PEMBAHASAN
40
41
crosstabs diperoleh bahwa responden yang berpendidikan tidak tamat SD, tamat
SD, dan tamat SMP mayoritas memiliki tingkat pengetahuan yang kurang,
sedangkan responden yang tamat SMA sebagian besar memiliki tingkat
pengetahuan yang baik, dan semua responden yang berpendidikan tamat PT
memiliki pengetahuan baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Riswandi (2002),
bahwa balita yang ibunya berpendidikan rendah mempunyai resiko untuk
menderita ISPA lebih besar dibandingkan dengan balita yang mempunyai ibu
berpendidikan tinggi, karena ibu yang berpendidikan baik akan mempunyai
wawasan yang cukup dalam memelihara kesehatan bayi dan anaknya.
Berbeda dengan peneliltian yang dilakukan oleh Mohamad Fahmi (2008)
yang mejelaskan bahwa faktor pengetahuan mempunyai hubungan yang
signifikan terhadap kepatuhan minum obat, sedangkan kepatuhan minum obat
akan mempengaruhi keberhasilan suatu pengobatan, sedangkan faktor pendidikan
ibu bukan merupakan faktor yang berpengaruh secara langsung. Penelitian yang
dilakukan oleh Imran Lubis (2009) juga menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
ibu tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap episode ISPA balita.
penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan
ibu dengan kejadian ISPA pada balita.
berat (78%). Akan tetapi, sebagian besar responden tidak mengetahui adanya
komplikasi infeksi telinga pada ISPA, yaitu sebanyak 56 orang (56%).
Hasil analisa menggunakan analisis deskriptif statistik crosstabs diperoleh
bahwa hanya responden dengan usia 31-40 tahun yang sebagian besar memiliki
pengetahuan yang baik, yaitu sebanyak 32 responden (61,54%). Sedangkan
responden yang berusia 19-30 tahun dan 41-53 tahun sebagia besar memiliki
pengetahuan yang rendah. Hanya 2 responden laki-laki (40%) yang memiliki
pengetahuan baik, tetapi sebagian besar responden perempuan yang memiliki
pengetahuan baik, yaitu 52 (54,7%) responden. Sebagian besar responden yang
tamat SMA (68,57%) memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan seluruh
responden yang lulus akademi/perguruan tinggi memiliki tingkst pengetahuan yang
baik. Akan tetapi, sebagian besar responden dengan pendidikan terakhir SMP, SD
atau bahkan tidak lulus SD memiliki tingkat pengetahuan yang kurang. Sebagian
besar responden yang bekerja sebagai ibu rumah tangga memiliki tingkat
pengetahuan yang baik, sedangkan responden lain yang bekerja sebagai PNS,
pedagang/wiraswata dan swasta sebagian besar memiliki tingkat pengetahuan yang
kurang.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dalam hal ini obyeknya
adalah ISPA pada anak. Pengetahuan didapat dari pendidikan formal juga dapat
diperoleh melalui kenyataan / fakta dengan melihat, mendengar sendiri, melalui
alat komunikasi seperti surat kabar, televisi dan lain-lain. Selain itu, pengetahuan
juga dapat diperoleh sebagai pengaruh / pengalaman dari hubungan dengan orang
lain, seperti keluarga, teman, tenaga medis dan lain-lainkemudian disusun otak
secara sistematis ( Depkes RI, 2008 ).
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan adalah hasil proses tahu dan
setelah melalui proses pengindraaan terhadap suatu objek tertentu melalui panca
indera manusia, yaitu: indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan memegang peranan penting untukterbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan seseorang tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
pendidikan, pengalaman, dan fasilitas. Dengan pendidikan maka seseorang akan
45
cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk berarti semakin banyak pula
pengetahuan yang didapatkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
intelegensia, pendidikan, usia, pekerjaan, tingkat ekonomi, lingkungan, sosial
budaya dan informasi.
Menurut H.L. Bloem (1986) menyatakan ada 4 faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan pada manusia yaitu genetik, lingkungan, pelayanan kesehatan
dan perilaku. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi yang mempengaruhi
kesehatan perorangan dan derajat kesehatan masyarakat. Di antara faktor tersebut,
faktor perilaku manusia merupakan faktor determinan yang paling besar dan
paling sukar ditanggulangi, disusul dengan faktor lingkungan.
Menurut Green, perilaku manusia itu dipengaruhi oleh 3 faktor utama
yaitu faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup : pengetahuan, sikap,
kepercayaan, dan sistem nilai, faktor pemungkin (enambling factors) mencakup
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, dan faktor penguat (reinforcing
factors) mencakup sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat dan
tokoh agama.
Pengetahuan yang merupakan faktor predisposisi merupakan komponen
yang sangat penting, walaupun peningkatan pengetahuan tidak selalu
menyebabkan terjadinya perubahan perilaku, tetapi mempunyai hubungan yang
positif untuk terjadinya perubahan perilaku, karena pengetahuan merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt
behavior) ( Soekidjo, 2003 ).
Orang tua, terutama ibu merupakan peletak dasar perilaku yaitu perilaku
kesehatan yang baik bagi anak-anak. Untuk mendapatkan perilaku ibu yang baik
ditentukan oleh tingkat pengetahuan ibu yang diperoleh melalui pendidikan.
Perubahan perilaku kesehatan dapat melalui pendidikan yang diperoleh sehingga
mampu mempromosikan kesehatan lewat pemberian informasi mengenai
kesehatan. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Pemberian informasi ini dapat
46
2. Penelitian ini memiliki responden yang memiliki karakteristik usia yang cukup
luas, sehingga peniliaian dari variabel kurang spesifik.
4. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini hanya berupa lembar observasi
dimana pertanyaan-pertanyaan dikembangkan dari penelitian sebelumnya dan
dari konsep yang ada.