I
إِنَّ ْال َحمْ َد هَّلِل َِ ،نحْ َم ُدهُ َو َنسْ َت ِع ْي ُن ُه َو َنسْ َت ْغ ِف ُرهُ،
شر ُْو ِر أَ ْنفُ ِس َناَ ،و ِمنْ هلل ِمنْ ُ َو َنع ُْو ُذ ِبا ِ
ُض َّلت أَعْ َمالِ َناَ ،منْ َي ْه ِد ِه هللاُ َفاَل م ِ َس ِّي َئا ِ
ي َلهَُ ،وأَ ْش َه ُد أَنْ َلهَُ ،و َمنْ يُضْ لِ ْل َفاَل َها ِد َ
ْك َلهَُ ،وأَ ْش َه ُد اَل إِ َل َه إِاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِري َ
صلِّى أَنَّ م َُح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ .اَللَّ ُه َّم َ
َع َلى م َُح َّم ٍد َو َع َلى اَلِ ِه َوأَصْ َح ِاب ِه َو َمنْ
َت ِب َع ُه ًدى
***
Kitakan saja hati seseorang mendapatkan segala apa yang
melezatkan, tidaklah ia merasa damai dan tenteram kecuali dengan
kecintaannya kepada Allah –Subhanahu wa Ta’ala-. Jika seseorang
kehilangan cinta kepada Allah dalam hatinya, maka kepedihan yang
dirasakannya jauh lebih parah dari pada kepedihan mata karena
kehilangan cahaya pengelihatan, atau kepedihan telinga karena
kehilangan pendengaran, hidung karena kehilangan penciuman dan
mulut karena kehilangan kemampuan berbicara, bahkan kerusakan
hati akibat kekosongan dari rasa cinta kepada Allah sebagai
Penciptanya, Pencetus wujudnya dan Tuhan sesembahannya yang
sejati, jauh lebih berat dari pada kerusakan fisik karena terpisah dari
nyawanya.
Esensi (hakikat) cinta adalah bilamana Kita merelakan segala yang
Kita miliki untuk seseorang yang Kita cintai sehingga tidak
menyisakan sedikitpun apa yang ada pada diri Kita. Di sinilah, maka
kecintaan seseorang kepada Allah hendaklah mengalahkan
mendominasi segala perkara yang dicintai, sehingga apapun yang
dicintai oleh seseorang tunduk kepada cinta yang satu ini yang
menjadi penyebab kebahagiaan dan kesuksesan bagi dirinya.
***
“Akan dapat merasakan manisnya iman, seorang yang ridha Allah
sebagai Tuhan-nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad –
shallallahu alaihi wa sallam– sebagai rasul.”
Cinta kepada Allah dapat mengusir dari dalam hati segala bentuk
kecintaan kepada apa saja yang tidak disenangi Allah. Organ-organ
tubuh dengan dorongan kecintaan kepada Allah akan tergugah
untuk beribadah kepada-Nya, dan jiwa menjadi tenteram karenanya.
Tidak disebut cinta kepada Allah dan tidak pantas mengaku cinta
kepada-Nya orang yang tidak meneladani Rasulullah –shallallahu
alaihi wa sallam-. Oleh karena itu, Allah menceritakan tentang
ucapan orang-orang Yahudi dan Nasrani dalam firman-Nya :
“شيئًا أ ْك َث َر ِم ْن ِذ ْك ِر ِه
ْ بَّ أح
َ ”فَ َم ْن
“Siapa yang cinta kepada sesuatu, maka ia akan sering menyebutnya.
Allah berfirman :
Kedua : Mencintai apa yang dicintai oleh Allah, dan kecintaan inilah
yang memasukan seseorang ke dalam Islam dan mengeluarkannya
dari kekufuran. Sedangkan orang yang paling dicintai oleh Allah
adalah yang paling mampu mengaplikasikan kecintaan ini dan yang
paling konsisten menjalankannya.
Ketiga : Cinta di jalan Allah dan karena Allah. Maka inilah
konsekuensi dari mencintai apa yang dicintai oleh Allah, yang mana
tidak akan lurus kecintaan apa yang dicintai oleh Allah kecuali
melalui cinta di jalan-Nya dan karenaNya.