Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


2.1.1 Remaja
1. Definisi Remaja
Pengertian dasar tentang remaja (adolescence) adalah pertumbuhan kearah
kematangan. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak ke
masa dewasa. Para remaja bukan lagi kanak-kanak, tetapi juga belum menjadi orang
dewasa. Mereka cenderung dan bersifat lebih sensitive karena perannya belum tegas.
Mereka mengalami pertentangan nilai-nilai dan harapan-harapan yang akibatnya lebih
mempersulit dirinya yang sekaligus mengubah perannya. Para remaja adalah individu-
individu yang sedang mengalami serangkaian tugas perkembangan yang khusus
(Huriyati, 2014).
2. Gizi Remaja
Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan
yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output)
akan zat gizi tersebut (Suparisa,2012). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi
merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari. Status gizi yang
baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu
pertumbuhan bagi anak serta menunjang pembinaan prestasi olahragawan (Irianto,
2015).

Angka Kecukupan Gizi Remaja Angka Kecukupan Gizi yang


direkomendasikan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ini disebut
AKG 2012. AKG 2012 digunakan untuk perencanaan konsumsi dan penyediaan
pangan nasional dan wilayah, penilaian konsumsi pangan secara secara agregatif
(makro) tingkat nasional dan wilayah, serta penetapan komponen gizi dalam
perumusan garis kemiskinan dan upah minimum dengan penyesuaian pada tingkat
aktifitas. AKG tidak untuk digunakan untuk menilai pemenuhan kecukupan gizi
seseorang. Angka Kecukupan Energi (AKE) dan Angka Kecukupan Protein (AKP)
pada tingkat konsumsi untuk penilaian konsumsi energi dan protein penduduk secara
agregatif (makro) adalah kilo kalori dan gram protein perkapita per hari.

Table 1. Angka Kecukupan Gizi Remaja


UMUR BB TB E P L KH

LAKI-LAKI 13-15 46 158 2475 72 83 340

LAKI-LAKI 16-18 56 165 2675 66 89 368

PEREMPUAN 13-16 46 155 2125 60 71 292

PEREMPUAN 16-18 50 158 2125 59 71 292

Sumber : AKG, 2019

3. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan
secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan 4
penilaian:

1) Pengukuran Secara Langsung


a. Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Sedangkan antropometri gizi


adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dan tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh
antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas tebal lemak bawah kulit.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat keseimbangan asupan protein
dan energi.

b. Klinis

Pemeriksaan klinis adalah metode ini sangat penting untuk menilai status gizi
masyarakat. Metode ini umumnya digunakan untuk survey klinis secara tepat
tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi dan untuk
mengetahui tingkat status gizi seorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu
tanda dan gejala atau riwayat penyakit.

c. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan
tubuh seperti hati dan otot. Penilaian ini dilakukan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi.

d. Biofisik
Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melibat kemamapuan fungsi dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Umumnya digunakan untuk kejadian tertentu seperti buta senja (Suparisa, 2012)

2) Penilaian status gizi IMT


Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Hasil pengukuran
tinggi badan dan berat badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai
dengan penentuan umur yang tepat (Supariasa, 2002). Pengukuran status gizi
remaja dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan Indeks
Massa Tubuh (IMT).
Rumus IMT:
IMT = BB (kg)/TB2 (m)
Keterangan :
IMT : Indeks Massa Tubuh
BB : Berat Badan (kg)
TB : Tinggi Badan (m)
3) Klasifikasi Status Gizi
Dalam Klasifikasi indeks IMT/U gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5 katagori

Katagori tersebut dapat diligat pada abel 1.

Table 1

Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks IMT/U Anak Umur 5-18 Tahun

Ambang Batas (Z-Score) Kategori Status Gizi


<-3 SD Sangat Kurus
-3 SD sampai dengan <-2 SD Kurus
-2 SD sampai dengan 1 SD Normal
>1 SD sampai dengan 2 SD Gemuk
>2 SD Obesitas
(kemenkes RI, 2011)

4) Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi


a) Faktor External
Faktor eksternal yang mempengaruhi status gizi antara lain:
1). Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga,
yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut (Santoso,
1999).
2). Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan
perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang baik
(Suliha, 2001).
3). Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
keluarga (Markum, 1991). menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarga (Markum, 1991).
4). Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan kebiasaan
(Soetjiningsih, 1998)
b) Faktor Internal
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
1) Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki orang
tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001).
2) Kondisi
Fisik Mereka yang sakit, yang sedang dalam penyembuhan dan yang lanjut
usia, semuanya memerlukan pangan khusus karena status kesehatan mereka yang
buruk. Bayi dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena
pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan cepat
(Suhardjo,1986).
3) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau
menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan (Suhardjo,1986).

2.1.2 Body Image


1. Definisi Body Image
Thompson (2000) menyatakan bahwa body image adalah evaluasi terhadap
ukuran tubuh, berat tubuh ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah pada
penampilan fisik seseorang. Menurut Cash and Pruzinky (2002), body image adalah
sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif
dan negatif. Body image dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada bagaimana
individu tersebut menyikapinya. Body image terdiri dari komponen sikap evaluasi
dam komponen keyakinan, dimana kedua komponen tersebut berkaitan dengan rasa
puas dan tidak puas dengan keadaan bentuk tubuh yang dimiliki. Jadi, apabila tingkat
kepuasan body image individu tinggi maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut
memiliki body satisfaction sebaliknya apabila tingkat kepuasan body image individu
rendah maka dikatakan individu tersebut mengalami body dissastifaction (Cash &
Pruzinsky dalam Marshall & Lengyell, 2012).
Menurut Honigman dan Castle (Rombe, 2014) mendefinisikan bahwa citra
tubuh atau body image sebagai gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan
ukuran tubuhnya, bagaimana orang tersebut akan mempersepsikan dan memberikan
penilaian terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakan terhadap ukuran dan bentuk
tubuhnya, serta bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya.
Menurut Arthur (Ridha, 2012), body image merupakan imajinasi subyektif
yang dimiliki seseorang tentang tubuhnya, khususnya yang terkait dengan penilaian
orang lain, dan seberapa baik tubuhnya harus disesuaikan dengan persepsi-persepsi ini.
Burrowes (Dwinanda, 2016) menyatakan bahwa body image merupakan gabungan
antara persepsi terhadap tubuh, dimana individu dapat memiliki persepsi akurat
mengenai ukuran, bentuk, serta berat tubuh dan kepuasan terhadap tubuh sehingga
individu tersebut memiliki kepuasan tersendiri terhadap ukuran, bentuk, dan berat
tubuhnya. Sama halnya dengan Naimah (2008) menyatakan bahwa body image
sebagai sikap seseorang terhadap tubuh, persepsi mengenai bentuk tubuh dan ukuran
tubuh berdasarkan evaluasi individual dan pengalaman sosial terhadap artibut fisik
yang dimiliki, serta penilaian atau cara pandang seseorang terhadap bentuk tubuh diri
sendiri.
Eysenck (Thompson, 2000) menyatakan bahwa body image pada umumnya
merupakan wadah pikiran mengenai tubuh seseorang yang bersifat dinamis, senantiasa
berubah menurut informasi yang diterima dari lingkungan di sekitar individu. Menurut
Hoyt (Naimah, 2008), Body image diartikan sebagai sikap seseorang terhadap
tubuhnya dari segi ukuran, bentuk maupun estetika berdasarkan evaluasi individual
dan pengalaman efektif terhadap atribut fisiknya. Sama halnya menurut Stuart 19
(Lintang, dkk 2015), Body image adalah kumpulan sikap individu yang disadari dan
tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan
sekarang tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi.
Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan bahwa body image adalah
sebuah gambaran, pikiran, ide, persepsi dan sikap seseorang terhadap bentuk tubuh
yang mengarah kepada penampilan fisik, dengan disertai keyakinan dan penilaian
positif dan negatif akan penampilannya dihadapan orang lain dan bagi orang lain.
2. Aspek-aspek body image
Thompson (2000) menyatakan bahwa terdapat 3 aspek dari body image,
diantaranya yaitu :
a. Aspek persepsi terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan secara keseluruhan.
Bentuk tubuh merupakan suatu simbol dari diri seorang individu, karena dalam
hal tersebut individu dinilai oleh orang lain dan dinilai oleh dirinya sendiri.
Selanjutnya bentuk tubuh serta penampilan baik dan buruk dapat mendatangkan
perasaan senang atau tidak senang terhadap bentuk tubuhnya sendiri.
b. Aspek perbandingan dengan orang lain
Adanya penilaian sesuatu yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lain,
sehingga menimbulkan suatu prasangka bagi dirinya keorang 20 lain, hal-hal yang
menjadi perbandingan individu ialah ketika harus menilai penampilan dirinya dengan
penampilan fisik orang lain.
c. Aspek sosial budaya (reaksi terhadap orang lain).
Seseorang dapat menilai reaksi terhadap orang lain apabila dinilai orang itu
menarik secara fisik, maka gambaran orang itu akan menuju hal-hal yang baik untuk
menilai dirinya.

Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa terdapat 5 aspek dari body image,
diantaranya yaitu :
a. Evaluasi penampilan (appearance evaluation)
Penilaian terhadap tubuh, perasaan menarik atau tidak menarik, kenyamanan
terhadap penampilan secara keseluruhan.
b. Orientasi penampilan (appearance orientation)
Mengukur perhatian individu terhadap penampilannya dan usaha individu
untuk memperbaikinya.
c. Kepuasan terhadap bagian tubuh (body area satisfaction)
Kepuasan atau ketidakpuasan individu terhadap bagian tubuh tertentu seperti
wajah, rambut, paha, pinggul, kaki, pinggang, perut, tampilan otot, berat, ataupun
tinggi badan, serta penampilan secara keseluruhan.
d. Kecemasan menjadi gemuk (overweight preocupation)
Menggambarkan kecemasan terhadap kegemukan dan kewaspadaan akan berat
badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam 21 aktivitas sehari-hari,
seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan serta
membatasi pola makan.
e. Pengkategorian ukuran tubuh (self-classified weight)
Bagaimana seseorang memandang, mempersepsi, dan menilai berat badannya.

Berdasarkan aspek-aspek di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek body


image menurut teori yang dikemukakan oleh Cash dan Pruzinsky (2002) yaitu :
evaluasi penampilan, orientasi penampilan, kepuasan terhadap bagian tubuh,
kecemasan menjadi gemuk dan pengkategorian ukuran tubuh.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi body image


Cash dan Pruzinsky (2002) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor
pembentuk body image pada diri individu, diantaranya yaitu:

a. Media massa, isi tayangan media massa sangat mempengaruhi body image remaja,
karena media sering menggambarkan standar tubuh ideal.
b. Keluarga, orang tua merupakan model yang paling penting dalam proses sosialisasi,
sehingga mempengaruhi body image anak melalui permodelan, umpan balik, dan
instruksi.

c. Hubungan interpersonal, hubungan interpersonal membuat individu cenderung


memandingkan diri sendiri dengan orang lain, umpan balik yang diterima individu
akan mempengaruhi konsep diri termasuk perasaan diri terhadap penampilan fisik.

Trend tentang bentuk tubuh ideal dapat mempengaruhi persepsi individu


terhadap tubuhnya. Spangler & Carroll (2001) menyatakan beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi body image, diantaranya yaitu :

a. Budaya
Becker (Spangler & Carroll, 2001) menyatakan bahwa estetika budaya
spesifik dan cita-cita moral akan tubuh dikembangkan oleh 23 budaya dan
variasi dalam nilai akan harapan masyarakat terhadap bentuk tubuh dan berat
badan. Selain itu, budaya yang bervariasi akan memberikan standar yang
berbeda-beda akan nilai-nilai terhadap tubuh.
b. Media massa
Salah satu faktor yang sangat terkait dengan ketidakpuasan tubuh dan
dapat menengahi perbedaan budaya akan ketidakpuasan bentuk tubuh adalah
tingkat paparan media massa. Dimana media massa memiliki pengaruh yang
sangat besar akan perubahan pandangan akan citra tubuh wanita. Wanita di
masa lalu dianggap memiliki citra tubuh yang berisi dianggap ideal sedangkan
di masa kini, wanita dengan citra tubuh yang kurus, langsing dan tinggi
dianggap ideal.
c. Jenis kelamin
Jenis kelamin dianggap berkontribusi secara signifikan dalam citra
tubuh ideal. Hal ini di dukung dengan, laki-laki secara konsisten melaporkan
kepuasan akan citra tubuh yang lebih besar dibandingkan perempuan. Muth &
Cash (Spangler & Carroll, 2001) menyatakan bahwa perempuan memiliki
evaluasi akan citra tubuh yang negatif dan di pengaruhi dengan bagaimana cara
perempuan tersebut melhat dirinya.

d. Usia
Tingkatan kepuasan tubuh cenderung bervariasi berdasarkan usia dan
tahapan perekembangan. Menurut Brodie, Bagley & Slade (Spangler &
Carroll, 2001), remaja secara signifikan kurang puas 24 dengan tubuhnya
dibandingkan dengan pra-remaja. Hal ini dikarenakan pada masa remaja
terdapat perubahan-perubahan secara fisik dalam diri remaja tersebut. Selain
itu, Gray (Spangler & Carroll, 2001) mengemukakan bahwa orang dewasa
cenderung lebih memiliki pengaruh yang lebih positif tentang tubuhnya
dibandingkan remaja. Hal ini dikarenakan orang dewasa mampu memahami
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan mampu mencari jalan
keluar yang terbaik untuk tubuhnya.
e. Agama
Agama memiliki pemahaman mengenai citra tubuh berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam agama. Agama memiliki pengaruh yang besar akan
masyarakat dalam memandang dan memaknai citra tubuhnya berdasarkan
ketentuan yang ada dan diajarkan dalam agama itu sendiri.

2.1.3 Pengetahuan Tentang Gizi Seimbang


1. Definisi gizi seimbang
Pengetahuan gizi seimbang merupakan pengetahuan tentang makanan dan zat
gizi, sumber – sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman dikonsumsi
sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat
gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat (Notoatmodjo, 2003).
Gizi Seimbang adalah susunan pangan sehari- hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan
prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan
mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi. (Kemenkes RI,
2014).
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan gizi seimbang pada remaja
Menurut Notoatmodjo (2007) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang, yaitu:
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha mengembangkan kepribadian dan kema mpuan
di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang akan cendrung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media masa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak
pula pengetahuan yang didapat tentang gizi seimbang . pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan
tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu
ditekankan bahwa seseorang yang perpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari
pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
Pengetahuan seseorang tentang sesuatu objek juga mengandung dua aspek yaitu
aspek positif dan negative. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan
sikap seseorang terhadap objek tertentu. Semakin banyak aspek positifdari objek
yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap objek tertentu
(Wawan, 2010).
b. Media Masa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate imact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam – macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagian sarana komunikasi, berbagai bentuk
media masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain – lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media masa membawa pula pesan
– pesan yang berisisugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adamya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

c. Sosial budaya
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang – orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang
juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan
tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan
seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada sekitar remaja, baik lingkungan
fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahua ke dalam remaja yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbale balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan gizi seimbang adalah suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan
dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat
mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi
dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata
dalam bidang kerjanya.
f. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola piker seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirannya, sehingga pengetahuan yang diperoleh semakin membaik. Pada usia
madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial
serta lebih banyak melakukakan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan
diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak menggunakan
banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan
kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini .
3. Akibat pengetahuan gizi seimbang yang buruk pada remaja
Jika pengetahuan gizi seimbang remaja kurang tentang pengetahuan gizi
seimbang, maka upaya yang dilakukan remaja untuk menjaga keseimbangan makanan
yang dikonsumsi dengan yang dibutuhkan akan berkurang dan menyebabkan masalah
gizi kurang atau gizi lebih. Pengetahuan tentang konsumsi makanan remaja yang
rendah akan berpengaruh pada pola konsumsi makanan cepat saji pada remaja
tersebut. Masalah yang sering timbul ialah perubahan gaya hidup pada remaja
memiliki pengaruh signifikan terhadap kebiasaan makan mereka, di mana remaja
mulai berinteraksi dengan lebih banyak pengaruh lingkungan dan mengalami
pembentukan perilaku, yang menjadikan mereka lebih aktif, lebih banyak makan di
luar rumah, dan mendapat banyak pengaruh dalam pemilihan makanan yang akan
dimakannya mereka juga lebih sering mencoba-coba makanan baru, salah satunya
adalah Fast Food. Kurangnya pengetahuan gizi seimbang dan salah konsepsi tentang
kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia.
Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor
penting dalam masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari gangguan gizi
adalah kekurangan pengetahuan dan kemapuan untuk menerapkan informasi tersebut
dalam kehidupan sehari - hari (Suhardjo, 2003).
4. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari suatu subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkat - tingkat tersebut. Pengetahuan gizi yang baik akan
menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi .
Semakin baik pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan
jenis dan jumlah makanan yang diperoleh untuk dikonsumsi (Sediaotama,2000).
Kategori pengetahuan gizi dibagi dalam tiga kelompok yaitu: baik, cukup dan
kurang. Cara pengkategorian dilakukan dengan menetapkan cut off point dari skor
yang dijadikan persen. Untuk keseragaman maka digunakan, seperti tabel .
Kategori Tingkat Pengetahuan Gizi
Kategori Pengetahuan Gizi Skor
Baik >80%
Cukup 60-70%
Kurang <60%
Sumber: Baliwati, 2006

Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang akan semakin memperhitungkan


jenis dan jumlah makan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang yang pengetahuan
gizinya rendah akan berperilaku memilih makan yang menarik pada indra dan tidak
mengadakan pemilihan berdasarkan nilai gizi makan tersebut (Sediaotama, 2000).

2.1.4 Aktifitas Fisik


1. Pengertian Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan fungsi dasar hidup manusia. Sejak dahulu aktifitas
fisik diperlukan untuk mengumpulkan makanan dengan cara berjalan sekliling hutan
dan sungai, berlari dari kejaran hewan liar. Pada zaman dahulu agar tetap bertahan
hidup manusia memerlukan tempat yang menyediakan bahan makanan sehingga
mereka banyak membutuhkan energi untuk berkelana berpindah tempat dari tempat
satu ke tempat lainnya yang masih banyak sumber-sumber bahan makanan.
Kemudian aktifitas fisik semakin berkembang stelah manusia mengenal
budidaya sehingga banyak menggunakan aktifitas fisik untuk bertani menanam padi,
berkebun menanam ssayuran untuk memenuhi kebutuhan makanan. Tetapi pada saat
manusia sudah dikenalkan dengan alat transportasi, aktifitas fisik manusia untuk
berjalan beranjak ke suatu tempat sudah mulai berkurang .
Menurut WHO aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi dan melibatkan proses biokimia
serta biomekanik. Selama aktivitas fisik, tubuh memerlukan energi untuk bergerak,
jantung dan paru-paru juga memerlukan tambahan energi untuk mengahntarkan zat-zat
gizi serta oksigen ke seluruh tubuh. Banyaknya energi yang dibutuhkan tergantung
pada seberapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan seberapa berat aktivitas
fisik yang dilakukan.
Aktivitas fisik dikatakan cukup apabila seseorang melakukan latihan fisik atau
olahraga selama 30 menit setiap hari dan minimal 3-5 hari dalam seminggu, aktivitas
fisik tersebut bisa berupa ringan dan sedang contohnya jogging pada pagi hari.
2. Macam-macam Aktivitas Fisik
Aktivitas Fisik dapat dikelompokkan berdasarkan tipe dan intensitasnya.
Aktivitas fisik diantaranya yaitu berjalan, berlalri serta berolahraga. Latihan fisik dapat
meningkatkan kemampuan fungsional kardiovaskular dan menurunkan oksigen otot
jantung yang diperlukan pada setiap penurunan aktivitas seseorang.
Beberapa aktivitas fisik yang dapat dilakukan antara lain yaitu aktifitas sehari-
hari seperti berkebun, mencuci, menyapu, mengepel, naik turun tangga, berjalan kaki
dan lain sebagainya. Latihan fisik merupakan semua bentuk aktivitas fisik yang
dilakukan secara terstruktur dan terencana dengan tujuan untuk meningkatkan
kesegaran jasmani. Beberapa latihan fisik diantaranya yaitu berlari, jogging, bermain
bola, berenang, senam, bersepeda dan lain-lain. Selain itu hal lebih baik jika
melakukan olahraga yaitu merupakan aktivitas fisik yang berkesinambungan dengan
aturan tertentu, terencana, terstruktur, berulang yang bertujuan untuk memelihara
kebugaran fisik dan untuk meningkatkan prestasi. Jenis olahraga dapat dipilih sesuai
hobinya, beberapa aktivitas olahraga yang dapat dilakukan yaitu seperti sepak bola,
bulu tangkis, bola basket, tenis meja, voli, futsal dan lain-lain. Selain itu ada juga
olahraga rekreasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan kesukaan sesuai kondisi dan
nilai budaya masyarakat. Jenis olahraga rekreasi diantaranya yaitu menari, seperti
menari tari poco-poco dari Papua, tari bambu dari Maluku dan tari jaipong dari Jawa
Barat.
Seringkali seseorang menukarkan aktifitas fisik dengan olahraga atau latihan.
Perbedaan aktivitas fisik dan olahraga dapat dilihat pada tabel 1 :
Tabel 1. Perbedaan Aktivitas Fisik dengan Olahraga
Aktivitas Fisik Olahraga
Gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot Gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka Mengakibatkan pengeluaran rangka Mengakibatkan pengeluaran
energi. Pengeluaran energi bervariasi dari energi. Pengeluaran energi bervariasi dari
rendah sampai tinggi (kkal) Berhubungan rendah sampai tinggi (kkal) Berhubungan
positif dengan kebugaran fisik positif dengan kebugaran fisik. Gerakan
otot terencana, terstruktur dan dilakukan
secara berulang. Meningkatkan atau
memelihara kebugaran fisik.
Sumber : Welis, W dan M.Sazeli R.
3. Manfaat Aktivitas Fisik
Hasil dari berbagai negara menyebutkan bahwa aktivitas fisik yang memadai
akan bermanfaat untuk kesehatan terutamanya dalam mengurangi risiko penyakit
kronis seperti obesitas atau gizi lebih, jantung, stroke, diabetes melitus tipe 2 dan
depresi.
Secara umum manfaat aktivitas fisik dapat disimpulkan yaitu :
1) Manfaat fisik atau biologis : menjaga tekanan darah tetap stabil normal,
meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga berat badan ideal, menguatkan tulang
dan otot, meningkatkan kelenturan tubuh dan meningktakan kebugaran.
2) Manfaat aktivitas fisik secara psikis atau mental : mengurangi stress,
meningkatkan percaya diri, membangun sportifitas, memupuk rasa tanggung
jawab dan membangun kesetiakawanan sosial .
Kegiatan fisik dan olah raga secara teratur dapat membantu mempertahankan
kesehatan yang optimal. Kegiatan olahraga dan aktivitas fisik yang tidak seimbang
dengan energi yang dikonsumsi maka akan berakibat pada berat badan menjadi tidak
normal. Maka dari itu kegiatan olahraga dan aktivitas fisik harus di lakukan atau
diupayakan agar tetap selalu seimbang dengan asupan energi sehari-hari (Depkes,
2012).
4. Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu faktor
lingkungan makro, lingkungan mikro maupun faktor individual. Faktor individual
seperti pengetahuan dan persepsi tentang hidup sehat, motivasi, kesukaan berolahraga,
harapan tentang keuntungan melakukan aktifitas fisik akan mempengaruhi seseorang
untuk melakukan aktivitas fisik.
Orang yang memiliki pengetahuan dan persepsi yang baik terhadap hidup sehat
akan melakukan aktivitas fisik dengan baik, karena mereka yakin dampak dari aktifitas
fisik tersebut akan berpengaruh baik terhadap kesehatan. faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap seseorang rutin melakukan aktivitas fisik atau tidak yaitu faktor
umur, genetic, jenis kelamin dan kondisi suhu serta geografis.
5. Akibat Kurang Aktivitas Fisik
Gaya hidup modern telah membuat aktivitas fisik seseorang semakin sedikit
atau rendah, misalnya fungsi tangga yang digantikan dengan lift atau elevator,
pengguanaan alat rumah tangga yang digital dan penggunaan kendaraan transportasi
yang mengurangi aktifitas berjalan kaki sehingga prevalensi penyakit yang terkait
dengan rendahnya aktifitas fisik tersebut menjadi semakin meningkat.
Kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan gangguan terhadap
metabolisme tubuh. Berbagai macam penyakit yag muncul akibat dari kurangnya
aktivitas fisik berawal dari ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan
energi yang dikeluarkan melalui aktivitas fisik. Penyakit yang kemungkinan terjadi
karena kurangnya aktifitas diantaranya yaitu obesitas, diabetes melitus, jantung
koroner, dan osteoporosis.
Penelitian telah membuktikan bahwa peran aktivitas fisik pada berbagai
kelompok pria dan wanita, anak-anak, remaja, dewasa, usia lanjut, orang dengan
diabetes dan ibu hamil serta ibu menyusui pada berbagai dampak kesehatan termasuk
kematian dini, penyakit tidak menular, kebugaran dan kekuatan otot, kesehatan mental
seperti depresi dan fungsi kognitif serta trauma atau serangan jantung mendadak.
6. Pengukuran Aktifitas Fisik
Pengukuran Aktivitas Fisik Menurut L.Miles (2007), pengukuran aktivitas fisik
dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
a) Pengukuran Objektif
Metode ini dilakukan menggunakan alat sensor gerak yang bertujuan untuk
memonitor frekuensi gerak, intensitas, durasi pada aktivitas fisik sampel selama
sebulan. Kelebihan dari pengukuran ini yaitu dapat memperoleh hasil yang lebih
akurat, akan tetapi cenderung menghabiskan biaya yang mahal. Metode ini lebih tepat
apabila digunakan untuk sampel anak-anak disebabkan karena kesulitan sampel anak-
anak dalam mengingat dan merekam aktivitas fisik sehari-hari.
b) Metode Subjektif
Merupakan pengukuran aktivitas fisik dengan menggunakan catatan individu
seperti kuesioner, catatan harian, atau metode mengingat kembali (recall). Metode ini
paling sering digunakan dikarenakan mudah dilakukan dan tidak membutuhkan biaya
yang besar. Namun, metode subjektif ini memiliki kekurangan dalam menentukan
frekuensi dan intensitas aktivitas fisik secara tepat.

2.1.5 Pola Konsumsi


1. Pengertian pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah berbagai macam informasi yang memberikan
gambaran mengenai jenis bahan makanan contohnya makanan pokok, sumber
protein, sayur, dan buah, jumlah bahan makanan berdasarkan porsi dan gram, dan
frekuensi bahan makanan berdasarkan harian, mingguan, bulanan, tahunan, pernah
dan tidak pernah yang dikonsumsi atau yang dimakan setiap hari oleh kelompok
masyarakat tertentu (Baliwati, dkk., 2004).
Diantara waktu makan, remaja memiliki kebiasaan makan berupa jajanan
baik di sekolah maupun di luar sekolah. Pilihan jenis makanan yang mereka
lakukan lebih penting dari pada tempat atau waktu makan. Makanan mereka pada
umumnya kaya energi yang berasal dari karbohidrat dan lemak sehingga orang tua
dianjurkan untuk menekankan pentingnya mengkonsumsi sayur dan buah segar
serta makanan sumber serat lainnya. Menurut hasil Riskesdas 2007 (Depkes RI,
2008) sebanyak 93,6% remaja usia 10 - 14 tahun dan 93,8% usia 15 - 24 tahun
kurang mengkonsumsi sayuran dan buah. Mengkonsumsi sayur dan buah kurang
dari lima kali sehari termasuk dalam katagori kurang (Riskesdas, 2007).
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pola konsumsi remaja
Faktor yang mempengaruhi pola konsumsi diantaranya keterseduan waktu,
pengaruh teman, jumlah uang yang tersedia dan faktor kesukaan serta pengetahuan
dan pendidikan gizi (Suhardjo, 2006). Kebutuhan untuk makan bukanlah satu –
satunya dorongan untuk mengatasi rasa lapar, akan tetapi disamping itu ada
kebutuhan fisiologis dan psikologis yang ikut mempengaruhi. Konsumsi pangan
merupakan faktor yang secara serius berpengaruh terhadap status gizi remaja.
3. Akibat pola konsumsi yang salah pada remaja
Bila asupan energi kurang dari makanan dibandingkan dengan energi yang
dikeluarkan maka tubuh akan mengalami keseimbangan negatif akibatnya berat
badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal), bila terjadi pada masa
pertumbuhan maka akan menghambat proses pertumbuhan dan pada orang dewasa
menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan. Asupan energi yang
kurang juga menyebabkan cadangan energi yang tersimpan dalam tubuh terkuras
untuk menghasilkan energi dan akhirnya akan berakibat pada penurunan berat
badan.

Penelitian Soekirman (2000) di Jawa Tengah mengemukakan bahwa


masalah gizi, lebih banyak disebabkan karena asupan energi yang kurang dari pada
kekurangan protein. Hal ini diduga terjadi disebabkan protein yang dikonsumsi
berasal dari nabati yang relatif murah sehingga dari angka kecukupan terpenuhi
tapi belum mempunyai mutu protein yang tinggi, sedangkan pertumbuhan dan
penambahan otot hanya akan optimal terjadi bila mutu protein itu komplet atau
protein dengan nilai biologi tinggi yang mengandung semua jenis asam amino
essensial dalam jumlah dan proporsi sesuai dengan keperluan pertumbuhan.
Penyebab lain kemungkinan protein digunakan sebagai pengganti energi
yang kurang, karena bila energi didalam tubuh terbatas maka sel terpaksa
menggunakan protein untuk membentuk/menghasilkan energi. Bila asupan protein
kurang dari makanan maka jaringan dalam tubuh tidak dapat berkerja dengan
maksimal karena protein berfungsi sebagai memperbaiki jaringan yang rusak dan
sebagai pertumbuhan pada usia remaja. Konsumsi makan golongan remaja yang
salah akan mengakibatkan munculnya masalah gizi karena ketidak seimbangan
konsumsi makanan secara fisik. Makanan disebabkan terlalu ketatnya berdiet.
aspek pemilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak
tahap independensi dalam mengkonsumsi serat Dapat dilihat dalam bentuk tubuh
yang terlalu langsing atau kegemukan.
4. Pengukuran pola konsumsi
Menurut Supariasa (2001) ada beberapa cara pengukuran pola konsumsi untuk
individu yaitu metode recall 24 jam, metode dietary history, metode frekuensi
makanan (food frequency), metode estimated food records, metode penimbangan
makanan (food weighing). Cara pengukuran untuk mendapatkan data asupan secara
kuantitatif yang sering digunakan di lapangan yaitu metode recall 24 jam.

Prinsip metode recall 24 jam adalah dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini,
responden, ibu atau pengasuh ( bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua
yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai
sejak bangun pagi kemarin sampai istirahat tidur malam harinya, atau dapat juga
dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara mundur kebelakang sampai 24 jam
penuh. Hal penting yang perlu diketahui adalah dengan recall 24 jam data yang
diperoleh cenderung lebih bersifat kuantitatif.
Untuk mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu
ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring dan
lain- lain) atau ukuran lainnya yang bisa digunakan sehari- hari. Apabila
pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 x 24 jam), maka data yang diperoleh kurang
representative untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh karena itu,
recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang- ulang dan harinya tidak berturut-
turut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa minimal 2 kali recall 24 jam tanpa
berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan
memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu (Sanjur, 1997)
a. Metode recall 24 jam mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan metode recall 24 jam diantaranya sudah melaksanakannya serta
tidak terlalu membebani responden, biaya relatif murah, karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, cepat, sehingga dapat
mengacu banyak responden yang buta huruf, dapat memberikan gambaran nyata
yang benar - benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi
sehari. Kekurang metode recall 24 jam yakni tidak dapat menggambarkan asupan
makanan sehari – hari, bila hanya dilakukan recall satu hari, ketepatannya sangat
tergantung pada daya ingat responden.
Responden harus mempunyai daya ingat yang baik, sehingga metode ini tidak
cocok dilakukan pada anak usia dibawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70 tahun
dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa. The flat slope syndrome
yaitu kecendrungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya
lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk cendrung melaporkan
lebih sedikit (under estimate).
Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam
menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut
kebiasaan masyarakat. Pewawancara harus dilatih untuk dapat secara tepat
menanyakan apa-apa yang dimakan oleh responden, dan mengenal
Cara-cara pengolahan makanan serta pola pangan daerah yang diteliti secara
umum. Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan penelitian.
Untuk mendapat gambaran konsumsi makan sehari-hari recall jangan dilakukan
pada saat panen, hari panas, hari akhir pecan, pada saat melakukan upacara-upacara
keagamaan, selamatan dan lain – lain. Karena keberhasilan metode recall 24 jam
ini sangat ditentukan oleh daya ingat responden dan kesungguhan serta kesabaran
dari pewawancara, maka untuk dapat meningkatkan mutu data recall 24 jam
dilakukan selama beberapa kali pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut),
tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Supariasa. Dkk., 2001).
Langkah – langkah pelaksanaan recall 24 jam yaitu:
a) Pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman
yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga selama kurun waktu 24
jam yang lalu.
b) Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan daftar
komposisi bahan makanan (DKBM).
c) Membandingkan dengan daftar kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) angka
kecukupan gizi (AKG) untuk indonesia.

b. Metode frekuensi makanan (food frekuency)


Metode frekuensi makanan adalah metode yang digunakan untuk memperoleh
data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama
periode tertentu seperti hari, bulan atau tahun. Metode ini juga dapaat memperoleh
gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif, tetapi karena metode
pengamatannya lebih lama dan dapat membedakan individu berdasarkan rengking
tingkat konsumsi zat gizi maka cara ini paling sering digunakan dalam penelitian
epidemologi gizi. Kuesioner frekuensi makanan memuat tentang daftar bahan
makanan atau makanan dan frekuensi penggunaan makanan tersebut pada periode
tertentu. Bahan makanan yang ada dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang
dikonsumsi dalam frekuensi yang cukup sering oleh responden.
Langkah- langkah metode frekuensi makanan:
1) Responden diminta untuk member tanda pada daftar makanan yang tersedia
pada kuesioner mengenai frekuensi penggunaannya dan ukuran porsinya.
2) Lakukan rekapitulasi tentang frekuensi penggunaan jenis-jenis bahan makanan
terutama bahan makanan yang merupakan sumber-sumber zat gizi tertentu
selama periode tertentu.
Metode frekuensi makanan mempunyai beberapa kelebihan, antara lain
relative murah dan sederhana, dapat dilakukan sendiri oleh responden, tidak
membutuhkan latihan khusus dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara
penyakit dan kebiasaan makan. Sedangkan kekurangan metode frekuensi makan
(food requency) antara lain tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari,
sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data, cukup menjenuhkan bagi
pewawancara, perlu percobaan pendahuluan untuk me nentukan jenis bahan
makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner, responden harus jujur dan
mempunyai motivasi tinggi (Supariasa dkk., 2001).

2.1.6 Perilaku Dalam Memilih Makanan


1. Pengertian Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan,
yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku adalah reaksi
atau tindakan seseorang melalui ucapan atau gerakan fisik yang dapat diamati,
diukur, dan diubah akibat dari stimulus eksternal dan internal (Notoatmodjo, 2010).
2. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda yang
disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua,
yakni determinan atau faktor internal yang merupakan karakteristik orang yang
bersangkutan dan bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering
menjadi faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang. Benjamin Bloom
(1908) membagi perilaku manusia kedalam 3 domain ranah atau kawasan yakni
kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam
perkembangannya, teori ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan
kesehatan yaitu pengetahuan, sikap, dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo,
2007).
3. Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua
cara, antara lain secara langsung, yakni dengan pengamatan (observasi) yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara kesehatannya.
Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali
(recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan - pertanyaan terhadap subyek
tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu
(Notoatmodjo, 2007).
Khusus anak usia sekolah, penilaian pengetahuan, sikap dan keterampilan
atau praktik menggunakan standar keberhasilan pencapaian yaitu rata-rata 60%.
Kriteria ideal untuk masing-masing indikator adalah pencapaian di atas 75%. Anak
dianggap sudah kompeten dengan pencapaian diatas 85% (Depdiknas, 2008).
4. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama, yakni :
a.Faktor Predisposisi (Predisposing Factors)
Faktor predisposisi merupakan faktor yang dapat mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan
dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan, dan
sebagainya (Green, 1980).
b. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,
sarana, atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya
perilaku, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan
tinja, ketersediaan makanan bergizi, dsb. Termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos
obat desa, dokter atau bidan praktek swasta, dsb. Termasuk juga dukungan
sosial, baik dukungan suami maupun keluarga. Seperti contoh dari segi
kesehatan, agar remaja mempunyai perilaku sehat harus terakses (terjangkau)
sarana dan prasarana atau fasilitas pelayanan kesehatan (Green, 1980).
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor penguat (reinforcing) merupakan faktor-faktor yang mendorong
atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan
perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Termasuk juga disini undang-undang dan peraturan-peraturan baik dari
pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan
(Green, 1980).
5. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah sesuatu respon terhadap stimulus atau obyek
yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan
dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan
ini terjadi dari tiga aspek antara lain perilaku pencegahan penyakit dan
penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh
dari sakit, perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat
dan juga perilaku gizi (makanan) dan minuman (Notoatmodjo, 2010).
6. Perilaku Dalam Memilih Makanan
Salah satu perilaku individu yang perlu dipertahankan atau diperbaiki
adalah perilaku sehat. Perilaku sehat dapat disimpulkan yaitu semua kegiatan atau
aktifitas seseorang yang terkait dengan upaya mempertahankan kesehatan,
meningkatkan kesehatan dan menghindari sakit atau penyakit. Salah satu perilaku
pemeliharaan kesehatan adalah perilaku gizi yaitu minum dan makan dengan menu
seimbang. Hal ini berarti pola makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan gizi
baik menurut jumlah atau jenisnya sesuai kebutuhan tubuh seseorang. Makanan
jajanan merupakan salah satu penyumbang gizi bagi tubuh seseorang. Di dalam
makanan jajanan juga terdapat zat-zat gizi yang bisa mempengaruhi kesehatan
seseorang. Kebiasaan konsumsi makanan jajanan sudah menjadi bagian dari
budaya keseharian sebagian besar masyarakat dan makanan jajanan juga sangat
identik dengan anak usia sekolah baik sekolah dasar, sekolah menengah maupun
sekolah tingkat atas. Berkaitan dengan hal ini, perilaku dalam memilih makanan
jajanan pada anak sekolah dapat diartikan sebagai suatu tindakan mencari dan
memilih makanan jajanan di sekitar sekolah (Notoatmodjo, 2010).

2.2. Kerangka Teori

Psikologi :
 Body Image
 Presepsi
Aktifitas Tubuh :
 perbandingan
dengan orang lain  Olahraga
 Reaksi terhadap  Aktifitas tidur
orang lain

Status Gizi
Remaja

Perilaku Makan :
 Frekuensi Makan
Individu :
 Diet
 Pengetahuan  Perilaku
Gizi Konsumsi
 Pola Makan
2.2 Kerangka Konsep

Variable Idependen
1. Body Image
2. Pengetahuan Gizi
Seimbang Variabel Dependen
3. Aktifitas Fisik
olahraga Status Gizi Remaja Putri
4. Pol Makan
5. Perilaku dalam
Memilih Makanan

Keterangan :
: diteliti
: berhubungan

2.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis Penelitian adalah jawaban sementara terhadap pertanyaan-

pertanyaan penelitian. Jadi hipotesis merupakan pendapat atau simpulan yang belum

final, yang harus diuji kebenarannya.

Hipotesis nol (H0) adalah hipotesis yang menyatakan tidak adanya


hubungan/pengaruh antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y).
Artinya, dalam rumusan hipotesis,  yang diuji adalah ketidak benaran

variabel (X) mempengaruhi (Y).  

Hipotesis alternatif (Ha) adalah hipotesis yang menyatakan adanya

hubungan/pengaruh antara variabel independen (X) dan variabel dependen (Y) yang

diteliti. Hasil perhitungan Ha tersebut, akan digunakan sebagai dasar pencarian data

penelitian.

Tes Statistik :

1. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak dan HA diterima, berarti ada pengaruh

yang signifikan antara variabel independen (X) secara bersama-sama terhadap

variabel dependen (Y).

2. Jika F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima dan HA ditolak, berarti tidak ada

pengaruh yang signifikan antara variabel independen (X) secara bersama-sama

terhadap variabel dependen (Y).

Hipotesis yang dirumuskan pada penelitian ini adalah :

Ho : Tidak Terdapat hubungan Analisis Status Gizi Remaja di Desa Sindangjawa

Ha : Terdapat hubungan Analisis Status Gizi Remaja di Desa Sindangjawa

Anda mungkin juga menyukai