Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata adalah organ sensoris yang berperan dalam proses penglihatan.

Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayan di lingkungan

sebagai bayangan optis di suatu lapisan sel peka sinar yaitu retina. Rongga

mata yaitu suatu struktur bertulang tempat mata berada yang berfungsi untuk

melindungi mata dari trauma atau cedera. Kelopak mata bekerja sebagai

penutup untuk melindungi bagian anterior mata dari gangguan lingkungan.

Kelopak mata menutup secara refleks untuk melidungi mata pada keadaan-

keadaan yang mengancam, misalnya benda yang datang cepat, sinar yang

menyilaukan, dan bulu mata tersentuh. Kedipan mata spontan membantu

menyebarkan air mata yang berfungsi sebagai pelumas, pembersih dan bahan

bakterisida (mematikan kuman). Air mata diproduksi secara terus menerus

leh kelenjr lakrimal di sudut lateral atas di bawah kelopak mata. Mata juga

diengkapi oleh bulu mata yang bersifat protektif, yang mengkap kotoran halus

di udara seperti debu sebelum masuk ke mata

Struktur intraokular mata terdiri dari; iris yang berfungsi untuk mengatur

ukuran pupil sehingga dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk dan

memberikan warna pada mata, lensa merupakan media refraksi yang

jernih/transparan yang dapat mencembung dan mencekung untuk

memfokuskan cahaya ke retina, retina merupakan bagian mata yang

mengandung reseptor untuk menerima cahaya, saraf optic adalah rangsangan

cahaya yang diterima oleh retina akan diteruskan ke otak melalui saraf optik,

1
corpus vitreus terdiri dari zat semicair mirip gel yang berfungsi

mempertahankan bentuk bola mata yang bulat, korpus siliaris berfungsi

membentuk aqueous humor dan mengandung otot siliaris, konjungtiva

merupakan membran yang menutupi sclera dan kelopak mata bagian

belakang, kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya kemudian

cahaya dari luar masuk pertama kali ke kornea, sclera bagian putih pada bola

mata yang berfungsi mempertahankan bentuk bola mata.

Pterigium merupakan suatu pertumbuhan neoformasi fibrovaskuler non

malignan pada permukaan okular mata yang menunjukkan penebalan

konjungtiva bulbi berbentuk segitiga horisontal dengan puncak mengarah ke

bagian tengah dari kornea dan dasarnya terletak di bagian tepi bola mata

bagian medial dan atau nasal, sehingga bentuknya menyerupai sayap (Erry

dkk., 2011). Etiologi dan patogenesis terjadinya pterigium sendiri belum

terlalu jelas (Shintya dkk., 2010). Beberapa teori telah dikemukakan untuk

menerangkan patogenesis terjadinya pterigium, akan tetapi etiologi dan

penyebabnya bersifat multifaktorial. Gejala klinis pterigium pada tahap awal

biasanya ringan bahkan sering tanpa keluhan sama sekali (Swastika, 2008).

Keluhan yang timbul biasanya berupa keluhan simptomatik dan kosmetik.

Selain itu, pterigium derajat lanjut berpotensi menjadi kebutaan yang

memerlukan tindakan intervensi melalui pembedahan berupa eksisi jaringan

pterigium harus dilakukan untuk perbaikan visus (Julianti, 2009). Namun

sering akibat tindakan tersebut menimbulkan jaringan parut dikornea

sehingga dapat mengganggu penglihatan secara permanen. Dan teknik

2
pembedahan tersebut merupakan salah satu faktor terjadinya kekambuhan

(Saerang, 2013).

Pada tahun 2010 World Healty Organization (WHO) meneluarkan

estimasi global terbaru dimana terdapat 285 juta orang mengalami gangguan

penglihatan dan 39 juta orang diantaranya mengalami kebutaan di dunia.

Angka prevalensi pterygium sangat besar (0,7-31%), berkisar 1,2%

ditemukan di daerah urban pada orang kulit putih dan 23,4% di daerah tropis

Barbados pada orang kulit hitam. Pterygium lebih sering ditemukan didaerah

beriklim tropis dan subtropis. Angka prevalensi di amerika serikat berkisar

2% (bagia utara) sampai 7% (bagian selatan). Prevalensi pterygium dalam

berbagai penelitian didaerah Cina, mulai dari 2,9% di utara Cina, 14,49% di

Tibet dan 33,01% di daerah pinggiran di Cina selatan. Di Singapura, 6,9%

dari etnis Tionghoa dewasa ditemukan memiliki pterygium disalah satu

matanya.

Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi,

risiko timbulnya ptrygium 44 kali lebih tinggi dibandingkan daerah non-

tropis. Di Indonesia pterygium tercatat sebagai angka kesakitan tersering

nomor dua penyakit mata setelah katarak. Departemen kesehatan RI mencatat

jumlah pengidap penyakit pterygium di Indonesia mencapai 1,5% pada tahun

2011. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 mengumpulkan data

prevalensi pterygium secara nasional adalah 8.3%. plevalensi pterygium

tertinggi ditemukan di Bali (25,2%), diikuti Maluku (18,0%), dan Nusa

Tenggara Barat (17,0). Provinsi DKI Jakarta mempunya plevalensi pterygium

terendah yaitu (3,7%) diikuti oleh Banten (3,9).

3
Berdasarkan data-data yang diperoleh di atas menunjukkan kesadaran

masyarakat mengenai kesehatan, terutama kesehatan mata dinilai masih

sangat rendah. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan

tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien

penderita Pterygium di RSKM regina eye center pada tahun 2018-2019.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas, rumusan masalah yang

ingin diangkat oleh penulis adalah bagaimana Karakteristik Penderita

Pterigium Di Rskm Regina Eye Center Padang

1.1 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik penderita

pterigium di RSKM Regina Eye Center Padang Tahun 2018-2019

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui distribusi penderita pterigium di RSKM Regina

Eye Center Padang Tahun 2018-2019

2. Untuk mengetahui distribusi penderita pterigium berdasarkan jenis

kelamin di RSKM Regina Eye Center Padang Tahun 2018-2019.

3. Untuk mengetahui distribusi penderita pterigium berdasarkan riwayat

keluhan utama di RSKM Regina Eye Center Padang Tahun 2018-

2019

4. Untuk mengetahui distribusi penderita pterigium menurut penyebab

pterigium di RSKM Regina Eye Center Padang Tahun 2018-2019

4
5. Untuk mengetahui distribusi penderita pterigium menurut faktor risiko

pterigium di RSKM Regina Eye Center Padang Tahun 2018-2019

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan banyak manfaat

1.4.1 Manfaat bagi Peneliti

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk berpikir

secara logis dan sistematis. Penelitian ini juga memberikan pengalaman

serta pelajaran baru bagi peneliti terkait judul penelitian.

1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti lain

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk penelitian

selanjutnya yang terkait dengan judul penelitian.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pembelajaran terkait

judul penelitian dan sebagai bahan evaluasi keadaan kesehatan. Serta

dengan penelitian ini diharapkan dapat menemukan secara dini

karakteristik penderita pterigium sehingga dapat segera dilakukan tindakan

selanjutnya guna mengurangi dampak yang lebih besar bila pengobatannya

terlambat.

Anda mungkin juga menyukai