Anda di halaman 1dari 49

BAB VI

KESEHATAN KELUARGA

Sebagai komponen yang tidak terpisahkan dari masyarakat, keluarga memiliki peran
signifikan dalam status keluarga. Keluarga berperan terhadap optimalisasi pertumbuhan,
perkembangan, dan produktivitas seluruh anggotanya melalui pemenuhan kebutuhan gizi dan
menjamin kesehatan anggota keluarga. Di dalam komponen keluarga, ibu dan anak merupakan
kelompok rentan. Hal ini terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase
tumbuh kembang pada anak. Hal ini menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak
menajdi salah satu prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia dan Provinsi Sumatera Utara.
Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadapa
keadaan dan sekitarnya secara umum. Sehingga menjadi penting untuk melakukan penilaian
terhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu dan anak.

6.1. Kesehatan Ibu

Keberhasilan upaya kesehatan ibu, diantaranya dapat dilihat dari indikator Angka
Kematian Ibu (AKI). AKI menggambarkan jumlah wanita yang meninggal dari suatu
penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau penanganannya (tidak termasuk
kecelakaan atau kasus insidentil) selama kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.
Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, tetapi juga mampu menilai
derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan
anak, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas.
Setiap hari, 830 ibu di dunia (di Indonesia 38 ibu, berdasarkan AKI 305) meninggal
akibat penyakit/ komplikasi terkait kehamilan dan persalinan. Sebagian besar kematian tersebut
seharusnya bisa dicegah dan diselamatkan. Artinya, bila AKI tinggi, banyak ibu yang
seharusnya tidak meninggal tetapi meninggal karena tidak mendapatkan upaya pencegahan dan
penanganan yang seharusnya.
Jumlah kematian ibu yang dilaporkan di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019
adalah 7 orang dengan distribusi kematian ibu bersalin 5 orang dan kematian ibu nifas 2 orang.
Kelompok umur yang berkontribusi pada jumlah kematian ibu yang tinggi adalah kelompok
usia ≥ 35 tahun.

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 1


Gambar 6.1
Jumlah Kematian Ibu menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Barus Utara 0 23
23
23
23
Lumut 0 22
22
22
22
Saragih 0 21
21
21
21
Manduamas 0 20
20
20
20
Sirandorung 0 19
19
19
19
Andam Dewi 0 18
18
18
18
Barus 2 17
17
17
17
Siantar Ca 0 16
16
16
16
Pasaributobing 0 15
15
15
15
Sipea-Pea 0 14
14
14
14
Gonting Mahe 0 13
13
13
13
Sorkam 0 12
12
12
12
Kolang 0 11
11
11
11
Aek Raisan 1 10
10
10
10
Poriaha 0 999
98
Sarudik 0 888
Tukka 0 777
76
Kalangan 0 666
Pandan 0 555
54
Hutabalang 0 444
Pinangsori 0 333
3
Sibabangun 222
111 22
Pulo Pakkat 1
0 1 1 2 2 3

Sumber :Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Gambar 6.1 menunjukkan bahwa jumlah kematian ibu tertinggi ada di Pukesmas
Barus (2 orang), Puskesmas Sibabangun (2 orang) dan Puskesmas Pulo Pakkat (2 orang).
Terdapat 19 Puskesmas yang melaporkan tidak ada kematian ibu pada amsa kehamilan,
persalinan, dan nifas pada tahun 2019.
Kematian ibu terbanyak diketahui disebabkan oleh perdarahan (4 orang), kemudian
akibat lain-lain yang tidak dirinci dan diketahui sebab pastinya (2 orang) serta akibat infeksi (1
orang). Jika diperhatikan dari Tabel 24, akan terlihat bahwa kesadaran ibu hamil di Kabupaten
Tapanuli Tengah untuk imunisasi masa kehamilan masih sangat rendah (4,3%), dan terlihat juga
dari data Tabel 26 bahwa imunisasi Td pada Wanita Usia Subur (WUS) yang hamil dan tidak
hamil hanya mencapai 0,1%.
Berdasarkan laporan Profil Kesehatan Puskesmas jumlah kematian 3 tahun terakhir
mengalami penurunan yaitu mulai tahun 2017 sebanyak 8 orang kematian, tahun 2018 tidak
mengalami perubahan yaitu 8 orang kematian dan mengalami penurunan tahun 2019 menjadi 7
orang kematian.
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar setiap ibu
mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti pelayanan kesehatan ibu
hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan,
perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi
komplikasi, kemudian mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, dan pelayanan keluarga
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 2
berencana. Kesiapan pelayanan berkualitas setiap saat, atau 24 jam 7 hari, agar semua ibu
hamil/ melahirkan yang mengalami komplikasi setiap saat mempunyai akses ke pelayanan
daruruat berkualitas dalam waktu cepat, karena sebahgian komplikasi memerlukan pelayanan
kegawatdaruratan dalam hitungan jam.
Pada bagian berikut, gambaran upaya kesehatan ibu yang disajikan terdiri dari : (1)
pelayanan kesehatan ibu hamil, (2) pelayanan imunisasi Tetanus Toksoid wanita usia subur dan
ibu hamil, (3) pelayanan kesehatan ibu bersalin, (4) pelayanan kesehatan ibu nifas, (5)
Puskesmas melaksanakan kelas ibu hamil dan Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K), dan (6) pelayanan kontrasepsi.

6.1.1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil


Pelayanan kesehatan ibu hamil diberikan kepada ibu hamil yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Proses ini dilakukan selama rentang usia kehamilan
ibu yang dikelompokkan sesuai usia kehamilan menjadi trisemester pertama, trisemester kedua,
dan trisemester ketiga. Pelayanan kesehatan ibu hamil yang diberikan harus memenuhi elemen
pelayanan sebagai berikut :

1. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan.


2. Pengukuran tekanan darah
3. Pengukuran Lingkaran Lengan Atas (LiLA)
4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri)
5. Penentuan status imunisasi tetanus dan pemberian imunisasi tetanus toksoid sesuai status
imunisasi
6. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan
7. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)
8. Pelaksanaan temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling, termasuk
keluarga berencana)
9. Pelayanan tes laboratorium sederhana, minimal tes hemoglobin darah (Hb), pemeriksaan
protein urin dan pemeriksaan golongan darah (bila pernah dilakukan sebelumnya)
10. Tatalaksana kasus
Setiap elemen tindakan yang harus dipenuhi, pelayanan kesehatan ibu hamil juga harus
memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal
satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 24 minggu sampai persalinan). Standar waktu
pelayanan tersebut dianjurakn untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan atau janin
berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan.
Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan dengan
melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh
pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan dibandingkan dengan jumlah sasaran
ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 3
jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling
sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan dengan jumlah
sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut
memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil
dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan. Gambar 5.2 menunjukkan persentase
cakupan pelayanan kesehatan K4 kepada ibu hamil 5 tahun terakhir di Kabupaten Tapanuli
Tengah.

Gambar 6.2
Persentase Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2015 – 2019

92.5 91.2
85.7
69 68.1

2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari Gambar 6.2 di atas dapat diketahui bahwa cakupan pelayanan K4 untuk ibu hamil
di Kabupaten Tapanuli Tengah mengalami fluktuasi dalam lima tahun terakhir. Pada tahun
2015 cakupan K4 Ibu hamil di Tapanuli tengah adalah sebesar 69,0 %, mengalami penurunan
tahun 2016(68,1%). Sedangkan pada tahun 2017 terjadi peningkatan yang cukup signifikan dari
tahun 2016 yaitu 92,5 %. Kemudian menurun di tahun 2018 menjadi 91,2 %. Kemudian
menurun kembali tahun 2019 yaitu 85,7%. Jika dibandingkan dengan target Renstra Dinas
Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 yang sebesar 75%, capaian tahun 2019
sudah melebihi target tersebut.
Hal ini harus dievaluasi oleh semua pihak terkait dalam rangka memperbaiki pencapaian
indikator ini. Disamping ituperlu ada peningkatan kinerja dengan upaya-upaya yang lebih
komprehensif dan tepat guna untuk meningkatkan cakupan K4 seperti case finding, upaya home
visit oleh bides, peningkatan dan evaluasi distribusi serta penggunanaan buku KIA oleh sasaran
ibu hamil, dan lain lain.

Gambar 6.3
Persentase Cakupan Pelayanan K4 Ibu Hamil Menurut Puskesmas
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 4
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2015 – 2019

Barus Utara 95.0


Lumut 95.1
Saragih 97.3
Manduamas 95.0
Sirandorung 84.1
Andam Dewi 83.3
Barus 75.0
Siantar Ca 74.4
Pasaributobing 98.1
Sipea-Pea 88.9
Gonting Mahe 97.1
Sorkam 86.4
Kolang 86.7
Aek Raisan 88.7
Poriaha 80.6
Sarudik 87.3
Tukka 84.6
Kalangan 82.8
Pandan 73.7
Hutabalang 84.5
Pinangsori 91.4
Sibabangun 91.3
Pulo Pakkat 99.1

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Gambar 6.3 menunjukkan bahwa Puskesmas Pulo Pakkat memiliki cakupan K4 tertinggi
sebesar 99,1%, diikuti Puskesmas Pasaributobing sebesar 98,1%, dan Puskesmas Gonting
Mahe sebesar 97,1%. Sedangkan Puskesmas dengan cakupan K4 terendah adalah Puskesmas
Pandan sebesar 73,7%, Puskesmas Siantar Ca sebesar 74,4%, dan Puskesmas Barus sebesar
75,0%.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil tidak hanya
dari sisi akses, tetapi juga kualitas pelayanan yang membutuhkan peningkatan diantaranya
melalui pemenuhan semua komponen pelayanan kesehatan yang harus diberikan saat
kunjungan. Keberadaan Puskesmas secara ideal harus didukung dengan aksesibilitas yang baik.
Hal ini tentu saja berkaitan dengan aspek geografis dan kemudahan sarana dan prasarana
transportasi. Dalam mendukung penjangkauan terhadap masyarakat di wilayah kerjanya,
Puskesmas menerpakan konsep satelit dengan menyediakan Puskesmas Pembantu.

6.1.2. Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid Difetri bagi Wanita Usia Subur dan Ibu
Hamil
Infeksi tetanus menajdi salah satu penyebab keamtian ibu dan kematian bayi yang
disebabkan oleh bakteri Clostridium tetani sebagai akibat dari proses persalinan yang tidak
aman/steril atau berasal dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum melahirkan. Clostridium

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 5


tetani masuk melalui luka terbuka dan menghasilkan racun yang menyerang sistem syaraf
pusat.
Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus yang merupakan salah satu faktor risiko
kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program imunisasi Tetanus Toksoid
Difteri (Td) bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita usia
subur dan ibu hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran imunisasi
lanjutan. Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat
kekebalan dan untuk memperpanjang usia perlindungan.
Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada kelompok usia 15-
39 tahun yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada
WUS salah satunya dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi Td
pada WUS diberikan sebanyak 5 dosis dengan interval tertentu, berdasarkan hasil screening
mulai saat imunisasi dasar bayi, lanjutan baduta, lanjutan BIAS, serta calon pengantin atau
pemberian vaksin mengandung 'T' pada kegiatan imunisasi lainnya. Pemberian dapat dimulai
sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan seumur hidup. Interval pemberian
imunisasi Td dan lama masa perlindungan yang diberikan sebagai berikut :

1. Td2 memiliki interval minimal 4 minggu setelah Td1 dengan masa perlindungan 3 tahun.
2. Td3 memiliki interval minimal 6 bulan setelah Td2 dengan masa perlindungan 5 tahun.
3. Td4 memiliki interval minimal 1 tahun setelah Td3 dengan masa perlindungan 10 tahun.
4. Td5 memiliki interval minimal 1 tahun setelah Td4 dengan masa perlindungan 25 tahun.

Screening status imunisasi Td harus dilakukan sebelum pemberian vaksin. Pemberian


imunisasi Td tidak perlu dilakukan bila hasil screening menunjukkan wanita usia subur telah
mendapatkan imunisasi Td5 yang harus dibuktikan dengan buku KIA, rekam medis, dan atau
kohort. Kelompok ibu hamil yang sudah mendapatkan Td2 sampai dengan Td5 dikatakan
mendapatkan imunisasi Td2+. Gambar berikut menampilkan cakupan imunisasi Td5 pada
wanita usia subur dan cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil.

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 6


Gambar 6.4
Cakupan Imunisasi Td1, Td2, Td3, Td4, Td5 dan Td2+ pada Ibu Hamil
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

4.3

2.9
2.5

0.8
0.6
0.4

Td1 Td2 Td3 Td4 Td5 Td2+

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019
sebesar 4,3%, relatif lebih rendah jikadibandingkan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil
K4 yang sebesar 85,7% (Lampiran Tabel 23), sementara Td2+ merupakan kriteria pelayanan
kesehatan ibu hamil K4. Cakupan imunisasi Td1 - Td5 pada Wanita Usia Subur (WUS) yang
hamil dan tidak hamil juga sangat rendah dibandingkan dengan jumlah WUS yang terdata, yaitu
hanya berkisar 0,4% - 0,1% dari total jumlah WUS di Kabupaten Tapanuli Tengah yang
berjumlah 66.361 orang (Lampiran Tabel 26).

6.1.3. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin


Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan kematian bayi yaitu
dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu dokter
spesialis Kebidanan dan Kandungan (Sp.OG), dokter umum, dan bidan, serta diupayakan
dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan. Keberhasilan program ini diukur melalui indikator
persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan (cakupan PF).
Pada tahun 2019, cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di Kabupaten
Tapanuli Tengah mencapai 92,1%. Gambar 6.5 menyajikan gambaran cakupan persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan di 23 Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah (Lampiran Tabel
23).

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 7


Gambar 6.5
Cakupan Persalinan yang Ditolong Tenaga Kesehatan Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus U... 98.6


L 95.7
Sar 98.9
Mandu... 99.3
Sirando... 99.2
Andam ... 93.9
B 99.2
Sianta... 98.7
Pasaributo... 96.5
Sipea... 99.1
Gonting ... 99.5
So 95.8
Ko 99.8
Aek Ra... 99.3
Por 84.7
Sar 91.0
T 99.0
Kala... 90.1
Pa 66.4
Hutaba... 83.3
Pinang... 90.3
Sibaba... 98.5
Pulo Pa... 100.0
Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Gambar 6.5 menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara cakupan
Puskesmas tertinggi dengan terendah, yaitu Puskesmas tertinggi sebesar 100% di Puskesmas
Pulo Pakkat dan Puskesmas terendah sebesar 66,4% di Puskesmas Pandan.
Sejak tahun 2015, telah ditekankan bahwa persalinan yang aman adalah persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan profil kesehatan
Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 diketahui bahwa persalinan yang dilakukan
di fasilitas pelayanan kesehatan 89,7%.

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 8


Gambar 6.6
Cakupan Persalinan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus... 97.2
89.1
S 96.0
94.3
Siran... 97.7
93.9
Bar 98.1
97.2
Pasaribu... 92.1
96.4
Gontin... 95.5
91.7
96.6
91.4
P 83.3
90.6
Tuk 95.5
89.0
P 65.8
81.8
Pina... 89.1
95.8
Pulo ... 78.6
Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Gambar 6.6 menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara cakupan
Puskesmas tertinggi dengan Puskesmas terendah, yaitu 97,2% di Puskesmas Barus Utara dan
65,8% di Puskesmas Pandan.
Analisis kematian ibu yang dilakukan Direktorat Bina Kesehatan Ibu Kementerian
Kesehatan RI pada tahun 2010 membuktikan bahwa kematian ibu terkait erat dengan penolong
persalinan dan tempat/ fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong tenaga kesehatan terbukti
berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula dengan tempat/ fasilitas
persalinan. Demikian pula dengan tempat/ fasilitas, jika persalinan dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian ibu.
Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan tetap konsisten dalam menerapkan kebijakan
bahwa seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga kesehatan dan didorong untuk dilakukan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Kebijakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Kesehatan
menggariskan bahwa pembangunan Puskesmas harus satu paket dengan rumah dinas tenaga
kesehatan. Demikian pula dengan pembangunan Poskesdes yang harus bisa sekaligus menjadi
rumah tinggal bagi bidan di desa. Dengan disediakannya rumah tinggal, tenaga kesehatan

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 9


termasuk bidan akan siaga di tempat tugasnya dan dapat memberikan pertolongan persalinan
setiap saat.
Untuk daerah dengan akses sulit, Kementerian Kesehatan RI menetapkan kebijakan
yaitu mengembangkan program Kemitraan Bidan dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran.
Para dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak dan kewajiban yang jelas.
Pemeriksaan kehamilan dan eprtolongan persalinan tidak lagi dikerjakan oleh dukun, namun
dirujuk ke bidan.
Bagi ibu hamil yang di daerah tempat tinggalnya tidak ada bidan atau jauh dari fasilitas
pelayanan kesehatan, maka menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di
dekat fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran (RTK). Rumah Tunggu
Kelahiran adalah suatu tempat atau ruangan yang berada dekat fasilitas kesehatan (RS,
Puskesmas) yang dapat digunakan sebagai tempat tinggal sementara ibu hamil dan
pendampingannya (suami/kader/dukun/ atau keluarga) selama beberapa hari, saat menunggu
persalinan tiba dan beberapa hari setelah bersalin.

6.1.4. Ibu Hamil yang Memperoleh Tablet Tambah Darah (TTD)


Pelayanan kesehatan yang diberikan bagi ibu hamil adalah dengan pemberian tablet
tambah darah (TTD) 90 tablet. Cakupan pemberian tablet tambah darah untuk ibu hamil di
Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 adalah sebesar 94,8%. Bila dilihat cakupan
berdasarkan Puskesmas, ada disparitas yang agak tinggi antara Puskesmas yang tertinggi
dengan yang terendah. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar beikut ini.

Gambar 6.7
Cakupan Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet Tambah Darah (TTD)
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 10


Barus Utara 100.0
Lumut 100.0
Saragih 100.0
Manduamas 100.0
Sirandorung 100.0
Andam Dewi 98.3
Barus 91.8
Siantar Ca 89.3
Pasaributobing 98.9
Sipea-Pea 98.2
Gonting Mahe 77.2
Sorkam 96.3
Kolang 96.2
Aek Raisan 96.0
Poriaha 100.0
Sarudik 99.4
Tukka 100.0
Kalangan 98.6
Pandan 100.0
Hutabalang 62.1
Pinangsori 98.2
Sibabangun 97.8
Pulo Pakkat 100.0

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Gambar 6.7 menunjukkan bahwa cakupan pemberian TTD pada ibu hamil tertinggi
sebesar 100%. Terdapatsembilan (9) puskesmas yang mencapai cakupan 100%. Sedangkan
cakupan terendah di Puskesmas Hutabalang sebesar 62,1%. Dibandingkan dengan target dalam
Renstra Dinas Kesehatan Kab. Tapanuli Tengah, maka semua Puskesmas telah mencapai target
yaitu 50%.

6.1.5. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas


Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehaatn sesuai standar yang diberikan
kepada ibu nifas dimulai dari 6 jam sampai dengan 42 hari pasca persalinan. Adapun jenis
pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari :

a) pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nifas, dan suhu);


b) pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e) pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir,
termasuk keluarga berencana;
f) pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
Cakupan pelayanan kesehatan ibu nifas lengkap (KF3) di Kabupaten Tapanuli Tengah
tahun 2019 sebesar 90,5%. Gambaran cakupan pelayanan lengkap ibu nifas (KF3)
menurut Puskesmasdisajikan pada Gambar 6.8 berikut:

Gambar 6.8

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 11


Cakupan Pelayanan Ibu Nifas Lengkap (KF3)
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus Utara 97.7


Lumut 108.7
Saragih 98.3
Manduamas 100.5
Sirandorung 100.3
Andam Dewi 96.7
Barus 99.2
Siantar Ca 103.1
Pasaributobing 95.4
Sipea-Pea 95.3
Gonting Mahe 97.5
Sorkam 102.5
Kolang 100.0
Aek Raisan 98.0
Poriaha 97.9
Sarudik 99.1
Tukka 99.2
Kalangan 100.8
Pandan 89.7
Hutabalang 92.9
Pinangsori 95.7
Sibabangun 99.2
Pulo Pakkat 107.8

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Gambar 6.8 menunjukkan bahwa cakupan pelayanan ibu nifas (KF3) tertinggi ada di
Puskesmas Pulo Pakkat dan cakupan terendah ada di Puskesmas Pandan sebesar 89,7%.
Dari Gambar 6.8 diketahui bahwa terdapat 9 Puskesmas yang capaian KF3 nya sudah
100% antara lain Puskesmas Manduamas, Sirandorung, Siantar Ca, Sorkam, Kolang, Kalangan
dan Pulo Pakkat.

6.1.6. Penanganan Komplikasi Kebidanan


Persentase penanganan komplikasi kebidanan di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun
2019 adalah 100%, dimana berdasarkan laporan seluruh Puskesmas capaiannya sebesar 100%.
Hal ini terjadi karena setiap ibu hamil yang datang ke pelayanan kesehatan untuk bersalin akan
tetapi kondisinya sudah komplikasi sehingga penanganannya dengan langsung dirujuk ke
Rumah Sakit rujukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai prosedurnya.

Gambar 6.9
Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 12


Barus Utara 100.0
Lumut 100.0
Saragih 100.0
Manduamas 100.0
Sirandorung 100.0
Andam Dewi 100.0
Barus 100.0
Siantar Ca 100.0
Pasaributobing 100.0
Sipea-Pea 100.0
Gonting Mahe 100.0
Sorkam 100.0
Kolang 100.0
Aek Raisan 100.0
Poriaha 100.0
Sarudik 100.0
Tukka 100.0
Kalangan 100.0
Pandan 100.0
Hutabalang 100.0
Pinangsori 100.0
Sibabangun 100.0
Pulo Pakkat 100.0

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

6.17. Pelayanan Kontrasepsi


Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi
Keluarga menyebutkan bahwa program keluarga berencana (KB) adalah upaya mengatur
kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalaui promosi,
perlindungan, dan bantuan sosial dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas.
Dalam pelaksanaanya, sasaran pelaksanaan program KB yaitu Pasangan Usia Subur
(PUS). Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami-istri yang terikat dalam perkawinan
yang sah, yang istrinya berumur antara 15 sampai dengan 49 tahun.
KB merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan
kondisi 4T yaitu Terlalu muda melahirkan (di bawah usia 20 tahun), Terlalu sering melahirkan,
Terlalu dekat jarak melahirkan, dan Terlalu tua melahirkan (di atas usia 35 tahun). Selain itu,
program KB juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa
aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan
lahir dan kebahagiaan batin. KB juga merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk
meningkatkan ketahanan keluarga, kesehatan, dan keselamatan ibu, anak serta perempuan.
Pelayanan KB meliputi penyediaan informasi, pendidikan, dan cara-cara bagi kelaurga untuk
dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa jumlah anak, berapa tahun jarak
usia antar anak, serta kapan akan berhenti mempunyai anak.

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 13


Berdasarkan data dari BKKBN Kabupaten Tapanuli Tengah, dari 48.405 pasangan usia subur
(PUS) tahun 2019, sebanyak 34.525 (71,3%) diantaranya merupakan peserta KB aktif. Jarum
suntik menjadi jenis kontrasepsi terbanyak digunakan yaitu 29,2%, diikuti Implan sebesar
20,8%, diikuti PIL sebesar 20,0%, MOW sebesar 10,0%, Kondom sebesar 9,7%, AKDR (Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim ) sebesar 8,2%. Jenis kontrasepsi paling sedikit digunakan adalah
Metode Operasi Pria (MOP) yaitu sebesar 2,1%.

Gambar 6.10
Cakupan Pasangan Usia Subur Peserta KB Aktif Berdasarkan Jenis Kontrasepsi
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Kondom Suntik PIL AKDR MOP MOW Implan

10%
21%

29%
10%

2%
8%

20%

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Masih bersumber BKKBN Kabupaten Tapanuli Tengah, diperoleh data bahwa terdapat
3.324 ibu yang ber-KB pasca melahirkan dari 9.426 ibu yang bersalin di tahun 2019 (35,3%).
Dilihat dari jenis kontrasepsi yang digunakan, suntik 31,9% merupakan jenis kontrasepsi yang
terbanyak digunakan, diikuti PIL (25,8%), Implan (23,7%), Kondom (18,3%) dan AKDR
(0,4%).

Gambar 6.11
Cakupan Peserta KB Pasca Persalinan Berdasarkan Jenis Kontrasepsi
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 14


18%
24%

0%

32%
26%

Kondom Suntik PIL AKDR MOP MOW Implan

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Data cakupan peserta KB pasca persalinan menurut jenis kontrasepsi per puskesmas
dapat dilihat di Lampiran Tabel 29.
Penggunaan MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka PAnjang) masih sangat rendah
dikarenakan pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang kelebihan metode MKJP dan
keterbatasan jumlah tenaga terlatih serta sarana yang ada. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa pemerintah wajib
menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang
aman, bermutu dan terjangkau masyarakat, termasuk Keluarga berencana. Pelayanan kesehatan
dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia subur
untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas.

6.1.8. Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia


Penduduk dikatakan sebagai "penduduk tua" bila proporsi penduduk lanjut usia (usia ≥
60 tahun) sudah mencapai 10% atau lebih (Aditoemo dan Mujahid, 2014). Indonesia termasuk
negara yang akan masuk ke penduduk struktur tua, karena persentase penduduk lanjut usia
(lansia) yang telah mencapai 7,6% dari total penduduk (Sensus Penduduk, BPS 2010), dan
diproyeksikan akan terus meningkat pada tahun 2020-2035 seiring dengan Usia Harapan Hidup
(UHH) Indonesia yang diproyeksikan akan terus meningkat dari 69,8 tahun (2010) menjadi 72,4
pada tahun 2035 (Bappenas, BPS, dan UNFPA, 2013).
Lanjut usia merupakan seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Adapun kategori
lansia menurut usianya yaitu usia 45-59 tahun merupakan pra lansia, usia 60-69 tahun
merupakan lansia muda, usia 70-79 tahun merupakan lansia madya, dan 80-89 tahun
merupakan lansia tua. Proses penuaan pada lansia terjadi seiring bertambahnya umut lansia,
yang akan menimbulkan permasalahan terkait aspek kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Oleh
karena itu perlunya peningkatan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia sehingga lansia dapat
meningkatkan kualitas hidupnya.

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 15


Berdasarkan aspek kesehatan, lansia akan mengalami proses penuaan yang ditandai
dengan penurunan pada daya tahan fisik sehingga rentan terhadap penyakit. Penurunan fungsi
fisik yang terjadi pada lansia yakni penurunan sistem tubuh seperti sistem saraf, perut, limpa,
dan hati, penurunan kemampuan panca indera seperti penglihatan, pendengaran, pemciuman,
dan perasa, serta penurunan kemampuan motorik seperti kekautan dan kecepatan. Berbagai
penurunan ini berpengaruh terhadap kemampuan lansia dalam melakukan aktivitas sehari-ahri
dan terhadap status kesehatannya.
Dengan bertambahnya usai, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses
degeneratif (penuaan), sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lansia. Selain itu,
proses degenaratif menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena penyakit menular.
Penyakit terbanyak pada lansia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yaitu hipertensi
(57,6%), artritis (51,9%), stroke (46,1%), masalah gigi dan mulut (19,1%), penyakti paru
obstruktif menahun (8,6%) dan diabetes melitus (4,8%).
Selain berdampak pada kondisi fisik lansia, proses penuaan juga berdampak pada
kondisi psikologisnya. Secara ekonomi, umumnya lansia dipandang sebagai beban daripada
sumber daya. Sedangkan secara sosial, kehidupan lansia dipersepsikan negatif yaitu dianggap
tidak banyak memberikan manfaat bagi kelaurga dan masyarakat. Stigma yang berkembang di
masyarakat tersebut membuat lansia mengalami penolakan terhadap kondisinya dan tidak bisa
beradaptasi di masa tuanya, sehingga akan berdampak pada kesejahteraan hidup lansia.
Peningkatan pelayanan kesehatan terhadap lanjut usia diperlukan untuk mewujudkan
lansia yang sehat, berkualitas, dan produktif di masa tuanya. Pelayanan kesehatan pada lansia
harus diberikan sejak dini yaitu pada usia pra lansia (45-59 tahun). Pembinaan kesehatan yang
dilakukan pada lansia yaitu dengan memperhatikan faktor-faktor risiko yang harus dihindari
untuk mencegah berbagai penyakit yang mungkin terjadi. Kemudian perlu juga memperhatikan
faktor-faktor protektiof yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan lansia.
Upaya yang telah dilakukan di Indonesia, termasuk Kabupaten Tapanuli Tengah
Provinsi Sumatera Utara, untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada lansia antara lain
pelayanan geriatri di rumah sakit, pelayanan kesehatan di Puskesmas, dan adanya Pos
Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia atau Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu). Pelayanan
kesehatan ini tidak hanya memberikan pelayanan pada upaya kuratif, melainkan juga
menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif. Berbagai pelayanan kesehatan tersebut,
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia. Lanjut usia sehat berkualitas, mengacu
pada kosnep Active Ageing WHO (2002), yitu proses penuaan yang tetap sehat serta optima
secara fisik, sosial, dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan berpartisiasi
dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat (partisipasi sosial).
Hal-hal yang diperlukan untuk meraih active ageing ini meliputi kondisi ekonomi,
sosial, fisik, kesehatan, perilaku dan kondisi personal lansia itu sendiri. Semua determinan
active ageing berada dalam lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi secara positif

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 16


pencapaian active ageing yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan
memperpanjang usia harapan hidup yang sehat/ helathy life expectancy (Adioeotomo dan
Pardede, 2018). Sementara itu, pemerintah juga harus memfasilitasi dengan menyediakan
fasilitas dan perlindungan yang memadai, keamanan, serta perawatan ketika dibutuhkan.
Pelaksanaanya di seluruh Indonesia diterjemakan dalam bentuk pelayanan kesehatan
santun lanjut usia baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun di fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan. Pemberian pelayanan kesehatan kepada lansia dilakukan mengacu
kepada hasil penapisan dan pengelompokan berdasarkan status fungsional lansia yang
dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :

1) lanjut usia mandiri/ ketergantungan ringan (Tingkat Kemandirian A);


2) lanjut usia dengan ketergantungan berat dan total sedang (Tingkat Kemandirian
B); dan
3) lanjut usia dengan ketergantungan berat dan total (Tingkat Kemandirian C).
Setiap kelompok mendapat intervensi program tertentu. Kelompok lansia mandiri dan
lanjut usia dengan ketergantungan ringan, mengikuti kegiatan di kelompok lansia secara aktif.
Untuk lansia dengan ketergantungan sedang, dan lansia dengan ketergantungan berat dan total
mendapatkan intervensi program layanan home care atau dirujuk ke Puskesmas/ rumah sakit.
Pelayanan kesehatan yang diberikan baik di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama,
maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan akan disesuaikan dengan kebutuhan kondisi
kesehatan lansia sesuai pengelompokan tersebut di atas. Khusus untuk lansia yang sehat harus
diberdayakan agar dapat tetap sehat dan mandiri selama mungkin.
Salah satu upaya untuk memberdayakan lanjut usia di masyarakat adalah melalui
pembentukan dan pembinaan kelompok lansia di Puskesmas disebut dengan Pos Pelayanan
Terpadu Lanjut Usia (Posyandu Lansia) atau Pos Pembinaan Terpadu Lanjut Usia (Posbindu
Lansia). Pelaksanaan kelompok lansia ini selain mendorong peran aktif masyarakat dan
Lembaga Swadaya Masyarakat, juga harus melibatkan lintas sektor terkait. Berikut ini akan
digambarkan perkembangan Puskesmas santun usila di Provinsi Sumatera Utara dari tahun
2017 sampai dengan tahun 2019.

Gambar 6.12
Tren Perkembangan Puskesmas Santun Lansia Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 17


14

12
12

10
10

2
1

0
2017 2018 2019

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Gambar 6.12 menunjukkan perkembangan jumlah puskesmas yang melaksanakan


santun lansia. Tahun 2017, terdapat 1 Puskesmas yang sudah melaksanakan Santun Lansia
yaitu Puskesmas Poriaha. Pada tahun 2018 bertambah menjadi 11 Puskesmas. Dan pada tahun
2019 meningkat menjadi 23 Puskesmas. Semua Puskesmas sudah melaksanakan Santun
Lansia, seiring dengan perkembangan Program Kesehatan di Indonesia yaitu Akreditasi FKTP
yang menuntut semua Puskesmas melaksanakan pelayanan sesuai standar. Diantaranya
pelayanan kepada Lansia harus mendapat perhatian khusus karena mempertimbangkan kondisi
lansia yang sudah rentan dan tidak sekuat masyarakat non lansia. Seperti dalam pendaftaran,
disediakan khusus loket pendaftaran dan poli khusus lansia dan tidak bergabung dengan antrian
umum.
Disaat yang sama, terjadi juga tren fluktuatif pada jumlah Posyandu Lansia antara tahun
2017 sampai dengan 2019 sebagaimana digambarkan pada Gambar 6.13. Peningkatan jumlah
Puskesmas santun lansia dan Posyandu lansia diharapkan diikuti dengan meningkatnya kualitas
layanan kesehatan yang diberikan kepada para lansia.

Gambar 6.13
Tren Perkembangan Posyandu Lansia di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 18


135
132
130

125 124

120

115
112
110

105

100
2017 2018 2019

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Gambar 6.13 menunjukkan bahwa jumlah Posyandu lansia meningkat dari 124 pada
tahun 2017 meningkat menjadi 132 pada tahun 2019. Capaian tersebut telah melampaui target
Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu sebanyak 50 Posyandu lansia.
Dari 27.907 lansia yang ada di Kabupaten Tapanuli Tengah, sebanyak 24.169 jiwa
diantarnya (86,6%) telah mendapatkan pelayanan kesehatan. Gambar 6.14 menunjukkan tren
fluktuatif cakupan pelayanan kesehatan lansia dalam lima tahun terakhir.

Gambar 6.14
Cakupan Pelayanan Kesehatan Lansia di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

100

90
86.6
80

70

60

50
39.6
40
33.56
30

20
11.5
10 10.45

0
1 2 3 4 5

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Terdapat disparitas dalam cakupan pelayanan kesehatan lansia per puskesmas. Puskesmas
Pandan memiliki cakupan pelayanan kesehatan lansia tertinggi di tahun 2019 sebesar 99,9%,
diikuti Puskesmas Pinangsori sebesar 99,6%, Puskesmas Kalangan 99,5%, Puskesmas Poriaha
99,2% dan Sarudik 99,2%. Adapun cakupan yang terendah ditemukan di Puskesmas Pulo
Pakkat 70,5%, diikuti Puskesmas Barus Utara 72,5% dan Puskesmas Aek Raisan 72,9%.
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 19
Gambar 6.15
Cakupan Pelayanan Kesehatan Lansia Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus Utara 72.5


Lumut 79.1
Saragih 91.3
Manduamas 87.9
Sirandorung 91.7
Andam Dewi 85.7
Barus 85.4
Siantar Ca 76.1
Pasaributobing 91.7
Sipea-Pea 90.0
Gonting Mahe 73.2
Sorkam 86.9
Kolang 98.7
Aek Raisan 72.9
Poriaha 99.2
Sarudik 99.2
Tukka 96.0
Kalangan 99.5
Pandan 99.9
Hutabalang 91.7
Pinangsori 99.6
Sibabangun 88.8
Pulo Pakkat 70.5

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Sebagai sasaran pelayanan kesehatan, yang harus diperhatikan pada lansia adalah bahwa
penyakit kronis dan kecacatan di usia tua mempengaruhi kualitas hidup secara keseluruhan dan
merupakan tantangan bagi keluarga, masyarakat, dan pemerintah secara nasional. Karena itu,
perlu dilakukan intervensi sejak dini sesuai dengan tahapan siklus hidup, agar ketika memasuki
masa lansia, mereka tidak sakit-sakitan, lemah, dan kurang mandiri. Hal ini harus disadari oleh
para generasi muda dan pra lansia agar mulai menyiapkan diri sebaik-baiknya supaya kelak
menjadi lansia yang sehat, mandiri, aktif, dan produktif.
Untuk mewujudkan lansia sehat dan berkualitas, harus dilakukan pembinaan kesehatan
sedini mungkin dan selama siklus hidup manusia mulai dari janin sampai memasuki masa lansia
dengan meminimalkan faktor risiko yang harus dihindari dan memaksimalkan faktor protektif
yang dapat melindungi dan meningkatkan status kesehatan. Hal ini sejalan dengan Kementerian
Kesehatan RI yang menggalakkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) untuk
dilakukan oleh setiap individu, keluarga, dan masyarakat.

6.1.9. Umur Harapan Hidup

Badan Pusat Statistik (BPS) Kab. Tapanuli Tengah menyebutkan dalam Tapanuli
Tengah dalam Angka 2020 bahwa Angka Harapan Hidup di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 20
2019 adalah 67,08 tahun. Gambaran Angka Harapan Hidup di Kabupaten Tapanuli Tengah
mulai tahun 2015-2019 terlihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6.16
Angka Harapan Hidup di Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2015-2019

67.2

67.1 67.08

67

66.9

66.82
66.8

66.7
66.62 66.66
66.59
66.6

66.5

66.4

66.3
2015 2016 2017 2018 2019

Sumber : BPS Kab. Tapanuli Tengah dalam Angka tahun 2020

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 21


6.2. Kesehatan Anak
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan generasi akan
datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian anak.
Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan,
setalah dilahirkan, dan sampai berusia 18 tahun.
Dengan upaya kesehatan anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka
kematian anak. Imdikator angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka
Kematian Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita
(AKABA).
Angka kematian anak dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun2017 menunjukkan Angka Kematian
Neonatal Indonesia sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 24 per 1.000
kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Data Profil kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 menunjukkan bahwa AKN
sebesar 1,8 per 1.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 2,1 per 1.000 kelahiran hidup dan AKABA
sebesar 0,3 per 1.000 kelahiran hidup, namun angka ini belum menggambarkan yang
sebenarnya karena sumber data baru dari fasilitas kesehatan milik pemerintah, sedangkan
swasta belum menyampaikan laporannya. (lihat lampiran tabel 31)
Penyebab kematian neontala (0-28 hari) di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah kasus
lainnya (sebanyak 8 kasus), BBLR (sebanyak 4 kasus), Asfiksia (3 kasus), dan Kelainan
Bawaan (1 kasus). Penyebab kematian Post Neonatal (29 hari-11 bulan) adalah kasus lainnya
(sebanyak 2 kasus). Dan Penyebab kematian Anak Balita (12-59 bulan) adalah lain-lain
sebanyak 3 kasus.

6.2.1. Pelayanan Kesehatan Neonatal


Neonatus adalah bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Pada masa tersebut terjadi
perubahan yang sangat besar dari kehidupan di dalam rahim dan terjadi pematangan organ
hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur
yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah kesehatan bisa
muncul. Sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal. Beberapa upaya kesehatan
dilakukan untuk mengendalikan risiko pada kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan
agar persalinan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir. Indikator
pelayanan bayi baru lahir ini adalah KN1 dan KN3 (lengkap). Pelayanan kunjungan neonatal
pertama (KN1) dilakukan pada 6-48 jam setelah lahir yang mendapatkan pelayanan
kesehatan neonatal esensial dengan menggunakan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu
Bayi Muda) serta konseling perawatan bayi baru lahir. ASI Eksklusif, pemberian vitamin K1
dan Hepatitis HbO. Sedangkan pelayanan kunjungan neonatala lengkap (KN3) adalah
pemberian pelayanan kesehatan neonatal minimal 3 kali yaitu 1 kali pada usia 6-48 jam, 1 kali
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 22
pada 3-7 hari, dan 1 kali pada 8-28 hari, layanan yang diberikan adalah pelayanan kesehatan
neonatal esensial dengan menggunakan pendekatan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda).
Berdasarkan data yang diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah, dari
8.977 bayi lahir hidup, yang mendapatkan kunjungan neontal yang pertama ada sebanyak 8.651
(96,4%) dan kunjungan neonatus sebanyak tiga kali (lengkap) sebanyak 8.413 (93,7%).
Gambaran cakupan pelayanan kesehatan kunjungan neonatus pertama (KN1) berdasarkan
puskesmas akan ditunjukan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.17
Cakupan Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus Utara 90.3


Lumut 100.4
Saragih 103.6
Manduamas 105.0
Sirandorung 103.8
Andam Dewi 98.5
Barus 103.5
Siantar Ca 103.7
Pasaributobing 101.0
Sipea-Pea 104.2
Gonting Mahe 104.7
Sorkam 100.4
Kolang 104.3
Aek Raisan 104.1
Poriaha 88.8
Sarudik 96.4
Tukka 103.1
Kalangan 94.1
Pandan 69.7
Hutabalang 88.0
Pinangsori 96.0
Sibabangun 102.6
Pulo Pakkat 105.1

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.17 di atas dapat diketahui ada 15 Puskesmas yang mencapai 100% cakupan
kunjungan neonatal pertama yaitu Lumut, Saragih, Manduamas, Sirandorung, Barus, Siantar
Ca, Pasaributobing, Sipea-pea, Gonting Mahe, Sorkam, Kolang, Aek Raisan, Tukka,
Sibabangun, Dan Pulo Pakkat. Sedangkan Puskesmas yang terendah cakupannya adalah
Puskesmas Pandan. Sedangkan untuk cakupan kunjungan neontal tiga kali (KN3) di
Kabupaten Tapanuli Tengah mencapai 93,7%.
Gambar 6.18
Cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap (KN3) Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 23


Barus Utara 91.6
Lumut 99.6
Saragih 101.2
Manduamas 99.7
Sirandorung 99.7
Andam Dewi 93.8
Barus 99.8
Siantar Ca 97.9
Pasaributobing 102.1
Sipea-Pea 102.4
Gonting Mahe 104.7
Sorkam 100.4
Kolang 103.0
Aek Raisan 103.4
Poriaha 85.7
Sarudik 89.8
Tukka 102.6
Kalangan 91.7
Pandan 68.2
Hutabalang 85.8
Pinangsori 95.0
Sibabangun 98.2
Pulo Pakkat 100.0

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.18 di atas dapat diketahui ada 19 Puskesmas yang sudah mencapai target di atas
90% yaitu Barus Utara, Lumut, Saragih, Manduamas, Sirandorung, Andam Dewi, Barus,
Siantar Ca, Pasaributobing, Sipea-pea, Gonting Mahe, Sorkam, Kolang, Aek Raisan, Tukka,
Kalangan, Pinangsori, Sibabangun dan Pulo Pakkat. Puskesmas dengan cakupan terendah
adalah Pandan sebanyak 68,2%.

6.2.2. Imunisasi
Dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 dinyatakan bahwa setiap anak
berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan untuk mencegah terjadinya
penyakit yang dapat dihindari melalui imunisasi dan pemerintah wajib memberikan imunisasi
lengkap kepada setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 yang diundangkan tanggal 11 April 2017
menggantikan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2013.
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan seseorang
secara aktif terhadap suatu penyakit tertentu, sehingga bila suatu saat terpapar dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Beberapa penyakit menular yang
termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC,
difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, rubella, polio, radang selaput otak, dan radang
paru-paru. Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindung dari berbagai penyakit berbahaya
tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian.
Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling cost-effective
(murah), karena dapat mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 24


akibat PD3I yang diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya. Berdasarkan jenis
penyelenggaraannya, imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi
pilihan. Imunisasi program adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian
dari masyarakat dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi
yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi
yang bersangkutan dari penaykit tertentu.
Imunisasi Program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi
khusus. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar
diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun., sedangkan imunisasi lanjutan diberikan pada
anak usia bawah dua tahun (Baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS).
Imunisasi tambahan merupakan jenis imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur
tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode
waktu tertentu. Imunisasi khusus dilaksanakan untuk melindungi seseorang dan masyarakat
terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti persiapan keberangkatan calon jemaah
haji/ umorh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara endemis penyakit tertentu, dan
kondisi kejadian luar biasa/ wabah penyakit tertentu.

6.2.2.1 Imunisasi Dasar pada Bayi


Penentuan jenis imunisasi didasarkan atas kajian ahli dan analisis epidemiologi atas
penyakit-penyakit yang timbul. Di Indonesia, setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan
mendapatkan imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis-B, 1 dosis BCG, 3
dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak/ MR.
Dari imunisasi dasar yang diwajibkan tersebut, campak/MR menjadi salah satu jenis
imunisasi yang mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai dengan komitmen Indonesia pada global
untuk turut serta dalam eliminasi campak dan pengendalian rubela pada tahun 2020 dengan
mencapai cakupan campak minimal 95% di semua wilayah secara merata. Hal ini terkait dengan
realita bahwa campak menjadi salah satu penyebab utama kematian pada balita dan infeksi
rubela menyebabkan cacat bawaan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi
rubela. Dengan demikian pencegahan campak dan rubela memiliki peran signifikan dalam
penurunan angka kecacatan dan kematian pada balita. Tahun 2019, dari 8.437 bayi yang ada di
Kabupaten Tapanuli Tengah, yang mendapatkan imunisasi MR sebanyak 6.175 bayi (73,2%).
Cakupan imunisasi MR di Kabupaten Tapanuli Tengah mencapai 73,2%, dan cakupan ini
belum mencapai target bila dibandingkan dengan target Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten
Tapanuli Tengah yaitu sebesar 95%. Cakupan per puskesmas akan disajikan pada gambar
berikut ini.

Gambar 6.19
Cakupan Imunisasi Campak/MR Menurut Puskesmas

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 25


di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus Utara 43.0


Lumut 106.1
Saragih 40.0
Manduamas 74.9
Sirandorung 40.4
Andam Dewi 86.5
Barus 55.7
Siantar Ca 122.4
Pasaributobing 92.3
Sipea-Pea 57.2
Gonting Mahe 82.8
Sorkam 66.8
Kolang 75.6
Aek Raisan 117.8
Poriaha 55.3
Sarudik 80.4
Tukka 43.3
Kalangan 43.9
Pandan 76.8
Hutabalang 90.4
Pinangsori 78.9
Sibabangun 87.9
Pulo Pakkat 112.9

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.19 diketahui ada 4 Puskesmas yang cakupan imunisasi campak/MR
melampaui 100%, yaitu Lumut, Siantar Ca, Aek Raisan, dan Pulo Pakkat. Sedangkan 8
Puskesmas yang terendah cakupan imunisasi campak/MR nya adalah Saragih (40,0%),
Sirandorung (40,4%), Barus Utara (43,0%), Tukka (43,3%), Kalangan (43,9%), Poriaha
(55,3%), Barus (55,7%), Sipea-pea (57,2%).
Menurut data Profil Kesehatan Puskesmas cakupan imunisasi dasar lengkap (IDL) di
Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 sebesar 68,5%. Realisasi ini belum mencapai target
yang ditetapkan Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu sebesar 82%.
Cakupan per puskesmas akan disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.20
Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 26


Barus Utara 41.3
Lumut 82.9
Saragih 41.9
Manduamas 86.0
Sirandorung 37.8
Andam Dewi 86.0
Barus 55.7
Siantar Ca 126.4
Pasaributobing 92.3
Sipea-Pea 57.2
Gonting Mahe 32.2
Sorkam 66.0
Kolang 75.9
Aek Raisan 83.7
Poriaha 55.3
Sarudik 81.3
Tukka 40.3
Kalangan 41.2
Pandan 77.0
Hutabalang 88.5
Pinangsori 72.6
Sibabangun 57.3
Pulo Pakkat 58.1

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.20 diketahui hanya 7 puskesmas yang cakupan IDL nya mencapai target
di Renstra sebesar 82% yaitu Puskesmas Lumut (82,9%), Manduamas (86,0%), Andam Dewi
(86,0%), Siantar Ca (126,4%), Pasaributobing (92,3%), Aek Raisan (83,7%), dan Hutabalang
(88,5%). Ada sebanyak 16 Puskesmas yang belum mencapai target Renstra tersebut, Puskesmas
yang cakupannya terendah antara lain Puskesmas Barus Utara (41,3%), Saragih (41,9%),
Sirandorung (37,8%), Gonting Mahe (32,2%), Tukka (40,3%), dan Kalangan (41,2%).

6.2.2.2 Angka Drop Out Cakupan Imunisasi DPT/HB1-Campak


Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya
sebelum anak berusia satu tahun. Pada kondisi ini, diharapkan sistem kekebalan tubuh dapat
bekerja secara optimal. Namun demikian, pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak
mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan drop out
(DO) imunisasi. Bayi yang mendapatkan imunisasi DPT/HB1 pada awal pemberian imunisasi,
namun tidak mendapatkan imunisasi campak, disebut angka drop out imunisasi DPT/HB1-
Campak. Indikator ini diperoleh dengan menghitung selisih penurunan cakupan imunisasi
Campak terhadap cakupan imunisasi DPT/HB1. Do rate diharapakan dalam batas range 5%-
10%. Angka drop out imunisasi DPT/HB1-Hib di Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 0,7%,
imunisasi Polio sebesar 8,6% dan imunisasi campak/MR adalah 20,47%.

6.2.2.3 Desa/ Kelurahan UCI (Universal Child Immunization)

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 27


Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan adalah gambaran suatu desa/
kelurahan dimana ≥80% dari jumlah bayi (0-11 bulan) yang ada di desa/ kelurahan tersebut
sudah mendapat imunisasi dasar lengkap.
Persentase kabupaten/ kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi
merupakan salah satu indikator pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan dalam sasaran
pembangunan kesehatan.
Menurut data yang diperoleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah pada tahun 2019,
dari 215 desa/ kelurahan yang ada, 137 desa/ kelurahan daintaranya sudah UCI (63,7%).
Capaian ini belum memenuhi target sebesar 92% menurut Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten
Tapanuli Tengah tahun 2019. Oleh karena itu perlu peningkatan capaian lagi pada masa-masa
yang akan datang. Capaian menurut Puskesmas dalam UCI ini akan digambarkan pada grafik
berikut ini.

Gambar 6.21
Cakupan Desa/ Kelurahan UCI Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus Utara 0.0


Lumut 100.0
Saragih 20.0
Manduamas 100.0
Sirandorung 100.0
Andam Dewi 100.0
Barus 76.9
Siantar Ca 100.0
Pasaributobing 100.0
Sipea-Pea 33.3
Gonting Mahe 22.2
Sorkam 28.6
Kolang 25.0
Aek Raisan 83.3
Poriaha 66.7
Sarudik 100.0
Tukka 11.1
Kalangan 50.0
Pandan 100.0
Hutabalang 88.9
Pinangsori 40.0
Sibabangun 85.7
Pulo Pakkat 66.7
Sumb
er : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.21 di atas dapat dilihat dari 23 Puskesmas yang memenuhi target Renstra
sebesar 92% ada sebanyak 8 Puskesmas. Puskesmas yang cakupannya masih sangat rendah di
bawah 50% antara lain Lumut (0,0%), Saragih (20%), Sipea-pea (33,3%), Gonting Mahe
(22,2%), Sorkam (28,6%), Kolang (25,0%), Tukka (11,1%), dan Pinangsori (40%).

6.2.2.4 Imunisasi Lanjutan pada Anak Baduta

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 28


Dalam upaya mempertahankan tingkat kekebalan agar tetap tinggi sehingga dapat
memberikan perlindungan dengan optimal, maka pemberian imunisasi pada seorang anak perlu
ditambah dengan dosis lanjutan (booster) untuk meningkatkan kekebalannya yang diberikan
pada usia 18 bulan. Perlindungan optimal dari pemberian imunisasi lanjutan ini hanya didapat
apabila anak tersebut telah mendapat imunisasi dasar lengkap. Karena itu, sejak tahun 2014,
secara nasional program imunisasi lanjutan masuk ke dalam program imunisasi rutin dengan
memberikan 1 dosis DPT-HB-HiB (4) dan campak/MR (2) kepada anak usia 18-24 bulan.
Pada tahun 2018 di Kabupaten Tapanuli Tengah cakupan imunisasi lanjutan untuk anak
baduta yaitu DPT-HB-HiB4 baru mencapai 51,0% seangkan campak/MR2 mencapai 48,1%.
Sedangkan cakupan menurut Puskesmas dapat dilihat pada Lampiran tabel 40 dan akan
digambarkan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.22
Cakupan Imunisasi DPT-HB-HiB4 pada Anak Usia di Bawah Dua Tahun (Baduta)
Menurut Puskesmasdi Kabupaten Tapanuli TengahTahun 2019

Barus ... 35.3


85.8
Sa 59.1
35.5
Sirand... 7.5
43.1
23.6
109.3
Pasaribut... 63.6
16.5
Gonting... 71.5
69.6
K 48.9
79.8
Po 28.6
71.3
21.2
29.7
Pa 93.4
49.9
Pinan... 59.6
68.0
Pulo P... 30.0
Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.22 di atas dapat dilihat tiga terbesar Puskesmas dengan cakupan
imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib4 secara berturut-turut adalah Siantar Ca (109,3%), Pandan
(93,4%), Lumut (85,8%). Sedangkan Puskesmas dengan cakupan tiga terendah adalah
Sirandorung (7,5%), Sipea-pea (16,5%) dan Tukka (21,2%). Cakupan imunisasi campak/MR2
lanjutan untuk anak usia di bawah dua tahun (baduta) berdasarkan Puskesmas dapat dilihat pada
grafik berikut ini.
Gambar 6.23
Cakupan Imunisasi Lanjutan Campak/MR2 pada Anak Usia di Bawah Dua Tahun
(Baduta) Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 29
Barus Utara 28.4
Lumut 154.7
Saragih 43.4
Manduamas 38.7
Sirandorung 28.0
Andam Dewi 33.1
Barus 30.9
Siantar Ca 103.4
Pasaributobing 39.0
Sipea-Pea 19.0
Gonting Mahe 51.7
Sorkam 40.5
Kolang 32.8
Aek Raisan 76.3
Poriaha 18.6
Sarudik 59.2
Tukka 12.9
Kalangan 23.3
Pandan 92.0
Hutabalang 42.7
Pinangsori 63.2
Sibabangun 79.2
Pulo Pakkat 25.0
Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.23 di atas dapat dilihat tiga terbesar Puskesmas dengan cakupan
imunisasi lanjutan Campak/MR2 secara berturut-turut adalah Lumut (154,7%), Siantar Ca
(103,4%), dan Pandan (92,0%). Sedangkan Puskesmas dengan cakupan tiga terendah adalah
Tukka (12,9%), Poriaha (18,6%) dan Sipea-pea (19,0%).

6.2.3. Pelayanan Kesehatan Anak Usia Sekolah


Dalam rangka meningkatkan kesehatan anak usia sekolah, Kementerian Kesehatan
bersama lintas sektor terkait Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) lainnya melaksanakan berbagai
upaya melalui kegiatan UKS, antara lain penjaringan kesehatan dan pemeriksaan berkala,
pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri, pembinaan kantin sekolah sehat, imunisasi,
dan pembinaan kader kesehatan sekolah. Salah satu kegiatan UKS yang menjadi indikator
nasional dan daerah (RPJMN) Bidang Kesehatan, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
dan Standar Pelayanan Minimal Kabupaten adalah penjaringan kesehatan.
Penjaringan kesehatan merupakan rangkaian pemeriksaan kesehatan (pemeriksaan fisik
dan kuesioner) bagi peserta didik kelas 1 SD/MI, kelas 7 SMP/MTs dan kelas 10
SMA/SMK/MA meliputi :

 Pemeriksaan status gizi dan risikoanemia


 Pemeriksaan riwayat kesehatan
 Pemeriksaan kesehatan pendengaran dan penglihatan
 Pemeriksaan kesehatan reproduksi
 Pemeriksaan perilaku berisiko kesehatan
 Pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 30
 Pemeriksaan mental dan emosional
 Pemeriksaan intelegensia dan
 Pemeriksaan kebugaran
PEnjaringan kesehatan bertujuan untuk mendeteksi dini risiko penyakit pada anak sekolah agar
dapat ditindaklanjuti secara dini, meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang
optimal, sehingga dapat menunjang proses belajar mereka dan pada akhirnya menciptkan anak
usia sekolah yang sehat dan berprestasi. Berikut ini akan disampaikan indikator yang terkait
dengan pelayanan kesehatan anak usia sekolah.

6.2.3.1 Puskesmas yang Melaksanakan Penjaringan Kesehatan Peserta Didik Kelas 1


SD/MI
Puskesmas dikatakan telah melaksanakan penjaringan kesehatan kelas 1 apabila
Puskesmas tersebut telah melaksanakan penjaringan kesehatan pada seluruh SD/MI yang berada
di wilayah kerja. Pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan bagi peserta kelas 1 SD/MI
meliputi : pemeriksaan status gizi dan risiko anemia, pemeriksaan riwayat kesehatan,
pemeriksaan riwayat imunisasi, pemeriksaan kesehatan pendengaran dan penglihatan,
pemeriksaan kesehatan reproduksi, pemeriksaan perilaku beresiko kesehatan, pemeriksaan
kesehatan gigi dan mulut, pemeriksaan mental dan emosional serta pemeriksaan intelegensia.
Pada tahun 2019 dari 6.565 orang peserta didik kelas 1 SD/MI yang ada di Kabupaten
Tapanuli Tengah, yang mendapatkan pelayanan kesehatan dari Puskesmas ada sebanyak 6.565
orang (100%). Cakupan Pelayanan Kesehatan Peserta didik kelas 1 SD/MI dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 6.24
Cakupan Pelayanan Kesehatan Peserta Didik 1 SD/MI Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 31


Barus Utara 100.0
Lumut 100.0
Saragih 100.0
Manduamas 100.0
Sirandorung 100.0
Andam Dewi 100.0
Barus 100.0
Siantar Ca 100.0
Pasaributobing 100.0
Sipea-Pea 100.0
Gonting Mahe 100.0
Sorkam 100.0
Kolang 100.0
Aek Raisan 100.0
Poriaha 100.0
Sarudik 100.0
Tukka 100.0
Kalangan 100.0
Pandan 100.0
Hutabalang 100.0
Pinangsori 100.0
Sibabangun 100.0
Pulo Pakkat 100.0
Sum
ber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.24 di atas diketahui bahwa semua puskesmas (23 Puskesmas) yang cakupan
pelayanan kesehatan kepada peserta didik kelas 1 SD/MI mencapai 100%.

6.2.3.2 Penjaringan Kesehatan Peserta Didik Kelas 7 dan 10


Puskesmas dikatakan telah melaksanakan penjaringan kelas 7 dan 10 apabila Puskesmas
tersebut telah melaksankan penjaringan kesehatan pada seluruh SMP/MTs/SMPLB dan
SMA/SMK/MA/SMALB yang berada di wilayah kerja. Pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan bagi peserta didik kelas 7 SMP/MTs/SMPLB dan kelas 10
SMA/SMK/MA/SMALB meliputi : pemeriksaan status gizi dan risiko anemia, pemeriksaan
riwayat kesehatan, pemeriksaan riwayat imunisasi, pemeriksaan kesehatan pendengaran dan
penglihatan, pemeriksaan kesehatan reproduksi, pemeriksaan perilaku beresiko kesehatan,
pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut, pemeriksaan mental dan emosional, pemeriksaan
intelegensia dan pemeriksaan kebugaran.
Pada tahun 2019 dari 5.958 orang peserta didik kelas 1 SMP/MTS yang mendapatkan
pelayanan kesehatan dari puskesmas ada sebanyak 5.958 orang (100%).
Gambaran pencapaian cakupan indiaktor Puskesmas melaksanakan penjaringan
kesehatan peserta didik kelas 7 SMP/MTS menurut Puskesmas akan disajikan pada grafik
berikut ini.

Gambar 6.25
Cakupan Pelayanan Kesehatan Peserta Didik Kelas 7 SMP/MTS Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 32


Barus Utara 100.0
Lumut 100.0
Saragih 100.0
Manduamas 100.0
Sirandorung 100.0
Andam Dewi 100.0
Barus 100.0
Siantar Ca 100.0
Pasaributobing 100.0
Sipea-Pea 100.0
Gonting Mahe 100.0
Sorkam 100.0
Kolang 100.0
Aek Raisan 100.0
Poriaha 100.0
Sarudik 100.0
Tukka 100.0
Kalangan 100.0
Pandan 100.0
Hutabalang 100.0
Pinangsori 100.0
Sibabangun 100.0
Pulo Pakkat 100.0

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.25 dapat dilihat bahwa semua puskesmas (23 Puskesmas) yang cakupan
pelayanan kesehatan kepada peserta didik kelas 7 SMP/MTS mencapai 100%.
Pada tahun 2019 dari 5.690 orang peserta didik kelas 1 SMA/MI yang ada di Kabupaten
Tapanuli Tengah, yang mendapatkan pelayanan kesehatan dari puskesmas ada sebanyak 5.690
orang (100%). Selanjutnya akan digambarkan cakupan pelayanan kesehatan yang dilakukan
puskesmas pada peserta didik kelas 10 SMA/MI menurut Puskesmas tahun 2019.

Gambar 6.26
Cakupan Pelayanan Kesehatan Peserta Didik Kelas 10 SMA/MI Menurut Puskesmas
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 33


Barus Utara 100.0
Lumut 100.0
Saragih 100.0
Manduamas 100.0
Sirandorung 100.0
Andam Dewi 100.0
Barus 100.0
Siantar Ca 100.0
Pasaributobing 100.0
Sipea-Pea 100.0
Gonting Mahe 100.0
Sorkam 100.0
Kolang 100.0
Aek Raisan 100.0
Poriaha 100.0
Sarudik 100.0
Tukka 100.0
Kalangan 100.0
Pandan 100.0
Hutabalang 100.0
Pinangsori 100.0
Sibabangun 100.0
Pulo Pakkat 100.0

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.25 dapat dilihat bahwa semua puskesmas (23 Puskesmas) yang cakupan
pelayanan kesehatan kepada peserta didik kelas 10 SMA/MI mencapai 100%.

6.2.4. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)


Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Puskesmas dikembangkan oleh
Kementerian Kesehatan sejak tahun 2003. Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaja tentang kesehatan reproduksi dan perilaku
hidup serta memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada remaja.
Puskesmas yang memiliki program PKPR memberikan layanan baik di dalam maupun
di luar gedung yang ditujukan bagi kelompok remaja yang berada di sekolah maupun di luar
sekolah seperti di lembaga pemasyarakatan, panti ataupun masyarakat. Hal ini dilakukan agar
layanan yang diberikan dapat menjangkau semua kelompok remaja (usia 10-18 tahun).
Puskesmas dikatakan telah melaksanakan PKPR apabila : 1) Memiliki pedoman PKPR, 2)
Terdapat petugas yang telah mendapatakan orientasi PKPR, 3) Puskesmas memberikan
pelayanan konseling remaja.
Layanan PKPR memiliki pendekatan yang komprehensif berupa upaya
promotif/preventif melalui pembekalan kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial
dengan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), pembinaan konselor sebaya dan
skrining kesehatan remaja, dan lain-lain; serta upaya kuratif dan rehabilitatif melalui penerapan
Manajemen Terpadu Pelayanan Kesesehatan Peduli Remaja.
Capaian cakupan Puskesmas menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja tahun 2019
di Kabupaten Tapanuli Tengah menunjukkan bahwa dari 23 Puskesmas, hanya 4 Puskesmas

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 34


yang melaksanakan PKPR (17,4%) antara lain Pinangsori, Pandan, Sarudik dan Sorkam. Jumlah
Puskesmas yang melaksanakan PKPR akan disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.27
Jumlah Puskesmas yang Melaksanakan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus Utara 0
Lumut 0
Saragih 0
Manduamas 0
Sirandorung 0
Andam Dewi 0
Barus 0
Siantar Ca 0
Pasaributobing 0
Sipea-Pea 0
Gonting Mahe 0
Sorkam 1
Kolang 0
Aek Raisan 0
Poriaha 0
Sarudik 1
Tukka 0
Kalangan 0
Pandan 1
Hutabalang 0
Pinangsori 1
Sibabangun 0
Pulo Pakkat 0

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.27 dapat dilihat bahwa hanya 4 puskesmas (17,4%) yang melaksanakan
PElayanan kesehatan remaja yaitu Sorkam, Sarudik, Pandan dan Pinangsori. Sedangkan 19
Puskesmas lainnya belum melaksanakan pelayanan kesehatan remaja.

6.3. Gizi
Pada subbab gizi ini akan dibahas mengenai status gizi balita dan upaya pencegahan dan
penanganan masalah gizi yaitu pemberian ASI eksklusif, pemberian kapsul vitamin A pada
balita 6-59 bulan, pemberian tablet tambah darah (TTD) pada ibu hamil dan remaja putri,
pemberian makanan tambahan pada ibu hamil KEK dan balita kurus, dan kecukupan energi dan
zat gizi balita.

6.3.1. Status Gizi Balita


Status gizi balita dapat diukur berdasarkan tiga indeks yaitu berat badan menurut umur
(BB/U) disebut juga kurang berat badan (under weight), tinggi badan menurut umur disebut
(TB/U) disebut juga balita pendek (stunting), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
disebut juga balita kurus (wasting). Standar pengukuran status gizi berdasarkan Standar World
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 35
Health Organization (WHO 2005) yang telah ditetapkan pada Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri PEnilaian Status Gizi Anak.
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status gizi yang berdasarkan pada indeks berat badan
menurut umur (BB/U).
Bersarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 yang dilakukan oleh Badan Litbang
Kementerian Kesehatan, diketahui bahwa prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Kabupaten
Tapanuli Tengah sebesar 30,07% yang terdiri dari 10,33% gizi buruk dan 19,74% gizi kurang
(naik sebesar 3,97 dari hasil Riskesdas 2013 yaitu sebesar 26,1%). Sedangkan prevalensi
baduta gizi buruk dan kurang sebesar 29,25% yang terdiri dari 12,45% gizi buruk dan 16,80%
gizi kurang. Pada tahun yang sama di Kabupaten Tapanuli Tengah ditemukan juga
permasalahan terkait gizi buruk untuk balita sebesar 3,7% dan pada baduta sebesar 8,36%.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 6.28
Prevalensi Status Gizi (BB/U) pada Bayi di Bawah Dua Tahun (Baduta) dan Bayi Bawah
Lima Tahun (Balita) di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

70 66.23
62.4
60 Baduta Balita

50

40

30

19.74
20 16.8
12.45
10.33
10 8.36
3.7
0
gizi buruk gizi kurang gizi baik gizi lebih

Dengan angka prevalensi sebesar 30,07% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di
Kabupaten Tapanuli Tengah masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO; 5-9%
rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi). Namun bila dibandingkan
dengan data rutin yang diperoleh dari Profil kesehatan Puskesmas dan Pemantauan Status Gizi
(PSG) tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah
menyatakan bahwa persentase balita gizi kurang (BB/U) di Kabupaten Tapanuli Tengah hanya
sebesar 2,42%. Cakupan berdasarkan Puskesmas dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.29
Prevalensi Status Gizi (BB/U) pada Bayi di Bawah Lima Tahun (Balita)
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 36


Barus Utara 7.25
Lumut 1.19
Saragih 4.57
Manduamas 0.08
Sirandorung 0.97
Andam Dewi 1.60
Barus 0.25
Siantar Ca 1.75
Pasaributobing 4.30
Sipea-Pea 0.78
Gonting Mahe 0.00
Sorkam 13.07
Kolang 9.22
Aek Raisan 15.25
Poriaha 1.91
Sarudik 0.65
Tukka 7.24
Kalangan 0.51
Pandan 0.90
Hutabalang 0.74
Pinangsori 1.48
Sibabangun 0.13
Pulo Pakkat 4.09

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.29 di atas diketahui puskesmas yang paling tinggi balita dengan gizi
kurang secara berturut-turut adalah Aek Raisan (15,25%), Sorkam (13,07), dan Barus Utara
(7,25%). Sedangkan Puskesmas tiga terendah dengan balita gizi kurang adalah Gonting Mahe
(0,00%), Manduamas (0,08%) dan Sibabangun (0,13%).
Berdasarkan Riskesdas 2018 di Kabupaten Tapanuli Tengah diperoleh bahwa prevalensi
kependekan baduta tahun 2018 adalah sebesar 39,41% yang terdiri dari sangat pendek 23,26%
dan pendek 16,15%. Sedangkan untuk kependekan balita sebesar 43,69%, yang berarti
mengalami penurunan sebesar 6,01% dari keadaan tahun 2013 sebesar 49,7% (Riskesdas
2013). Prevalensi kependekan sebesar 43,69% terdiri dari 21,70% sangat pendek dan 21,99%
pendek. Berikut ini akan disajikan hasil Riskesdas 2018 di Kabupaten Tapanuli Tengah terkait
prevalensi kependekan pada baduta dan balita (TB/U).

Gambar 6.30
Prevalensi Status Gizi Kependekan (TB/U) pada Baduta dan Balita
di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 37


BALITA BADUTA

60.6
56.31

21.7 23.26 21.99


16.15

SANGAT PENDEK PENDEK NORMAL

Sumber : Riskesdas 2018

Bila dibandingkan dengan hasil pemantauan status gizi yang dilaporkan profil kesehatan
puskesmas diperoleh bahwa balita pendek (TB/U) di Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar
3,30% maka terdapat perbedaan yang sangat signifikan oleh karena itu perlu dicermati lagi
bagaimana menyikapi perbedaan kondisi kependekan pada balita ini dengan lebih serius lagi.
Kondisi per puskesmas akan ditampilkan dalam gambar berikut ini.

Gambar 6.31
Prevalensi Status Gizi Kependekan (TB/U) pada Balita
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah
Tahun 2019

Barus Utara 16.39


Lumut 0.23
Saragih 0.56
Manduamas 0.56
Sirandorung 3.31
Andam Dewi 0.45
Barus 0.89
Siantar Ca 2.65
Pasaributobing 5.95
Sipea-Pea 0.85
Gonting Mahe 1.73
Sorkam 23.85
Kolang 11.13
Aek Raisan 9.92
Poriaha 3.28
Sarudik 2.44
Tukka 8.08
Kalangan 0.89
Pandan 0.30
Hutabalang 1.00
Pinangsori 2.00
Sibabangun 0.30
Pulo Pakkat 9.23

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.31 di atas diketahui Puskesmas yang paling banyak balita pendeknya
secara berturut-turut adalah Sorkam (23,85%), Barus Utara (16,39%) dan Kolang (11,13%).
Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 38
Sedangkan puskesmas tiga terendah dengan balita pendeknya adalah Lumut (0,23%), Pandan
(0,30%) dan Sibaabngun (0,30%).
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa baduta sangat kurus di Kabupaten Tapanuli
Tengah sebesar 14,63% dan kurus sebesar 12,19%. Sedangkan pada tahun yang sama prevalensi
balita sangat kurus sebesar 9,17% bila dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2013 (sebesar
4,2%), mengalami kenaikan sebesar 4,97%. Prevalensi balita kurus sebesar 10,41% di tahun
2018, ternyata mengalami kenaikan sebesar 4,81% bila dibandingkan dengan hasil Riskesdas
2013 sebesar 5,6%. Berikut ini akan disajikan hasil Riskesdas 2018 di Kabupaten Tapanuli
Tengah terkait prevalensi sangat kurus dan kurus pada baduta dan balita (BB/TB).

Gambar 6.32
Prevalensi Status Gizi (BB/TB) pada Baduta dan Balita
di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

67.73
70
58.13
60

50

40

30

20 14.63 15.05
12.19 12.69
9.17 10.41
10

0
SANGAT KURUS KURUS NORMAL GEMUK

BALITA BADUTA

Sumber : Riskesdas 2018

Menurut WHO 2010 masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila
prevalensi BB/TB Kurus antara 10%-14,9%, dan dianggap kritis bila ≥15%. Berdasarkan nasil
Riskesdas tahun 2018, angka prevalensi BB/TB sangat kurus dan kurus pada balita sudah
sampai sebesar 19,58%. Hal ini berarti bahwa masalah kekurusan di Kabupaten Tapanuli
Tengah masuk dalam kategori masalah kesehatan yang dianggap Kritis. Merujuk hasil
pemantauan status gizi yang dilaporkan pada profil kesehatan puskesmas diperoleh bahwa
balita kurus (BB/TB) di Kabupaten Tapanuli Tengah sebesar 19,96%. Hasil ini tidak
mempunyai perbedaan yang signifikan dengan hasil Riskesdas 2018. Kondisi balita kurus per
puskesmas akan disampaikan dalam grafik berikut ini.

Gambar 6.33
Prevalensi Status Gizi (BB/TB) pada Balita
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 39


Barus Utara 25.96
Lumut 33.95
Saragih 11.99
Manduamas 16.51
Sirandorung 29.14
Andam Dewi 20.33
Barus 47.46
Siantar Ca 17.58
Pasaributobing 28.43
Sipea-Pea 3.42
Gonting Mahe 45.66
Sorkam 103.21
Kolang 11.95
Aek Raisan 25.71
Poriaha 14.63
Sarudik 5.40
Tukka 20.32
Kalangan 18.29
Pandan 2.47
Hutabalang 33.30
Pinangsori 12.09
Sibabangun 3.21
Pulo Pakkat 19.81

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.33 di atas diketahui ada 15 puskesmas yang dikategorikan Kritis sesuai
standart WHO, secara berturut-turut adalah Sorkam (103,21%), Barus (47,46%), Gonting Mahe
(45,66%), Lumut (33,95%), Hutabalang (33,30%), Barus Utara (25,96%), Sirandorung
(29,14%), Pasaributobing (28,43%), Aek Raisan (25,71%), Andam Dewi (20,33%), Tukka
(20,32%), Pulo Pakkat (19,81%), Kalangan (18,29%), Siantar Ca (17,58%) dan Manduamas
16,51%). Ada 4 Puskesmas yang dikategorikan Serius antara lain Saragih (11,99%), Kolang
(11,95%), Poriaha (14,63%), dan Pinangsori (12,09%).

6.3.2. Upaya Pencegahan dan Penanganan Masalah Gizi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan
Gizi, dalam menerapkan gizi seimbang setiap keluarga harus mampu mengenal, mencegah, dan
mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya. Upaya yang dilakukan untuk mengenal,
mencegah dan mengatasi masalah gizi adalah dengan menimbang berat badan secara teratur,
memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan, makan beraneka ragam,
menggunakan garam beryodium, dan pemberian suplemen gizi sesuai anjuran petugas
kesehatan. Suplemen gizi yang diberikan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51
tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi, meliputi kapsul itamin A, tablet tambah
darah (TTD), makanan tambahan untuk ibu hamil, anak balita, dan anak usia sekolah, makanan
pendamping ASI, dan bubuk multivitamin dan mineral.

6.3.2.1 Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian ASI Eksklusif

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 40


Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah meletakkan bayi secara tengkurap di dada atau
perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu yang dilakukan sekurang-kurangnya satu
jam segera setelah lahir. Jika kontak tersebut terhalang oleh kain atau dilakukan kurang dari
satu jam dianggap belum sempurna dan dianggap tidak melakukan IMD.
Berdasarkan data dari Profil Kesehatan, 8.977 bayi baru lahir, dilaporkan hanya 4.932
bayi yang mendapatkan IMD (54,9%). Berikut ini akan disajikan cakupan IMD menurut
Puskesmas tahun 2019.

Gambar 6.34
Cakupan Bayi Baru Lahir Mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019
Barus Utara 36.7
Lumut 69.2
Saragih 72.5
Manduamas 56.0
Sirandorung 52.5
Andam Dewi 61.0
Barus 65.9
Siantar Ca 45.5
Pasaributobing 51.6
Sipea-Pea 70.8
Gonting Mahe 59.9
Sorkam 68.7
Kolang 55.3
Aek Raisan 37.9
Poriaha 47.4
Sarudik 69.7
Tukka 44.0
Kalangan 65.0
Pandan 40.3
Hutabalang 45.3
Pinangsori 52.2
Sibabangun 46.6
Pulo Pakkat 86.7

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.34 diketahui tiga puskesmas yang tertinggi bayi baru lahirnya yang
mendapatkan IMD adalah Pulo Pakkat (86,7%), Saragih (72,5%) dan Sipea-pea (70,8%).
Sedangkan tiga puskesmas terendah adalahBarus Utara (36,7%), Aek Raisan (37,9%) dan
Pandan (40,3%).
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012
tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau
minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral).
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk
daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif
dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan dihasilkan pada
hari pertama sampai hari ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 41


immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkankolostrum tetapi lemak dan
kalori lebih tinggi dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat makanan, ASI
juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan mengganggu enzim di
usus. Susu formula tidak mengandung enzim sehingga penyerapan makanan tergantung pada
enzim yang terdapat di usus bayi.

Berdasarkan data Profil Kesehatan, dari 3.507 bayi usia <6 bulan, dilaporkan hanya
1.660 bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif (47,3%), capaian ini belum mencapai target yang
ditetapkan di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 yaitu sebsar 50%. Berikut ini akan
disajikan cakupan ASI Eksklusif menurut Puskesmas tahun 2019.
Gambar 6.35
Cakupan Bayi Usia < 6 bulan Mendapat ASI Eksklusif
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Barus Utara 83.9


Lumut 46.7
Saragih 51.4
Manduamas 38.9
Sirandorung 43.7
Andam Dewi 69.6
Barus 34.6
Siantar Ca 51.8
Pasaributobing 47.5
Sipea-Pea 43.9
Gonting Mahe 60.7
Sorkam 72.9
Kolang 43.7
Aek Raisan 73.8
Poriaha 37.4
Sarudik 41.7
Tukka 52.1
Kalangan 38.1
Pandan 42.8
Hutabalang 46.1
Pinangsori 46.5
Sibabangun 48.3
Pulo Pakkat 31.4

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 5.35 diketahui tiga puskesmas yang tertinggi cakupan ASI Eksklusifnya
adalah Barus Utara (83,9%), Aek Raisan (73,8%), Sorkam (72,9%). Sedangkan tiga puskesmas
yang terendah adalah Pulo Pakkat (31,4%), Barus (34,6%) dan Poriaha (37,4%). Merujuk target
di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019, maka hanya 8 puskesmas yang mencapai target
tersebut yaitu Barus Utara (83,9%), Andam Dewi (69,6%), Siantar Ca (51,8%), Gonting Mahe
(60,7%), Sorkam (72,9%), Aek Raisan (73,8%), dan Tukka (52,1%).

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 42


6.3.2.2 Penimbangan Balita
Penimbangan balita sangat penting untuk deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk.
Dengan rajin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif
sehingga bila berat badan anak tidak naik atau jika ditemukan penyakit akan dapat segera
dilakukan upaya pemulihan dan pencegahan supaya tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk.
Semakin cepat ditemukan, penanganan kasus gizi kurang atau gizi buruk akans semakin baik.
Penanganan yang cepat dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi buruk akan mengurangi
risiko kematian sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapt ditekan.
Berdasarkan laporan yang diterima di profil kesehatan puskesmas tahun 2019, jumlah
sasaran balita ada sebanyak 27.030 balita, jumlah yang ditimbang sebanyak 22.433 balita
(83,0%). Bila dibandingkan dengan target di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 yaitu sebsar 80%,
maka capaian ini sudah mencapai target. Cakupan balita yang menurut puskesmas akan
disajikan pada grafik berikut ini.

Gambar 6.36
Cakupan Bayi Bawah Lima Tahun (Balita) Ditimbang
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Barus Utara 89.1


Lumut 99.5
Saragih 87.8
Manduamas 87.6
Sirandorung 66.9
Andam Dewi 96.3
Barus 91.5
Siantar Ca 95.6
Pasaributobing 91.2
Sipea-Pea 72.2
Gonting Mahe 88.6
Sorkam 73.4
Kolang 78.7
Aek Raisan 87.1
Poriaha 78.6
Sarudik 85.2
Tukka 87.1
Kalangan 76.5
Pandan 77.8
Hutabalang 87.1
Pinangsori 73.4
Sibabangun 78.1
Pulo Pakkat 90.3

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 5.36 diketahui tiga puskesmas yang tertinggi cakupan balita yang
ditimbang adalah Lumut (99,5%), Andam Dewi (96,3%) dan Siantar Ca (95,6%). Sedangkan
tiga puskesmas terendah adalah Sirandorung (66,9%), Sipea-pea (72,2%), Pinangsori (73,4%)
dan Sorkam (73,4%). Merujuk target di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 sebesar 80%, maka

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 43


dari 23 puskesmas, hanya 14 Puskesmas yang mencapai target tersebut yaitu Barus Utara
(89,1%), Lumut (99,5%), Saragih (87,8%), Manduamas (87,6%), Andam Dewi (96,3%), Barus
(91,5%), Siantar Ca (95,6%), Pasaributobing (91,2%), Gonting Mahe (88,6%), Aek Raisan
(87,1%), Sarudik (85,2%), Tukka (87,1%), Hutabalang (87,1%), dan Pulo Pakkat (90,3%).

6.3.2.3 Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6-59 Bulan


Vitamin A merupakan zat gizi esensial yang sangat diperlukan tubuh untuk
pertumbuhan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan kebutaan pada anak yang dapat dicegah serta meningkatkan risiko kesakitan dan
kematian. Asupan vitamin A dari makanan sehari-hari masih rendah sehingga diperlukan
suplementasi gizi berupa kapsul vitamin A. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21
Tahun 2015 tentang Standar Kapsul Vitamin A bagi bayi, anak balita, dan ibu nifas, kapsul
vitamin A merupakan kapsul lunak dengan ujung (nipple) yang dapatn digunting, tidak
transparan (opaque), dan mudah untuk dikonsumsi, termasuk masuk ke dalam mulut balita.
Kapsul vitamin A diberikan kepada bayi, anak balita, dan ibu nifas. Kapsul vitamin A bagi bayi
usia 6-11 bulan berwarna biru dan mengandung retinol (palmitat/asetat) 100.000 IU, sedangkan
kapsul vitamin A untuk anak balita usia 12-59 bulan dan ibu nifas berwarna merah dan
mengandung retinol (palmitat/asetat) 200.000 IU.
Sesuai dengan Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A waktu pemberian kapsul
vitamin A pada bayi dan anak balita dilaksanakan serentak pada bulan Februari atau Agustus.
Frekuensi pemberian VitaminA pada bayi 6-11 bulan adalah 1 kali sedangkan pada anak balita
12-59 bulan sebanyak 2 kali. Pemberian kapsul Vitamin A pada ibu nifas dilakukan sebanyak 2
kali, yaitu satu kapsul segera setelah saat persalinan dan satu kapsul lagi pada 24 jam setelah
pemberian kapsul pertama.
Berdasarkan rekapitulasi profil kesehatan Puskesmas tahun 2019, dari 20.975 balita
yang ada, balita yang mendapatkan Vitamin A sejumlah 20.708 balita (98,7%). Capaian ini
sudah melebihi target yang ditetapkan di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 sebesar 90%.
Untuk rincian per puskesmasnya, dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 6.37
Cakupan Pemberian Vitamin A pada Balita Usia 6-59 Bulan
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 44


Barus Utara 100.0
Lumut 100.0
Saragih 93.6
Manduamas 100.0
Sirandorung 96.5
Andam Dewi 100.0
Barus 100.0
Siantar Ca 100.0
Pasaributobing 100.0
Sipea-Pea 90.6
Gonting Mahe 99.3
Sorkam 100.0
Kolang 100.0
Aek Raisan 100.0
Poriaha 100.0
Sarudik 97.4
Tukka 100.0
Kalangan 100.0
Pandan 100.0
Hutabalang 100.0
Pinangsori 99.3
Sibabangun 100.0
Pulo Pakkat 100.0

Sumber : Seksi Kesehatan KeluargaDinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.37 diketahui bahwa hanya 6 puskesmas yang cakupannya di bawah 100%
antara lain Saragin (93,6%), Sirandorung (96,5%), Sipeapea (90,6%), Gonting Mahe (99,3%),
Sarudik (97,4%) dan Pinangsori (99,3%). Selebihnya Puskesmas mencapai cakupan 100%.
Dibandingkan dengan target yang ditetapkan di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam
Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 sebesar 90%, maka
semua puskesmas (23 puskesmas) sudah mencapai target tersebut.

6.3.2.4 Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil dan Remaja Putri
Wanita usia subur cenderung menderita anemia karena wanita mengalami siklus
menstruasi setiap bulan. Kekurangan zat besi dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga
dapat menyebabkan produktivitas menurun. Asupan zat besi dapat diperoleh melalui makanan
bersumber protein hewani seperti hati, ikan, dan daging. Namun karena belum semua
masyarakat dapat menjangkau makanan tersebut, diperlukan asupan zat besi tambahan yang
diperoleh dari tablet tambah darah (TTD).
Pemberian TTD pada remaja putri bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat besi bagi
para remaja putri yang akan menjadi ibu di masa yang akan datang. Dengan cukupnya asupan
zat besi sejak dini, diharapkan angka kejadian anemia ibu hamil, pendarahan saat persalinan,
BBLR, dan balita pendek menurun.
Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarkat Kementerian
Kesehatan Nomor HK.03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian Tablet Tambah Darah pada
Remaja Putri dan Wanita Usia Subur, pemberian TTD pada remaja putri dilakukan melalui
UKS/M di institusi Pendidikan (SMP dan SMA atau yang sederajat) dengan menentukan hari

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 45


minum TTD bersama. Dosis yang diberikan adalah satu tablet setiap minggu selama sepanjang
tahun.
Berdasarkan rekapitulasi profil kesehatan puskesmas tahun 2019, dari 4.792 ibu hamil
yang ada, sebanyak 4543 ibu hamil (94,8%) yang mendapatkan TTD. Capaian ini belum
mencapai target yang ditetapkan di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam Pelayanan
Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 sebesar 98%. Berikut ini akan
disajikan cakupan pemberian TTD pada ibu hamil menurut puskesmas.

Gambar 6.38
Cakupan Pemberian Tablet Tambah Darah Kepada Ibu Hamil
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Barus Utara 100.0


Lumut 100.0
Saragih 100.0
Manduamas 100.0
Sirandorung 100.0
Andam Dewi 98.3
Barus 91.8
Siantar Ca 89.3
Pasaributobing 98.9
Sipea-Pea 98.2
Gonting Mahe 77.2
Sorkam 96.3
Kolang 96.2
Aek Raisan 96.0
Poriaha 100.0
Sarudik 99.4
Tukka 100.0
Kalangan 98.6
Pandan 100.0
Hutabalang 62.1
Pinangsori 98.2
Sibabangun 97.8
Pulo Pakkat 100.0

Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Dari gambar 6.38 diketahui terdapat 8 puskesmas yang belum mencapai target, yaitu
sebesar 98% antara lain Barus (91,8%), Siantar Ca (89,3%), Gonting Mahe (77,2%), Sorkam
(96,3%), Kolang (96,2%), Aek Raisan (96,0%), Hutabalang (62,1%), dan Sibabangun (97,8%).
Selebihnya, terdapat 15 puskesmas yang sudah mencapai target.
Berdasarkan Pemantauan Status Gizi yang dilakukan Seksi Kesga dan KIA Bidang
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019, diperoleh
cakupan pemberian TTD untuk remaja putri sebesar 27,55%. Berikut ini akan disajikan
cakupan pemberian TTD pada remaaj putri menurut puskesmas.

Gambar 6.39
Cakupan Pemberian Tablet Tambah Darah Kepada Remaja Putri
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 46


SIRANDORUNG 44.32
SARAGIH 18.13
MANDUAMAS 19.40
ANDAM DEWI 31.18
BARUS UTARA 28.57
SIANTAR CA 10.14
BARUS 100.00
PASARIBU TOBING 11.29
SIPEA-PEA 30.98
GONTING MAHE 75.29
SORKAM 9.21
KOLANG 44.56
AEK RAISAN 24.32
PORIAHA 20.63
TUKKA 72.54
SARUDIK 23.83
KALANGAN 50.19
PANDAN 16.91
PULO PAKKAT 100.00
LUMUT 19.52
SIBABANGUN 100.00
HUTABALANG 19.21
PINANGSORI 9.64

Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Berdasarkan gambar di atas terdapat tiga puskesmas dengan cakupan tertinggi adalah
Barus (100%), Pulo Pakkat (100%), dan Sibabangun (100%). Sedangkan tiga puskesmas
dengan cakupan terendah adalah Sorkam (9,21%), Pinangsori (9,64%), dan Siantar Ca
(10,14%). Dibandingkan dengan target yang ditetapkan di Indikator dan Target Pencapaian
Kinerja dalam Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019
sebesar ≥30%, maka hanya 10 puskesmas yang sudah mencapai target.

6.3.2.5 Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus
Masa kehamilan merupakan periode penting pada 1000 hari pertama kehidupan
sehingga memerlukan perhatian khusus. Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan gizi.
Asupan gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin. Status gizi yang baik
pada ibu hamil dapat mencegah terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan stunting
(pendek). Berikut ini akan disajikan cakupan pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu
hamil Kurang Energi Kronis (KEK) dan Balita Kurus menurut Puskesmas tahun 2019.

Gambar 6.40
Persentase Ibu Hamil KEK yang Mendapatkan PMT
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 47


SIRANDORUNG 100.00
SARAGIH 100.00
MANDUAMAS 100.00
ANDAM DEWI 100.00
Barus Utara 100.00
SIANTAR Ca 100.00
BARUS 100.00
PASARIBUTOBING 94.83
SIPEAPEA 95.65
GONTING MAHE 100.00
SORKAM 100.00
KOLANG 100.00
AEK RAISAN 100.00
PORIAHA 100.00
TUKKA 100.00
SARUDIK 100.00
KALANGAN 95.83
PANDAN 100.00
PULO PAKKAT 100.00
LUMUT 100.00
SIBABANGUN 100.00
HUTABALANG 100.00
PINANGSORI 100.00

Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Persentase pemberian makanan tambahan (PMT) untuk ibu hamil KEK di Kabupaten
Tapanuli Tengah tahun 2019 sebesar 98,54%. Capaian ini sudah melampaui target target yang
ditetapkan di Indikator dan Target Pencapaian Kinerja dalam Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2019 sebesar 98%. Namun ada 3 puskesmas
yang belum mencapai target tersebut yaitu Pasaributobing (94,83%), Sipeapea (95,65%) dan
Kalangan (95,83%). Bila dilihat pada grafik di atas, ada 20 puskesmas yang sudah mencapai
100%, antara lain Sirandorung, Saragih, Manduamas, Andam Dewi, Barus Utara, Siantar Ca,
Barus, Gonting Mahe, Sorkam, Kolang, Aek Raisan, Poriaha, Tukka, Sarudik, Pandan, Pulo
Pakkat, Lumut, Sibabangun, Hutabalang dan Pinangsori.
Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan
Kurang Energi Kronis (KEK). Upaya yang dilakukan dalam perbaikan gizi ibu hamil KEK
adalah dengan pemberian makanan tambahan. Bentuk makanan tambahan untuk ibu hamil KEK
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk
Suplementasi Gizi adalah biskuit yang mengandung protein, asam linoleat, karbohidrat, dan
diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral.
Balita kurus diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan sebesar minus 3
standar deviasi (-3SD) sampai dengan kurang dari minus 2 standar deviasi (<-2SD). Balita
kurus termasuk dalam kelompok rawan gizi yang membutuhkan suplementasi gizi dalam
bentuk pemberian makanan tambahan. Pemberian makanan tambahan diberikan pada balita usia
6 bulan 0 hari sampai dengan 23 bulan 29 hari selama 90 hari berturut-turut. Pemberian

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 48


makanan tambahan (PMT) pada balita kurus dapat diberikan berupa PMT lokal maupun PMT
pabrikan seperti biskuit MT balita. Bila berat badan telah mencapai atau sesuai perhitungan
berat badan sesuai tinggi badan, maka MT balita kurus dihentikan. Selanjutnya dapat
mengonsumsi makanan keluarga gizi seimbang dan dilakukan pemantauan berat badan terus
menerus agar balita tidak kembali jatuh dalam status gizi kurus. Persentase balita kurus yang
mendapat makanan tambahan di Kabupaten Tapanuli Tengah, sudah mencapai 92,72%.
Cakupan menurut puskesmas akan disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 6.41
Persentase Balita Kurus yang Mendapatkan PMT
Menurut Puskesmas di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2019

SIRANDORUNG 99.43
SARAGIH 100.00
MANDUAMAS 100.00
ANDAM DEWI 87.13
Barus Utara 97.89
SIANTAR Ca 98.32
BARUS 97.86
PASARIBUTOBING 95.35
SIPEAPEA 100.00
GONTING MAHE 94.09
SORKAM 100.00
KOLANG 94.52
AEK RAISAN 100.00
PORIAHA 100.00
TUKKA 100.00
SARUDIK 62.20
KALANGAN 98.37
PANDAN 100.00
PULO PAKKAT 100.00
LUMUT 100.00
SIBABANGUN 100.00
HUTABALANG 72.71
PINANGSORI 70.29

Sumber : Seksi Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah 2019

Cakupan balita kurus yang telah mendapatkan PMT di Kabupaten Tapanuli Tengah
tahun 2019 ada sebesar 92,72%. Terdapat 7 Puskesmas yang persentase balita kurusnya sudah
mendapatkan PMT sebesar 100%, yaitu Saragih, Manduamas, Sipeapea, Sorkam, Aek Raisan,
Poriaha, Tukka, Pandan, Pulo Pakkat, Lumut dan Sibabangun. Namun disisi yang lain, terdapat
4 puskesmas yang belum mencapai target yaitu Andam Dewi (87,13%), Sarudik (62,20%,
Hutabalang (72,71%) dan Pinangsori (70,29%).

Profil Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2018 49

Anda mungkin juga menyukai