Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SISTEM PERLINDUNGAN ANAK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

TINGKAT 2/REG 1

1. AMBAR WULANDARI 1814401007


2. ALDO 1814401008
3. SRI MULYANI 1814401009

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat Taufik Hidayah serta Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah dengan lancar dan tepat pada waktunya. Makalah dari mata
kuliah Keperawatan.

Kami menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan,


tentu hasil karya kami ini tidak luput dari kekurangan baik dari segi isi maupun
penulisan kata. Maka dari itu dengan mengharapkan ridha Allah SWT kami
sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari anda semua demi
untuk memperbaiki makalah kami di masa yang akan datang. Penulis berharap
semoga makalah ini bermanfaat untuk semua pembaca, dan dapat digunakan
didalam hal yang baik, saca ucapkan terima kasih.

BandarLampung, 30 januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................iii
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia....................................................3


2.2 Pendekatan Perlindungan Anak Berbasis Sistem.......................................5
2.3 Pelayanan Sosial Melalui Pendekatan Sistem............................................6
2.4 Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat ..................................................7
2.5 Kedudukan Anak Di Indonesia..................................................................9
2.6 Sistem Pemberian Pelayanan.....................................................................11
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan...................................12

BAB III KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan.................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan tumpuan sekaligusharapan dari semua orang tua.
Anakmerupakan satu-satunya penerus bangsa yang mempunyai tanggung jawab
besar demi tercapainya cita-cita bangsa. Anak berdasarkan definisi dalam Pasal 1
Angka 1 Undang-Undang No 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
menjelaskan bahwa “Anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun dan
bahkan masih dalam kandungan”. Penjelasan selanjutnya dalam Undang-Undang
N0 11Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, menjelaskan bahwa
“Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum
berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.
Peran seorang anak sebagai satu-satunya penerus bangsa telah
menunjukkan bahwa hak-hak anak yang ada di Indonesia telah secara tegas
dinyatakan dalam konstitusi. Hak anak yang dimaksud adalah suatu kehendak
yang dimiliki oleh anak yang dilengkapi dengan kekuatan (macht) dan yang
diberikan oleh sistem hukum/tertib hukum kepada anak yang bersangkutan Salah
satu hak anak tersebut tercantum dalam pasal 2 ayat (3) dan (4) Undang Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,
dimana dalam Undang-Undang tersebut menjelaskan bahwa“Anak berhak atas
pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan maupun sesudah
dilahirkan”.Selanjutnya dalam ayat (4) berbunyi bahwa “Anak berhak atas
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar”.Demi
terwujudnya hak-hak anak tersebut sudah seharusnya upaya perlindungan anak
dimulai sedini mungkin, agar kelak dapat berpartisipasi secara optimal dalam
pembangunan bangsa dan negara.

1
1.2 Rumusa Masalah
Berdasarkan apa yang telah penulis uraikan dalam latar belakang diatas,
penulis mempunyai beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peran lembaga advokasi anak dalam memberikan perlindungan
terhadap anak?
2. Bagaimana proses pendampingan yang dilakukan oleh lembaga advokasi
anak dalam mendampingi anak yang melakukan tindak pidana ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui peran lembaga advokasi anak dalam memberikan
perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak pidana sesuai dengan
Undang-undang Perlindungan Anak
2. Untuk mendiskripsikan proses pendampingan yang dilakukan oleh lembaga
advokasi anak dalam mendampigi anak yang melakukan tindak pidana.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SISTEM PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA


Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan kesejahteraan
anak-anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia berusia antara 13 dan 18
tahun putus sekolah; hampir tiga juta anak terlibat dalam perburuhan anak
berpotensi berbahaya, dan sekitar 2,5 juta anak Indonesia menjadi korban
kekerasan setiap tahun. Lebih dari 80% anak-anak sedang menjalani proses
peradilan berakhir di belakang bar dan jumlah yang lebih besar adalah tanpa
bantuan hukum. 
Statistik ini menggarisbawahi kebutuhan untuk mengintensifkan dan
memperkuat upaya saat ini untuk meningkatkan perlindungan anak di
Indonesia. 2008 review dari Pemerintah Program Negara Indonesia dan UNICEF
Kerjasama menyoroti hubungan antara kebutuhan untuk meningkatkan
perlindungan anak dan pengembangan ekonomi nasional yang adil dan
berkelanjutan.
Kesenjangan yang signifikan tetap dalam ketersediaan informasi pembangunan
kerangka kebijakan di Indonesia dan aktual, on-the-tanah program di bidang hak-
hak anak dan perlindungan anak. Ada kebutuhan mendesak untuk berpindah dari
penyediaan ad-hoc, responsif, dan donor-driven upaya perlindungan anak ke
sistem anak strategis dan komprehensif perlindungan.
Sistem seperti menggunakan proses standar untuk mengumpulkan data,
menggunakan data tersebut untuk program-program desain, dan alamat
keprihatinan perlindungan anak dalam yang lebih luas sosial, ekonomi, konteks
politik dan hukum.
Dalam konteks ini bahwa Columbia University dan Universitas Indonesia,
bekerja sama dengan UNICEF dan Departemen Perencanaan Bahasa Indonesia
(BAPPENAS) mendirikan Universitas berbasis “Center of Excellence”, Pusat
tentang Perlindungan Anak, yang akan berfungsi sebagai model dari akademisi,
pemerintah dan keterlibatan masyarakat sipil yang memberikan kontribusi untuk

3
sistematisasi dan profesionalisasi perlindungan anak di Indonesia melalui
penelitian, analisis dan evaluasi.
Pusat ini difokuskan pada membangun kapasitas praktisi pemerintah,
profesional muncul, para pemimpin masyarakat sipil dan akademisi. Hal ini
bertujuan untuk mempromosikan seragam, solusi berkelanjutan untuk masalah
kompleks yang mempengaruhi anak-anak, keluarga, dan masyarakat. Selain itu, ia
mendorong kolaborasi dan pertukaran pengetahuan di kawasan Asia / Pasifik.
Negara Indonesia, saat ini sedang mengembangkan kesejahteraan anak dan
keluarga yang fokus pada sistem untuk pencegahan dan merespon semua bentuk –
bentuk kekerasan pada anak. Hal ini merupakan refleski pada pendekatan baru
pada upaya perlindungan anak secara internasional.
Kendati negara Indonesia telah mengembangkan sebuah kerangka kerja
progresif untuk hak-hak anak, hanya saja dalam pelaksanaannya kurang mampu
berkembang untuk perlindungan anak. Disisi lain, belum ada mandat secara jelas
bagi sebuah lembaga untuk mengelola pelayanan pencegahan dan merespon
masalah-masalah anak terkait dengan kewenangan dan akuntabilitas untuk
melindungi secara legal dan efektif.
Pendekatan dalam penyediaan layanan perlindungan anak berbasis sistem
mulai dikembangkan berbeda dengan pendekatan tradisional yang dijalankan saat
ini. Dimana, dalam pendekatan tradisional dilakukan berdasarkan respon yang
berbasis kesejahteraan, lebih dipimpin oleh NGOs, berorientasi pada kedaruratan,
berbasis pada issu (seperti perdagangan anak; peradilan anak), bekerja
berdasarkan jaringan dan bukan sistem; dan hanya terfokus pada kelompok anak
yang termarjinalkan dan rentan, serta layanan perlindungan anak lebih
mengedepankan pada respon atau gejala saja.
Upaya untuk mengadopsi pendekatan ”membangun sistem” ini merupakan
upaya untuk mengkerangkakan kembali sebuah pendekatan pada anak yang
membutuhkan atau beresiko, memikirkan kembali bagaimana membangun strategi
untuk perlindungan anak, mendifinisikan apa itu persekutuan/kemitraan,
bagaimana peran, tanggungjawab, serta memprogramkan kembali intervensi dari
masing masing stakeholder diperlindungan anak.

4
Kerja–kerja yang dilakukan dalam membangun sistem merupakan kerja-kerja
yang komprehensif yang saling terkait satu dengan lainnya atau saling berinteraksi
dalam kondisi yang harmonis dan teratur. Komponen yang saling terkait antara
lain adalah kerangka hukum dan kebijakan yang kuat untuk PA, tersedianya
anggaran yang memadai, koordinasi multi sektoral, sistem layanan pencegahan
yang ramah anak dan responsif, tenaga kerja PA yang profesional, pengawasan
dan regulasi, serta data dan informasi yang kuat tentang isu isu PA.
Dalam sistem perlindungan anak meliputi:
a. Pencegahan terhadap kekerasan, penelantaran, perlakukan salah dan
eksploitasi yang direspon secara efektif ketika hal tersebut muncul serta
menyediakan layanan yang dibutuhkan, rehabilitasi dan kompensasi
terhadap para korban
b. Memperoleh pengetahuan tentang akar penyebab kegagalan pada
perlindungan anak dan sejauhmana mengetahui tentang kekerasan ,
penelantaran, eksploitasi dan perlakukan salah terhadap anak disemua
kondisi.
c. Mengembangkan kebijakan dan regulasi, yang mempengaruhi untuk
tindakan pencegahan dan penanganan, dan bagiamana memastikan
perkembangannya.
d. Mendorong partisipasi anak baik laki dan perempuan, orang tua, wali dan
masyarakat, international dan nasional NGO serta masyarakat sipil.

2.2 Pendekatan Perlindungan Anak Berbasis Sistem


Pendekatan perlindungan anak berbasis sistem sebagai pendekatan yang
menekankan tanggung jawab atau kewajiban dari negara sebagai primary duty
bearer dalam menyediakan layanan untuk pemenuhan hak hak anak dan
perlindungan anak
Negara mengakui anak sebagai pemegang hak dan berhak atas perlindungan,
mempromosikan tanggungjawab dan akuntabilitas negara untuk kesejahteraan
anak. Fokus pada pencegahan kekerasan disumber masalahnya, pengembangan
sistem kesejahteraan yang dilaksanakan oleh negara yang komprehensif (bukan

5
jejaring kerja/proyek), menjangkau semua anak dan fokus pada keluarga dan
masyarakat.
Kerja kerja berbasis sistem lebih teroganisir dan bersungguh sungguh, dapat
diprediksi, interaktif dan saling terkait satu sama lainnya.
Sistem perlindungan anak yang efektif mensyarakatkan adanya komponen-
komponen yang saling terkait. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi:
a. Layanan Kesejahteraan Sosial
Penguatan dan pemberian pelayanan kesejahteraan dan perlindungan anak
memerlukan gambaran yang jelas tentang tugas, tanggung jawab dan proses
kelembagaan di setiap tingkat. Proses dan kriteria pelaporan, penilaian, dan
perencanaan intervensi dan penanganan kasus perlu dipetakan, yang
kemudian dilakukan standarisasi dan disosialisasikan di semua tingkat.
b. Kerangka kerja legal/peraturan perundang-undangan
Kerangka hukum dan peraturan perlu ditingkatkan dan sesuai dengan
standard inernasional.. Kerangka hukum yang menyeluruh dan mengikat
diperlukan ditingkat pusat. Kerangka hukum dan peraturan ditingkat
provinsi dan kabupaten harus sejalan dengan kerangka hukum nasional.
Meliputi kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung serta sistem data
dan informasi untuk perlindungan anak.
c. Perubahan sikap/ perilaku
Di tingkat masyarakat, berbagai komponen tersebut harus disatukan dalam
rangkaian kesatuan pelayanan perlindungan anak yang mendorong
kesejahteraan dan perlindungan anak dan meningkatkan kapasitas keluarga
dan masyarakat untuk memenuhi tanggung jawab mereka. Meliputi,
kampanye dan lobby; pemahaman media; ekspresi pendapat anak; debat
nasional; membangun kapasitas, dan lain sebagainya.

2.3 Pelayanan Sosial Melalui Pendekatan Sistem


Rangkaian dari layanan sosial perlindungan anak ditingkat masyarakat dimulai
dari pelayanan pencegahan primer, sekunder sampai layanan penanganan tersier,
Mediasi Keluarga ; Identifikasi dini; Dukungan keuangan ‘ Asuhan petirahan

6
(Respite care) Kampanye Kesadaran ; Pendidikan, media, Kelompok
PengasuhanPencegahan primer bertujuan untuk memperkuat kapasitas masyarakat
secara menyeluruh dalam pengasuhan anak dan memastikan keselamatan mereka.
Meliputi kegiatan yang mengubah sikap dan perilaku, memperkuat ketrampilan
orangtua dan menyadarkan masyarakat tentang dampak yang tidak diinginkan dari
kekerasan terhadap anak.
Pencegahan sekunder atau layanan intervensi dini difokuskan pada keluarga
dan anak anak yang beresiko dilakukan dengan mengubah keadaan sebelum
perilaku kekerasan menimbulkan dampak buruk secara nyata terhadap anak anak
misalnya melalui konseling dan mediasi keluarga serta pemberdayaan ekonomi.
Intervensi tersier menangani situasi dimana anak sudah dalam keadaan krisis
sebagai akibat kekerasan, perlakuan salah, eksploitasi, penelantaran, atau
tindakan-tindakan buruk lainnya. Oleh karena itu, intervensi ini bertujuan untuk
membebaskan anak-anak dari dampak buruk atau, jika dianggap layak, melakukan
pengawasan terstruktur dan memberikan layanan dukungan. Mekanisme
pencegahan dianggap lebih dibandingkan tepat dibandingkan intervensi tersier
atau reaktif.Semua rangkaian sistem baik tertier, sekunder dan primer harus saling
terhubungkan dalam sebuah rangkaian kesatuan perlindungan bagi anak-anak.

2.4 Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Sebagai Pendekatan Berbasis


Sistem
Pada pendekatan berbasis sistem lebih mengedepankan porsi terbesar pada
layanan primer (kampanye kesadaran, pendidikan, media, dll). Dimana, hal ini
lebih banyak dilakukan diranah masyarakat hingga menyentuh wilayah keluarga
dan anak secara langsung. Anak dan keluargalah menjadi sasaran utama dalam
layanan berbasis sistem ini.Dalam menyediakan layanan primer, KPAD/KPAD
sudah memposisikan diri sebagai institusi yang dekat dengan masyarakat
khususnya di Desa/Kelurahan. KPAD/KPAK merupakan inisiatif masyarakat
sebagai ujung tombak untuk melakukan upaya upaya pencegahan dengan
membangun kesadaran masyarakat dengan tujuan terjadinya perubahan sikap dan
perilaku tentang dampak yang tidak diinginkan dari kekerasan terhadap anak.

7
Selain itu, KPAD juga mengupayakan adanya kebijakan dan kertersediaan
anggaran di tingkat desa, membangun peran serta aktif dari anak, masyarakat dan
pemerintah secara bersama sama, serta membangun sistem rujukan ke tingkat
kecamatan dan kabupaten.
KPAD/KPAK pun bekerja pada layanan sekunder, seperti melakukan mediasi
dan konsultasi bagi masalah masalah anak yang terjadi dlingkungan mereka
tinggal. Kepercayaan penuh masyarakat kepada KPAD, membuat KPAD harus
bertindak demi kepentingan terbaik anak. Membangun jejaring untuk proses
penanganan anak lebih lanjut kesistem rujukan baik di Tk Kecamatan/ kabupaten.
Sebagian KPAD/KPAK yang tebentuk saat ini sudah menjadi bagian dalam
struktur layanan perlindungan anak di Kecamatan/Kabupaten, yang merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dalam layanan perlindungan anak dari
Desa/Kelurahan – Kecamatan dan Kabupaten.
Memilik peran dan fungsi KPAD dengan lebih mengedepankan pada
pencegahan, sangatlah bersinergi pada pendekatan perlindungan anak masa kini
dan merupakan bentuk nyata dari sebuah pendekatan yang berbasis sistem yang
langsung menyentuh ranah anak dan keluarga.
1. Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia
Kedudukan Anak Menurut KUHPerdata
a. Pengertian Anak sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan
yang sah .
b. Ketentuan Pasal 250 KUHPerdata : Tiap-tiap anak yang dilahirkan
atau ditumbuhkan sepanjang perkawinan yang sah memperoleh suami
ibu dari anak tersebut sebagai anaknya.
c. Ada kemungkinan anak tersebut bukan dibenihkan oleh suami ibu dari
anak tersebut.
d. Dengan demikian suami ibu tersebut dapat menyangkal keabsahan
status anak.

8
2. Penyangkalan Anak Oleh Suami Ibu
Harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Selama 300 hari ditambah 180 hari sebelum kelahiran anak, suami
tersebut dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan
hubungan suami-istri.
b. Jika kelahiran anak hasil hubungan zina si ibu tersebut disembunyikan
dari suaminya, suami tersebut dapat membuktikan bahwa anak yang
dilahirkan bukan anaknya. Pasal 253 KUHPerdata
c. Kelahiran anak setelah ada keputusan perpisahan meja dan tempat
tidur melewati batas waktu 300 hari. Pasal 254 KUH Perdata

3. Pembuktian Anak
a. Menurut ketentuan pasal 261 KUHPerdata keabsahana seorang anak
dibuktikan dengan akta kelahiran.
b. Selain dengan akta kelahiran, pembuktian keabsahan seorang anak
adalah dengan akta perkawinan orang tuanya.
c. Dalam hal akta perkawinan tidak ada atau hilang maka kedudukan
anak sah tersebut tidak dapat dibantah jika orang tuanya hidup bersama
sebagai layaknya suami istri.

2.5 KEDUDUKAN ANAK DI INDONESIA


Berdasarkan undang-undang no.1 tahun 1974 tentang anak mengatakan
bahwa, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam/sebagai akibat
perkawinan yang sah. Masuk kepada substansi tentang nilai anak, ada
beberapa substansi mengenai nilai anak di Indonesia, antara lain: 
a. Nilai anak dalam hubungannya dengan kebudayaan; Sangat
menentukan dan terkait dengan apakah anak itu semata-mata
sebagai pewaris, penerus nama keluarga, tenaga kerja murah,
membantu ekonomi keluarga, jaminan di hari tua, atau dikehendaki
untuk dikasihi orang tuanya sehingga dapat berkembang menjadi
pribadi yang mandiri. 

9
b. Arti atau nilai anak bagi orang tua; 
Menurut majalah dharma Wanita 1993 no. 92 halaman 65
menyebutkan bahwa anak adalah rahmat Allah, amanah Allah,
barang gadaian, penguji iman, media beramal, bekal di akhirat,
unsur kebahagiaan, tempat bergantung di hari tua, penyambung
cita-cita, makhluk yang harus dididik.
c. Arti lain tentang anak;
Nilai jenis kelamin, bahwa anak itu terdiri dari dua jenis kelamin,
yaitu laki-laki dan perempuan dimana anak laki-laki cenderung
mempunyai nilai yang lebih menguntungkan daripada anak
perempuan. 
d. Anak mempunyai nilai positif dan negatif 
Suatu contoh nilai positif anak: melanjutkan garis keturunan,
pengikat suami istri, membina kebahagiaan. Suatu contoh nilai
negatif anak: kenakalan anak, biaya menyekolahkan anak dan lain
sebagainya. 
Terkait dengan nilai anak tersebut di atas tentu tidak akan lepas dan
akan saling terkait dengan angkastatistik dan masalah kependudukan
di Indonesia. Beberapa masalah kependudukan yang ada
di Indonesiaantara lain: 
 Jumlah penduduknya besar 
 Pertumbuhan penduduk yang cepat 
 Penyebaran penduduk yang tidak merata
 Komposisi penduduknya kurang menguntungkan 
 Mobilitas penduduknya rendah 
Indeks kependudukan merupakan sebuah gambaran mengenai
kependudukan di suatu negara. Indeks kependudukan suatu negara dapat
dipahami dengan menganalisis struktur penduduk dan komposisinya. 
Menurut strukturnya, penduduk dibagi ke dalam tiga (3) kelompok,
yaitu sebagai berikut: 

10
a. Anak-anak, yaitu struktur penduduk dengan rentang usia 0 – 14 tahun
atau bisa disebut usia belum produktif 
b. Dewasa, yaitu struktur penduduk dengan rentang usia 15 – 64 tahun
atau disebut dengan usia produktif
c. Usia lanjut (manula), yaitu struktur penduduk dengan usia 65 tahun ke
atas disebut usia tidak produktif

2.6 SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN


PERLINDUNGAN ANAK DI INDONESIA
Kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia telah diatur oleh
berbagai kebijakan dan program, antara lain mulai dari Undang Undang
Dasar 1945, dimana anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak telah mengatur tentang hak anak yaitu “anak berhak atas
kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang
baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar”, dan tanggung jawab orangtua yaitu bahwa
“orangtua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak”.
Pada tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak
(KHA) melalui Keppres 36/1990 pada tanggal 25 Agustus 1990 dimana
substansi inti dari KHA adalah adanya hak asasi yang dimiliki anak dan
ada tanggung jawab Negara-Pemerintah-Masyarakat-dan Orangtua untuk
kepentingan terbaik bagi anak agar meningkatnya efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak secara optimal. Kemudian KHA
dikuatkan dengan terbitnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban
Anak, serta kewajiban dan tanggug jawab negara, pemerintah,
masyarakat, keluarga, dan orangtua.

11
2.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan, Pengasuhan dan
Perlindungan Anak
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan,
pengasuhan dan perlindungan anak antara lain : pelaksanaan peran dan fungsi
keluarga atau keluarga pengganti, dan keberfungsian lembaga perlindungan
anak dan penerapan sanksi terhadap pelaku perlakuan salah terhadap anak.
Berbagai peranan yang terdapat di dalam keluarga adalah sebagai berikut:
a. Ayah sebagai suami dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai
pencari naThah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai
kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
b. Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-
anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan
sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya,
disamping itu ibu juga dapat berperan sebagai pencari naThah
tambahan dalam keluarganya.
c. Anak-anak melaksanakan peranan psikosial sesuai dengan tingkat
perkembangannya, baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.

Selain memiliki peranan, setiap keluarga juga memiliki sejumlah fungsi


yang mesti dilaksanakan. Menurut Zastrow (1999), beberapa fungsi
keluarga, yaitu:
a. Replacement of the population. Replacement yang berarti adanya
fungsi regenerasi.
b. Care of the young, yang berarti pengasuhan dan perawatan, sampai
anak memasuki usia remaja. Dalam posisi seperti ini keluarga
merupakan meta institusi di dalam kehidupan anak.
c. Sosialization of new members, fungsi untuk mensosialisasikan nilai-

12
nilai budaya, norma, bahasa, dan lain-lain kepada anggota
keluarga.
d. Regulation of Sosial behavior, fungsi pengaturan perilaku sosial.
Kegagalan pengaturan perilaku sosial akan menghasilkan
ketidakcocokan dengan harapan yang diinginkan.
e. Source of affection. Fungsi untuk memberikan kasih sayang, cinta
yang tulus kepada semua anggota keluarga. Bilamana hal ini
mengalami kegagalan, maka keluarga akan menjadi kurang
harmonis.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
           Anak adalah titipan Tuhan yang harus kita lindungi agar tercapai masa
pertumbuhan dan perkembangannya menjadi seorang manusia dewasa sebagai
keberlanjutan masa depan bangsa. Anak bukan orang dewasa ukuran kecil, tetapi
seorang manusia yang tumbuh dan berkembang mencapai kedewasaan sampai
berumur 18 tahun termasuk anak dalam kandungan. Mereka memiliki posisi
strategis karena jumlahnya 38 persen dari total penduduk Indonesia.
Kunci utama untuk menjadikan anak sebagai potensi Negara dalam rangka
keberlangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa adalah bagaimana komitmen
pemerintah untuk menjadikan anak sebagai prioritas utama dalam pembangunan.
Upaya nyata adalah menciptakan lingkungan yang mengutamakan perlindungan
bagi anak, menghidupkan nilai – nilai dan tradisi yang memajukan harkat dan
martabat anak, mengeksplorasi dan memobilisasi sumber daya untuk mendukung
penyelenggaraan perlindungan anak. Namun, semua itu tergantung bagaimana
negeri ini menemukankepemimpinan yang peduli anak.

14
DAFTAR PUSTAKA

Hikmat, Hari. (2006). Pedoman Analisis Kebijakan Kesejahteraan Sosial,


Pada
Tgl 05 Maret 2008 Disampaikan dalam Kegiatan Finalisasi Pedoman
Analsis
Kebijakan Kesejahteraan Sosial, Departemen Sosial RI.

Kementerian Sosial RI, Badan Pusat Statistik. (2012). Profil PMKS,


Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial, INDONESIA 2011. Pusat Data
dan Informasi Kementerian Sosial RI.

Mallon, Gerald P and Peg McCartt Hess. (2005). Child Welfare For The
Twenty-First Century. A Handbook of Practices, Policies, and Program.
Columbia University Press.

15

Anda mungkin juga menyukai