalah
sistem arteri karotis ) .
d. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
e. MRI ( magnetic resonance imaging ) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik ).
f. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karotis
interna
terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial dinding aneurisma
pada perdarahan subarachnoid.

G. Penatalaksanaan Klinik
Menurut Tarwoto (2013) secara umum:
a. Penatalaksanaan umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya dehidrasi
karena penurunan kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan
ini penting untuk mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan
darah. The American Heart Association sudah menganjurkan normal
saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut.
Segera setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa
diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik
pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi stroke, larutan rumatan
bisa diberikan untuk memelihara homeostasis elektrolit, kususnya
kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolisme otak. Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisis gas darah atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan
intrakranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena
itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, kontrol atau pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG.
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit.
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri.
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung
dan pemberian makanan.
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.Monitor
tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,
fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan refleks.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat.
b) Program management bladder dan bowel.
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM).
d) Pertahankan integritas kulit.
e) Pertahankan komunikasi yang efektif.
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
g) Persiapan pasien pulang.
b. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
c. Terapi obat-obatan
Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke.
1) Stroke iskemia
a) Pemberian trombolisis dengan rt-PA (recombinant tissue-
plasminogen).
b) Pemberian obat-obatan antung seperti digoksin pada aritmia
jantung atau alfa beta, kaptropil, antagonis kalsium pada pasien
dengan hipertensi.

2) Stroke haemoragik
a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium.
b) Diuretik : Manitol 20%, furosemide.
c) Antikonvulsan : Fenitoin.

H. Komplikasi
Menurut Ariani (2012) komplikasi stroke yaitu:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke
stadium awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard.
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali
pada saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit
vasikular perifer.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Selain nama, status, suku bangsa, agama, alamat pendidikan, diagnosa
medis, tanggal masuk dan tanggal dikasi biasanya pada pasien stroke
berfokus pada usia dan jenis kelamin.
1) Usia yang sering mengalami penyakit stroke yaitu tergantung pada
jenis stroke nya menurut (Fransisca Batticaca, 2008) :
Stroke hemoragik Parenchymatous Hemorrhage : 45-60 tahun
Stroke hemoragik Subarachnoid Hemorrhage : 20-40 tahun
Stroke iskemik Trombosis of cerebral vessels : 50 tahun
Stroke iskemik Embolism of cerebral vessels : tidak penting pada
sumber emboli.
2) Jenis kelamin, laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke lebih
tinggi dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1 kecuali pada
usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran, nyeri
kepala,sampai terjadi kelumpuhan yang mengganggu aktivitas klien.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya kelemahan umum :
kehilangan sensorik/ refleks, terganggunya komunikasi verbal,
kelumpuhan satu sisi (unilateral), hemiparesis, kehilangan
komunikasi. Mulai terasa sejak beberapa hari, kemudian masuk RS.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat – obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat
adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan
alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini
dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.

Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kualitatif : Pada pasien stroke biasanya keadaan umum dapat
terjadi pada Compos Mentis sampai Coma

a) Compos Mentis = Kesadaran penuh.

b) Apatis = Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi


mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran,
serta perabaan normal.

c) Somnolent = Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang,


dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan
berhenti pasien tidur lagi.

d) Sopor = Kesadaran yang dapat dibangunkan dengan


rangsangan kasar dan terus menerus.

e) Sopora Coma = Reflek motoris terjadi hanya bila


dirangsang nyeri.

f) Coma = Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan


rangsangan nyeri.
2) Kuantitatif : GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa
dirangsang.
(3) : dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh
pasien untuk membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari).
(1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.
b) Verbal (respon verbal atau ucapan) :
(5) : orientasi baik, bicaranya jelas.
(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang),
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
c) Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah pemeriksa
(5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
menekuk saat diberi rangsang nyeri.
(2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
bergerak lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi
rangsang nyeri.
(1) : tidak ada respon
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : terjadi peningkatan darah 30-50 mmHg sistolik
dan diastolik 30 mmHg
Nadi : terjadi peningkatan denyut nadi.
Respirasi : sesak bisa terjadi dan bisa tidak terjadi.
Suhu : suhu bisa naik bisa juga turun.
c. Pengkajian Saraf Kranial Menurut Muttaqin, (2008)
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial I-X11. 1)
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi  penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori  primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk
mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan


paralisis. 
4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral,
serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.
d. Sistem Kerdiovaskuler
bunyi jantung di S1-S2 normal, tidak terdengar bunyi mur-mur,
menurunnya curah jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut
nadi.
e. Sistem Pernafasan
Kemungkinan ditemukan kesulitan bernafas atau tidak teratur,
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pola pernafasan jenis
ronki (aspirasi sekresi), batuk atau hambatan jalan nafas.
f. Sistem Pencernaan
Adanya distensi abdomen, adanya gangguan mengunyah dan
menelan, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK), nafsu
makan menghilang.

g. Sistem Perkemihan
Biasanya ditemukan perubahan pola berkemih, seperti
inkontinensia urine, anuria, distensi kandung kemih.
h. Sistem Muskuloskeletal
Dapat ditemukan kelemahan umum, fasikulasi atau kontraktur,
kehilangan refleks tonus dan kekuatan otot menurun, hemiplegia,
paralise, distonia, paratonia, kekakuan, adanya gerakan involunter
yaitu tremour.
i. Sistem Reproduksi
Biasanya tidak di dapat kelainan pada sistem reproduksi,
kebersihan dan kelengkapan terjaga.
j. Sistem Pancaindra
1) Penglihatan
Biasanya mengalami penurunan penglihatan, pandangan kabur
dan keterbatasan lapang pandang.
2) Penciuman
Biasanya mengalami penurunan fungsi penciuman, seperti
tidak mencium bau apapun, penumpukan sekret pada hidung.
3) Pendengaran
Biasanya tidak terganggu atau pendengaran baik, bisa terjadi
penumpukan serumen pada telinga jika tidak di bersihkan.
4) Perasa atau pengecapan
Biasanya mengalami kehilangan rasa pengecapan, tidak napsu
makan dan kehilangan indra perasa pada semua makanan dan
minuman yang di berikan sehingga napsu makan menurun.
5) Perabaan
Biasanya ditemukan kehilangan indra peraba, kehilangan
kekuatan otot pada sebelah sisi tubuh.
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah Kep
1. DS : Faktor pencetus Perubahan perfusi
jaringan serebral
 Adanya penyakit jantung ( AMI,
reumatik / penyakit jantung vaskuler, Penimbunan lemak dalam darah meningkat

GJK, endokarditis bakterial ) polisitemia,


riwayat hipertensi postural Lemak yg sudah nekrotik dan berdegenerasi
DO :

 Hipertensi arterial sehhhubungan dengan Infiltrasi limfosit (trombus)

adanya embolisme / malformasi vaskuler


 Nadi, frekuensi dapat bervariasi Pembuluh darah menjadi kaku
 Disritmia, perubahan EKG
 Desiran pada karotis, femoralis, dan Pembuluh darah pecah
arteri iliaka / aorta yang abnormal

Kompresi jaringan otak

PTIK
Gangguan perfusi jaringan serebral
2. DS : - Faktor pencetus Gangguan mobilitas fisik
DO :
 Kelemahan anggota gerak Penimbunan lemak dalam darah meningkat

Lemak yg sudah nekrotik dan berdegenerasi

Infiltrasi limfosit (trombus)

Pembuluh darah menjadi kaku

Pembuluh darah pecah

Kompresi jaringan otak

PTIK
Arteri vertebra basilaris

Disfungsi N. XI (Assesoris)

Kelemahan anggota gerak

Kerusakan Mobilitas Fisik


3. DS : - Faktor pencetus Kerusakan komunikasi
verbal
DO :
Penimbunan lemak dalam darah meningkat
 Masalah bicara, ketidakmampuan
berkomunikasi
Lemak yg sudah nekrotik dan berdegenerasi

Infiltrasi limfosit (trombus)

Pembuluh darah menjadi kaku


Pembuluh darah pecah

Kompresi jaringan otak

PTIK

Arteri vertebra basilaris

Kerusakan neuroserebrospinal N.VII, IX,


XII

Kehilangan fungsi tonus otot fasial

Kerusakan komunikasi verbal


4. DS : Faktor pencetus Perubahan Persepsi
sensori
 Sinkope / pusing
 Sakit kepala Penimbunan lemak dalam darah meningkat
 Kelemahan / kesemutan / kebas
 Sentuhan : hilangnya rangsang sensorik Lemak yg sudah nekrotik dan berdegenerasi
kolateral pada ekstremitas
 Gangguan rasa pengecapan dan Infiltrasi limfosit (trombus)
penciuman
DO :
Pembuluh darah menjadi kaku
 Status mental / tingkat kesadaran
 Ekstremitas : kelemahan / paralisis, Pembuluh darah pecah
genggaman tidak sama, respo tendon
melemah secara kontralateral
Kompresi jaringan otak
 Pada wajah terjadi paralisis
 Kekakuan muka
PTIK
 Kejang

Arteri vertebra basilaris

Kerusakan neurologis deficit N.I, II, IV, XII


Perubahan ketajaman sensori penciuman,
pengecapan, pengelihatan

Gangguan sensori
5. DS : Faktor pencetus Resiko gangguan nutrisi

 Nafsu makan hilang


 Mual muntah selama fase akut Penimbunan lemak dalam darah meningkat

 Kehilanagn sensasi ( rasa kecap ) pada


lidah, pipi, dan tenggorokan ,disfagia Lemak yg sudah nekrotik dan berdegenerasi

 Adanya riwayat diabetes, peningkatan


lemk dalam darah Infiltrasi limfosit (trombus)
DO :

 Kesulitan menelan, obesitas Pembuluh darah menjadi kaku

Pembuluh darah pecah


Kompresi jaringan otak

PTIK

Arteri vertebra basilaris

Penurunan fungsi N.X, IX

Proses menelan tidak efektif

Refluks

Disfagia

Gangguan kebutuhan nutrisi


6. DS : - Faktor pencetus Kurang perawatan diri
DO : Penimbunan lemak dalam darah meningkat
 Kegagalan menggerakkan anggota tubuh
 Gangguan mobilitas fisik
Lemak yg sudah nekrotik dan berdegenerasi

Infiltrasi limfosit (trombus)

Pembuluh darah menjadi kaku

Pembuluh darah pecah

Kompresi jaringan otak

PTIK

Arteri cerebri media

Disfungsi N.XI
Kegagalan menggerakkan anggota tubuh

Kerusakan mobilitas fisik

Deficit perawatan diri


2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah: gangguan oklusif, hemoragi, vasospasme serebral, edema
serebral
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler: kelemahan, parestesia, paralisis spastis
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan
sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus
otot/control otot fasial/oral; kelemahan/kelelahan umum
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi
sensori, transmisi, intergari dan stress psikologis
5. Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
koordinasi otot
3. Rencana Keperawatan
No Dx Kep Tujuan Intervensi
1. Perubahan Setelah dlakukan asuhan 1. Kaji factor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab
perfusi jaringan keperawatan selama 3 x 24 jam koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab
b.d interupsi diharapkan tidak terjadi peningkatan TIK.
aliran darah peningkatan TIK pada klien dengan 2. Monitor tanda – tanda vital tiap 4 jam
kriteria hasil : 3. Evaluasi pupil
4. Monitor temperatur dan suhu lingkungan
klien tidak gelisah, klien tidak
5. Pertahankan kepala atau leher pada posisi yang netral, usahakan
mengeluh nyeri kepala, mual –
dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi
mual dan muntah, GCS: 4, 5, 6,
pada kepala.
tidak terdapat papiledema. TTV
6. Kkurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa nyaman seperti
dalam batas normal
masase punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang
ramah dan suasana yang tidak gaduh
7. Palpasi pembesaran bladder
8. Observasi GCS
9. Kolaborasi dalam pemberian O2 dan terapi
2. Gangguan Setelah dlakukan asuhan 1. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
mobilitas fisik keperawatan selama 3 x 24 jam dengan cara yang teratur.
b.d keterlibatan diharapkan ganggua mobilitas fisik 2. Ubah posisi setiap 2 jam (terlentang/miring), jika kemungkinan
neuromuskuler dapat teratasi pada klien dengan bisa lebih sering diposisikan pada bagian yang terganggu
kriteria hasil : 3. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif pada semua
ekstremitas
a. Mempertahankan posisi
4. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, pertahankan
optimal dan fungsi yang
posisi kepala netral
dibuktikan oleh tidak
5. Tempatkan bantal dibawah aksial untuk melakukan abduksi
adanya kontraktur
pada tangan
b. Mempertahankan/meningka
6. Tinggikan tangan dan kepala
tkan kekuatan dan fungsi
7. Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk.
bagian tubuh yang terkena
8. Observasi daerah yang terkena termasuk warna, edema, atau
atau kompensasi
tanda-tanda lain
c. Mendemonstrasikan
9. Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
teknik/perilaku yang
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk
memungkinkan melakukan
menyokong/menggerakkan tubuh yang mengalami kelemahan
aktifitas
10. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan
d. Mempertahankan integritas
resistif, dan ambulasi pasien
kulit
3. Kerusakan Setelah dlakukan asuhan 1. Kaji tipe disfungsi, misalnya klien tidak dapat mengerti tentang
komunikasi keperawatan selama 3 x 24 jam kata-kata atau masalah bicara atau tidak mengerti bahasa sendiri.
verbal b.d diharapkan klien dapat menunjukan 2. Bedakan afasia dengan disartria
kerusakan pengertian terhadap masalah 3. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap,
sirkulasi komunikasi, mampu berikesempatanklien untuk mengklarifikasi.
serebral mengekspresikan perasaanya, 4. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup
mampu menggunakan bahasa matamu dan lihat ke pintu.
isyarat dengan kriteria hasil: 5. Perintahkanklien untuk menyebutkan nama benda yang
terciptanya suatu komunikasi diperlihatkan
dimana kebutuhan klien dapat 6. Suruhklien untuk menulis nama atau kalimat pendek, bila tidak
dipenuhi, klien mampu merespon mampu untuk menulis suruh klien untuk membaca kalimat
setiap berkomunikasi secara verbal pendek.
maupun isyarat. 7. Beri peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan
bicara, sediakan bel khusus bila perlu.
8. Antisipasi dan Bantu kebutuhan klien.
9. Anjurkan pengunjung untuk berkomunikasi dengan klien
misalnya membaca surat, membicarakan keluarga.
10. Perhatikan percakapan klien dan hindari berbicara secara
sepihak.
11. Kolaborasi: konsul ke ahli terapi wicara
4. Perubahan Setelah dlakukan asuhan 1. Evaluasi adanya gangguan penglihatan. Catat adanya penurunan
persepsi sensori keperawatan selama 3 x 24 jam lapang pandang, perubahan ketajaman persepsi, adanya diplopia
b.d perubahan diharapkan perubahan persepsi 2. Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin,
persepsi sensori sensori dapat teratasi pada klien tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
dengan kriteria hasil : 3. Berikan stimulasi terhadap sentuhan
4. Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya
a. Memulai/mempertahankan
lingkungan yang membahayakan
tingkat kesadaran dan fungsi
5. Hilangkan kebisingan/simulasi eksternal yang berlebihan sesuai
perceptual
kebutuhan
b. Mengakui perubahan dalam
kemampuan dan adanya
keterlibatan residual
c. Mendemonstrasikan
perilaku untuk
mengkompensasi
terhadap/deficit hasil
5. Resiko Setelah dlakukan asuhan 1. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan
gangguan keperawatan selama 3 x 24 jam reflek batuk
nutrisi b.d diharapkan gangguan nutrisi dapat 2. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan
kelemahan otot teratasi pada klien dengan kriteria sesudah makan
mengunyah, 3. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara
menelan hasil : manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika
dibutuhkan
a. Berat badan dapat
4. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
dipertahankan / ditingkatkan
5. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
b. Hb dan albumin dalam batas
6. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair,
normal
makan lunak ketika klien dapat menelan air
7. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
8. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program
latihan/kegiatan
9. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui
iv  atau makanan melalui selang 
6. Kurang Setelah dlakukan asuhan 1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0-4 untuk
perawatan diri keperawatan selama 3 x 24 jam melakukan ADL
b.d kerusakan diharapkan terjadi peningkatan 2. Hindari apa yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu jika
neuromuscular perawatan diri pada klien dengan perlu
kriteria hasil : 3. Beri kesempatan klien untuk menolong diri sendiri seperti
menggunakan kombinasi sendok dan garpu, ekstensi untuk
berpijak pada lantai, ketoilet, kursi untuk mandi.
4. Kaji kemampuan komunikasi untuk BAK. Kemampuan
menggunakan pispot/urinal. Antar ke kamar mandi bila
memungkinkan.
5. Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan minum dan
meningkatkan aktivitas.
Daftar Pustaka

Buleehek, GM, dkk. Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri. Mosby


Elsevier. 2008

Buleehek, GM, dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri. Mosby


Elsevier. 2008

Herdman, TH. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014. Jakarta:EGC. 2012

Muttaqin, Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGC
Prince,sylfia A. 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit Vol. 2,
Edisi 6. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.

Hudak C.M., Gallo B.M., 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi
VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai