perairan daratan yang meliputi mata air, sungai, danau, kolam dan rawa-rawa; baik yang berupa air
tawar maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang ekosistem laut.
Limnologi dan oskonologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Limnologi dan oksenologi
merupakan cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari tentang sistem perairan yang terdapat
dipermukaan bumi (Barus, 2001).
Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup zat, energi, atau komponen lain di dalam air.
Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu, kekeruhan, padatan
terlarut, dan sebagainya) dan parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebaainya (Effendi,
2003).
Maksud dari praktikum limnologi adalah untuk mengetahui dan mengerti tentang jenis-jenis parameter
kualitas air suatu perairan.
Tujuan dari praktikum limnologi adalah untuk mengenal komponen dari sistem-sistem perairan, dan
untuk dapat mengerti tentang fungsinya dalam dinamika seprosedur keseluruhan.
Praktikum limnologi dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 27 November 2010, pukul 06.00 – 13.00 WIB
di Waduk Karangkates, Kabupaten Malang. Dan pada hari Selasa tanggal 30 November 2010 pukul 10.00
WIB – 14.00 WIB di laboratorium reproduksi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya, Malang.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Limnologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sifat dan struktur perairan
daratan yang meliputi mata air, sungai, danau, kolam dan rawa-rawa, baik yang berupa air tawar
maupun air payau. Selain itu, dikenal oseanologi yang mempelajari tentang ekosistem laut. Limnologi
dan oseanologi merupakan cabang ilmu ekologi yang khusus mempelajari tentang sistem perairan yang
terdapat di permukaan bumi (Barus, 2001).
Limnologi dari bahasa Inggris. Limnology dari bahasa Yunani = lymne “danau” dan logos “pengetahuan”
merupakan pedalaman bagi biologi perairan darat terutama perairan tawar. Lingkup kajiannya kadang-
kadang mencakup juga perairan payau (estuary). Limnologi merupakan bagian menyeluruh mengenai
kehidupan di perairan darat, sehingga di golongkan sehingga bagian dari ekologi. Dalam bidang
perikanan, limnologi dipelajari sebagai dasar bagi budiaya perairan (akulture) darat (Luarhadson, 2010).
2.2 Parameter Fisika
2.2.1 Suhu
a. Pengertian
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan
penyerapan organisme. Proses kehidupan vital yang sering disebut proses metabolisme hanya berfungsi
dalam kisaran suhu yang relatif sempit biasanya 0°C – 40°C (Nybakken 1992 dalam Sembiring, 2008).
Menurut Hardjojo dan Djokosetianto (2005) dalam irawan (2009), suhu air normal adalah suhu air yang
memungkinkan makhluk hidup dapat melakukan metabolisme dan berkembang biak. Suhu merupakan
faktor fisik yang sangat penting di air.
Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari,
pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi
(penutup oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi (Brehm & Meifering, 1990 dalam Barus,
2001). Disamping itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen
(faktor yang diakibatkan oleh aktifitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari pendinginan
pabrik, pengetahuan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya
matahari secara langsung. Hal ini terutama akan menyebabkan peningkatan temperatur suatu sistem
perairan (Barus, 2001).
Faktor-faktor mempengaruhi distribusi suhu dan salinitas di perairan ini adalah penyerapan panas chear
fluy, curah hujan (resi protein) aliran sungai (flux) dan pula sirkulasi arus (Hadiksumah, 2008).
a. Pengertian
Menurut Barus (2001), arus air adalh faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting baik pada
perairan lotik maupu pada perairan lentik. Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme, gas-gas
terkait dan mineral yang terdapat dalam air. Kecepatan aliran air akan bervariasi secara vertikal. Arus air
pada perairan lotik, umumnya bersifat tuberlen, yaitu arus air bererak ke segala arah sehingga air akan
terdistribusi ke seluruh bagian dari perairan tersebut.
Menurut Hutabarat dan Stewart (2008), arus merupakan gerakan air yang sangat luas terjadi pada
seluruh larutan di dunia. Arus-arus ini mempunyai arti yang sangat penting dalam menentukan arah
pelayanan bagi kapal-kapal.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Menurut Barus (2001), pada ekosistem lentic arus dipengaruhi oleh kekuatan angin, semakin kuat tiupan
angin akan menyebabkan arus semakin kuat dan semakin dalam mempengaruhi lapisan air, pada
perairan lotic umumnya kecepatan arus berkisar antara 3 m/detik. Meskipun demikian sangat sulit
untuk membuat suatu batasan mengenai kecepatan arus, karena arus di suatu ekosistem air sangat
berfluktuasi dari waktu ke waktu tergantung dari flukutasi debit dan aliran air dan kondisi substrat yang
ada.
Kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kesuburan, kadar sungai, kedalaman dan keleburan
sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-beda yang selanjutnya akan
mempengaruhi substrat sungai (Odim, 1993 dalam suliati, 2006).
2.2.3 Kecerahan
a. Pengertian
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan dalam air dan dinyatakan dengan persen (%), dari
beberapa panjang gelombang di daerah spektrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu
meter, jatuh agak lurus pada permukaan air (Kordi dan Tancung, 2007).
Kecerahan air berkisar antara 40-85 cm, tidak melanjutkan perbedaan yang besar. Kecerahan air pada
musim kemarau (Juli – September 2000) adalah 40-85 cm, dan pada musim hujan (November dan
Desember 2000) antara 60-80 cm. Kecerahan air di bawah 100 cm, tergolong tingkat kecerahan rendah
(Alimi dan Subroto, 2002).
Menurut Effendi (2003), kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan
ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dnegan menggunakan secchidisk. Kekeruhan
pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau, lebih banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi
yang berupa koloid dan partikel-partikel halus sedangkan kekeruhan pada sungai yang sedang banjir
lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran lebih besar yang berupa lapisan
permukaan tanah yang terletak oleh aliran air pada saat hujan.
Kejernihan sangat ditentukan oleh partikel-partikel terlarut dan lumpur. Semakin banyak partikel atau
bahan organik terlarut maka kekeruhan akan meningkat. Kekeruhan atau konsentrasi bahan tersuspensi
dalam perairan akan menurunkan efisiensi makan dari organisme (Sembiring, 2008).
a. Pengertian
Kedalaman air merupakan parameter yang penting dalam memecahkan masalah tertentu berbagai
pesisir seperti erosi, pertambakan, stabilitas garis pantai, pelabuhan dan konsekuensi pelabuhan dan
konsekuensi pelabuhan, evaluasi penyimpanan pasang surut, pengerukan, pemeliharaan dan lain-lain.
Ivte navigasi (Pourawala, et al, 2010).
Batimeteri (dari bahasa Yunani, berarti kedalaman, dan ukuran) adalah ilmu yang mempelajari
kedalaman di bawah air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau sebuah peta batimetri
umumnya menampilkan reliet lantai atau dataran dengan garis-garis kontur (counter line) yang disebut
kountur kedalaman (dept countours atau sobath Avidianto 2010).
Menurut Ariana (2002), basimeteri adalah ukuran tinggi rendahnya dasar laut. Perubahan kondisi
hidrografi di wilayah perairan laut dan pantai disamping disebabkan oleh fenomena perubahan
penggunaan lahan di wilayah sungai. Terbawanya berbagai material partikel dan kandungan oleh aliran
sungai semakin mempercepat proses pendangkalan di perairan.
Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi yang dangkal akan lebih
mudah terjadi pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya kedalaman
perairan lebih dari 3 m dari dasar jaring (Setiawan, 2010).
a. Pengertian
Menurut Marindro (2008), kriteria warna air tambak yang dapat di jadikan acuan standart dalam
pengelolaan kualitas air adalah seperti di bawah ini :
1. warna air tambak hijau tua yang berarti menunjukkan adanya dominasi chlorophyceae dengan sifat
lebih stabil terhadap perubahan lingkungan dan cuaca karena mempunyai waktu mortalitas yang relatif
panjang.
2. warna air tambak kecoklatan yang berarti menunjukkan adanya dominasi diatome.
3. warna air tambak hijau kecoklatan yang berarti menunjukkan dominasi yang terjadi merupakan
perpaduan antara chlorophyceae.
Warna air merupakan salah satu unsur dari parameter fisika terhadap gelombang cahaya sejumlah
material yang berada dalam air yang tertangkap oleh material-material dalam air dapat berupa jumlah
zat tersuspensi (TDS) (Pamuji dan Anthonius, 2010).
Warna perairan pada umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negatif, sehingga
penghilangan warna di perairan dapat dilakukan dengan penambahan koagulan yang bermuatan positif.
Misalnya aluminium dan besi (Sawyer dan Melarty, 1978). Warna perairan juga dapat disebabkan oleh
peledakan (blooming) Fitoplankton (algae) (Effend, 2003).
Warna air pada kolom dan tambak, baik sistem tradisional semi intensif maupun intensif bermacam-
macam. Adanya warna air tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain hadirnya beberapa
jenis plankton, baik fitoplankton maupun zooplanktory larutan tersuspensi. Dekompensasi bahan
organik, mineral ataupun bahan-bahan lain yang terlarut dalam air (Kordi, 2009).
2.2.6 Substrat
a. Pengertian
Menurut Hamid (2010), bahan tak hidup yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri dari tanah, air,
udara, sinar matahari. Bahan lalu hidup merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya
kehidupan atau lingkungan tepat hidup.
Menurut Odum 1971 dalam Sahri et al 2000, substrat dasar yang berupa bantuan merupakan habitat
yang paling baik dibandingkan substat pasir dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa
oleh arus air, sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh air.
Kandungan bahan organik menggambarkan tipe substrat dan kandungan bahan nutrisi di perairan. Tipe
substrat berbeda-beda sepreti pasir, lumpur dan tanah liat (Sembiring, 2008).
Menurut Suciati (2006), kecepatan arus sungai dipengaruhi oleh kemiringan, kekasaran kadar sungai,
kedalaman, dan kelebaran sungai, sehingga kecepatan arus di sepanjang aliran sungai dapat berbeda-
beda selanjutnya akan mempengaruhi jenis substrat dasar sungai.
2.3.1 pH
a. Pengertian
Menurut Kordi dan tanjung (2007), derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari
puissane negatif de H), yaitu logaritma dari kepekaan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam satu
cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan tersebut dan
dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (dalam nol per liter) pada suhu tertentu atau dapat ditulis.
Suatu ukuran yang menunjukkan apakah air bersifat asam atau dasar dikenal sebagai pH. lelah tepatnya,
pH menunjukkan konsentrasi ion hidrogen dalam air dan didefinisikan sebagai logaritma negatif dari
konsentrasi ion hidrogen molar (-log (H+). Air dianggap asam bila pH dibawah 7 dan dasar ketika pH di
atas 7. Sebagai besar nilai pH ditemui jatuh antara O sampai 17. pH yang baik adalah budidaya adalah
6,5-90 (Wurts, 1992).
Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif stabil dan berada dalam kisaran yang sempat. Biasanya
berkisar antara 7,7-8,4. pH mempengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam
karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982, Nybakken 1992 dalam Irawan et. al, 2009).
2.3.2 DO
a. Pengertian
Oksigen terlarut (Dissolved oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses
metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan
pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi dan anorganik dalam proses aerobik
(Salmin, 2005).
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem akuatik, terutama sekali
dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme (Juin, 2002 dalam sembiring, 2008).
Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung dari beberapa faktor, sepreti kekeruhan air, suhu,
slainitas, pergerakan massa air dan udara, seprti arus, gelombang dan pasang surut (Salmin, 2005).
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tumbuhan air dan proses fotosintesis tumbuhan
air dan dari udara yang masuk ke dalam air. Konsentrasi DO dalam air tergantung pada suhu dan
tekanan udara. Pada suhu 20° C tekanan udara satu atmosfer konsentrasi DO dalam keadaan jenuh 9,2
ppm dan pada suhu 50° C (tekanan udara sama) konsentrasi DO adalah 5,6 ppm (Manik, 2000).
2.3.3. CO2
a. Pengertian
Menurut Kordi dan Tancung (2007), karbondioksida (CO2) atau disebut asam arang sangat mudah larut
dalam suatu larutan. Pada umumnya perairan alami mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/L.
karbondioksida (CO2) merupakan gas yang dibutuhkan oleh tumbuh-tumbuhan air renik maupun tingkat
tinggi untuk melakukan fotosintesis.
Atmosfir kami mengandung karbondioksida dengan persentase yang relatif kecil, yakni sekitar 0,033%.
Akan tetapi, dari tahun ke tahun, kadar karbondioksida memperlihatkan kecenderungan peningkatan,
sebagai hasil dari penggundulan hutan dan pembakaran bahan bakar fosil, misalnya minyak bumi dan
batu bara. Sekitar setengah dari karbondioksida yang merupakan hasil pembakaran ini berada di
atmosfir dan setengahnya lagi tersimpan di laut akan digunakan dalam proses fotosintesis oleh diatom
dan algae laut lain. Small (1972) dalam Cole (1988) mengemukakan bahwa 88% hasil fotosintesis di bumi
ini merupakan sumbangan dari algae di lautan (Effendi, 2003).
Adanya arus dan angin diduga menyebabkan bergeraknya massa CO2 terlarut ini. Selain faktor cuaca
seperti kecepatan angin, arah angin dan curah hujan, salinitas dan pH juga mempengaruhi konsentrasi
karbondioksida terlarut (CO2 terlarut Bakker et al 1996 dalam Suratno dan Bayu, 2010).
Menurut Affandi (2009), karbondioksida yang terdapat di perairan berasal dari berbagai sumber, yaitu
sebagai berikut :
2. Air hujan
2.3.4 Alkalinitas
a. Pengertian
Alkalinitas atau yang lebih dikenal total alkalinitas adalah konsentrasi total dari unsur basa-basa yang
terkandung dalam air dan biasa dinyatakan dalam mg/L atau setara dengan kalsium karbonat (CaCo3).
Dalam air, basa-basa yang terkandung biasanya dalam bentuk ion karbonat dan bikarbonat (Kordi dan
Tancung, 2007).
Alkalinitas adalah jumlah asam (ion hidrogen) air yang dapat menyerap (buffer) sebelum mencapai pH
yang diinginkan. Total alkalinitas diungkapkan sebagai miligram per liter atau bagian per juta kalsium
karbonat (mg/L atau ppm CaCO3. Alkalinitas total 20 mg/l atau lebih banyak diperlukan untuk tambak
yang bereproduksi tinggi.
Menurut Kordi (2009), konsentrasi total alkalinitas sangat erat hubungannya dengan konsentrasi total
kesadahan air. Di lahan, umumnya tota alkalinitas mempunyai konsentrasi yang sama dengan total
kesadahan air. Hal ini disebabkan kesadahan atau yang disebut juga dengan konsentrasi ion-ion logam
bervalensi 2, seperti Ca2+ dan Mg2x dipasak dalam jumlah yang sama dari lapisan tanah dengan HCO¬3
dan CO32 yang merupakan unsur pembentuk total alkalinitas.
Di lautan, alkalinitas total akan berubah karena adanya konsentrasi I on Na+ dan ion Ci- dan lainnya (Eris
et al. 2003). Selain itu yang dapat mempengaruhi perubahan alkalinitas total adalah adanya proses
biogeokimia seperti pengendapan kalsium karbonat atau adanya produksi partikel senyawa organik oleh
mikroalga (Wolf. Gladrow et al, 2007 dalam Suratno dan Bayu, 2010).
2.3.5 TOM
a. Pengertian
Menurut Effendi (2003), kalian permanganat (KmnOu) telah lama dipakai sebagai oksidator pada
penentuan konsumsi oksigen untuk mengoksidasi bahan organik, yang dikenal sebagai parameter nilai
permanganat atau sering disebut sebagai kandungan bahan organik total atau TOM (Total Organik
Matter). Akan tetapi, tergantung pada senyawa-senyawa yang terkandung dalam air.
Menurut Mulia (2002), bahan organik dibagi atas dua bagian, yaitu :
Bahan organik terlarut (BOT) atau total organik Mattler (TOM) menggambarkan kandungan bahan
organik, total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi (Particulate) dan koloid
(Syafiuddin, 2004).
Menurut Koesbiono (1985) dalam Syaifuddin (2004) terdapat empat macam sumber penghasil bahan
organik pelarut dalam air laut yaitu (1) berasal dari daratan (2) proses pembusukan organisme yang
telah mati (3) perubahan metabolik-metabolik ekstraseluler oleh algae, terutama fitoplankton dan (4)
ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya.
Hampir seluruh organik karbon terlarut dalam air laut berasal dari karbondioksida yang dihasilkan oleh
fitoplankton. Konsentrasinya tergantung pada keseimbangan antara rata-rata organik karbnon, rata-rata
organik, karbon terlarut yang dibentuk oleh hasil pembusukan, ekskresi dan rata-rata hasil penguraian
atas pemanfaatannya (Mulia, 2003).
2.3.6 Orthopospat
a. Pengertian
Orthofospat merupakan bentuk yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuh akuatik.
Sedangkan poliposfat harus mengalami hidroisis membentuk orthofosfat terlebih dahulu sebelum dapat
dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Setelah masuk ke dalam tumbuhan, misalnya fitoplankton, fosfat
organik mengalami perubahan menjadi orgarofosfat (Effendi, 2003).
Ortofosfat merupakan nutrisi yang paling penting dalam menentukan produktivitas perairan.
Keberadaan fosfat di perairan dengan segera dapat diserap oleh bakteri, phytoplankton dan makrofita
(Sembiring, 2008).
Menurut Fansuri (2009), distribusi bentuk yang beragam dari fosfat di air laut dipengaruhi oleh proses
biologi dan fisik. Di permukaan air, fosfat diangkut oleh fitoplankton sejak proses fotosintesis.
Konsentrasi fosfat di atas 0,3 mm akan menyebabkan kecepatan pertumbuhan pada banyak spesies
fitoplankton.
a. Pengertian
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi
pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang
merupakan proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung aerob (Effendi, 2003).
Nitrat adalah salah satu jenis senyawa kimia yang sering ditemukan di alam, seperti dalam tanaman dan
air. Senyawa ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu ion nitrat (ion NO3). Ketiga bentuk senyawa nitrat ini
menyebabkan efek yang sama terhadap senyawa nitrat ini menyebabkan efek yang sama terhadap
ternak meskipun pada konsentrasi yang berbeda (Stohenow dan Lardy, 1998; Cassel dan Barao 2000
dalam Yuningsih, 2007).
Dalam kondisi dimana konsentrasi oksigen terlarut sangat rendah dapat terjadi proses kebalikan dari
nitrifikasi yaitu proses denitrifikasi dimana nitrat melalui nitrit akan menghantarkan nitrogen bebas yang
akhirnya akan lemas ke udara atau dapat juga kembali membentuk amonium/amniak melalui proses
amnonifikasi nitrat (Barus, 2001).
Di perairan alami, nitrat (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah sangat sedikit, lebih sedikit dari pada
nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen (Effendi, 2003).
2.3.8 BOD
a. Pengertian
Menurut Effendi (2003), segera tidak langsung BOD merupakan gambar kadar garam organik, yaitu
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik
menjadi karbondioksida dan air (Davis dan Cornwell, 1991). Dengan kata lain, BOD menunjukkan jumlah
oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang
diinkubasi pada suhu sekitar 20° C selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya.
BOD atau Biochemical Oksigen Demand adlaah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi
bahan organik dalam kondisi aerobik (Umaly dan Luvin 1988, Met calt & Eddy 1991 dalam Hariyadi,
2004).
Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus bebas dari udara luar mencegah kontaminasi
dari oksigen yang ada di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut yang harus berada pada
suatu tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen terlarut selalu ada selama
pemeriksaan. Hal ii penting diperhatikan meningkat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya
berkisar = 9 ppm pada suhu 20° C (Salmin, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi BOD adalah jumlah senyawa organik yang diuraikan, tersedianya
mikroorganisme aerob dan tersedianya sejumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses penguraian
tersebut (Barus, 1990 dalam Sembiring, 2008).
Amonium dan amoniak yang merupakan produk penguraian protein yang sudah dibahas sebelumnya
masuk ke dalam badan sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang
disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme di dalam air. Mikroorganisme tersebut akan mengoksidasi
amonium menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat. Penguraian ini dikenal sebagai proses nitrifikasi
(Borneff, 1982, Schwoerbel 1987 & 1994), Hufler 1990 dalam Barus, 2001).
Pengertian trofitrofikasi mengacu kepada kandungan zat hara yang didapat dalam suatu ekosistem
danau dengan nilai produktivitas suatu danau yang bersifat digotropik (miskin zat hara) akan
mempunyai nilai produktivitas rendah. Peningkatan akumulasi zat biota dalam danau dapat mengubah
kondisi oligotropik menjadi kondisi eutropik dan itu juga berarti terjadi peningkatan produktivitas
(Barus, 2001).
Menurut Effendi (2003), berdasarkan tingkat kesuburan (tropic status perairan tergenang, khususnya
danau, dapat diklasifikasikan menjadi lima sebagai berikut :
a. Oligotropik (miskin unsur hara dan produktivitasnya rendah) yaitu perairan dengan produktivitas
primer dan biomasa yang rendah.
b. Mesotropik (unsur hara dan produktivitasnya sedang) yaitu perairan dengan produktivitas primer dan
biasanya sedang.
c. Eutropik (kaya unsur hara dan produktivitas tinggi) yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan tingkat
produktivitas primer tinggi.
d. Hyper eutrofik yaitu perairan dengan kadar unsur hara dan produktivitas yang primer sangat tinggi
e. Distofik, yaitu jenis perairan yang banyak mengandung bahan organik (misalnya asam humus dan
puluik).
3 METODE KERJA
A. Parameter Fisika
1. Suhu
- Termometer Hg: Sebagai pengukur suhu satu perairan dengan satuan O°C
2. Kecepatan Arus
kecepatan arus
3. Kecerahan
Alat untuk mengukur kecerahan perairan antara lain
suatu perairan
4. Kedalaman air
5. Warna Perairan
Alat yang digunakan untuk mengukur warna perairan antara lain yaitu :
6. Substrat
B. Parameter Kimia
1. pH
2. DO (Oksigen terlarut)
kandungan DOnya
sedikit
dalam buret
- Erlenmeyer 250 ml : sebagai tepat larutan yang akan dititrasi atau sebagai tempat sampel yang akan
diuji
- Buret : sebagai tempat larutan titran dan untuk titrasi apabila air sampel mengandung CO2
4. Alkalinitas
6. Orthopospat
- Beaker glass 100 ml : untuk menampung sementara larutan yang akan digunakan dan untuk mengukur
volume larutan.
- Spektofotometer : untuk mengukur panjang gelombang dan untuk mengukur kandungan suatu larutan
7. Nitrat Nitrogen
spektofotometer
akan digunakan
- Botol DO : sebagai tempat air sampel yang akan digunakan untuk mengukur BODnya
9. Amonia
- Cuvet : sebagai tempat larutan yang akan diukur panjang gelombangnya pada spektofotometer
- Spektofotometer : alat yang digunakan untuk mengukur panjang gelombang suatu larutan
10. Turbiditas
a. Parameter fisika
1. Suhu
2. Kecepatan arus
3. Kecerahan
4. Kedalaman air
5. Warna perairan
6. Substrat
b. Parameter Kimia
1. pH
2. DO (oksigen terlarut)
- Larutan H2SO4 : untuk melarutkan endapan coklat dan sebagai indikator suasana asam
3. Karbondioksida (DO2)
4. Karbondioksida (CO2)
6. Orthopospat
- Larutan SnCI2 : sebagai indikator suasana basa dan indikator warna biru
7. Nitrat nitrogen
- Aquadest : sebagai bahan kalibrasi agar terkontaminasi dengan larutan sebelumnya dan pengencer
larutan