Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Pendidikan tidak
diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses
pembelajaran sehingga menimbulkan hasil atau efek yang sesuai dengan proses
yang telah dilalui. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan
manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Seperti yang diungkapkan Trianto
(2011:1) bahwa “Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dewasa ini, dunia pendidikan khususnya matematika telah menjadi pusat
perhatian berbagai kalangan. Matematika merupakan disiplin ilmu yang memiliki
peranan penting dalam menunjang kemajuan IPTEK, sehingga matematika juga
perlu diajarkan melalui proses pembelajaran. Ansari (2016:1) mengemukakan
bahwa perkembangan IPTEK sekarang ini telah memudahkan kita untuk
berkomunikasi dan memperoleh berbagai informasi dengan cepat dari berbagai
informasi, namun disisi lain untuk mempelajari keseluruhan informasi mengenai
IPTEK tersebut diperlukan kemampuan yang memadai bahkan lebih, agar cara
mendapatkannya, memilih yang sesuai dengan budaya kita, bahkan mengolah
kembali informasi tersebut menjadi suatu kenyataan. Untuk merealisasikan
kenyataan diatas, perlu ada SDM yang handal dan mampu bersaing secara global.
Untuk itu diperlukan kemampuan tingkat tinggi (high order thinking) yaitu
berpikir logis, kritis, kreatif, dan kemampuan bekerja sama secara proaktif. Cara
berpikir ini dapat dikembangkan melalui belajar matematika. Hal ini juga sejalan
dengan pendapat Hudojo (2005:37) yang mengatakan bahwa “Matematika adalah
salah satu alat untuk mengembangkan cara berpikir”. Oleh karena itu, matematika
sangat diperlukan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi
kemajuan IPTEK sehingga matematika perlu dibekalkan pada setiap peserta didik.

1
2

Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh Cockroft (dalam Abdurrahman,
2012:204) bahwa :
Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena : (1) selalu digunakan
dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan
keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi
yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan
informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir
logis, ketelitian, dan kesadaran ruangan; dan (6) memberikan kepuasan
terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.

Untuk itu matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang sangat
penting diajarkan kepada siswa karena matematika akan menuntun seseorang
untuk berpikir logis, kritis, dan teliti yang bermanfaat dalam memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pendidikan matematika ada
beberapa kompetensi yang harus dikembangkan, yaitu kompetensi penalaran,
pemahaman, pemecahan masalah, dan komunikasi matematika.
Namun pada kenyataannya mutu pendidikan di Indonesia khususnya
matematika masih rendah.Seperti yang dikemukakan oleh Setiadi,dkk (2012:31)
bahwa :
Prestasi belajar matematika peserta didik Indonesia berdasarkan studi
TIMSS 2007 adalah 411 yang termasuk pada level rendah berdasarkan
benchmark internasional TIMSS 2007. Dari hasil studi TIMSS 2007
dapat dilihat bahwa kemampuan peserta didik Indonesia dalam bidang
Matematika yang meliputi bilangan, aljabar, pengukuran, geometri dan
data masih rendah pada jajaran internasional.

Berdasarkan fakta diatas dapat dilihat bahwa prestasi belajar matematika


siswa di Indonesia memang masih tergolong rendah. Banyak faktor yang
menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika siswa diantaranya adalah
kurangnya keaktifan siswa didalam proses belajar mengajar dan kurangnya
keterampilan guru dalam memberikan materi pembelajaran. Dalam proses belajar
mengajar kebanyakan guru masih menggunakan model pembelajaran yang kurang
bervariasi sehingga banyak siswa yang merasa jenuh dengan pembelajaran
matematika. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Slameto (2016:65)
bahwa: “Guru biasa mengajar dengan metode ceramah. Siswa menjadi bosan,
mengantuk, pasif, dan hanya mencatat saja”. Pembelajaran matematika di kelas
3

juga masih didominasi oleh guru dan kurangnya keterlibatan siswa dalam proses
belajar mengajar. Ketidaktepatan guru dalam merancang dan melaksanakan
pembelajaran menjadi salah satu faktor penyebab prestasi belajar matematika
siswa rendah. Trianto (2011:5-6) menyatakan berdasarkan hasil analisis penelitian
terhadap rendahnya hasil belajar peserta didik yang disebabkan dominannya
proses pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran ini suasana kelas
cenderung teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Meskipun demikian,
guru lebih suka menerapkan model tersebut, sebab tidak memerlukan alat dan
bahan praktik, cukup menjelaskan konsep-konsep yang ada pada buku ajar atau
referensi lain. Dalam hal ini, siswa tidak diajarkan strategi belajar yang dapat
memahami bagaiman belajar, berpikir, dan memotivasi diri sendiri (self
motivation), padahal aspek-aspek tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam
suatu pembelajaran. Disamping itu, kemampuan komunikasi matematika juga
merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika
siswa, karena rendahnya kemampuan komunikasi matematika mengakibatkan
siswa sulit untuk memahami soal-soal yang diberikan sehingga siswa sulit dalam
memecahkan masalah.
Dengan kata lain bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa perlu
ditumbuhkembangkan dikalangan siswa hal ini sesuai dengan pendapat Ansari
(2016:6) bahwa “Komunikasi matematika baik sebagai aktivitas sosial (talking)
maupun sebagai alat bantu berpikir (writing) adalah kemampuan yang mendapat
rekomendasi para pakar agar terus ditumbuhkembangkan dikalangan siswa”.
Jadi, komunikasi matematika perlu dikembangkan dalam proses
pembelajaran. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu kelompok strategi pembelajaran yang
melibatkan siswa bekerjasama dengan cara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama. Menurut para ahli pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami
konsep yang sulit, dan membantu siswa mengembangkan kemampuan
komunikasinya. Seperti menurut Johnson & Johnson (dalam Trianto, 2011:57)
4

menyatakan bahwa: “Tujuan pokok pembelajaran kooperatif adalah


memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan
pemahaman baik secara individu maupun kelompok”.
Untuk itu dalam makalah ini digunakan model pembelajaran kooperatif
yaitu pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS). Model pembelajaran
ini dianggap dapat membelajarkan siswa untuk berperan aktif dalam
pembelajaran. Seperti yang dikatakan Isjoni (2011:13) bahwa “Dalam cooperative
learning, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan
dampak positif terhadap interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat
memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya”.
Menurut Trianto (2011:81) “Model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa”. Arend (dalam Trianto, 2011: 81)
menyatakan bahwa: “Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk
membuat variasi suasana pola diskusi kelas, dan prosedur yang digunakan dalam
Think Pair Share dapat memberikan siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk
merespon dan saling membantu”.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS)
dalam pembelajaran matematika, khususnya pada pokok bahasan Sistem
Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) akan melibatkan siswa untuk dapat
berperan aktif dalam pembelajaran sehingga peningkatan kemampuan komunikasi
matematika siswa dalam memahami ide-ide matematika baik secara lisan maupun
tulisan dapat lebih mudah dan terarah. Dengan demikian kompetensi yang
diharapkan dengan mempelajari Luas Bangun Datar Segi Empat.
Berdasarkan uraian diatas, kedua model pembelajaran tersebut mampu
meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, oleh sebab itu kami membuat
makalah tentang Kemampuan Komunikasi Matematika dengan Menggunakan
Model Pembelajaran Kooperatif Learning tipe Think Pair Share (TPS).
5

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan
dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi
matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
langsung dengan siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) pada materi Bangun Datar Segi Empat? ”

1.3 Tujuan Penelitian


Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematika
siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran langsung dan
siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Think Pair Share (TPS) pada materi Bangun Datar Segi Empat.

1.6 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, dapat menjadi masukan untuk menerapkan model pembelajaran
yang tepat dalam pembelajaran matematika dan sebagai bahan acuan untuk
penelitian selanjutnya.
2. Bagi guru, khususnya guru bidang studi matematika dapat menjadi bahan
masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pair Share (TPS) sebagai salah satu alternatif pemilihan metode dalam proses
belajar mengajar disekolah.
3. Bagi kepala sekolah, dapat menjadi informasi untuk memberikan arahan
kepada guru-guru agar sesuai gaya mengajarnya dengan modal pengetahuan
yang dimiliki siswa.
4. Bagi siswa, dapat membantu siswa dalam memahami pelajaran matematika
untuk meningkatkan aktivitas, prestasi, dan kemampuan komunikasi
matematika siswa.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Komunikasi


Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling
menyampaikan pesan yang berlangsung dari satu pihak ke pihak yang lain.
Menurut Soekartawi (1988 : 1) mengatakan bahwa: “Komunikasi merupakan
suatu pernyataan antarmanusia, baik secara perorangan maupun berkelompok,
yang bersifat umum dengan menggunakan lambang-lambang yang berarti, maka
tampak bahwa dengan perkembangan objek tertentu akan memerlukan
komunikasi yang lebih spesifik”. Ada dua jenis komunikasi, yaitu komunikasi
lisan dan tulisan. Dalam ilmu komunikasi di kenal tiga bentuk komunikasi, yaitu
komunikasi linier yang sering disebut juga dengan komunikasi satu arah (one-way
communication), komunikasi relational dan interaktif yang disebut dengan
“Model Cybernatics”, dan komunikasi konvergen yang bercirikan multi arah.
Terdapat perbedaan konsep antara ketiga bentuk komunikasi tersebut.
Komunikasi linier mengandung arti bahwa hubungan yang terjadi hanya satu arah,
karena penerima pesan hanya mendengar pesan dari pemberi pesan. Sementara itu
pada komunikasi relational terjadi interaksi antara pemberi dan penerima pesan,
namun sangat bergantung pada pengalaman. Pengalaman akan menentukan,
apakah pesan yang dikirimkan diterima oleh penerima sesuai dengan apa yang
dimaksud oleh pemberi pesan. Apabila pengalaman/pemahaman penerima pesan
tidak mampu menjangkau isi pesan, maka akan mempengaruhi hasil pesan yang
diinginkan. Komunikasi konvergen adalah komunikasi yang berlangsung secara
multi arah, diantara penerima menuju suatu fokus atau minat yang dipahami
bersama yang berlangsung secara dinamis dan berkembang kearah pemahaman
kolektif dan berkesinambungan.
Konsep komunikasi seperti yang diuraikan di atas, merupakan prinsip
pertama dalam pengajaran dan pembelajaran Cole & Chan (dalam Ansari : 2009).
Ini artinya keberhasilan program belajar mengajar salah satu di antaranya
bergantung pada bentuk komunikasi yang digunakan oleh guru, pada saat

6
7

beriteraksi dengan siswa. Di dalam komunikasi ada 5 elemen yang terlibat, yaitu
sender (pengirim informasi), receiver (penerima komunikasi), informasi,
feedback, dan media.
Hal yang harus menjadi perhatian utama dan sering kita lupa adalah
receiver (penerima informasi) adalah manusia. Oleh karena itu, sudah selayaknya
seorang pendidik memperlakukan siswanya “sebagai manusia”, jangan
memperlakukan mereka sebagai mesin atau objek yang tidak memiliki perasaan.
Pahami diri kita sebagai seorang manusia untuk kemudian posisikan diri kita ke
dalam posisi siswa, rasakan apa yang disenanginya, dan jauhi apa yang di
bencinya. Sudah saatnya komunikasi yang terjadi di dalam proses belajar
mengajar merupakan sebuah komunikasi berkualitas yang mengedepankan
kemanusiaan. Dengan demikian, akan tercapai sebuah kualitas dari komunikasi
yang efektif yang akan berefek pada peningkatan kualitas diri setiap orang yang
terlibat di dalamnya.

2,2 Aspek-Aspek Komunikasi


Menurut Baroody (dalam Ansari, 2009 : 11) ada lima aspek komunikasi
yaitu representasi (representing), mendengar (listening), membaca (reading),
diskusi (discussing), dan menulis (writing).
2.2.1 Representasi
Representasi adalah: (1) bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu
masalah, atau ide, (2) translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam
simbol atau kata-kata (NCTM,1989). Misalnya, representasi dapat membantu
anak menjelaskan konsep atau ide, dan memudahkan anak mendapatkan
strategi pemecahan.

2.2.2 Mendengar (listening)


Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu diskusi. Pirie
(dalam Ansari, 2009 : 14) menyebutkan komunikasi memerlukan pedengaran
dan pembicara. Baroody (dalam Ansari, 2009 : 14) mengatakan mendengar
secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat
8

membaantu siswa mengkonstruksi lebih lengkappengetahuan matematika dan


mengatur strategi jawaban yang efektif.

2.2.3 Membaca (reading)


Membaca adalah aktivitas membaca teks secara aktif untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Membaca aktif juga
berarti membaca yang difokuskan pada paragraf-paragraf yang diperkirakan
mengandung jawaban relevan dengan pertanyaan yang telah disusun. Menurut
teori konstruktivisme, pengetahuan dibangun atau dikonstruksi secara aktif
oleh siswa sendiri.

2.2.4 Diskusi (discussing)


Diskusi merupakan sarana untuk mengungkapkan dam merefleksikan
pikiran siswa. Gokhale (dalam Ansari, 2009 : 15) mengatakan aktivitas siswa
dalam diskusi tidak hanya meningkatkan daya tarik antar partisipan tetapi juga
dapat meningkatkan cara berfikr kritis. Baroody (dalam Ansari, 2009 : 15)
mengemukakan mendiskusikan suatu ide adalah cara yang baik bagi siswa
untuk menjauhi gap, ketidakkonsistenan, atau suatu keberhasilan kemurnian
berfikir. Diskusi dapat menguntungkan pendengar yang baik, karena
memberikan wawasan baru baginya.

2.2.5 Menulis (writing)


Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berfikir, siswa memperoleh
pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif. Rose (dalam
Ansari, 2009 : 16) menyatakan bahwa menulis dipandang sebagai proses
berpikir keras yang dituangkan di atas kertas. Manzo (dalam Ansari, 2009 :
16) mengatakan meningkatkan taraf berfikr siswa ke arah yang lebih tinggi
(higher-order-thinking).
9

2.3 Kemampuan Komunikasi Matematika


Komunikasi dalam matematika berkaitan dengan kemampuan dan
ketrampilan siswa dalam berkomunikasi. Kemampuan komunikasi matematika
dapat terjadi ketika siswa belajar dalam kelompok, ketika siswa menjelaskan suatu
algoritma untuk memecahkan suatu persamaan, ketika menyajikan cara unik,
untuk memecahkan masalah, ketika siswa mengkonstruk dan menjelaskan suatu
representasi grafik terhadap fenomena dunia nyata, atau ketika siswa memberikan
suatu konjektur tentang gambar-gambar geometri (dalam Ansari, 2009 : 10).
Selanjutnya Greenes dan Schulman (dalam Ansari, 2009 : 10) menyatakan bahwa:
Kemampuan komunikasi matematika dapat terjadi ketika siswa (1)
menyatakan ide matematikamelalui ucapan, tulisan, demonstrasi dan
melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda, (2) memahami,
menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan atau
dalam bentuk visual, (3) mengkonstruk, menafsirkan dan menghubungkan
bermacam-macam repsentasi ide dan hubungannya.

Komunikasi matematika bukan hanya sekedar menyatakan ide


melalui tulisan tetapi lebih luas lagi yaitu kemampuan siswa dalam hal
bercakap, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan,
klarifikasi, bekerja sama, menulis, dan akhirnya melaporkan ini dipertegas
oleh pernyataan Sullivan & Mousley (dalam Ansari, 2009 : 10).
Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematika siswa,
perlu adanya indikator untuk mengukurnya. Indikator komunikasi
matematika lisan menurut Djumhur (dalam Junaidi: 2010) adalah siswa
dapat melakukan hal-hal berikut :
 Menyajikan suatu penyelesaian dari suatu masalah
 Menggunakan tabel, gambar, model dan lain-lain untuk menyampaikan
jawaban dari suatu masalah.
 Memilih cara yang paling tepat untuk menyajikan jawaban dari suatu masalah.
 Mampu menginterprestasikan dan mengevaluasi ide-ide, simbol, istilah serta
informasi matematika.
Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam komunikasi
matematika dalam bentuk tulisan adalah sebagai berikut :
10

 Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah


menggunakan gambar, tabel gambar, secara aljabar.
 Menyatakan hasil dalam bentuk tertulis.
 Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan keterangan dalam
bentuk tertulis.
 Menggunakan bahasa dan simbol matematika dengan tepat.

Sejalan dengan itu NCTM ( dalam Herdian: 2010) menyebutkan


indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematik pada
pembelajaran matematika dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 2.1 Indikator Komunikasi Matematika Siswa
No INDIKATOR KOMUNIKASI MATEMATIKA
1 Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan,
tertulis, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya
secara visual
2 Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi
ide-ide matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk
visual lainnya
3 Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Dengan mencermati indikator-indikator kemampuan komunikasi


dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari instrumen penilaian yang utamanya
melatih dan mengukur kemampuan komunikasi adalah instrumen
penilaian yang menuntut siswa melakukan kegiatan
menyelidiki/memeriksa kebenaran suatu pernyataan, menemukan,
membuktikan, menyimpulkan (berdasar pernyataan-pernyataan yang
diketahui), memanipulasi (fakta, konsep, prinsip, skill), menduga,
memberi alasan logis. Selanjutnya tuntutan itu dikomunikasikan dengan
cara lisan atau tertulis atau melalui tabel/diagram/grafik. Dalam hal ini
yang penting adalah bagaimana cara bertanya atau memberi perintah
sehingga siswa melakukan hal-hal seperti yang diuraikan pada indikator-
indikator kemampuan komunikasi di atas.
11

Oleh karena itu, penekanan pengajaran matematika pada


kemampuan komunikasi menurut NCTM (dalam Ansari, 2009 : 11)
bermanfaat dalam hal :
1. Guru dapat menginventarisasi dan konsolidasi pemikiran matematikasiswa
melalui komunikasi.
2. Siswa dapat mengkomunikasikan pemikiran matematika secara terurut dan
jelas pada teman, guru, dan lainnya,
3. Guru dapat menganalisis dan menilai pemikiran matematika siswa serta
strategi yang digunakan.
4. Siswa dapat menggunakan bahasa matematika untuk mengungkapkan ide
matematika yang tepat.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Matematika


Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kemampuan
kemampuan komunikasi matematika seperti yang dinyatakan Ansari (2009
: 22), antara lain:
2.4.1 Pengetahuan prasyarat
Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa sebagai akibar proses belajar sebelumnya. Hasil belajar siswa tentu saja
bervariasi sesuai kemampuan dari siswa itu sendiri. Ada siswa
berkemampuan diatas rata-rata ada juga dibawah rata-rata, oleh karena itu
kemampuan prasyarat ini sangat menentukan hasil pembelajaran siswa.
Namun dalam komunikasi matematikakemampuan awal siswa kadang-
kadang tidak dapat dijadikan standar untuk meramalkan kemampuan
kominikasi lisan maupun tulisan. Ada siswa yang mampu dalam komunikasi
tulisan, tetapi tidak mampu dalam komunikasi lisan, dan sebaliknya ada
siswa yang mampu berkomunikasi lisan dengan baik tapi tidak mampu
memberikan penjelasan dari tulisannya.
12

2.4.2 Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis.


Membaca merupakan aspek penting dalam pencapaian kemampuan
komunikasi siswa. Membaca memiliki peran sentral dalam pembelajaran
matematikakarena kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna
secara aktif. Apabila siswa diberi tugas membaca, mereka akan melakukan
elaborasi (pengembangan) apa yang telah dibaca. Ini berarti mereka
memikirkan gagasan, contoh-contoh, gambaran, dan konsep-konsep lain yang
berhubungan.
Diskusi berperan dalam melatih siswa untuk meningkatkan
keterampilan komunikasi lisan. Untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi lisan, dapat dilakukan latihan teratur seperti presentasi di kelas
oleh siswa, berdiskusi dalam kelompok, dan menggunakan permainan
matematika.
Menulis adalah proses bermakna karena siswa secara aktif
membangun hubungan antara yang dipelajari dengan apa yang sudah
diketahui. Menulis membantu siswa menyampaikan ide-ide dalam pikirannya
ke dalam bentuk tulisan.
Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk
semua level,hal ini disebabkan karena melalui diskusi seorang mampu
mendapatkan pengetahuan-pengetahuan yang baru dari teman-temannya.

2.4.3 Pemahaman Matematika (Mathematical Knowledge)


Pemahaman matematika adalah salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan komunikasi matematika. Pemahaman matematika
dapat diartikan sebagai kemampuan dalam menguasai suatu konsep
matematika yang mana ditunjukan dengan adanya pengetahuan terhadap
konsep, penerapan dan hubungannya dengan konsep lain. Pemahaman
matematika setiap orang berbeda-beda, hal ini disebabkan karena beberapa
faktor, antara lain: kemampuan membaca, menulis sserta faktor lingkungan
13

tempat ia berada. Oleh karena itu, pemahaman matematika dapat di tingkatkan


melalui proses pembelajaran.

2.5 Tes Kemampuan Komunikasi

Menurut Anne Anastasi (dalam Sudijono.2003 : 66) menyatakan bahwa:


”Tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif sehingga dapat
digunakan secara meluas, serta dapat betul-betul digunakan untur mengukur dan
membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu”. Tes yang digunakan
adalah tipe uraian, agar proses berfikir siswa dapat dievaluasi dan untuk
menghindari siswa menajwab secara menebak. Tes ini digunakan untuk mengukur
adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa. Tes ini terdiri dari
tes awal dan tes kemampuan komunikasi siswa. Data yang didapat dari
pelaksanaan tes awal digunakan sebagai acuan dalam pengelompokkan siswa
dengan kriteria siswa kemampuan komunikasi tinggi, sedang dan rendah.
Pemilihan bentuk tes uraian bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan
komunikasi matematik siswa secara menyeluruh terhadap materi bangun datar
segi empat di SMP.
Untuk menghindari subjektivitas dalam proses pemeriksaan dan acuan
dalam pemberian nilai. Bobot untuk setiap soal yang disajikan dalam kriteria
penilaian berikut:

Tabel 3.1 Pedoman Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematik


Aspek Komunikasi Indikator Skor
Tidak ada jawaban 0
Dapat menjelaskan suatu masalah 1
Penjelasan Matematika
dengan memberikan argumentasi
terhadap permasalahan matematika
tetapi tidak lengkap dan tidak benar
Dapat menjelaskan suatu masalah 2
14

dengan memberikan argumentasi


terhadap permasalahan matematika
dengan lengkap tetapi tidak benar
Dapat menjelaskan suatu masalah 3
dengan memberikan argumentasi
terhadap permasalahan matematika
dengan benar tetapi tidak lengkap
Dapat menjelaskan suatu masalah 4
dengan memberikan argumentasi
terhadap permasalahan matematika
dengan lengkap dan benar
Tidak ada jawaban 0
Dapat melukiskan gambar, diagram, 1
grafik dan tabel tetapi tidak lengkap
dan tidak benar
Dapat melukiskan gambar, diagram, 2
grafik dan tabel dengan lengkap tetapi
tidak benar
Membuat Dapat melukiskan gambar, diagram, 3
gambar, grafik dan tabel dengan benar tetapi
grafik, dan tidak lengkap
tabel Dapat melukiskan gambar, diagram, 4
grafik dan tabel dengan benar dan
lengkap
Tidak ada jawaban 0
Mengambar Dapat membaca gambar, diagram, 1
kan grafik, dan tabel tetapi tidak lengkap
Matematika dan tidak benar
Dapat membaca gambar, diagram, 2
grafik, dan tabel dengan lengkap tetapi
Membaca
tidak benar
gambar, Dapat membaca gambar, diagram, 3
grafik, dan grafik, dan tabel dengan benar tetapi
tabel tidak lengkap
Dapat membaca gambar, diagram, 4
15

grafik, dan tabel dengan benar dan


lengkap

Tidak ada jawaban 0


Dapat menyatakan ide matematika 1
menggunakan simbol-simbol atau
bahasa matematika secara tertulis
sebagai representasi dari suatu ide atau
gagasan tetapi tidak lengkap dan tidak
benar
Dapat menyatakan ide matematika 2
menggunakan simbol-simbol atau
bahasa matematika secara tertulis
sebagai representasi dari suatu ide atau
Ekspresi gagasan dengan lengkap tetapi tidak
Matematika benar
Dapat menyatakan ide matematika 3
menggunakan simbol-simbol atau
bahasa matematika secara tertulis
sebagai representasi dari suatu ide atau
gagasan dengan benar tetapi tidak
lengkap
Dapat menyatakan ide matematika 4
menggunakan simbol-simbol atau
bahasa matematika secara tertulis
sebagai representasi dari suatu ide atau
gagasan dengan benar dan lengkap
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian


3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri.

3.1.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan februari 2019 .

3.2 Subjek Dan Objek Penelitian


3.2.1 Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-1 SMP Negeri.

3.2.2 Objek Penelitian


Objek dalam penelitian ini adalah Penerapan Model Kooperatif Tipe
Think-Pair-Share (TPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematik Pada Materi Bangun Datar Segi Empat Siswa Kelas VII SMP
Negeri.

16

Anda mungkin juga menyukai