UNIVERSITAS JAMBI
2020
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh
Adelya Dwi Asyifah
G1A218116
PEMBIMBING
ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengevaluasi keamanan dan keefektifan Cefixime dan
Chloramphenicol secara oral untuk terapi demam tifoid pada pasien anak-anak.
Desain Studi: Uji Coba Klinis secara Acak
Tempat dan Waktu Studi: Departemen Kedokteran Anak, Rumah Sakit
Pendidikan DHQ, Sahiwal dan Perguruan Tinggi Kedokteran, Sahiwal (Pakistan)
dari Mei 2017 Hingga Oktober 2017.
Metode: kami menginklusikan 60 pasien terdiagnosis demam tifoid yang telah
dikonfirmasi dengan kultur darah pada studi ini dan dibagi menjadi dua
kelompok. Kelompok A mendapatkan Cefixime sedangkan kelompok B
mendapatkan Chloramphenicol. Semua pasien dirawat secara indoor setelah
masuk ke bangsal dan periode perbedaan penurunan dicatat dalam beberapa hari
untuk beberapa pasien. Non-responden diobati dengan antibiotik alternatif dalam
waktu seperti yang disarankan oleh komite peninjau etik.
Hasil: Diantara pasien kelompok A, Cefixime berhasil mengobati 28 dari 30
dengan efikasi 93,3%, sementara kelompok B, Chloramphenical berhasil
mengobati 13 dari 30 pasien.
Kata Kunci: Demam Tifoid; Salmonella typhii; Cephalosporin; Cefixime
Chloramphenicol
SINGKATAN
CSP : Cephalosporin
DHQ : District Headquarter (Rumah Sakit)
GCS : Glasgow Coma Scale
MDR : Multidrug Resistant
OPD : Out Patient Department or Outdoor
Patient Unit
Typhoid : Typhoid Fever, as Infection of
Salmonella typhi
WHO : World Health Organization
1. PENDAHULUAN
Insidensi demam tifoid berdasarkan WHO diperkirakan sebanyak 12,5 juta
kasus di dunia setiap tahunnya.1 Namun, insidensi pada Negara Berkembang lebih
tinggi dengan gambaran 50 hingga 1000 setiap tahunnya.1 Berdasarkan data
bangsal anak oleh kantor pusat daerah (DHQ) di Rumah Sakit di Sahiwal (suatu
daerah di Distrik Punjab, Pakistan) menunjukkan bahwa dari 1180 pasien rawat
inap selama 2016 dan 2017, didapatkan 27 pasien didiagnosis Demam Tifoid.
Data yang tidak dipublikasikan ini menunjukkan bahwa demam tifoid
(selanjutnya disebut sebagai tifoid) merupakan penyebab sebesar 2.29% rawat
inap anak, sementara gambaran untuk pengobatan pasien diluar ruangan (OPD)
pada dasarnya lebih tinggi.
Chloramphenicol telah menjadi obat pilihan dalam pengobatan tifoid, tapi
pada tahun 1972 terdapat laporan bahwa terjadi resistensi di Mexico. 2,3 selama
tahun 1990-an data dari Inggris bahwa sekitar satu perlima jenis Salmonella typhii
resisten terhadap Chloramphenicol.4 Pada dekade awal abad ke 21, beberapa jenis
dikategorikan sebagai jenis Multidrug-Resistant (MDR) dikarenakan resisten
terhadap lebih dari satu antibiotik.5,6
Terdapat beberapa cara untuk mengendalikan demam tifoid yang
disebabkan oleh jenis MDR namun tidak ada diantaranya yang sempurna.
Fluoroquinolon seperti Ciprofloxacin adalah antibiotik yang ampuh dan
kebanyakan jenis Salmonella typhii mempan dengan obat ini.7 Tapi ketika
berhubungan dengan usiaanak, antibiotik ini menyebabkan terjadinya toksisitas
tulang dan tulang rawan pada pertumbuhan anak.8 Ffek sampingnya pada
metafisis tulang membuatnya dibatasi untuk penggunaan pada anak.9 Kemudian
muncul peran antibiotik Cephalosporin (CSP). Obat-obat Cephalosporin (CSP),
generasi ketiga seperti Cefixime dan Ceftriaxone, telah menunujukkan eradikasi
lebih dari 90% jenis berhasil.10,11 Dalam waktu yang sama, obat ini hanya tersedia
dalam bentuk sediaan parenteral yang mana membutuhkan perintah penerimaan
ruangan dalam disamping harganya yang mahal dan risiko terjadi perkembangan
resistensi.12
Muncul lah peran Cefixime yang merupakan antibiotik Cephalosporin
generasi ketiga yang tersedia dalam bentuk sediaan oral dengan harga yang
terjangkau. Cefixime memiliki spektrum terjangkau dibandingkan dengan
antibiotik Cephalosporin generasi ketiga lainnya.13,14 Sebuah percobaan
Eksperimental yang dilakukan di Mesir menemukan bahwa Cefixime akan efektif
dalam keberhasilan pengobatan tifoid.15 Cefixime juga telah digunakan dalam
pengobatan Tifoid MDR di Pakistan sebelumnya. 16 Studi ini mengevaluasi
keberhasilan Cefixime pada pengobatan infeksi Salmonella typhii dengan kultur
yang terkonfirmasi dengan pembanding Chloramphenicol.
2. METODE
Suatu uji coba kontrol secara acak dilakukan, selama Mei 2017 hingga Oktober
2017, di Departemen Kedokteran Anak di Rumah Sakit Pendidikan Pusat Daerah
(DHQ), Sahiwal, yang merupakan fasilitas perawatan kesehatan tersier tingkat
Distrik di Pakistan. Persetujuan dari komite etik rumah sakit diikuti oleh pasien
dengan kriteria inklusi yang datang selama Juni hingga September 2017
berdasarkan kriteria berikut:
3. HASIL
Pasien yang termasuk dalam penelitian ini berusia sekitar 2-12 tahun dengan
usia rata-rata 7,1 tahun. Sejumlah 25 orang pasien berada dalam kelompok usia 2-
5 tahun, 24 orang pasien dalam kelompok 6-9 tahun dan 11 orang pasien memiliki
usia di atas 9 tahun. Diantara pasien yang termasuk dalam penelitian ini, terdiri
dari 40 orang laki-laki (67%) dan 20 orang perempuan (33%) . Suhu rata-rata
pasien pada saat masuk yang diukur dengan menggunakan termometer merkuri
adalah 102F (dalam aksila). Waktu rata-rata masuk ke OPD pediatric adalah
demam hari ke-3. Pada hari pertama masuk, 69% pasien hati teraba di bawah
margin kosta sementara di 13% pasien hati dan limpa teraba.
Tabel 1 membandingkan hari-hari perawatan setelah demam yang menetap
pada pasien yang termasuk dalam studi ini. Pada kelompok A sebagian besar
pasien merespons Cefixime dalam minggu pertama dengan pengecualian hanya 2
dari 30 pasien yang kemudian beralih ke antibiotik CSP intravena dan
dikategorikan sebagai tidak respon atau kasus yang gagal untuk kepentingan
penelitian ini. Sementara pada Kelompok B, tidak ada pasien yang merespons
pada 72 jam pertama dan lebih dari separuh pasien dialihkan ke pengobatan
alternatif setelah 7 hari perawatan.
Tabel 1. Perbedaan penurunan demam pada kedua kelompok (n=60)
Waktu perbedaan Kelompok Pengobatan
penurunan (hari) Kelompok A (n=30) Kelompok B (n=300)
3 6 0
4 5 2
5 3 2
6 10 6
7 4 3
Tidak ada respon 2 17
Total 30 30
Sampel t-test independen, nilai p =0,01
Tabel 2 membandingkan tingkat penyembuhan pada kedua kelompok yang
termasuk dalam penelitian ini. Dari 17 pasien yang tidak berhasil diobati dengan
Chloramphenicol, 15 orang diantaranya mulai pada Oral Cefixime dan semuanya
berhasil disembuhkan dalam waktu 5 hari dari pengobatan alternatif. Dua pasien
(11 tahun dan 12 tahun) mulai menggunakan ciprofloxacin dikarenakan tingkat
keparahan penyakit dan berhasil disembuhkan. Dengan mempertimbangkan
pengobatan Cefixime, total 43 dari 45 pasien sembuh dengan tingkat kesembuhan
lebih dari 95% dibandingkan dengan tingkat kesembuhan kloramfenikol, yaitu di
bawah 45%.
Tabel 2. Tingkat kesembukan kedua kelompok yang termasuk dalam studi
ini
Kelompok Jumlah Sembuh Tidak efikasi
pasien sembuh
Cefixime 30 28 2 93,3%
Kloramfenikol 30 13 17 43,3%
Tingkat kesembuhan keseluruhan cefixime adalah 43/45, setara 95,5% (nilai
p=0,005)
Tidak ada efek samping yang signifikan yang dilaporkan atau tercatat pada 60
pasien tersebut.
4. DISKUSI
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kemanjuran
Cefixime dalam pengobatan demam tifoid terhadap tingkat penyembuhan dengan
kloramfenikol, yang telah menjadi pilihan perawatan bagi banyak orang tahun-
tahun sebelum strain Salmonella typhi yang resisten muncul. Hasil penelitian
kami sebanding untuk studi skala lebih besar di Pakistan dan negara lain dengan
tingkat kesembuhan Cefixime pda 95,5% dan kloramfenikol pada 45% [12,13].
5. KESIMPULAN
Penelitian yang dilakukan dalam skala kecil ini mengkonfirmasi bahwa
Cefixime digunakan pada pasien Pediatrik demam tifoid dengan dosis 10 mg /
kg / hari tidak hanya aman tetapi merupakan pilihan antibiotik yang efektif
dengan tingkat kesembuhan yang tinggi. Sediaan oral juga membuat opsi ini jauh
lebih menarik.
PERIZINAN
Semua penulis menyatakan bahwa ‘izin tertulis diperoleh dari orang tua / wali
pasien untuk dimasukkan dalam penelitian, perawatan dengan salah satu dari dua
obat farmakologis sesuai pengambilan sampel acak, publikasi penelitian ini dan
hasilnya dianalisis bersama dengan penarikan kesimpulan.
PERIZINAN ETIK
Persetujuan etis diberikan oleh Dewan Komite Etik Penelitian, SMC, Sahiwal
vide izin etik no. SMC / 679/2017 pada 22 Mei 2017
PERSAINGAN KEPENTINGAN
Penulis telah menyatakan bahwa tidak ada persaingan kepentingan dalam
penelitian ini.
PICO
a. Patient or Problem
Demam tifoid masih menjadi masalah kesehatan di Negara berkembang
termasuk Pakistan dengan menyebabkan angka perawatan 2.29% pada
anak, sementara untuk pengobatan rawat jalan pada dasarnya lebih
tinggi.
Obat pilihan dalam pengobatan demam tifoid adalah chloramphenicol,
akan tetapi obat ini ditemukan resisten pada penelitian di Mexico dan
Inggris. Bahkan ada yang dikategorikan Multidrug-Resistant (MDR)
dikarenakan resisten terhadap lebih dari satu antibiotik.
Terdapat beberapa cara pengobatan demam tifoid yang mengalami
resistensi yaitu dengan Cefixime sediaan oral. Sebuah percobaan
Eksperimental yang di Mesir menemukan bahwa Cefixime efektif
dalam pengobatan tifoid.
Studi ini mengevaluasi keberhasilan Cefixime pada pengobatan infeksi
Salmonella typhii dengan kultur dan digunakan Chloramphenicol
sebagai pembanding.
b. Intervention
Intervensi dilakukan pada penelitian ini. Subjek penelitian yang merupakan
pasien demam tifoid akan dibagi menjadi 2 kelompok penelitian. Kelompok A
akan menerima pengobatan cefixime dan kelompok B menerima chloramphenicol.
c. Compare
Pada penelitian ini dilakukan perbandingan antara kelompok A dan
kelompok B dalam hal waktu untuk menurunkan demam dan tingkat kesembuhan
demam tifoid setelah pemberian antibiotik yang telah ditentukan.
d. Outcome
Subjek penelitian ini berusia sekitar 2-12 tahun dengan usia rata-rata 7,1
tahun dan terdiri dari 40 orang laki-laki (67%) dan 20 orang perempuan
(33%)
Suhu rata-rata pasien pada saat masuk yang diukur dengan menggunakan
termometer merkuri adalah 102o F (dalam aksila).
Waktu rata-rata masuk ke OPD pediatric adalah demam hari ke-3
Pada kelompok A sebagian besar pasien merespons Cefixime dalam
minggu pertama dan hanya 2 yang antibiotiknya dialihkan, Sementara
pada Kelompok B tidak ada pasien yang merespons pada 72 jam pertama
dan lebih dari separuh pasien dialihkan ke pengobatan alternatif setelah 7
hari perawatan.
Pada kelompok A memiliki tingkat kesembuhan lebih dari 95%
dibandingkan dengan tingkat kesembuhan kelompok B, yaitu di bawah
45%.
Tidak ada efek samping yang signifikan yang dilaporkan pada seluruh
kasus.
Biaya perawatan 10 hari antar kelompok berbeda karena adanya variasi
berat badan pasien.
VIA
Validity
a. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah uji coba acak terkontrol yang
digunakanuntuk membandingkan efikasi pengobatan demam tifoid
dengan 2 antibiotik yang berbeda yaitu cefixime dan chloramphenicol.
Pada pasien yang respons dengan pengobatan sebelum selesai 5 hari
pengobatan, pengobatan hanya dilanjutkan selama 5 hari lagi kecuali
anak demam kembali sehingga pemberian antibiotik dilanjutkan
selama total 10 hari seperti rencana awal perawatan.
Pada pasien yang demam persisten setelah 7 hari pengobatan,
diberikan alternatif antibiotik dan dikategorikan sebagai tidak respon
pengobatan atau kasus yang tidak berhasil.
b. Sumber data
Data penelitian merupakan data primer yang didapatkan dari
penelitian secara langsung. Pada awalnya dilakukan evaluasi untuk
mendapatkan data dasar mereka seperti usia, jenis kelamin, suhu badan
saat masuk, waktu datang ke fasilitas kesehatan dan pemeriksaan fisik
demam tifoid seperti palpasi hepar dan lien. Selain itu dilakukan
pengambilan data setelah pengobatan, antara lain waktu hingga demam
turun dan kultur darah dari subjek yang sembuh.
c. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada Mei 2017 hingga Oktober 2017 di
Departemen Kedokteran Anak, Rumah Sakit Pendidikan Pusat Daerah
(DHQ), Sahiwal, Pakistan
d. Subyek penelitian
Subjek penelitian ini merupakan pasien yang datang selama Juni
hingga September 2017 dan memenuhi kriteria inklusi antara lain: a)
Pasien dengan usia diantara 2 dan 12 tahun, b) Pasien dengan riwayat
demam 2-4 hari dan c) Pasien yang didiagnosis dengan demam tifoid dan
dikonfirmasi dengan isolasi jenis Salmonella typhii dalam darah.
Subjek akan diekslusi apabila 1) memiliki komorbid, 2) dengan
infeksi secara bersamaan, 3) tidak sadar atau dengan Skor Glasgow Coma
Scale (GCS) ≤13, 4) dengan dugaan demam tifoid tetapi kultur biakan
negatif, 5) orang tua / wali tidak mau anaknya masuk rawat inap dan 6)
orang tua / wali tidak menyetujui keikutsertaan dalam penelitian ini.
Sehingga didapatkan 60 sampel terpilih sesuai perhitungan ukuran sampel
menggunakan kalkulator ukuran sampel WHO untuk Penelitian dan studi
biomedis
e. Tujuan penelitian
Untuk mengevaluasi keberhasilan Cefixime pada pengobatan
infeksi Salmonella typhii dengan kultur dan digunakan Chloramphenicol
sebagai pembanding.
f. Analisis Statistik
Analisis menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS)
versi 20
Perbandingan kedua jenis antibiotik tersebut dilakukan menggunakan
uji t-test independen dengan Nilai P di bawah 0,05 dianggap
signifikan secara statistik.
Importance
Penelitian ini memberikan informasi penting mengenai perbandingan
keamanan dan efikasi dari pengobatan antibiotic pada demam tifoid. Diketahui
awalnya chloramphenicol menjadi pilihan obat untuk demam tifoid, namun
telah sering ditemukan resistensi pada pengobatan tersebut. Sehingga
diperlukan antibiotic lain sebagai pengganti chloramphenicol. Penelitian ini
menemukan cefixime memiliki efek pengobatan yang aman dengan efektivitas
lebih baik dari chloramphenicol.
Applicability
Ya. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pemilihan cefixime per oral
sebagai terapi demam tifoid untuk mengurangi lama dan biaya perawatan. Dari
hasil penelitian diketahui cefixime bukan hanya antibiotic yang aman, namun
efektif dengan tingkat kesembuhan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Edelman R, Levine MM. Summary of an international workshop on typhoid
fever. Review of Infectious Diseases. 1986;8: 329-349.
2. Vazquez V, Caleron E Rodriguez RS. Chloramphenicol resistant strains of
Salmonella typhosa. Northern England Journal of Medicine. 1972;286:1220.
3. Cao Y, Han YY, Liu FF, Liao QH, Li J, Diao BW, et al. Epidemiological
characteristics and molecular typing of typhoid and paratyphoid in China,
2009-2013. Zhonghua Liu Xing Bing Xue Za Zhi. 2018; 39(3):337-341.
4. Rowe B, Ward LR, Threlfall EJ. Treatment of multiresistant typhoid fever.
Lancet. 1991;337:1422.
5. Arora RK, Gupta A, Joshi NM. Multidrug resistant typhoid fever: Study of
an outbreak in Calcutta, India. Indian Pediatricians. 1992;29:61-66.
6. Bhutta ZA, Naqvi SH, Razzaq. Multidrug resistant typhoid in children.
Presentation and clinical features. Review of Infectious Diseases.
1991;13:832-836.
7. Bryan JP, Rocha H, Sched WM. Problems in salmonellosis: Rationale for
clinical trials with newer B-lactam agents and quinolones. Review of
Infectious Diseases. 1986;8:189-207.
8. Karande SC, Kshirsagar NA. Adverse drug reactions: Monitoring of
ciprofloxacin in Pediatric Practice. Indian Pediatricians. 1992;29:181-87.
9. Bavdckar A, Chaudhari M, Bhave. Ciprofloxacin in typhoid fever. Indian
Journal of Pediatrics. 1991;58:335-339.
10. Naqvi SH, Bhutta ZA, Farooqui BH. Therapy of multidrug resistant typhoid
in children. Scotland Journal of Infectious Diseases. 1992; 24:175-179
11. Lasserre R, Sangalang RP, Santiag L.Three day treatment of typhoid fever
with two different doses of ceftriaxone, compared to 14 days therapy with
chloramphenicol: A randomized trial. Journal of Antimicrobial
Chemotherapy. 1991;28:765-772.
12. Cunha-Neto A, Carvalho LA, Carvalho RCT, Dos Prazeres Rodrigues D,
Mano SB, Figueiredo EES, et al. Salmonella isolated from chicken
carcasses from a slaughterhouse in the state of Mato Grosso, Brazil:
Antibiotic resistance profile, serotyping, and characterization by repetitive
sequence-based PCR system. Poultry Science. 2018;97(4):1373-1381.
13. Nev HC. In vitro activity of a new broad spectrum, beta lactamase stable
oral cephalosporin, Cefixime. Journal of Infectious Pediatric Diseases.
1987;6:963-970.
14. Malik U, Armstrong D, Ashworth M, Dregan A, L'Esperance V,
McDonnell L, et al. Association between prior antibiotic therapy and
subsequent risk of communityacquired infections: A systematic review. The
Journal of Antimicrobial Chemotherapy. 2018;73(2):287-296.
15. Girgis NI, K ilpatrick ME, Farid Z. Cefixime in the treatment of enteric
fever in children. Drugs under Experimental and Clinical Research.
1993;19:47-49.
16. Bhutta ZA, Khan IA, Molla AM. Therapy of multidrug resistant typhoid
fever with oral Cefixime VS intravenous ceftriaxone. Journal of Infectious
Pediatric Diseases. 1994;3:990-994.