Anda di halaman 1dari 5

Resume Jurnal Metamorfosa

PENGARUH KOMBINASI ZAT PENGATUR TUMBUH INDOLE-3-


BUTYRIC ACID (IBA) DAN 6-BENZIL AMINO PURIN (BAP) PADA
KULTUR IN VITRO TUNAS AKSILAR ANGGUR (Vitis vinifera L.)
VARIETAS PRABU BESTARI DAN JESTRO AG 86

Anggur Prabu Bestari merupakan anggur introduksi dari australia yang aslinya
bernama Res Prince. Pengembangan usaha pertanian anggur dengan cara
diversifikasi varietas anggur di Kabupaten Buleleng merupakan upaya pemerintah
daerah untuk mengembalikan minat petani anggur untuk memproduksi anggur
berkualitas di Kabupaten Buleleng. Prabu Bestari merupakan salah satu jenis
anggur merah dengan kualitas buah yang bagus sehingga dapat menyaingi anggur
impor yang banyak beredar di pasaran.
Jestro Ag 86 merupakan salah satu jenis anggur hijau yang cocok
dikembangkan untuk industri wine dan memiliki daya adaptasi yang luas.anggur
varietas jestro AG 86 ini sangat cocok sekali bila di kembangkan oleh pelaku
induestri pertanian karena buah anggur ini cukup diminati publik.varietas ini juga
potensial dikembangkan pada tanah dengan porositas tinggi dan juga di daerah
dataran rendah dengan curah hujan dan kelembapan rendah.
Jaskani et al. (2008) melaporkan bahwa eksplan tunas aksilar anggur
varietas Perlette mampu membentuk tunas pada media dengan penambahan 1
mg/L BAP dan pengakaran maksimal diperoleh pada media dengan penambahan
2 mg/L IBA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kombinasi zat
pengatur tumbuh IBA dan BAP terhadap pertumbuhan eksplan tunas aksilar
anggur varietas Prabu Bestari dan Jestro Ag 86 untuk tujuan perbanyakan.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua
faktor. Faktor pertama adalah kombinasi zat pengatur tumbuh IBA (I) dan BAP
(B) yang terdiri dari 9 kombinasi konsentrasi yaitu (i) 0 mg/L IBA + 0 mg/L BAP,
(ii) 0 mg/L IBA + 1 mg/L BAP, (iii) 0 mg/L IBA + 2 mg/L BAP, (iv) 0,5 mg/L
IBA + 0 mg/L BAP, (v) 0,5 mg/L IBA + 1 mg/L BAP, (vi) 0,5 mg/L IBA + 2
mg/L BAP), (vii) 1 mg/L IBA + 0 mg/L BAP, (viii) 1 mg/L IBA + 1 mg/L BAP,
(ix) 1 mg/L IBA + 2 mg/L BAP. Faktor kedua adalah varietas anggur (Y) yang
terdiri dari dua varietas yaitu anggur varietas Jestro Ag 86 (Y1) dan anggur
varietas Prabu Bestari (Y2). Kombinasi perlakuan 9x2 diulang sebanyak lima kali
sehingga ada 90 unit percobaan, setiap unit percobaan ada dua botol kultur yang
masing-masing berisi satu eksplan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan telah
mampu menginduksi tunas, akar, maupun kalus dari eksplan tunas aksilar anggur
varietas Jestro Ag 86 dan Prabu Bestari (Gambar 1a-h). Hasil analisis sidik ragam
perbanyakan in vitro anggur varietas Prabu Bestari dan Jestro Ag 86 disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Kombinasi ZPT Varietas Interaksi
analisis sidik ragam (X) (Y) (XY)
perbanyakan in vitro
Variabel
Persentase tumbuh 0,000** 0,000** 0,002*
kalus
Jumlah akar per 0,152tn 0,125tn 0,485tn
eksplan
Jumlah tunas per 0,073tn 0,417tn 0,331tn
eksplan
Waktu munculnya 0.084 tn 0,326tn 0,353tn
tunas
Persentase tumbuh 0,034* 0,417tn 0,331tn
tunas
Persentase tumbuh 0,194tn 0,043* 0,610tn
akar

Persentase tumbuh kalus pada eksplan tunas aksilar anggur varietas Jestro Ag 86
lebih tinggi dibandingkan dengan persentase tumbuh kalus pada eksplan tunas
aksilar anggur varietas Prabu Bestari pada perlakuan (I1B2) yaitu sebesar 100%.
Menurut George dan Sherington (1954) dalam Indrianto (2002), pada umumnya
kemampuan pembentukan kalus dari jaringan tergantung dari umur fisiologi dari
jaringan waktu diisolasi, musim pada waktu bahan tanaman diisolasi, bagian
tanaman yang dipakai, dan jenis tanaman.
Ada tiga jenis kalus yang terbentuk pada eksplan tunas aksilar anggur varietas
Jestro Ag 86 yaitu kalus kompak yang berwarna putih kekuningan, kalus remah
yang berwarna hijau yang lama-kelamaan menjadi berwarna putih, dan kalus yang
telah terinisiasi membentuk akar.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat diketahui bahwa masing-masing
eksplan memberikan respon yang berbeda-beda meskipun konsentrasi dan jenis
zat pengatur tumbuh yang diberikan sama. Bahkan beberapa eksplan memberikan
respon yang berbeda dari yang diharapkan secara teori.
Penambahan 1 mg/L IBA dan 2 mg/L BAP ke dalam media MS mampu
menghasilkan persentase tumbuh kalus tertinggi pada eksplan tunas aksilar anggur
varietas Jestro Ag 86 yaitu sebesar 100%, sedangkan penambahan 2 mg/L BAP
tanpa penambahan IBA mampu menghasilkan persentase tunas tertinggi pada
kedua varietas yaitu sebesar 60%. Persentase tumbuh akar pada eksplan tunas
aksilar anggur varietas Jestro Ag 86 lebih tinggi daripada anggur varietas Prabu
Bestari yaitu sebesar 18%.
Resume Jurnal

Induksi Kalus pada Kultur Pollen Phalaenopsis dengan


Menggunakan Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat

Anggrek merupakan salah satu tanaman hias yang termasuk dalam famili
Orchidaceae. Kebanyakan anggota famili ini hidup sebagai epifit, terutama yang
berasal dari daerah tropika (Silviasari, 2010). Pengembangan anggrek
Phalaenopsismasih banyak mengalami masalah dari segi teknik budidaya, salah
satunya masih adanya gangguan hama dan penyakit yang sering kali dapat
menyebabkan pengusaha anggrek atau pemilik nursery mengalami kerugian
secara ekonomis yang dilaporkan oleh pemilik nursery Bali Sai Orchid (Ibu Dita,
komunikasi pribadi 2017). Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan
bibit tanaman anggrek yang sehat khususnya Phalaenopsis.
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel yang
membelah diri secara terus menerus dalam keadaan in vitro. Kalus dapat diperoleh
dari bagian tanaman seperti akar, batang, daun, maupun pollen
Kalus merupakan sumber bahan tanam yang penting untuk regenerasi
tanaman baru. Kalus dapat diperoleh dari seluruh bagian tanaman, salah satunya
melalui kultur pollen Phalaenopsis. Pembentukan kalus ada berbagai banyak
faktor yang mendukung keberhasilannya, salah satunya penggunaan zat pengatur
tumbuh.
Pada penelitian ini digunakan zat pengatur tumbuh dari golongan auksin yaitu
asam 2,4-D. Warna kalus dari perlakuan K1-K4 sama yaitu kuning keputihan
dengan tekstur kalus remah (Tabel 4). Penggunaan konsentrasi 2,4-D dengan hasil
terbaik adalah sebanyak 1,5 ppm, yang ternyata mampu menginduksi
terbentuknya kalus Phalaenopsisyang berasal dari pollensecara in vitro. Pada
umur 3 hari setelah dikulturkan mulai terlihat perubahan padapollenberupa
pembengkakan.
Pengamatan dilakukan setiap hari, variabel yang diamati dalam penelitian ini
adalah saat eksplan membengkak, persentase eksplan membengkak. Persentase
eksplan membengkak dihitung dari banyaknya jumlah eksplan yang membengkak
dalam satu botol, saat eksplan memisah, persentase eksplan memisah, saat tumbuh
kalus, persentase eksplan tumbuh kalus, warna kalus dan tekstur kalus.
Pembengkakan eksplan pada penelitian ini diduga merupakan respon yang
mengarah ke pembentukan kalus.
Pada pembentukan kalus, penambahan 2,4-D memiliki peran yang sangat
signifikan terhadap proses pembentukan kalus, terkait dengan diferensiasi, dan
peningkatan aktivitas sel (Winarto et al., 2010). Pada kulturpollen 28 dan 56 HST
sudah mulai terbentuknya kalus, secara visual eksplan bergerombol, dengan
tekstur yang sangat remah dan warna yang semakin kuning pucat hampir
keputihan.
Morfologi kalus merupakan bentuk fisik kalus yang dihasilkan dalam
setiap perlakuan yang diamati berdasarkan bentuk, warna dan tekstur kalus. Kalus
yang dihasilkan dengan perlakuan K3 (1,5 ppm 2,4-D) berwarna kuning pucat
agak keputihan, dengan tekstur yang sangat remah (Gambar 2). Kalus yang baik
adalah kalus yang memiliki tekstur yang remah karena mudah dipisahkan menjadi
sel-sel tunggal (Armila et al., 2014).
Warna kalus digunakan sebagai salah satu indikator untuk menentukan
baik tidaknya kualitas kalus.Kualitas kalus yang baik adalah kalus yang berwarna
hijau, sedangkan warna putih atau terang dapat mengindikasikan bahwa kondisi
kalus cukup baik (Andaryani, 2010).Widyawati (2010), menyatakan bahwa
pertumbuhan kalus yang semakin menurun ditandai dengan adanya warna yang
semakin gelap (menjadi coklat).Perubahan warna kalus tersebut menunjukkan
adanya perubahan fase pertumbuhan pada sel dan daya regenerasi sel.
Warna putih menunjukkan sel-sel yang masih muda yang aktif membelah,
warna kuning atau putih kekuningan menunjukkan bahwa sel-sel yang dewasa
menuju fase pembelahan aktif.
Kalus yang berwarna putih merupakan jaringan embriogenik yang belum
mengandung kloroplas, tetapi memiliki kandungan butir pati yang tinggi (Tsuro,
1998). Kalus yang bersifat embriogenik adalah kalus yang memiliki sel yang
berukuran kecil, sitoplasma padat, inti sel besar, vakuola kecil dan mengandung
butiran pati.

Anda mungkin juga menyukai