Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTEK

DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMUNITAS


Dusun Wiwiloku RT 4
Desa Taramanu Kabupaten Sumba Barat Provinsi NTT

Disusun Oleh

kelompok4:

Jitro Jowa Rengu 2019610004

Hestian Andini Rambu Mbalu 20196100

Maria Tersita Loi Lewa 2019610027

Adrianus Pake Yada 2019610014

Aprianus Boja 2019610013

Dorkas Tange Wini 2019610002

Evania Rambu T. Wadang 2019610026

Rosliani Susana Dangga 2019610006

Delsiana Winarco Lende 2019610030

Robi'atul Adawiyah 2019610034

Alfonsa Boba Dunga 2019610024

Albina Saripurnama Intan 2019610025

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVESITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2019

LEMBARAN PENGESAHAN

LAPORAN AKHIR DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMUNITAS


DESA TARAMANU KECAMATAN WANOKAKA
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Profesi Ners


Departemen Keperawatan komunitas

Oleh :

Kelompok 1

Mahasiswa Profesi Ners


Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang

Disetujui, Tanggal, April 2020

Mengetahui,

Ketua Kelompok 1

Jitro Jowa Rengu, S.Kep


Pembimbing Institusi 1 Pembimbing Isntitusi 2

Ronasari Mahaji Putri, S.KM., M.Kes Lasri,S.si.,MAP

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulisan laporan Pelaksanaan Profesi NERS
departemen Komunitas, akhirnya dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis
banyak mendapat bantuan dari semua pihak. Untuk itu penulis patut mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Sugeng Rusmiwari, Drs.,M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan.
2. Bapak Koiki Hida Selaku Kepala Desa Beserta Jajaran Desa Taramanu
Kec.Wanokaka yang telah memberikan ijin praktek mahasiswa/wi profesi
Ners Universitas Tribhuwana Tungga Dewi Malang didesa Taramanu
3. Ibu Ronasari Mahaji Putri, S.KM., M.Kes selaku Dosen Pembimbing
Institusi I.
4. Ibu Lasri,S.si.,MAP selaku Dosen Pembimbing institusi II.
5. Bapak dan ibu petugas kesehatan wilayah Desa Desa Taramanu Dusun
Wiwiloku RT 4 selaku Sumber informasi.
6. Masyarakat Desa Taramanu Dusun Wiwiloku RT 4 yang telah menerima
mahasiswa/i profesi Ners Universitas Tribhuwana Tungga Dewi Malang.

Kelompok menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari


sempurna. Oleh karena itu, kelompok sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membangun demi penyempurnaan laporan rencana kegiatan ini.
Akhir kata kelompok berharap semoga laporan rencana kegiatan ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi mahasiswa pada umumnya dan pada masyarakat
pada khususnya serta bagi kelompok dan bagi seluruh pembaca.

Sumba, April 2020

Kelompok 1

DAFTAR ISI

SAMPUL BAGIAN LUAR ...............................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................ii
KATA PENGANTAR .....................................................................................iii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1........................................................................................Latar Belakang ....
1.2......................................................................................Tujuan Kegiatan ...
1.3....................................................................................Manfaat Kegiatan ...
BAB II PEMBAHASAN
2.1.................................................................................................................
2.2................................................................................................................ ...
2.3....................................................................................................................
2.4.................................................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
3.1. Pengkajian.............................................................................................
3.2. Analisa Data..........................................................................................
3.3. Intervensi...............................................................................................
3.4. Implementasi.........................................................................................
3.5. Evaluasi.................................................................................................
BAB IV Penutup
4.1. Kesimpulan..........................................................................................
4.2. Saran......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
LAMPIRAN.........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi balita merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi
yang tinggi di dunia. Data dari Riskesdas tahun 2007 tedapat 7,1 % balita
mengalami gizi kurus dan meningkat menjadi 7,8 % pada tahun 2010 sedangkan
laporan dari Dinkes Jawa Tengah tahun 2011 terdapat 37 kasus gizi buruk di
Magelang (Kemenkes, 2007., Kemenkes, 2010., Dinkes, 2011). Nutrisi balita
merupakan sumber utama dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (Gibney
dkk, 2008). Balita membutuhkan karbohidrat sebesar 75-90 %, protein 10-20 %
dan lemak sebesar 15-20 % serta kasih sayang, perhatian yang cukup dari ibu
sebagai pemeran penting dalam merawat dan mengasuh anak (Febry & Marendra,
2008., Sutomo, 2010). Balita yang terpenuhi gizinya, dapat dilihat dari status gizi
balita tersebut.. Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan bahwa 54 persen
kematian anak disebabkan oleh keadaan gizi yang buruk.Sementara masalah gizi
di Indonesia mengakibatkan lebih dari 80 persen kematian anak (WHO, 2011).
Status gizi buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat
menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir yang pada
akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Balita hidup penderita gizi buruk
dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga 10 persen. Keadaan ini
memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan
berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Selain itu, penyakit
rawan yang dapat diderita balita gizi buruk adalah diabetes (kencing manis) dan
penyakit jantung koroner. Dampak paling buruk yang diterima adalah kematian
pada umur yang sangat dini (Samsul, 2011).
Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium Development
Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota) pada tahun
2015, yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi 3,6 persen
atau kekurangangizi 7 pada anak balita menjadi 15,5 persen (Bappenas, 2010).
Pencapaian target MDGs belum maksimal dan belum merata di setiap provinsi.
Besarnya prevalensi balita gizi buruk di Indonesia antar provinsi cukup beragam.
Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010, secara nasional
prevalensi balita gizi buruk sebesar 4,9 persen dan kekurangan gizi 17,9 persen.
Data Riskesdas tahun 2010 capaian Provinsi Gorontalo adalah 11,2% balita
dengan Gizi buruk. Rentang prevalensi BBLR (per 100) di Indonesia adalah 1,4
sampai 11,2, dimana yang terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan
tertinggi di Provinsi Gorontalo.
Masalah status gizi ini menjadi masalah kesehatan masyarakat utamanya
di Gorontalo dan merupakan indicator yang mencerminkan status kesehatan
masyarakat.Upaya peningkatan status gizi masyarakat perlu dilakukan guna
menekan angka kematian balita akibat status gizi yang buruk.Melalui kegiatan
pengabdian masyarakat berbasis pada pelayanan dan pendampingan mahasiswa,
ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pada umumnya dan
perbaikan status gizi pada khususnya.
Penyebab timbulnya masalah gizi adalah multifaktor, oleh karena itu
pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait.
Indikator status gizi masyarakat antara lain tergambar pada jumlah kunjungan
neonatus (KN-2),jumlah bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), Balita
dengan Gizi buruk, jumlahkunjungan bayi ke sarana pelayanan kesehatan dan
indikator Kecamatan bebas rawangizi.
Desa Taramanu dusun Wiwiloku RW 4, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
yang berdasarkan wawancara dengan beberapa pihak terkait seperti ketua RW, ketua
RT, dan kader Kesehatan di Desa Taramanu penyakit yang sedang rentan adalah
masalah gizi sedang pada balita. Hal itu didukung oleh hasil pengkajian yang d
lakukkan di posyandu dengan menggunakan via telepon dengan wawancara pada
kader kesehatan Dusun Wiwiloku yang berjumlah 5 orang kader.
Melihat data diatas, penting untuk melaksanakan pembinaan kesehatan pada
ibu balita tentang pemenuhan gizi pada balita. Tindakan yang dapat di lakukan adalah
asuhan keperawatan komunitas. keperawatan komunitas merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelayanan promotif dan preventif tanpa
mengabaikan perawatan kuratif dan rehabilitative kepada individu, keluarga,
kelompok, serta masyarakat. Tindakan pelaksanaan tersebut merupakan suatu cara
untuk mengurangi angka mortalitas dan morbilitas pada masalah gizi balita tersebut,
sehingga di harapkan adanya perubahan perilaku masyarakat terlebih khusus pada ibu
balita untuk memperhatikan pemenuhan gizi pada balita.
Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menerapkan asuhan keperawatan komunitas pada posyandu Dusun Wiwiloku,
Desa Taramanu Rw 4, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat dengan masalah
kesehatan gizi balita melalui penerapan pola hidup sehat dalam pemenuhan gizi
dengan pendekatan edukatif pada individu, keluarga, kelompok khusus ataupun pada
komunitas tertentu dalam rangka mewujudkan tercapainya pemenuhan gizi pada
balita di posyandu Dusun Wiwiloku.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu berkomunikasi secara efektif dengan tokoh masyarakat dan semua
anggota masyarakat.
b. Mampu mengumpulkan dan menganalisa data kesehatan yang ditemukan di
masyarakat.
c. Menetapkan diagnosis keperawatan komunitas pada masyarakat di Dusun
Wiwiloku Rw 4, Desa Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
d. Mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat Dusun Wiwiloku Rw 4, Desa
Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
e. Mampu memberikan promosi kesehatan kepada masyakat untuk menurunkan
tingkat kejadian dan masalah gizi pada balita di Dusun Wiwiloku Rw 4,
Desa Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab. Sumba barat
f. Mampu bekerja sama dengan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan
sesuai dengan program yang disepakati.
g. Mampu mengevaluasi hasil dari implementasi keperawatan komunitas yang
telah dilakukan dan memberikan rencana tindak lanjut dari masalah yang
diatasi.
1.3 MANFAAT
1.3.1 Bagi Mahasiswa
a. Mampu mengaplikasikan ilmu keperawatan komunitas secara nyata di
masyarakat.
b. Menambah wawasan dan pengalaman dalam menemukan, menganalisa dan
menyelesaikan masalah keperawatan di komunitas.
1.3.2 Bagi Masyarakat
Masyarakat Dusun Wiwiloku Rw 4, Desa Taramanu, kecamatan wanokaka, Kab.
Sumba barat dapat mengenali masalah kesehatan yang dihadapi dalam komunitas
dan memberikan promosi kesehatan yang bermanfaat untuk menambah wawasan
serta ilmu pengetahuan masyarakat terkait masalah kesehatan pada gizi balit.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keperawatan Komunitas

2.1.1 Definisi Keperawatan Komunitas

Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang mempunyai


persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang merupakan kelompok khusus
dengan batas-batas geografi yang jelas, dengan norma dan nilai yang telah
melembaga (Sumijatun dkk, 2006). Kelompok masyarakat tersebut dalam kesehatan
dikenal kelompok ibu hamil, kelompok ibu menyusui, kelompok anak balita,
kelompok lansia, kelompok masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain
sebagainya (Mubarak, 2006).

Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan yang merupakan


perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat (public health) dengan
dukungan peran serta masyarakat secara aktif serta mengutamakan pelayanan
promotif dan preventif secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan
kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh melalui proses
keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan fungsi kehidupan manusia secara
optimal, sehingga mampu mandiri dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2006).

Proses keperawatan komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat


alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam rangka
memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok serta masyarakat melalui
langkah-langkah seperti pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
keperawatan (Wahyudi, 2010).
2.1.2 Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas

a. Tujuan keperawatan komunitas


Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk pencegahan dan
peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap individu,
keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (health general
community) dengan mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan
masyarakat yang dapat memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah tersebut
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka hadapi, yang
akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan
secara mandiri (self care)
b. Fungsi keperawatan komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi
kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan masalah klien
melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai dengan
kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan masalah,
komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan penanganan dan
pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat mempercepat proses
penyembuhan (Mubarak, 2006).
2.1.3 Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas
Strategi dalam pelaksanaan intervensi asuhan keperawatan komunitas adalah
sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah belajar
dari pengalaman sebelumnya, selain faktor pendidikan/pengetahuan individu,
media masa, Televisi, penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan
sebagainya. Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar
masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan
sebelumnya sangat mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan penyakit
yang mereka lakukan. Jika masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat
individual tidak akan mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit
tertentu, maka mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah
kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang dinamis, dimana
perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses transfer materi/teori dari
seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Akan tetapi,
perubahan tersebut terjadi adanya kesadaran dari dalam diri individu,
kelompok atau masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan
kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun
WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya sehingga
produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan masyarakat jika
tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman bagi lingkungan
masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya
mencapai tujuan asuhan keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai
persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih
cepat.

2.1.4 Model Konseptual dalam Keperawatan Komunitas

Teori keperawatan berkaitan dengan kesehatan masyarakat menjadi acuan


dalam mengembangkan model keperawatan komunitas adalah teori Betty Neuman
(1972) dan Model Keperawatan Comunity as Partner (2000). Model Neuman
memandang klien sebagai sistem yang terdiri dari berbagai elemen meliputi sebuah
struktur dasar, garis kekebalan, garis pertahanan normal dan garis pertahanan
fleksibel (Neuman, 1994).

Model intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh Betty Neuman


melibatkan kemampuan masyarakat untuk bertahan atau beradaptasi terhadap
stressor yang masuk kedalam garis pertahanan diri masyarakat.Kondisi kesehatan
masyarakat ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam menghadapi
stressor.Intervensi keperawatan dilakukan bila masyarakat tidak mampu
beradaptasi terhadap stressor yang masuk kedalam garis pertahanan (Clark,
1999).Dasar pemikiran dalam keperawatan komunitas adalah komunitas adalah
sebuah sistem.Pada awalnya Anderson dan McFarlane (1996) menggunakan model
“comunity as client”.Pada tahun 2000 model disempurnakan menjadi “community
as partner”.Model comunity as partner mempunyai makna sesuai dengan filosofi
PHC, yaitu fokus pada pemberdayaan masyarakat.Model tersebut membuktikan
ada hubungan yang sinergi dan setara antara perawat dan klien.Pengkajian
komunitas mempunyai 2 bagian utama yaitu core dan 8 subsistem.
Pengkajian core/inti adalah core: komunitas, sejarah/riwayat, data demografi, jenis
rumah tangga, vital statistik, value, belief, religion dan status pernikahan. Pengkajian
8 subsistem komunitas adalah pengkajian fisik, pelayanan kesehatan dan sosial,
ekonomi, keamanan dan transportasi, politik dan pemerintahan, komunikasi,
pendidikan dan rekreasi (Mubarak, 2009). Model comunity as partner menekankan
pada terjadinya stressor yang dapat mengganggu keseimbangan sistem: pertahanan
fleksibel, normal dan resisten. Tehnik pengumpulan data dalam model tersebut adalah
melalui winshield survey (pengamatan langsung ke masyarakat dengan berkeliling
wilayah dan menggunakan semua panca indra), hasil wawancara, kuesioner dan data
sekunder (data statistik, laporan puskesmas, laporan kelurahan dan lain-lain).

2.1.5 Proses Asuhan Keperawatan Komunitas

Pelaksanaan keperawatan komunitas dilakukan melalui beberapa fase yang


tercakup dalam proses keperawatan komunitas dengan menggunakan pendekatan
pemecahan masalah yang dinamis. Fase-fase pada proses

keperawatan komunitas secara langsung melibatkan komunitas sebagai klien yang


dimulai dengan pembuatan kontrak/partnership dan meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi (Efendi, 2009).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas

A. Pengkajian

1. Pengkajian Inti/Core

a) Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri atas: umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, dan keyakinan. Data
demografi yang perlu dikaji dalam keluarga atau masyarakat adalah nama
anggota keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan,
pekerjaan, dan agama.
b) Nilai dan Kepercayaan

Bagian dari inti komunitas adalah nilai, keyakinan, dan praktik


keagamaan penduduk.Setiap komunitas bersifat unik dengan nilai, keyakinan,
dan praktik keagamaan yang mengakar pada tradisi dan secara kontinu
berkembang serta tetap eksis karena memenuhi kebutuhan masyarakat. Semua
kelompok etnik mempunyai nilai dan keyakinan yang berinteraksi dengan
sistem komunitas untuk mempengaruhi kesehatan warganya. Dalam masyarakat
ditanyakan keyakinan terhadap sehat dan sakit, tempat mereka berobat dan
usaha menyembuhkan sakit atau meningkatkan derajat kesehatan.

c) Sejarah (History)

Sejarah dalam komunitas adalah terkait dengan sejarah masyarakat,


daerah yang terkait dengan kesehatan yang pernah dialami oleh masyarakat.
Tokoh masyarakat yang disegani yang mengetahui sejarah daerah. Data sejarah
yang perlu ditanyakan kepada keluarga adalah riwayat anggota keluarga yang
menderita ISPAC, cara penatalaksanaan, riwayat pengobatan.

d) Vital Statistik

Data vital statistik meliputi angka kelahiran, angka kematian, angka


kesakitan, penyakit penyebab kematian terbanyak dll.

2. Subsistem

a. Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat perlu
ditingkatkan juga kebersihan lingkungan sekitar dengan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat. Data subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah
bahan utama bangunan, jumlah kamar tidur, jenis lantai, ventilasi rumah, luas
ventilasi,alat penerangan, kelembapan, dan masuk tidaknya cahaya matahari.
b. Keamanan dan Transportasi
Di lingkungan tempat tinggal, tersediannya ambulan desa, tersedianya
kendaraan umum (Ojek, Angkot), tersediannya kendaraan pribadi (Mobil,
Sepeda Motor), tersediannya jalan pintas,penggunaan jalan umum, serta kondisi
jalan menuju layanan kesehatan
c. Pelayanan Kesehatan dan Sosial

Pelayanan kesehatan dan sosial yang tersedia untuk melakukan deteksi


dini gangguan atau merawat dan memantau apabila gangguan sudah terjadi. Hal
yang perlu dikaji dalam pelayanan kesehatan dan sosial adalah ketersediaan
tenaga kesehatan, jarak RS, ketersediaan klinik dan gawat darurat, mencari
pelayanan kesehatan, jarak puskesmas, dan adanya jaminan kesehatan.

d. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui apakah sudah
mencukupi dengan standar yang ada, sehingga upaya pelayanan kesehatan yang
diberikan dapat efektif.Yang perlu dikaji adalah jenis pekerjaan warga sekitar,
jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap bulan, ketersediaan lapangan kerja,
jumlah pengeluaran rata-rata yang dikeluarkan dalam sehari, adakah alokasi
simpanan dana untuk kesehatan, status kepemilikan rumah, kepemilikan
asuransi kesehatan.
e. Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting dalam pengkajian karena
untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan warga sekitar tentang penyakit
hipertensi. Yang perlu dikaji dalam subsistem pendidikan atau tingkat
pengetahuan yaitu, pengetahuan umum tentang penyakit hipertensi seperti,
pengertian, tanda dan gejala penyakit, komplikasi, pencegahan dan pengobatan.
f. Politik dan pemerintahan
Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk
menunjang kesehatan warga sekitar. Di masyarakat yang perlu dikaji adalah,
adanya jadwal pelaksana kegiatan PKK, rutinitas kegiatan PKK, program PKK,
tersedianya kader-kader kesehatan tiap RT, rutinitas kegiatan kader untuk
menunjang kesehatan di masyarakat, serta keterlibatan warga dalam kegiatan
pemerintah.
g. Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting dalam
menerima informasi terutama terkait dengan kesehatan. Sarana komunikasi apa
saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan kesehatan (misalnya: televisi, radio, koran, atau
leaflet yang diberikan kepada komunitas). Dalam subsistem komunikasi yang
perlu dikaji adalah penggunaan alat komunikasi (telepon, handphone, tv, radio,
koran dll), ketersediaan tempat untuk kegiatan bersama warga, antusias warga
dalam mendapatkan informasi kesehatan.
h. Rekreasi
Rekreasi disekitar daerah apakah terdapat masalah atau dapat
menimbulkan masalah kesehatan kepada masyarakat disekitarnya. Yang perlu
dikaji dalam subsistem rekreasi adalah ketersediaan fasilitas bermain anak-anak
dan bentuk rekreasi yang sering dilakukan.
B. Analisa dan Diagnosa Keperawatan Komunitas
Data-data yang dihasilkan dari pengkajian kemudian dianalisa seberapa besar
stresor yang mengancam masyarakat dan seberapa berat reaksi yang timbul dalam
masyarakat tersebut. Kemudian dijadikan dasar dalam pembuatan diagnosa atau
masalah keperawatan. Diagnosa keperawatan menurut Muecke (1995) terdiri dari
masalah kesehatan, karakteristik populasi dan lingkungan yang dapat bersifat aktual,
ancaman dan potensial.
C. Perencanaan
Perencanaan merupakan tindakan pencegahan primer, sekunder, tersier yang
cocok dengan kondisi klien (keluarga, masyarakat) yang sesuai dengan diagnosa yang
telah ditetapkan.Proses didalam tahap perencanaan ini meliputi penyusunan,
pengurutan masalah berdasarkan diagnosa komunitas sesuai dengan prioritas
(penapisan masalah), penetapan tujuan dan sasaran, menetapkan strategi intervensi
dan rencana evaluasi.
D. Implementasi (Pelaksanaan)
Pelaksanaan kegiatan komunitas berfokus pada tiga tingkat pencegahan yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan sebelum sakit atau disfungsi dan
diaplikasikan ke populasi sehat pada umumnya, mencakup pada kegiatan
kesehatan secara umum dan perlindungan khusus terhadap suatu penyakit.
Misalnya, kegiatan penyuluhan gizi, imunisasi, stimulasi dan bimbingan dini
dalam kesehatan keluarga.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya
perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukannya masalah kesehatan.
Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan inervensi yang
tepat untuk menghambat proses penyakit atau kelainan sehingga memperpendek
waktu sakit dan tingkat keparahan. Misalnya mengkaji dan memberi intervensi
segera terhadap tumbuh kembang anak usia bayi sampai balita.
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah kegiatan yang menekankan pada pengembalian
individu pada tingkat fungsinya secara optimal dari ketidakmampuan keluarga.
Pencegahan ini dimulai ketika terjadinya kecacatan atau ketidakmampuan yang
menetap bertujuan untuk mengembalikan ke fungsi semula dan menghambat
proses penyakit.

E. Evaluasi

Evaluasi perbandingan antara status kesehatan klien dengan hasil yang


diharapkan. Evaluasi terdiri dari tiga yaitu evaluasi struktur, evaluasi proses dan
evaluasi hasil. Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi data
sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi untuk
membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan
2.2 Masalah Kesehatan di Masyarakat
2.2.1 Konsep Penyakit Tidak Menular (PTM)
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Data WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia
pada tahun 2008, sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh
Penyakit Tidak Menular. PTM juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih
muda. Di negara-negara dengan tingkat ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh
kematian yang terjadi pada orang-orang berusia kurang dari 60 tahun, 29%
disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju, menyebabkan 13%
kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia kurang dari 70
tahun, penyakit cardiovaskular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti kanker
(27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang
lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian
disebabkan diabetes (WHO, 2011).
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan
terjadi di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari
populasi global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit jantung, stroke dan diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi
akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta
jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain, kematian akibat penyakit menular
seperti malaria, TBC atau penyakit infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa
saat ini menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030 (Kemenkes RI, 2012). Pada negara-
negara menengah dan miskin PTM akan bertanggung jawab terhadap tiga kali dari
tahun hidup yang hilang dan disability (Disability adjusted life years=DALYs) dan
hampir lima kali dari kematian penyakit menular, maternal, perinatal dan masalah
nutrisi (WHO, 2011)

Secara global, regional dan nasional pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan
jumlah kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan
penyakit menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru
obstruktif kronik, serta penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang
signifikan pada tahun 2030. Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS,
Malaria, Diare dan penyakit infeksi lainnya diprediksi akan mengalami penurunan
pada tahun 2030. Peningkatan kejadian PTM berhubungan dengan peningkatan faktor
risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan perkembangan dunia yang makin
modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup.

2.2.2 STATUS GIZI KURANG

2.2.2.1 Pengertian Status Gizi


Gizi merupakan suatu istilah yang merujuk kepada suatu proses dari
organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan,
penyerapan, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pembuangan yang
dipergunakan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan fungsi organ tubuh dan
produksi Linder, (2006). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan antara status gizi
kurang, baik, dan lebih. Status gizi merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas
sumber daya manusia (Rohmawati, 2016).
Menurut Hariyani (2011) bahwa secara klasik kata gizi hanya dihubungkan
dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun, dan
memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh.
Tetapi, sekarang kata gizi mempunyai pengertian lebih luas; disamping unutk
kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan
dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh karena
itu, di Indonesia yang sekarang sedang membangun, faktor gizi disamping faktor-
faktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan
dengan pembangunan sumber daya manusia berkualitas.
2.2.2.2 Indeks antropometri status gizi
Antropometri adalah uji untuk mengetahui komposisi tubuh seorang
dan bentuknya.Pada anak antropometri dilakukan untuk mengetahui bagaimana
kondisi pertumbuhan dan gizi anak tersebut. Pengukuran antropometri sebaiknya
dilakukan secara berkala dengan jarak yang teratur dan disertai dengan pemeriksaan
fisik. Pengukuran yang biasa dilakukanadalah mengukur berat badan BB, panjang
badan PB & atau tinggi badan TB. Lingkar lengan atas LLA &, lingkar kepala LK
&, lingkar dada LD &, dan lapisan lemak bawah kulit.
a. Berat Badan menurut Umur (BB/U).
Berat badan adalah pengukuran yang paling sederhana, cepat, mudah diukur serta
diulang. BB merupakan skala pengukuran yang terpentingdan tersering digunakan
untuk skala pengukuran gizi dan tumbuhkembang anak saat pemeriksaan. BB
merupakan pengukuran yang penting karena BB sangat sensitif terhadap
perubahan yang sedikitseperti pola makan, riwayat sakit, dan dari sisi
pelaksanaan pengukuran BB membutuhkan alat berupa timbangan
saja, pelaksanaan pengukuran mudah, murah, dan singkat. Pengukuran BB
memiliki beberapa kekurangan seperti tidak sensitif terhadap proporsitubuh
seperti pendek gemuk atau tinggi kurus dan terdapat beberapakondisi penyakit
yang dapat mempengaruhi pengukuran seperti bengkak (edema) & pembesaran
organ (oganomegali), hydrocephalus, dan sebagainya. Penggunaan berat badan
untuk menilai status gizi menggambarkan kondisi saat ini (dekat dengan waktu
pengukuran). Keadaan kurang gizi yang diukur dengan berat badan bersifat akut.
Mengingat berat badan adalah parameter antropometri yang sangat sensitif
dengan perubahan, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi
seseorang saat ini (current national status). Indeks BB/U yang rendah
mengindikasikan suatu keadaan yang disebut underweight.
b. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U).
Selain pengukuran BB, pengukuran tinggi badan (TB) juga
merupakan pengukuran yang penting, sederhana dan mudah untuk dilakukan,
selain itu pengukuran TB juga cepat dan alat pengukuran menggukanan
microtoise atau meteran yang dapat dibuat sendiri. Hasil pengukuran TB
menggambarkan proses pertumbuhan yang berlangsung dalam proses lama
(kronis), yang jika diukur berdasarkan umur (TB/U) berguna untuk mendeteksi
gangguan pertumbuhan fisik di masa lampau. Proses pertumbuhan tinggi badan
yang berlangsung lama merupakan salah satu kekurangan dari pengukuran TB,
dan pengukuran TB secara tepat sukar untuk dilakukan (Thok, 2013).
c. Indeks Masa Tubuh menurut Umur (IMT/U).
Indikator ini diperoleh dengan membandingkan antar IMT dengan umur yang
hasilnya cenderung menunjukkan hasil yang sama dengan BB/TB. IMT adalah
pengukuran yang digunakan sebagai indicator untuk menilai kegemukan anak.
IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung namun dapat digunakan
sebagai alternative pengukuran lemak tubuh secara langsung. Pengukuran IMT
adalah pengukuran yang murah dan mudah untuk dilakukan. Pada anak IMT
digunakan untuk menilai masalah berat badan pada anak berusia mulai 2 tahun,
dimana hasil pengukurannya berdasarkan IMT berdasarkan umur. IMT dapat
menskrining anak dengan obesitas, berat badan lebih, berat badan sehat, dan berat
badan kurang. (CDC.gov,2014).
2.2.2.3 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan
gizi seorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat obyek
maupun subyektif untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang tersedia.
Komponen penilaian status gizi meliputi: asupan pangan, pemeriksaan biokimia,
pemeriksaan klinis, riwayat mengenai kesehatan dan pemeriksaan antropometris serta
data psikososial (Arisman, 2014).
Supariasa, dkk, yang dikutip Nurjanah (2015) bahwa pada dasarnya penilaian status
gizi dapat dibagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi
secara langsung meliputi: Antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Penilaian status
gizi secara tidak langsung meliputi: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan
faktor ekologi. Penilaian status gizi tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan.
Dalam penilaian status gizi diperlukan berbagai parameter. Parameter tersebut anatara
lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas, lingkaran kepala, lingkar
dada dan jaringan lunak. Penggunaan dan pemilihan parameter tersebut sangat
tergantung dari tujuan pengukuran status gizi, apakah mengukur status gizi sekarang
atau mengukur status gizi yang dihubungkan dengan masa lampau.
Penilaian status gizi anak sekolah salah satunya dapat dilakukan dengan
menggunakan BMI (Body Mass Index) for age atau IMT (Indeks Massa Tubuh)
menurut umur yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) tahun 2007.
Berat Badan( Kg)
BMI =
Tinggi Badan ( m ) x tinggi badan(m)
BMI mempunyai keunggulan utama yakni dapat menggambarkan lemak tubuh yang
berlebihan, sederhana dan bisa digunakan dalam penelitian populasi berskala besar.
Pengukurannya hanya membutuhkan 2 hal yakni berat badan dan tinggi badan, yang
keduanya dapat dilakukan secara akurat oleh seseorang dengan sedikit latihan.
Keterbatasannya adalah membutuhkan penilaian lain bila dipergunakan
secara individual. Selain itu, keterbatasan yang lain dari BMI adalah tidak bisa
membedakan berat yang berasal dari lemak dan berat dari otot atau tulang. BMI
juga tidak dapat mengidentifikasi distribusi dari lemak tubuh. Sehingga beberapa
penelitian menyatakan bahwa standard cut off point untuk mendefinisikan obesitas
berdasarkan BMI mungkin tidak menggambarkan risiko yang sama untuk
konsekuensi kesehatan pada semua ras atau kelompok etnis.Pengukuran BMI yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah BMI Anak yaitu Indeks Massa Tubuh
per Umur (IMT/U). Biasanya BMI tidak meningkat dengan bertambahnya umur
seperti yang terjadi pada berat badan dan tinggi badan, tetapi pada bayi
peningkatan BMI naik secara tajam karena terjadi peningkatan berat badan secara
cepat relatif terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT
menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5 tahun. Cara
menentukan IMT/U adalah dengan menentukan terlebih dahulu BMI anak dengan
rumus BMI. Setelah nilai BMI diperoleh, bandingkan nilai BMI hasil
perhitungan pada diagram BMI for age sesuai dengan jenis kelamin dan umur
anak. Penentuan kriteria anak disesuaikan dengan memperhatikan nilai Z score
pada diagram WHO. Z score merupakan indeks antopometri yang digunakan
secara internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan. Untuk
pengukuran Z score populasi yang distribusinya normal, umumnya digunakan
pada indikator panjang atau tinggi badan anak. Rumus yang digunakan adalah
sebagai berikut :

nilai yang diamatai−nilai referensimedian


Z score=
Z score populasi referensi( SD)

Untuk melihat kriteria BMI anak, lihat nilai BMI anak hasil perhitungan pada
diagram BMI for age kemudian sesuaikan dengan nilai Z score sesuai dengan
jenis kelamin dan umur anak.

2.2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


Menurut Suriyati (2012) faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua yaitu,
penyebab langsung dan tidak langsung, yaitu:
1. Umur; Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis kelamin,
dan tingkat aktivitas.
2. Frekuensi Makan; Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan
berapa banyak makanan yang dikonsumsi seseorang.
3. Asupan Makanan; Kebutuhan nutrient tertinggi per kg berat badan dalam
siklus daur kehidupan adalah pada masa bayi dimana kecepatan tertinggi
dalam pertumbuhan dan metabolisme terjadi pada masa ini
(Kusharisupeni,2007). Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh
sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Akan tetapi asupan zat gizi
yang dikonsumsi dalam bentuk makanan akan mempengaruhi pertumbuhan
anak. Kekurangan zat gizi akan dimanifestasikan dalam bentuk pertumbuhan
yang menyimpang dari standar (Khomsan, 2004). Apabila anak
balita intake makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan
menurun sehingga akan mengalami kurang gizi dan mudah terserang penyakit
infeksi. Selama masa pertumbuhan balita memerlukan asupan energi dan
protein. Protein diperlukan oleh anak balita untuk pemeliharaan jaringan,
perubahan komposisi tubuh dan pertumbuhan jaringan baru (Robberts,et.al,
2005).
4. Penyakit Infeksi; Hubungan antara gizi kurang dan penyakit infeksi sangat
komplek. Disatu sisi kekebalan tubuh anak terhadap infeksi akan berkurang
apabila anak menderita gizi kurang. Contohnya adalah anak yang gizi kurang
selanjutnya dapat menderita penyakit pneumonia atau penyakit infeksi lainnya
sedangkan disisi lain penyakit infeksi sangat mempengaruhi status gizi anak
(Kartasapoetra, 2008). Penyakit infeksi dapat menyebabkan kehilangan nafsu
makan sehingga terjadi kekurangan gizi secara langsung. Pada anak umur 12
sampai 36 bulan khususnya mempunyai resiko penyakit infeksi
seperti gastroenteritis dan campak (WHO, 2004).
5. Pola Asuh; Pola asuh anak merupakan kemampuan keluarga dan masyarakat
untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat
tumbuh dan berkembang dengan sebaik-baiknya baik fisik, mental dan sosial
berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya
dengan anak, memberikan makan, merawat kebersaihan, dan member kasih
sayang. Pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh anak yaitu praktik di
rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan
kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan
perkembangan anak (Zeitlin dalam WNPG VII, 2004).
6. Tingkat Pendidikan; Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan
pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat
diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut mengenai gizi dan
kesehatan .
7. Pengetahuan; Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi tingkat
pengetahuannya akan gizi. rendah-tingginya pendidikan seseorang juga turut
menentukan mudah tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Berdasarkan hal ini, kita dapat
menentukan metode penyuluhan gizi yang tepat. Di samping itu, dilihat dari
segi kepentingan gizi keluarga, pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar
seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan
dapat mengambil tindakan
8. Pekerjaan; Pekerjaan yang berhubungan dengan pendapatan merupakan
faktor yang paling menentukan tentang kuantitas dan kualitas makanan. Ada
hubungan yang erat antara pendapatan yang meningkat dan gizi yang
didorong oleh pengaruh menguntungkan dari pendapatan yang meningkat
bagi perbaikan kesehatan dan masalah keluarga lainnya yang berkaitan
dengan keadaan gizi.
9. Jumlah Anak; Urutan kelahiran merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh pada pola pertumbuhan anak balita dalam satu keluarga. Anak
yang terlalu banyak selain menyulitkan dalam mengurusnya juga kurang bisa
menciptakan suasana tenang di dalam rumah. Lingkungan keluarga yang
selalu rebut akan mempengaruhi ketenangan jiwa, dan ini secara langsung
akan menurunkan nafsu makan anggota keluarga lain yang terlau peka
terhadap suasana yang kurang mengenakkan (Apriadji, 2011). Menurut Berg
rumah tangga yang mempunyai anggota keluarga besar beresiko mengalami
kelaparan 4 kali lebih besar dari rumah tangga yang anggotanya kecil dan
beresiko menderita gizi kurang pada anak- anak 5 kali lebih besar. sedangkan
Amos (2000) melaporkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara jumlah
anak dengan status gizi.Semakin banyak jumlah anak semakin besar resiko
menderita kurang energi protein (OR=1,12) (Arisman, 2017).
10. Sanitasi Air Bersih; Kurang energi protein merupakan masalah kesehatan
terutama di Negara berkembang. Ketersediaan air bersih, sanitasi
dan hygiene member dampak pada penyakit infeksi khususnya penyakit diare.
Ketersediaan air bersih merupakan upaya pencegahan yang berkaitan dengan
status gizi. Ketersediaan air bersih sangat berhubungan dengan kejadian
kurang energy protein khususnya pada anak balita (WHO)
Berdasarkan terjadinya terbagi atas 2 :
a. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi.
Timbulnya KEP (Kurang Energi dan Protein) tidak hanya disebabkan karena
kurangnya konsumsi makanan tetapi juga disebabkan oleh penyakit. Anak
yang mendapat makanan cukup tetapi sering terserang diare atau demam
dapat menderita KEP (Kurang Energi dan Protein). Sebaliknya anak yang
tidak cukup makanan, daya tahan tubuh akan melemah, mudah terserang
infeksi, kurang nafsu makan dan akhirnya KEP (Kurang Energi dan Protein).
b. Penyebab tidak langsung yang mempengaruhi status gizi yaitu ketahanan
pangan dalam keluarga, tingkat pengetahuan orang tua, pola pengasuhan pada
anak serta pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan. Ketahanan pangan di
keluarga (household food security) adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang
cukup baik jumlah maupun gizinya.

2.2.2.5 Klasifikasi status gizi


Standar baku antropometri yang paling banyak digunakan adalah standar baku
Harvard dan standar baku WHO-NCHS. Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI)
pada tanggal19 Januari 2000 menetapkan bahwa penilaian status gizi berdasarkan
indeks BB/U (Berat Badan per Umur), TB/U (Tinggi Badan per Umur), dan BB/TB
(Berat Badan per Tinggi Badan) di sepakati penggunaan istilah status gizi dan baku
antropometri yang dipakai dengan menggunakan Z-score dan baku rujukan WHO-
NCHS (WNPG VII, 2014). Untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan Z-
score (simpang baku) sebagai batas ambang.
Kategori dengan klasifikasi status gizi berdasarkan indeks BB/U, PB/U atau BB/TB
dibagi menjadi 3 golongan dengan batas ambang sebagi berikut :

1. Indeks BB/U
a. Gizi lebih, bila Z-score terletak > + 2SD
b. Gizi baik, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c. Gizi kurang, bila Z-score terletak ≥ -3 SD s/d <-2SD
d. Gizi buruk, bila Z-score terletak < -3SD
2. Indeks TB/U
a. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD
b. Pendek, bila Z-score terletak < -2SD
3. Indeks BB/TB
a. Gemuk, bila Z-score terletak > +2SD
b. Normal, bila Z-score terletak ≥ -2SD s/d +2SD
c. Kurus, bila Z-score terletak ≥ -3SD s/d < -2SD
d. Kurus sekali, bila Z-score terletak < -3SD (Sumber :WNPG VII, 2014)
Pertimbangan dalam menetapkan cut off point status gizi didasarkan pada asumsi
resiko kesehatan :
1. Antara -2SD sampai +2SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk
menderita masalah kesehatan
2. Antara -2SD sampai -3SD atau antara +2SD sampai +3SD memiliki resiko
cukup tinggi untuk menderita masalah kesehatan
3. Di bawah -3SD atau diatas +2SD memiliki resiko tinggi untuk menderita
masalah kesehatan
Klasifikasi dan penentuan status gizi berdasarkan antropometri yaitu :
1. gizi lebih : overweight dan obesity
2. gizi baik : wellnourished
3. gizi kurang : underweight (mild dan moderate malnutrition)
4. gizi buru : sever malnutrition (marasmus, kwashiorkor dan marasmic
kwasiokor)
Menurut buku pedoman pemantauan status gizi (PSG) melalui posyandu, Depkes
RI (2015) indeks dan baki rujukan yang digunakan dalam pengolahan data adalah
indeks BB menurut umur dengan menggunakan baku rujukan antropometri WHO-
NCHS, dengan menentukan 4 kategori sebagai berikut:
1. gizi baik : ≥ 80% terhadap bakuan median.
2. gizi sedang : 70-79,9% terhadap bakuan median.
3. gizi kurang : 60-69,9% terhadap bakuan median.
4. gizi buruk : < 60%terhadap bakuan median (Soegianto, 2017)
BA B III

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

3.1. Hasil Pengkajian


Dari hasil pengkajian yang dilakukan selama 2 minggu di RT 4 dusun
Wiwiloku desa taramanu dengan jumlah kepala keluarga kurang lebih 68 didapatkan
dengan jumlah penduduk dari balita sampai lansia dengan jumlah 350 orang dengan
rincian sebagai berikut:
a. Jenis kelamin
Tabel 3.1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin
N
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
o
1 Laki-Laki 105 30 %

2 Perempuan 245 70 %

Total 350 100%

Berdasarkan Tabel 3.1. Distribusi berdasarkan jenis kelamin didapatkan


sebagian besar masyarakat RT 4 berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 105
orang dan perempuan dengan jumlah 245 orang.
b. Umur
Tabel 3.2. Distribusi berdasarkan umur
No Umur Jumlah Persentase
1 0-<5 20 5,83%
2 5-<13 35 10%
3 13-<18 90 26,82%
4 18-<45 95 27,35%
5 45-<60 75 22,75%
6 60-<90 25 7,25%
Total 350 100%

Berdasarkan Tabel 3.2. Distribusi berdasarkan umur didapatkan hampir


sebagian besar masyarakat RT 4 rata-rata usia 18-45 tahun dengan jumlah 95
Orang.
c. Pendidikan
Tabel 3.3. Distribusi berdasarkan pendidikan
No Pendidikan Jumlah Presentase
1 TS 39 11,14%
2 TK 9 2,57%
3 SD 144 41,14%
4 SMP 105 30%
5 SMA 43 12,29%
6 PT 10 2,86%
Total 350 100%
Berdasarkan Tabel 3.3. Distribusi respponden berdasarkan pendidikan
didapatkan hampir sebagian besar masyarakat RT 4 berpendidikan SD dengan
jumlah 144 orang.
d. Pekerjaan
Tabel 3.4. Distribusi berdasarkan pekerjaan
No Pekerjaan Jumlah Presentase
1 Pelajar 93 28,28%
2 Irt 78 23,63%
3 Peg. Swst 41 12,52%
4 Wira Swasta 46 13,93%
5 Petani 62 18,79%
6 Brh Tani 5 1.25%
7 Nelayan 1 0,30%
8 Tdk Bkj. 4 1,30%
Total 330 100%
Berdasarkan Tabel 3.4. Distribusi berdasarkan pekerjaan didapatkan
hampir sebagian besar masyarakat penduduk RT 4 bekerja sebagai pelajar
dengan jumlah 93 orang.
e. Penyakit
Tabel 3.5 Distribusi berdasarkan penyakit
No Penyakit Jumlah Persentase
1 DM 0 0%
2 asam urat 7 21,21%
3 TBC 0 0%
4 HT 0 0%
5 Tifus 0 0%
6 flu( batuk) 5 15,14%
7 Gastric 0 0%
8 Demam 0 0%
9 sakit kepala 2 6,06%
Diare ( lendir dan
10 0 0%
darah)
11 Gatal 5 15,15%
12 Ggn Jiwa 4 12,13%
13 Gizi Buruk ringan 10 30,31%
14 Gizi Buruk Berat 0 0%
Total 33 100%
Berdasarkan Tabel 3.5. distribusi berdasarkan penyakit didapatkan
hampir sebagian besar masyarakat RT.4 mengeluh pada balita mengalami Gizi
buruk ringan dengan jumlah 10 orang.
f. Agama
Tabel 3.6 Distribusi berdasarkan Agama
No Agama Jumlah Persentase
1 Islam 0 100%
2 Kristen 175 50%
3 Hindu 0 0
4 Budha 0 0
5 Khatolic 160 45,71%
6 Lain 2 15 4,29
Total 350 100%
Berdasarkan Tabel 3.6. distribusi berdasarkan agama didapatkan sebagian
besar masyarakat RT 4 beragama Kristen.
g. Pemanfaatan kesehatan
Tabel 3.7 Distribusi berdasarkan pemanfaatan Kesehatan
No Pemanfaatan fasyankes Jumlah Persentase
1 RS 2 3,50%
2 PKM 50 87,72%
3 Klinik 5 8,78%
4 Alternatif 0 0%
Total 57 100%
Berdasarkan Tabel 3.7. distribusi berdasarkan pemanfaatan kesehatan
didapatkan hampir sebagian besar masyarakat RT 4 menggunakan pelayanan
kesehatan PKM.
h. Jaminan kesehatan
Tabel 3.8 Distribusi berdasarkan jaminan kesehatan
No Jaminan kesehatan Jumlah Persentase
1 BPJS 250 83,33%
2 Mandiri 50 16,67%
3 Lain-lain 0 0%
Total 300 100%
Berdasarkan Tabel 3.8. Distribusi berdasarkan jaminan kesehatan
didapatkan hampir sebagian besar masyarakat RT 4 memiliki BPJS.

i. Merokok
Tabel 3.9 Distribusi berdasarkan merokok
No Merokok Jumlah Persentase
1 Ya 200 60,60%
2 Tidak 130 39,40%
Total 330 100%
Berdasarkan Tabel 3.9 Distribusi berdasarkan merokok didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 Merokok.
j. Status perumahan
Tabel 3.10 Distribusi berdasarkan merokok
No Status perumahan Jumlah Persen
1 Sendiri 68 100%
2 Sewa 0 0%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.10. distribusi berdasarkan status perumahan
didapatkan semua masyarakat RT 4 memiliki rumah sendiri.
k. Sumber air minum
Tabel 3.11 Distribusi berdasarkan sumber air minum
No Sumber air minum Jumlah Persen
1 Dimasak 60 88,23%
2 Air mineral 0 0%
3 Tidak dimasak 8 11,77%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.11. distribusi berdasarkan sumber air minum
didapatkan sebagian besar masyarakat RT 4 minum air yang dimasak.
l. Tempat sampah
Tabel 3.12 Distribusi berdasarkan tempat sampah
No Tempat Sampah Jumlah Persentase
1 Ditimbun 7 10,30%
2 Dibakar 61 89,70%
3 TPA 0 0%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.12 distribusi berdasarkan tempat sampah didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 sampah dibakar.
m. Sumber air bersih
Tabel 3.13 Distribusi berdasarkan sumber air bersih
No Sumber Air Bersih Jumah Persentase
1 PAM 0 0%
2 Sumur 10 14,70%
3 Sungai 50 73,53%
4 Lain-Lain 8 11,77%
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.13. distribusi berdasarkan sumber air bersih
didapatkan sebagian besar masyarakat RT 4 menggunkan air galihan sugai
n. Saluran limbah
Tabel 3.14 Distribusi berdasarkan saluran limbah
No Saluran Limbah Jumlah Persentase
1 GOT 8 %
2 Sungai 25 %
3 Tidak Ada 35 %
Total 68 100%
Berdasarkan Tabel 3.14. distribusi berdasarkan saluran limbah didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 saluran limbah tidak ada.
o. Olahraga
Tabel 3.15 Distribusi berdasarkan olahraga
No olahraga jumlah Persentase
1 Ya 9 8%
2 Tidak 100 92%
Total 109 100%
Berdasarkan Tabel 3.15. distribusi responden berdasarkan olahraga
didapatkan sebagian besar masyarakat RT 4,5,6 tidak olahraga.
p. Kegiatan lansia
Tabel 3.16 Distribusi reponden berdasarkan kegiatan lansia.
Lansia Jumlah Persentase
Rutin 4 16%
Posyandu Tdk Rutin 18 72%
Tdk Pernah 3 12%
Total 25 100%
Rutin 3 12%
Px Kesh Tdk Rutin 22 88%
Tdk Pernah 0 0%
Total 25 100%
Rutin 3 12%
Keg Sosial Tdk Rutin 20 80%
Tdk Pernah 2 8%
Total 25 100%
Berdasarkan Tabel 3.16. distribusi berdasarkan kegiatan lansia didapatkan
sebagian besar masyarakat RT 4 lansia memanfatkan posyandu dengan baik,
pemeriksaan tidak rutin dan kegiaan sosialnya rutin.
q. Kegiatan balita
Tabel 3.16 Distribusi berdasarkan kegiatan Balita.
Balita Jumlah Persentase
Rutin 5 25%
Posyandu Tdk Rutin 15 75%
Tdk Pernah 0 0%
Total 20 100%
Rutin 5 25%
Px Kesh Tdk Rutin 15 75%
Tdk Pernah 0 0%
Total 20 100%
Lengkap 15 75%
Tdk Lengkap 5 25%
Imunisasi Tdk Pernah 0 0%
Total 100 100%
Berdasarkan Tabel 3.17. distribusi berdasarkan kegiatan Balita
didapatkan sebagian besar balita di RT 4 balita memanfatkan posyandu dengan
kurang baik, pemeriksaan tidak rutin dan imunisasi rutin.

Anda mungkin juga menyukai