Anda di halaman 1dari 18

Departemen Keperawatan Anak

BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Defenisi

ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) yang beradaptasi dari bahas


inggris acute respiratory infection (ARI) mempunai pengertian sebagai berikut

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam tubuh


manusia dan berkembang biak sehingga menimblkan gejala penyakit
2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ secara anatomis mencakup pernfasan bagian atas.
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari
diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang digolongkan ISPA. Proses ini bisa berlangsung dari 14
hari; Infeksi saluran nafas adalah penuruanan kemampuan pertahanan
alami jalan nafas dalam menghadapi organism asing

B. Etiologi

1. Virus Utama :
a. ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
b. ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama: Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza,
Staphylococcus aureus. Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia
trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah
sebagai berikut :

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

1. Faktor host (diri)


a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak
usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering
menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak
penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit
ISPA terhadap jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering
terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA
anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark
(Koch et al, 2003)
c. Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah
lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi,
yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada
KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat
sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi
infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam
mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d. Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi
berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak
bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan
bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup
berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003)

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

e. Pemberian suplemen vitamin A


Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa
pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada
penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel
epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-
bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber
nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme
yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis
membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif
melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke
permukaan saluran pernafasan atas.
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk
tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan
yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani,
rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu.
Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih
tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah
culster di Denmark (Koch et al, 2003).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota
keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA.
Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan
hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA
berat.
c. Status sosioekonomi

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi


yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan
masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status
ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai
kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari
keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat
bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan
pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah
ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian
kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran
udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar
(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah
pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah
pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak
ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau
gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah
pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran
menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran
tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang
untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini
menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap
terjadinya penyakit ISPA. Adanya ventilasi rumah yang kurang

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di


Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak

C. Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus


dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen 7mukaan saluran nafas
bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk


kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk.
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder


bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme
mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran
pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri
patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus
pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri
ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa
dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat
menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-


tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam,
dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak
infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga
menyebabkan pneumonia bakteri.

Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan


aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di
saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan
sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri
dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system
imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan
pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui
pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas.

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:

1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum


menunjukkan reaksi apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.
Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.

D. Pathway

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

E. Manifestasi Klinik

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam,


adanya obstruksi hidung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu
saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali
tidak mau minum.

Tanda dan gejala yang muncul ialah :

1. Demam, Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya


infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada
meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas,
gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta
kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi
akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa
selama bayi tersebut mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi
saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena
adanya lymphadenitis mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit
akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran
pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya
infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak
terdapatnya suara pernafasan.

F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Pengkajian terutama pada jalan nafas:

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha
serta irama dari pernafasan.

1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.


2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya
dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan
abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan
adanya bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman
pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga
didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan
produksi dari sputum

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah


biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia, dan
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan

G. Komplikasi

Adapun komplikasinya adalah

1. Meningitis
2. Otitis Media Akut
3. Mastoiditis
4. Kematian

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

H. Penatalaksanaan/Pengobatan

Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab


ISPA atas yang terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika
pada infeksi ini tidaklah rasional kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif,
faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.

Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah


berlanjutnya ISPA ringan menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi
ISPA berat serta mengurangi angka kematian ISPA berat. Adapun jenis
pengobatannya :

a. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik


parenteral, oksigendan sebagainya.
b. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita
tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian
kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat
antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan
perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat
adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah
bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman
streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.

Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara


yaitu, salah satunya dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila
perawatan untuk semua anak dengan penarikan dinding dada tidak
memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan terapi antibiotik

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami
penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat berat.

Pengobatan selanjutnya yaitu memberikan oksigen, jika frekuensi


pernapasan lebih dari 70, terdapat penarikan dinding dada hebat, atau gelisah.
Penggunaan terapi antibiotik juga merupakan salah satu pengobatan dimana di
berikannya bencil penisilin secara intramoskular setiap 6 jam paling sedikit
selama 3 hari.(ampisilin secara intramoskular, walaupun mahal dapat
digantikan bencilpenisilin). Pengobatan antibiotik sebaiknya diteruskan
selama 3 hari setelah keadaan membaik.

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

I. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanik
dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi pada
saluran pernafasan, aadanya sekret
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami
oleh anak, hospitalisasi pada anak
7. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan
dengan kurang informasi
8. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan
9. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
intake inadekuat

J. Intervensi keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanik


dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan :Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret
Kriteria Hasil : Jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya
pengeluaran sekret, suara napas bersih
Intervensi:
a. Kaji bersihan jalan napas klien
Rasional : Sebagai indicator dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : Ronchi menandakan adanya sekret pada jaan nafas

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

c. Berikan posisi yang Nyaman


Rasional : Mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side
lying position).
d. Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional: membantu mengeluarkan sekret
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan air minum yang hangat
Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk
dikelurkan
f. Kolaborasi
Pemberian mukolitik
Rasional : Untuk mengencerkan dahak
Pemberian antibiotik
Rasional: Mengobati infeksi sehingga terjadi penurunan produksi
sekret
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh.
Kriteria Hasil : Hipertermi/peningkatan suhu dapat teratasi dengan proses
infeksi hilang
Intervensi :
a. Kaji peningkatan suhu tubuh yang dialami oleh klien
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanutnya
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan perawatan selanjutnya.
c. Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan kompres dengan air
pada daerah dahi dan ketiak
Rasional: Dengan memberikan kompres maka akan terjadi proses
konduksi / perpindahan panas dengan bahan perantara .
d. Anjurkan keluarga untuk mempertahankan pemberian cairan melalui
rute oral sesuai indikasi

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Rasional: Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh


meningkat.
e. Anjurkan keluarga untuk menghindari pakaian yang tebal dan
menyerap keringat
Rasional: Proses hilangnya panas akan terhalangi untuk pakaian yang
tebal dan tidak akan menyerap keringat.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiuretik
Rasional: Untuk mengontrol panas
3. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan :Nyeri terkontrol atau menghilang
Kriteria Hasil :Nyeri terkontrol ditandai dengan klien melaporkan
nyeri menghilang, ekspresi wajah rileks, klien tidak gelisah dan rewel
Intervensi :
a. Kaji nyeri yang dirasakan klien , perhatikan respon verbal dan
nonverbal
Rasional: sebagai indicator dalam menentukan intervensi selajutnya
b. Anjurkan keluarga memberikan minum air hangat
Rasional: Mengurangi nyeri pada tenggorokan
c. Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: meningkatkan kenyamanan dan meningkatkan istirahat
d. Kolaborasi
Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi
Pemberian ekspectoran
Rasional : Memudahkan pengeluaran sekret sehingga mengurang rasa
sakit saat batuk
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran
pernafasan, aadanya sekret
Tujuan: Pola nafas kembali efektif dengan
Kriteria: Usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke
paru-paru.

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Intervensi:
a. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam
pernafasan
Rasional: sebagai dasar dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Berikan posisi yang nyaman pada pasien
Rasional : Semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru dan
memperbaiki ventilasi
c. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
Rasional : Untuk memperbaiki ventilasi
d. Anjurkan untuk tidak memberikan minum selama periode tachypnea.
Rasional : Agar tidak terjadi aspirasi
e. Kolaborasi
Pemberian oksigen
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan oksigen
Nebulizer
Rasional: Mengencerkan sekret dan memudahkan pengeluaran sekret
Pemberian obat bronchodilator
Rasional: Untuk vasodilatasi saluran pernapasan
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak dan batuk
Tujuan : Pola tidur kembali optimal
Kriteria Hasil :Pola tidur membaik ditandai dengan orang tua
melaporkan anaknya sudah dapat tidur, klien nampak segar
Intervensi :
a. Kaji gangguan pola tidur yang dialami klien
Rasional: sebagai indicator dalam melakukan tindakan selanjutnya
b. Ciptakan lingkungan yang tenang
Rasional : Mengurangi rangsangan suara yang dapat menyebabkan
klien tidak nyaman untuk tidur
c. Berikan bantal dan seprei yang bersih
Rasional: meningkatkan kenyamanan
d. Kolaborasi

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Pemberian obat sedative


Rasional :membantu klien untuk istirahat
Pemberian antibiotic
Rasional: Mengobati infeksi
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan penyakit yang dialami
oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan :Keluarga mengalami pengurangan ansietas dan peningkatan
melakukan koping
Kriteria Hasil :Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat,
mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang, terlibat secara
positif dalam perawatan anak
Intervensi:
a. Kenali kekhawatiran dan kebutuhan orang tua untuk informasi
dukungan
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
a. Gali perasaan keluarga dan masalah sekitar hospitalisasi
Rasional: Mengetahui masalah dan perasaan yang dirasakan oleh
keluarga. Dapat mengurangi kecemasan
b. Berikan dukungan sesuai kebutuhan
Rasional: dukungan yang adekuat menghasilkan mekanisme coping
yang efektif
c. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif
dalam perawatan anaknya.
Rasional: Dapat mengurangi rasa cemas karena dapat memantau
langsung perkembangan anaknya
d. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang
diberikan.
Rasional: Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif dan
mengurangi kecemasan
7. Kurang pengetahuan orang tua tentang proses penyakit berhubungan
dengan kurang informasi

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Tujuan : Pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit


anaknya meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :Pengetahuan orang tua klien meningkat ditandai dengan
orang tua mengerti tentang penyakit anaknya, nampak tidak sering
bertanya, terlibat aktif dalam proses perawatan
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan orang tua klien tentang proses penyakit
anaknya
Rasional:sebagai dasar dalam menetukan tindakan selanjutnya
b. Jelaskan pada keluarga klien tentang Pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pengobatan, pencegahan dan komplikasi dengan memberikan
penkes.
Rasional: Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
c. Bantu orang tua klien untuk mengembangkan rencana asuhan
keperawatan dirumah sakit seperti : diet, istirahat dan aktivitas yang
sesuai
Rasional: Melibatkan keluarga dalam perencanaan dapat meningkatkan
pemahaman keluarga
d. Beri kesempatan pada orang tua klien untuk bertanya tentang hal yang
belum dimengertinya
Rasional: Menghindari melewatkan hal yang tidak dijelaskan dan
belum dimengerti oleh keluarga
8. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan
Tujuan :Volume cairan tetap seimbang
Kriteria Hasil :Volume cairan tetap seimbang ditandai dengan turgor
kulit baik, membrane mukosa lembab, TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Kaji tanda-tanda dehidrasi
Rasional: Sebagai dasar dalam menentukan tindakan selanjutnya
b. Observasi TTV

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

Rasional: Perubahan TTV merupakan indicator terjadinya dehidrasi


c. Anjurkan orang tua untuk tetap memberikan cairan peroral
Rasional: Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
d. Jelaskan kepada orang tua pentingnya cairan yang adekuat bagi tubuh
Rasional :Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif orang
tua dalam tindakan keperawatan
e. Kolaborasi pemberian cairan parenteral
Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan cairan klien
9. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia,
intake inadekuat
Tujuan : Tidak terjadi nutrisi kurang dari kebutuhan
Kriteria Hasil : Nutrisi adekuat ditandai dengan nafsu makan klien
meningkat, porsi makan yang diberikan nampak dihabiska, tidak terjadi
penurunan berat badan 15-20%
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi klien
Rasional: Sebagai indikator dalam menentukan intervensi selanjutnya
b. Timbang berat badan setiap hari
Rasional: Mengetahui perkembangan terapi
c. Berikan diet dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien
d. Anjurkan keluarga untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional: Meningkatkan nafsu makan
e. Jelaskan kepada keluarga pentingnya nutrisi yang adekuat dalam
proses kesembuhan
Rasional : Peningkatan pengetahuan mengembangkan kooperatif
keluarga dalam pemberian tindakan
f. Kolaborasi dengan bagian gizi
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien sesuai kebutuhan

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI


Departemen Keperawatan Anak

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. EGC.


Jakarta

Doenges  M E. 2002. Rencana asuhan Keperawatan untuk perencanaan dan


dokumentasi perawatan pasien edisi 3 , Jakarta : EGC

Judith M. Wilkinson, Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.


(Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Penerbit
Buku kedokteran EGC Jakarta

Price, SA, Wilson,LM. (2006). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Jakarta.


EGC
Mansjoer , Arief , 2001 , Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta : EGC

Sylvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.


Edisi 6 .EGC .Jakarta

Nuzulul 2013. Askep ISPA (Online) http://nuzulul-


fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35511-Kep%20Respirasi-Askep
%20ISPA.html diakses diakses 22 Juli 2014.

JITRO J. RENGU, S.Kep Profesi NERS UNITRI

Anda mungkin juga menyukai