Pendahuluan
1
tercapai sangat tergantung pada keahlian guru. Agar siswa lebih cepat memahami
materi biasanya digunakan strategi langsung.
Dalam konteks Kurikulum 2013 ada 5 model pembelajaran yang merupakan
model inti. Pelaksanaan model pembelajaran mana yang dipilih diorientasikan agar
siswa dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilannya dalam proses
pembelajaran yang aktif kreatif, siswa dapat mengembangkan kemampuan kritis dan
terampil berkomunikasi maka para guru pegang peranan yang penting. Kelima model
pembelajaran tersebut adalah: Model Pembelajaran Proses Saintifik, Model
Pembelajaran Integratif Berdiferensiasi, Model 7 Pembelajaran Multiliterasi, Model
Pembelajaran Multisensori, dan Model Pembelajaran Kooperatif.
Oleh karena itu kami mengambil makalah pembanding mengenai “Pro dan
Kontra Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran Matematika”.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hasil jawaban pemakalah terhadap kelompok pembanding?
2. Untuk mengetahui jawaban pemekalah dari pertanyaan kelompok lain?
2
BAB II
Pembahasan
Jurnal Pembanding
Judul Jurnal : Persepsi guru matematika SMA di Kayu Agung terhadap
kurikulum 2013
Penulis : Guntur, Muhammad I S dkk.
Negara : Indonesia
Tahun : 2015
3
dilaksanakan pemerintah melalui Permen No 81 A tentang implementasi kurikulum
2013 diharapkan agar guru mendapat pengetahuan dan pemahaman tentang kurikulum
2013, sehingga mampu mengubah tingkah laku serta kegiatan pembelajaran di dalam
kelas. Sejurus dengan hal tersebut Sobur (2003:446) menyatakan dari segi psikologi
tingkah laku seseorang merupakan fungsi dan cara dia memandang. Oleh karena
itu,untuk mengubah tingkah laku seseorang dimulai dari merubah persepsinya.
Selanjutnya menurut Mulyana(2001:167) persepsi merupakan proses internal yang
memungkinkan seseorang memilih,mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan
dari lingkungannya,dan proses tersebut mempengaruhi perilaku seseorang. Kemudian
Menurut Sarwono(2012:86) persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus
yang ditangkap oleh organ-organ bantuannya yang kemudian masuk ke dalam
otaknya. Didalamnya terjadi proses berfikir yang akhirnya terwujud dalam sebuah
pemahaman, Pemahaman inilah yang disebut dengan persepsi
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka didapat bahwa persepsi guru
matematika terhadap kurikulum 2013 adalah pemahaman guru terhadap kurikulum
2013 yang merupakan respon terhdap konsep kurikulum 2013, proses pembelajaran
kurikulum 2013, penilaian dalam kurikulum 2013 dan cara pembuatan RPP dalam
kurikulum 2013. Untuk menjaring informasi bagaimana persepsi guru di kurikulum
2013 maka perlu dilakukan penelitian ini . Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
gambaran persepsi guru matematika SMA terhadap kurikulum 2013 di Kab OKIdan
diharapkan bermanfaat bagi Dinas Pendidikan Kabupaten OKI, sebagai evaluasi
terhadap pelatihan dan penerapan kurikulum 2013 di kabupaten OKI. Sekolah, sebagai
bahan masukan untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolahnya. Peneliti
sebagai bahan pertimbangan mereka untuk melakukan penelitian berbasis kurikulum
2013.
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tentang persepsi guru
matematika sekolah menengah atas di Kayuagung terhadap kurikulum 2013 dapat
disimpulkan bahwa persepsi para guru tersebut terbilang cukup yaitu sekitar 54,66 %,
hal ini dapat dilihat dari persentase jawaban benar yang diberikan ke para narasumber
dan hasil wawancara dalam tiap kategori sebagai berikut, Konsep kurikulum 2013
(37,6%) , dari hasil wawancara dan angket terungkap bahwa guru masih belum
memahami perbedaan antara KI dan SK serta membedakan komponen apa saja yang
berubah dalam kurikulum 2013. Proses pembelajaran dalam kurikulum 2013 (67%),
4
walaupun proses pembelajaran masuk dalam kategori baik tetapi dari hasil wawancara
guru masih belum memiliki informasi yang cukup banyak terkait model pembelajaran
inquiry learning. Penilaiaan dalam kurikulum 2013 (53,71%), dari hasil wawancara
terungkap bahwa guru belum memahami sepenuhnya jenis-jenis peniliaian autentik
yang dipakai. Tentang RPP dalam kurikulum 2013( 61,33%), dan dari hasil
wawancara terungkap bahwa guru sudah memahami dengan baik langkah-langkah
penyusunan RPP dalam kurikulum 2013.
Penelitian ini disarankan kepada:1) Dinas pendidikan OKI, agar melakukan
kordinasi lebih sering dengan pemerintah pusat untuk dapat memberikan pelatihan
kurikulum 2013 yang lebih banyak lagi kepada guru. 2.) Sekolah, agar dapat
mempertimbangkan untuk mengadakan kegiatan yang dapat memfasilitasi guru dalam
menambah pengetahuan guru mengenai kurikulum 2013, 3) Peneliti, agar menjadi
bahan pertimbangan sebelum melakukan penelitian berbasis kurikulum 2013 terhadap
sekolah-sekolah di Kayuagung.
5
tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan peserta didik
melaksanakan kegiatan belajar matematika, sehingga pemahaman konsep-konsep atau
prinsip-prinsip matematika dapat dipelajari dengan baik oleh peserta didik. Melalui
tindakan ini, proses pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik dapat dilakukan
serta hasil dari pembelajaran akan dicapai oleh setiap guru.
Kurikulum 2013 berbasis kompetensi dapat dimaknai sebagai suatu konsep
kurikulum yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan
(kompetensi) tugas-tugas dengan standar performasi tertentu, sehingga hasilnya dapat
dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi
tertentu (Mulyasa, 2013: 68). Kurikulum ini diarahkan untuk mengembangakan
pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai sikap, dan minat peserta didik, agar
dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan
dengan penuh tanggung jawab.
Landasan Kurikulum 2013 terdiri dari landasan filosofi, landasan teoritis, dan
landasan yuridis. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia
agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Implementasi Kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran matematika
merupakan pelaksanaan program kurikulum ke dalam praktik pembelajaran
matematika, sehingga terjadi perubahan dalam diri peserta didik baik perubahan
pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Implementasi Kurikulum 2013 dalam
proses pembelajaran terdiri dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap
pelaksanaan, dan tahap penilaian. Dalam pelaksanakan Kurikulum 2013 guru harus
dapat memahami konsep dasar kurikulum dan kemampuan merencanakan Kurikulum
2013 yaitu penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), pelaksanakan
pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 serta mampu melaksanakan penilaian.
Perencanaan pembelajaran matematika oleh guru di SMA Negeri 1
Makassar berdasarkan Kurikulum 2013 di Sekolah berada pada kategori baik. Subjek
NH, ML, dan MB dalam menyusun RPP semuanya sama, karena dalam penyusunan
RPP dilakukan dengan berkelompok, baik yang sudah mengikuti pelatihan maupun
yang belum mengikuti pelatihan Kurikulum 2013. Pelaksanaan pembelajaran
matematika oleh guru berdasarkan Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1 Makassar
6
berada pada kategori yang berbeda. Subjek NH berada pada kategori baik, Subjek ML
dan MB berada pada kategori cukup baik. Hal ini dikarenakan subjek NH sangat
kreatif dan menguasai pembelajaran Kurikulum 2013, sedangkan subjek ML dan MB
terlihat kurang produktif dalam menggunakan mendesain pembelajaran. Penilaian
pembelajaran matematika oleh guru berdasarkan Kurikulum 2013 di SMA Negeri 1
Makassar berada pada kategori yang berbeda. Subjek NH dan ML berada pada
kategori baik, subjek MB berada pada kategori kurang baik. Hal ini dikarenakan
subjek NH dan ML melaksanakan penilaian kinerja siswa secara menyeluruh baik dari
segi sikap, pengetahuan, dan keterampilan, sedangkan subjek MB belum sepenuhnya
maksimal dalam melakukan aspek-aspek penilaian terhadap kinerja siswa.
Jurnal Pembanding
Judul Jurnal : Analisis Kesulitan yang Dihadapi Oleh Guru dan Peserta Didik Sekolah
Menengah Pertama dalam Implementasi Kurikulum 2013 pada Mata
Pelajaran Matematika (Studi Kasus Eks-Karesidenan Madiun)
Penulis : Krisdiana, Ika dkk.
Universitas : IKIP PGRI Madiun
Negara : Indonesia
Tahun : 2014
Ringkasan Jurnal
Pada tahun 2013, pemerintah Indonesia memberlakukan kurikulum baru untuk
pendidikan di sekolah dasar dan menengah di Indonesia, yaitu Kurikulum 2013.
Kurikulum ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan
meningkatkan daya saing bangsa, dan seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum ini diharapkan menghasilkan sumber
daya manusia yang produktif, kreatif inovatif dan afektif, melalui penguatan
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Puskurbuk, 2012). Tujuan ini
dilakukan melalui pelaksanaan pendidikan dengan memperbaiki muatan pendidikan,
7
melakukan pergeseran paradigm belajar ke konstruktivisme, dari siswa menerima
materi menjadi siswa membentuk pemahaman konsep dalam mata pelajaran sendiri,
menggunakan penilaian berbasis kompetensi, dan penilaian kelas secara otentik.
Muatan tiap mata pelajaran yang dipelajari siswa meliputi 4 kompetensi inti,
yaitu kompetensi sikap sosial, sikap spiritual, pengetahuan, dan keterampilan (Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Masing-masing kompetensi kemudian dijabarkan
menjadi beberapa kompetensi dasar. Keempat kompetensi inti masing- masing diberi
penelakanan yang sama. Hal ini yang membedakan Kurikulum 2013 dengan
kurikulum yang berlaku sebelumnya. Penekanan bukan hanya pada kompetensi
kognitif saja, namun juga pada kompetensi sikap dan keterampilan juga menjadi hal
penting untuk dipelajari dan dilatihkan kepada siswa.
Pada proses pembelajaran, digunakan paradigma konstruktivisme. Dengan
kurikulum ini, direkomendasikan pembelajaran dengan pendekatan saintifik,
pembelajaran berbasis masalah, atau pembelajaran berbasis projek (Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Sintaks-sintaks pembelajaran juga telah
ditetapkan, yang diharapkan dapat mempermudah guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Dengan pembelajaran ini, siswa menjadi lebih aktif dan mengkonstruk
pemahaman sendiri untuk menguasai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan, dan keterampilan. Sistem penilaian yang dilaksanakan guru di kelas juga
sangat berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yaitu dengan menerapkan asesmen
otentik.
Secara teoretis, pembelajaran pada Kurikulum 2013, khususnya dalam
pelajaran matematika sejalan dengan pembelajaran matematika yang ditetapkan
NCTM. Pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of
Teachers of Matematics (NCTM, 2000) menetapkan bahwa siswa harus mempelajari
matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari
pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada lima standar proses dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) belajar
untuk memecahkan masalah; (2) belajar untuk bernalar dan bukti; (3) belajar untuk
berkomunikasi; (4) belajar untuk mengaitkan ide; dan (5) belajar untuk
mempresentasikan (NCTM, 2000). Pada pembelajaran ini, aspek yang dikembangkan
dalam pendidikan meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pendidikan
tidak hanya melatihkan pengetahuan dan keterampilam saja, namun juga aspek sikap.
8
Keterampilan dalam matematika yang dimaksudkan adalah keterampilan berfikir
tingkat tinggi (HOTS) yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam berfikir kritis
(Udi & Cheng, 2015).
Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-
langkah ilmuwan dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model
pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya
kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa (De Vito, 1989). Pembelajaran saintifik dilakukan dengan tahap
mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan.
Pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dari segi isi maupun
pengalaman (Edelson, Gordin & Pea,1999). Selain pembelajaran saintifik, kurikulum
merekomendasikan pula penggunaan pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning, PBL) dan pembelajaran berbasis projek (project based learning, PjBL). PBL
dapat bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan berfikir tingkat tinggi
(Weissinger, 2004; Arends, 2012). Pembelajaran berbasis masalah merupakan
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang mengorganisasikan
kurikulum dan pembelajaran dalam situasi yang tidak terstruktur dan memberikan
masalah dunia nyata (Mergendoller, Maxwell & Belissimo, 2006; Massa, 2008;
Arends & Kilcher, 2010). Masalah dalam PBL berupa masalah autentik untuk
dijadikan tonggak untuk melakukan investigasi dan penemuan (Arends, 2012),
berkolaborasi dan mengatur pembagian tugas antarsiswa (Arends & Kilcher, 2010).
Demikian pula halnya dengan PBL yang merupakan metode yang mendukung,
memfasilitasi, dan meningkatkan kualitas pembelajaran (Tamin & Grant, 2013).
Asesmen pada Kurikulum 2013 yang diterapkan adalah penilaian autentik.
Penilaian otentik merupakan proses penilaian secara global untuk menilai secara
mendalam pemikiran, motivasi, atau tindakan. Dalam penilaian ini, siswa diharapkan
berfikir kritis, menganalisis informasi, memeroleh ide yang baru, mengomunikasikan,
kerjasama, memecahkan masalah, dan menyimpulkan (DiMartino, Castameda, &
Miles, 2007). Pada asesmen otentik ini, kompetensi siswa dinilai, baik pengetahuan,
keterampilan, atau sikap, atau kombinasi dari ketiganya (Gulikers, Bastiaens,
Kirschner, 2004; Ariev, 2005; Lombardi, 2008). Ketika kurikulum baru diberlakukan,
tentu ada hambatan untuk mengimplementasikannya. Hambatan dan tantangan yang
biasa dialami dan dihadapi banyak negara yakni tahap implementasi, misalya
9
tambahan tugas guru yang berat dan perbedaan-perbedaan dalam kelas yang dialami
selama pembelajaran (Cheung & Wong, 2012), kekurangcukupan pemahaman guru
mengenai kurikulum (Park, 2008, Cheung & Wong, 2012), dan kurangnya fasilitas
(Syomwene, 2013). Selain itu, juga terdapat hambatan dalam pelaksanaan
pembelajaran dan asesmen.
Pembelajaran merupakan salah satu esensi dalam pelaksanaan kurikulum. Pada
pembelajaran matematika, ada berbagai kesulitan yang dihadapi guru. Pada umumnya,
guru hanya sekedar memberikan waktu menanya dan apabila tidak ada respon maka
masuk ke fase berikutnya. “Menyelesaikan materi” adalah hal yang sering menjadi
dalih guru untuk tidak melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rancangan
pembelajaran. Idealnya, proses pembelajaran yang menggunakan alur 5M dihiasi
dengan keaktifan siswa dan kebermaknaan materi. Namun, beberapa strategi
pembelajaran berbasis saintifik dipandang membutuhkan waktu yang relatif lama. Jika
merujuk pada muatan materi dan alokasi waktu yang dipandang tidak seimbang,
kebanyakan guru mengungkapkan rasa pesimis sehingga seringkali keterlaksanaan
rancangan pembelajaran pun masih sangat ku rang. Strategi guru untuk dapat
menyampaikan materi di tengah terbatasnya waktu adalah dengan memberikan tugas
pada siswa. Hampir semua guru mapel memiliki strategi demikian sehingga volume
tugas siswa sangat banyak. Hal tersebut sering menimbulkan keluhan dari orang tua
siswa. Mengenai sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran
proses belajar belum bisa dikatakan ideal. Masih banyak bagian yang harus
disempurnakan. Buku ajar adalah salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
guna menunjang dan memudahkan proses pembelajaran. Namun, masih ditemukan
buku dengan konten yang salah secara konsep maupun penulisan. Kondisi tersebut
dapat memberikan pengaruh pada proses belajar. Kemungkinan pertama adalah siswa
kebingungan dan kemungkinan kedua adalah siswa mengalami miskonsepsi. Hal
tersebut menuntut kejelian dan ketelatenan guru dalam merevisi dan melakukan
klarifikasi pada siswa.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan
dari hasil angket implementasi kurikulum 2013 dan wawancara terhadap guru dan
peserta didik. Kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik Sekolah Menengah Pertama
dalam mengimplementasikan kurikulum 2013 pada matapelajaran matematika:
10
1) peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami isi, contoh-contoh dan
bahasa dalam buku teks
2) peserta didik jarang dilatih melakukan pengamatan dan percobaan
3) dalam proses pembelajaran berlangsung guru jarang menggunakan teknologi
informasi dalam proses belajar mengajar.
11
berkaitan. Dalam proses pembelajarannya, materi matematika yang satu mungkin
merupakan prasyarat bagi materi yang lainnya, atau konsep yang satu diperlukan
untuk menjelaskan konsep yang lainnya. Sehingga diperlukan kemampuan dalam
mengkaitkan antar materi dan konsep dalam pembelajaran matematika yang disebut
dengan kemampuan koneksi matematis. Kegiatan yang dapat menunjukkan atau
tergolong kemampuan koneksi matematis yaitu menurut Pijarno (2014: 3)
Mengaplikasikan dan menghubungkan antar konsep dalam suatu materi matematika;
Mengaplikasikan dan menghubungkan konsep antar materi matematika;
Mengaplikasikan dan menghubungkan konsep pada materi matematika dengan konsep
pada materi ilmu selain matematika.
Menurut NCTM (dalam Warih dkk, 2016: 377) terdapat lima kemampuan
dasar matematika yang merupakan standar, yaitu pemecahan masalah (problem
solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connections), dan representasi (representation). Koneksi
matematis penting dimiliki oleh peserta didik dalam mempelajari matematika. Dari
hasil pengamatan dan wawancara oleh guru kelas salah satu Sekolah Menengah Atas
(SMA) Negeri di Kecamatan Pakel peserta didik sering kali mengalami kesulitan
dalam memecahkan masalah matematika khususnya materi limit fungsi. Materi limit
fungsi ini merupakan salah satu materi wajib yang harus dikuasai oleh peserta didik
karena menjadi prasyarat bagi materi- materi selanjutnya. Materi limit fungsi juga
merupakan materi yang baru bagi tingkat SMA. Dalam mempelajari materi limit
fungsi ini peserta didik harus menguasai konsep dasar dan sedikit mengingat materi
prasyarat lainnya seperti materi fungsi, dan operasi aljabar dalam fungsi, dan lain
sebagainya. Untuk menguasai materi limit fungsi ini siswa harus paham betul cara
mengoperasikannya, tidak hanya mengandalkan hafalan rumus yang biasa dilakukan.
Harus memahami aturan-aturan yang ada apa materi limit fungsi. Pemilihan materi
limit fungsi ini dikarenakan banyak peserta didik yang kurang tertarik ketika mereka
mendapatkan materi limit fungsi tersebut dan banyak yang menganggap materi limit
fungsi itu sulit.
Menurut Sri Adi Widodo (2013: 8), Kesalahan mahasiswa dapat dijadikan
sebagai pedoman untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa menguasai dan
memahami materi yang telah diberikan. Dengan mengikuti langkah-langkah
pemecahan masalah dari Polya diperoleh bahwa kesalahan pada tahap pertama adalah
12
kesalahan fakta, kesalahan karena kebiasaan, dan kesalahan intepretasi bahasa.
Kesalahan pada tahap kedua adalah kesalahan konsep dan fakta. Kesalahan pada tahap
ketiga adalah kesalahan prinsip dan prosedur.
Kemampuan koneksi matematis (connection) merupakan salah satu
kemampuan berfikir matematis tingkat tinggi NCTM. Kemampuan ini merupakan
suatu kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sebagaimana tujuan pembelajaran
matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yaitu memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep, dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah Depdiknas (dalam Kumalasari dan Putri: 2013). Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika ditinjau dari
kemampuan koneksi matematis. Dalam penelitian ini dapat dikatakan bahwa analisis
kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika perlu diberikan solusi alternatif
untuk mengatasi kesulitan belajar supaya prestasi belajar siswa tersebut dapat
meningkat. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian di SMA Negeri 1 Pakel
kelas XI IPA 3 dengan materi Limit Fungsi. Pengambilan lokasi penelitian ini
berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru yang mengajar di SMA Negeri 1
Pakel kelas XI IPA 3 banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
soal- soal matematika sehingga prestasi mereka rendah. Sedangkan materi limit fungsi
tersebut disesuaikan dengan materi pembelajaran pada waktu peneliti melakukan
penelitian. Pengertian tentang anak kesulitan belajar sangat diperlukan karena dalam
kehidupan sehari-hari sering ditemukan adanya penggunaan istilah tersebut secara
keliru. Banyak orang, termasuk sebagian besar para guru, tidak dapat membedakan
antara kesulitan belajar, lambat belajar, dan tuna grahita. Tanpa memahami pengertian
kesulitan belajar, akan sulit pula menentukan jumlah anak berkesulitan belajar
sehingga pada gilirannya juga sulit untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka.
Dengan memahami pengertian kesulitan belajar, jumlah dan klasifikasinya
dapat ditentukan strategi penanggulangan yang efektif dan efisien. Siswa dengan
kemampuan koneksi matematis tinggi tidak mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan soal. Sehingga pada tingkatan ini siswa mampu menghubungkan
semua indikator koneksi matematis dan indikator kesulitan yaitu mempelajari konsep,
menerapkan prinsip, dan menyelesaikan masalah verbal.
13
Siswa dengan kemampuan koneksi matematis sedang sedikit mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal. Pada tingkatan ini siswa cenderung mengalami
kesulitan pada indikator menerapkan prinsip dan kesulitan dalam menyelesaikan
masalah verbal.
Siswa dengan kemampuan koneksi matematis rendah mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal. Sehingga pada tingkatan ini siswa sulit dalam
menghubungkan semua indikator koneksi matematis dan indikator kesulitan, yaitu
kesulitan mempelajari konsep, menerapkan prinsip dan menyelesaikan masalah
verbal.
Pertanyaan Pembanding dari Jurnal Tentang Apa yang harus dilakukan agar
kurikulum 2013 dapat diterapkan khususnya pada pembelajaran matematika sesuai
desain yang dimaksudkan pada kurikulum 2013.
Jurnal Pembanding
Judul Jurnal : Menyambut Kurikulum 2013
Penulis : A Ferry T. Indrapratno
Pusat Pengkajian Pengolahan data dan informasi
sekretariat jenderal DPR RI
Negara : Indonesia
Tahun : 2013
Ringkasan Jurnal
Kurikulum pendidikan yang baik tidak akan menghasilkan produk pendidikan
yang bermanfaat jika tidak dijalankan oleh pendidik yang profesional, sebaliknya
kurikulum pendidikan yang tidak baik juga tidak akan menghasilkan produk
pendidikan yang bermanfaat meskipun dijalankan oleh pendidik profesional. Ada tiga
prakondisi yang harus dipenuhi agar Kurikulum 2013 dapat diterapkan khususnya
pada pembelajaran matematika sesuai desain yang dimaksudkan pada kurikulum
2013. Pertama, guru-guru telah memiliki kesiapan memadai baik dari segi kualifikasi
dan kompetensi maupun dalam hal kesamaan pemahaman paradigma pendidikan yang
dijabarkan di dalam kurikulum khususnya pada guru matematika. Kedua, kita semua
berhenti memaksa sekolah mengajarkan sesuatu di luar hakikat dan kapasitasnya.
14
Ketiga, konsep “multimuatan” pada mata pelajaran tidak menghambat pembelajaran
“ilmu sebagai ilmu”. Tajuk rencana Kompas yang pertama berjudul “Uji Publik
Kurikulum 2013” mengapresiasi kerjacepat (+3 bulan) penyusunan bahan uji publik
sejak September sampai akhir November 2012. Ada harapan agar masukan uji publik
dipakai sebagai penyempurnaan bahan tidak hanya menjadi lip service, dengan
mempertimbangkan faktor heterogenitas Indonesia. Kurikulum seharusnya diterapkan
dengan sekecil mungkin adanya jurang kurikulum di atas kertas dan di lapangan.
S. Hamid Hasan sebagai Tim Inti Pengembang Kurikulum 2013 menulis
artikel ilmiah yang dapat dikatakan menyampaikan kepada masyarakat umum
mengenai alasan diterapkannya Kurikulum 2013. Secara garis besar disampaikan
bahwa struktur kurikulum mengalami perubahan melalui pengurangan jumlah mata
pelajaran. Kurikulum mengalami penyederhanaan berupa penempatan kompetensi
dasar Muatan Lokal ke dalam mata pelajaran lain. Sedangkan struktur kurikulum yang
mengalami perubahan mendasar adalah untuk SMA dan SMK Diharapkan Kurikulum
2013 dapat mewujudkan manusia Indonesi ayang lebih baik dan berkemampuan
dalam menghadapi kehidupan di abad ke-21.
Bercermin dari pengalaman sebagai Pengawas di Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olahraga Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Sri Prihartini Yulia memaparkan
permasalahan yang dihadapi para guru dalam menerapkan kurikulum yang sedang
berjalan. Berbagai peraturan pelaksana yang disusun dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan di Indonesia ternyata tidak banyak berpengaruh. Energi besar,
pemikiran besar, biaya besar yang dikeluarkan pemerintah terkait dengan perubahan
kurikulum dari tahun ke tahun tidak mempermudah pencapaian mimpi dan kondisi
ideal. Melalui artikel “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Perlukah Berubah?”
diharapkan para pengambil kebijakan lebih realistis dan membuka mata terhadap
implementasi riil dari semua produk kebijakan.
Agus Prih Adiartanto melalui “Biarlah Kurikulum Berubah dan Guru Pun Tetap
tak Berbenah” memaparkan penyebab perubahan kurikulum di Indonesia yang
seringkali tidak sesuai harapan dan tidak mampu mengatasi persoalan pendidikan.
Secara singkat disampaikan sejarah perubahan kurikulum yang tidak diiringi dengan
perubahan paradigma guru tentang perubahan tersebut. Judul artikel telah
memperlihatkan bahwa guru tidak mengerti secara mendalam bahwa perubahan
kurikulum bukan hanya berdampak pada keseragaman format, tetapi juga berdampak
15
lebih kepada tuntutan pertanggungjawaban, nalar, pedagogik, profesionalisme mereka
untuk diperhatian dan terus dikembangkan.
Seperti halnya Supriyoko, Lie, dan Adiartanto maka A. Ferry T. Indratno juga
memaparkan secara singkat perjalanan perubahan kurikulum di Indonesia sampai
dengan saat ini. Melalui artikel “Perspektif Pendidikan Humanis Mangunwijaya”
disampaikan inti dari artikel yaitu pendidikan di Indonesia merupakan pendidikan
yang dehumanis atau tidak manusiawi. Tidak ada guru sejati dan sekolah sejati,
akibatnya lulusan yang dihasilkannya pun menjadi anak yang tidak sejati. Pendidikan
karakter demi pemuliaan manusia Indonesia yang diperjuangkan Y.B. Mangunwijaya
sejalan dengan pandangan Bung Hatta yang memaknai ungkapan “mencerdaskan
kehidupan bangsa” sebagai pemerdekaan atas ke-inlander-an bangsa Indonesia.
Demikian juga dengan Ki Hadjar Dewantara yang ingin mendidik anak bangsa tidak
menjadi pandai saja, tetapi terutama menjadi bijaksana dan bersetiakawan.
Jurnal Pemakalah
Judul Jurnal : Strategi Kepala Sekolah dalam Melaksanakan Kurikulum 2013
Penulis : Siska Agustina
Universitas : Universitas Negeri Malang
Negara : Indonesia
Tahun : 2013
Ringkasan Jurnal
Kurikulum 2013 adalah kurikulum baru yang mengacu pada pembelajaran
tematik yang bertujuan untuk mengembangkan kreativitas peserta didik, potensi siswa
dalam hal kognitif, psikomotorik, dan afektif. Dalam implementasinya Kurikulum
2013 lebih mengembangkan kreativitas siswa dan penguatan karakter yang tidak
hanya menekankan kemampuan anak dalam hal kognitif tetapi juga psikomotorik dan
afektif. Hal ini sesuai dengan pendapat Mendikbud Mohammad Nuh (dalam Mulyoto,
2013:115) menegaskan bahwa implementasi Kurikulum 2013 nanti akan menekankan
pada pengembangan kreativitas siswa dan penguatan karakter. Kurikulum ini akan
memenuhi tiga komponen utama dalam pendidikan secara berimbang: pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Untuk melaksanakan Kurikulum 2013, maka peran kepala
16
sekolah sebagai pemimpin pendidikan sangatlah penting. Dalam hal ini, strategi yang
dilakukan kepala sekolah untuk menentukan apakah implementasi Kurikulum 2013
tersebut berjalan sesuai tujuan Kurikulum 2013 yaitu menerapkan pendidikan karakter
dan kompetensi.
Mulyasa (2013:24) mengatakan “Kepala sekolah sebagai pemimpin
pendidikan di sekolah merupakan suatu tuntutan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan”.
Profesionalisme kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin di
sekolah ditunjukkan dengan keberhasilannya meningkatkan kualitas sumber daya
manusia (SDM) yaitu pendidik dalam melaksanakan proses belajar mengajar.
Kepemimpinan kepala sekolah dalam pelaksanaan Kurikulum 2013 sangat
menentukan kesuksesan pelaksanaan kurikulum tersebut. Dengan adanya perubahan-
perubahan kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah dari mulai berlakunya
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006 dan Kurikulum 2013 ini diharapkan dapat
memperbaiki masalah dari kurikulum sebelumnya yang dianggap lebih memberatkan
siswa, khususnya sekolah dasar. Oleh karena itu dalam kepemimpinannya, kepala
sekolah memiliki tanggung jawab menjadikan guru yang berkualitas dan mampu
menghadapi perubahan-perubahan kurikulum serta memiliki kemampuan untuk
membuat program-program baru yang ada pada Kurikulum 2013.
Selain itu, kepala sekolah juga mengadakan sosialisasi kepada orangtua siswa
terkait dengan pelaksanaan Kurikulum 2013. Sosialisasi ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman kepada orangtua siswa dengan dilaksanakannya Kurikulum
2013 di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah dan guru-guru khususnya guru kelas
harus mampu memberikan pengertian kepada orangtua siswa dengan diterapkannya
Kurikulum 2013.
17
Jurnal Pemakalah
Judul Jurnal : Analisis Kesulitan yang Dihadapi Oleh Guru dan Peserta Didik Sekolah
Menengah Pertama dalam Implementasi Kurikulum 2013 pada Mata
Pelajaran Matematika (Studi Kasus Eks-Karesidenan Madiun)
Penulis : Krisdiana, Ika dkk.
Universitas : IKIP PGRI Madiun
Negara : Indonesia
Tahun : 2014
Ringkasan Jurnal
Pada tahun 2013, pemerintah Indonesia memberlakukan kurikulum baru untuk
pendidikan di sekolah dasar dan menengah di Indonesia, yaitu Kurikulum 2013.
Kurikulum ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan
meningkatkan daya saing bangsa, dan seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum ini diharapkan menghasilkan sumber
daya manusia yang produktif, kreatif inovatif dan afektif, melalui penguatan
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Puskurbuk, 2012). Tujuan ini
dilakukan melalui pelaksanaan pendidikan dengan memperbaiki muatan pendidikan,
melakukan pergeseran paradigm belajar ke konstruktivisme, dari siswa menerima
materi menjadi siswa membentuk pemahaman konsep dalam mata pelajaran sendiri,
menggunakan penilaian berbasis kompetensi, dan penilaian kelas secara otentik.
Muatan tiap mata pelajaran yang dipelajari siswa meliputi 4 kompetensi inti,
yaitu kompetensi sikap sosial, sikap spiritual, pengetahuan, dan keterampilan (Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Masing-masing kompetensi kemudian dijabarkan
menjadi beberapa kompetensi dasar. Keempat kompetensi inti masing- masing diberi
penelakanan yang sama. Hal ini yang membedakan Kurikulum 2013 dengan
kurikulum yang berlaku sebelumnya. Penekanan bukan hanya pada kompetensi
kognitif saja, namun juga pada kompetensi sikap dan keterampilan juga menjadi hal
penting untuk dipelajari dan dilatihkan kepada siswa.
Pada proses pembelajaran, digunakan paradigma konstruktivisme. Dengan
kurikulum ini, direkomendasikan pembelajaran dengan pendekatan saintifik,
pembelajaran berbasis masalah, atau pembelajaran berbasis projek (Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, 2013). Sintaks-sintaks pembelajaran juga telah
18
ditetapkan, yang diharapkan dapat mempermudah guru dalam melaksanakan
pembelajaran. Dengan pembelajaran ini, siswa menjadi lebih aktif dan mengkonstruk
pemahaman sendiri untuk menguasai kompetensi sikap spiritual, sikap sosial,
pengetahuan, dan keterampilan. Sistem penilaian yang dilaksanakan guru di kelas juga
sangat berbeda dengan kurikulum sebelumnya, yaitu dengan menerapkan asesmen
otentik.
Secara teoretis, pembelajaran pada Kurikulum 2013, khususnya dalam
pelajaran matematika sejalan dengan pembelajaran matematika yang ditetapkan
NCTM. Pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council of
Teachers of Matematics (NCTM, 2000) menetapkan bahwa siswa harus mempelajari
matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan baru dari
pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada lima standar proses dalam pembelajaran matematika, yaitu: (1) belajar
untuk memecahkan masalah; (2) belajar untuk bernalar dan bukti; (3) belajar untuk
berkomunikasi; (4) belajar untuk mengaitkan ide; dan (5) belajar untuk
mempresentasikan (NCTM, 2000). Pada pembelajaran ini, aspek yang dikembangkan
dalam pendidikan meliputi aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pendidikan
tidak hanya melatihkan pengetahuan dan keterampilam saja, namun juga aspek sikap.
Keterampilan dalam matematika yang dimaksudkan adalah keterampilan berfikir
tingkat tinggi (HOTS) yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam berfikir kritis
(Udi & Cheng, 2015).
Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-
langkah ilmuwan dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model
pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya
kecakapan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan
berpikir kreatif siswa (De Vito, 1989). Pembelajaran saintifik dilakukan dengan tahap
mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasikan, dan mengomunikasikan.
Pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dari segi isi maupun
pengalaman (Edelson, Gordin & Pea,1999). Selain pembelajaran saintifik, kurikulum
merekomendasikan pula penggunaan pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning, PBL) dan pembelajaran berbasis projek (project based learning, PjBL). PBL
dapat bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan berfikir tingkat tinggi
(Weissinger, 2004; Arends, 2012). Pembelajaran berbasis masalah merupakan
19
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang mengorganisasikan
kurikulum dan pembelajaran dalam situasi yang tidak terstruktur dan memberikan
masalah dunia nyata (Mergendoller, Maxwell & Belissimo, 2006; Massa, 2008;
Arends & Kilcher, 2010). Masalah dalam PBL berupa masalah autentik untuk
dijadikan tonggak untuk melakukan investigasi dan penemuan (Arends, 2012),
berkolaborasi dan mengatur pembagian tugas antarsiswa (Arends & Kilcher, 2010).
Demikian pula halnya dengan PBL yang merupakan metode yang mendukung,
memfasilitasi, dan meningkatkan kualitas pembelajaran (Tamin & Grant, 2013).
Asesmen pada Kurikulum 2013 yang diterapkan adalah penilaian autentik.
Penilaian otentik merupakan proses penilaian secara global untuk menilai secara
mendalam pemikiran, motivasi, atau tindakan. Dalam penilaian ini, siswa diharapkan
berfikir kritis, menganalisis informasi, memeroleh ide yang baru, mengomunikasikan,
kerjasama, memecahkan masalah, dan menyimpulkan (DiMartino, Castameda, &
Miles, 2007). Pada asesmen otentik ini, kompetensi siswa dinilai, baik pengetahuan,
keterampilan, atau sikap, atau kombinasi dari ketiganya (Gulikers, Bastiaens,
Kirschner, 2004; Ariev, 2005; Lombardi, 2008). Ketika kurikulum baru diberlakukan,
tentu ada hambatan untuk mengimplementasikannya. Hambatan dan tantangan yang
biasa dialami dan dihadapi banyak negara yakni tahap implementasi, misalya
tambahan tugas guru yang berat dan perbedaan-perbedaan dalam kelas yang dialami
selama pembelajaran (Cheung & Wong, 2012), kekurangcukupan pemahaman guru
mengenai kurikulum (Park, 2008, Cheung & Wong, 2012), dan kurangnya fasilitas
(Syomwene, 2013). Selain itu, juga terdapat hambatan dalam pelaksanaan
pembelajaran dan asesmen.
Pembelajaran merupakan salahsatu esensi dalam pelaksanaan kurikulum. Pada
pembelajaran matematika, ada berbagai kesulitan yang dihadapi guru. Pada umumnya,
guru hanya sekedar memberikan waktu menanya dan apabila tidak ada respon maka
masuk ke fase berikutnya. “Menyelesaikan materi” adalah hal yang sering menjadi
dalih guru untuk tidak melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rancangan
pembelajaran. Idealnya, proses pembelajaran yang menggunakan alur 5M dihiasi
dengan keaktifan siswa dan kebermaknaan materi. Namun, beberapa strategi
pembelajaran berbasis saintifik dipandang membutuhkan waktu yang relatif lama. Jika
merujuk pada muatan materi dan alokasi waktu yang dipandang tidak seimbang,
kebanyakan guru mengungkapkan rasa pesimis sehingga seringkali keterlaksanaan
20
rancangan pembelajaran pun masih sangat ku rang. Strategi guru untuk dapat
menyampaikan materi di tengah terbatasnya waktu adalah dengan memberikan tugas
pada siswa. Hampir semua guru mapel memiliki strategi demikian sehingga volume
tugas siswa sangat banyak. Hal tersebut sering menimbulkan keluhan dari orang tua
siswa. Mengenai sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran
proses belajar belum bisa dikatakan ideal. Masih banyak bagian yang harus
disempurnakan. Buku ajar adalah salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemerintah
guna menunjang dan memudahkan proses pembelajaran. Namun, masih ditemukan
buku dengan konten yang salah secara konsep maupun penulisan. Kondisi tersebut
dapat memberikan pengaruh pada proses belajar. Kemungkinan pertama adalah siswa
kebingungan dan kemungkinan kedua adalah siswa mengalami miskonsepsi. Hal
tersebut menuntut kejelian dan ketelatenan guru dalam merevisi dan melakukan
klarifikasi pada siswa.
Melaksanakan pembelajaran saintifik dengan mengaktifkan siswa juga
merupakan kesulitan guru. Kesulitan ini diakibatkan kemampuan siswa yang beragam,
siswa belum terbiasa dengan pembelajaran pendekatan konstruktivisme, kurang
cukupnya waktu pembelajaran, dan kurangnya sarana belajar berupa buku yang sesuai
dengan Kurikulum 2013. Hal ini akan menjadi lebih rumit jika guru belum memahami
sepenuhnya Kurikulum 2013, termasuk proses pembelajaran sekaligus muatan isinya
sebagai bahan yang dibahas dalam pembelajaran. Cara lain mengatasi kesulitan-
kesulitan guru untuk mengimplementasikan kurikulum perlu dikaitkan dengan
pengembangan keprofesionalan guru (Ryder, Banner, & Homer, 2014). Selain itu,
diperlukan juga manajemen pelatihan dan sosialisasi kurikulum yang baru (Katuuk,
2014). Hal ini dapat dilakukan secara real dengan melalui pertemuan intensif pada
organisasi profesi guru, forum guru seperti musyawarah guru mata pelajaran
(MGMP), penulisan karya ilmiah, maupun program pendampingan guru senior ke
guru junior. Upaya ini menjamin pelaksanaan kurikulum .akan menjadi lebih baik.
21
Jurnal Pemakalah
Judul Jurnal : Menjadikan Para Siswa Aktif Bertanya Dalam Kelas Matematika
Berdasarkan Kurikulum 2013
Penulis : Tohir, Muhammad
Universitas : Universitas Jember
Negara : Indonesia
Tahun : 2016
Ringkasan Jurnal
Penerapakan Kurikulum 2013 telah resmi diluncurkan oleh Pemerintah sejak
tahun 2013. Beberapa sekolah telah dijadikan sekolah sasaran dan para Guru yang
bersangkutan telah diikutkan pelatihan, baik Guru Matematika, Guru IPA, Guru IPS,
Guru Bahasa Indonesia, Guru Bahasa Inggris, Guru PPKn, maupun Guru Penjaskes.
Bahkan buku-buku pegangan siswa dan guru sudah beberapa kali direvisi sejak tahun
2014 sampai tahun 2016 ini. Akan tetapi tidak cukup hanya sampai disitu untuk
mensukseskan Kurukum 2013, salah satu yang paling pokok dalam mensukseskan
Kurikulum 2013 adalah penggunaan pendekatan saintifik dalam pembelajaran.
Setelah beberapa tahun terakhir ini dalam menggunakan pendekatan saintik
juga mengalami kendala dalam prakteknya di lapangan, salah satu yang dikeluhkan
oleh para guru adalah pada bagian “kegiatan bertanya”. Padahal Salah satu alasan
dipilihnya pendekatan saintifik sebagai pendekatan dalam Kurikulum 2013 adalah
meningkatkan kemauan dan kemampuan bertanya para siswa di kelas. Memang,
membuat pertanyaan yang baik itu bukanlah suatu hal yang mudah. Seringkali kita
membuat soal dengan sebegitu berhati-hatinya, akan tetapi siswa dengan mudahnya
menjawab dengan jawaban yang belum tentu sesuai dengan yang kita harapkan. Oleh
sebab itu, guru dituntut untuk pandai memotivasi siswa bertanya dan menjawab
dengan benar. Pertanyaan yang diajukan sebaiknya beragam. Selain memiliki bobot
mudah, sedang, dan sulit, pertanyaan juga harus bervariasi yang dapat menunjukkan
tingkat berpikir seseorang.
Menurut Taksonomi Bloom Revisi (Bloom and Krathwohl, 1965; dalam
Morgan dan Saxton, 2006) menjelaskan bahwa jenis-jenis pertanyaan siswa dapat
dikelompokkan berdasarkan jenjang pada dimensi proses kognitif, yaitu meliputi
mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis (C4), evaluasi
22
(C5), dan membuat/create (C6). Pada tingkatan mengingat, pertanyaan siswa
menghendaki jawaban yang bersifat hafalan atau ingatan. Pada tingkatan pemahaman,
pertanyaan siswa menghendaki jawaban yang bersifat pemahaman dengan kata-kata
sendiri. Pada tahapan aplikasi, pertanyaan siswa berkaitan dengan bagaimana cara
menerapkan suatu pelajaran yang telah ia dapat ke kehidupan nyata. Pada tingkatan
analisis, pertanyaan siswa berupa pendapatnya tentang suatu pelajaran. Pada tingkatan
evaluasi, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan siswa berupa evaluasi hasil belajar
mereka di kelas. Pada tingkatan membuat atau create adalah menggabungkan
beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan
bagaimana menghubungkan beberapa informasi dan pengetahuan yang telah ia dapat
untuk menyelesaikan suatu masalah atau untuk menciptakan pengetahuan yang baru.
Berdasarkan konsep dasar tersebut sejumlah prinsip pembelajaran dirumuskan
sebagai berikut:
1. peserta didik difasilitasi untuk mencari tahu;
2. peserta didik belajar dari berbagai sumber belajar;
3. proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah;
4. pembelajaran berbasis kompetensi;
5. pembelajaran terpadu;
6. pembelajaran yang menekankan pada jawaban divergen yang memiliki kebenaran
multi dimensi;
7. pembelajaran berbasis keterampilan aplikatif;
8. peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara hard-skills dan
soft-skills;
9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik
sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarsa sung tuladha), membangun kemauan (ing madya mangun karsa), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani);
11. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
12. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pembelajaran;
13. pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik; dan
23
14. suasana belajar menyenangkan dan menantang.
24
bagus menurut kelompoknya. Setelah itu, tukarkan tiga pertanyaan tersebut
dengan kelompok lain. Kemudian jawablah dan diskusikan tiga pertanyaan dari
kelompok lain tersebut dalam kelompok masing-masing.
5) Guru dapat juga meminta siswa untuk bekerja dalam kelompok untuk membuat
beberapa pertanyaan terlebih dahulu, dan selanjutnya meminta mereka bersepakat
untuk memilih satu pertanyaan tertentu yang layak ditindak lanjuti dengan
penyelidikan, baik oleh kelompok lain atau kelompok itu sendiri. Perhatikan
contoh kagiatan siswa dalam point lima ini.
6) Guru memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk melakukan kegiatan
pengamatan. Kemudian setiap siswa wajib membuat minimal tiga pertanyaan.
Dalam fase ini guru mendatangi setiap siswa yang kelihatannya kesulitan untuk
membuat pertanyaan, kemudian Guru mengarahkan siswa tersebut untuk
mengamati kembali pada bahan kegiatan pengamatan. Sesekali Guru berperan
“pura-pura” tidak tau sehingga menanyakan sesuatu kepada siswa tersebut,
“kenapa kok bisa begini ya?”, “bagaimana kalau menurut kalian” dan sebagainya.
7) Completing What if or What if not questions. Siswa diberi tugas untuk melengkapi
pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata What if yang berarti “Bagaimana kalau”
atau kata What if not yang berarti “bagaimana kalau tidak”.
8) Questioning Breakfast. Sarapan pagi “menanya”. Setiap pagi, sebelum dimulai
pelajaran, siswa diminta untuk menuliskan pertanyaan. Guru bisa mengondisikan
agar pertanyaan yang dibuat siswa sesuai dengan tema dan KD yang sedang
dibahas. Perhatikan contoh kagiatan siswa dalam point delapan ini.
9) Questioning Appraisal. Pemberian penghargaan kepada siswa yang memiliki
kuantitas dan kualitas pertanyaan investigatif yang baik. Dengan begitu, siswa
mempersepsi kegiatan menanya sebagai suatu kegiatan yang bermanfaat.
Kalau kita perhatikan karakter siswa semasa sekolah, maka pastilah mereka
sangat menyukai apabila dapat penghargaan dari gurunya, baik penghargaan yang
sifatnya berwujud maupun tidak berwujud. Karena itu, seorang guru hendaknya
merespons apa yang disukai seorang anak. Guru harus bisa memberikan hadiah-hadiah
tersebut pada kesempatan yang tepat.
25
26
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari Makalah ini adalah :
1. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah merupakan suatu
tuntutan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam konteks yang ada
disekolah. Kepala sekolah harus mampu membuat kebijakan yang bagus agar
pembelajaran khususnya disini pada peningkatan pembelajaran matematika.
2. Kalau kita perhatikan karakter siswa semasa sekolah, maka pastilah mereka
sangat menyukai apabila dapat penghargaan dari gurunya, baik penghargaan
yang sifatnya berwujud maupun tidak berwujud. Karena itu, dalam
meningkatkan pembelajaran matematika siswa pada kurikulum 2013 ini
diharapkan seorang guru hendaknya merespons apa yang disukai siswa. Guru
harus bisa memberikan motivasi atau penghargaan agar proses pembelajaran
matematika dikelas aktif dan materi nya dicapai dengan maksimal.
3. Ada tiga prakondisi yang harus dipenuhi agar Kurikulum 2013 dapat diterapkan
khususnya pada pembelajaran matematika sesuai desain yang dimaksudkan
pada kurikulum 2013. Pertama, guru-guru telah memiliki kesiapan memadai
baik dari segi kualifikasi dan kompetensi maupun dalam hal kesamaan
pemahaman paradigma pendidikan yang dijabarkan di dalam kurikulum
khususnya pada guru matematika. Kedua, kita semua berhenti memaksa
sekolah mengajarkan sesuatu di luar hakikat dan kapasitasnya. Ketiga, konsep
“multimuatan” pada mata pelajaran tidak menghambat pembelajaran “ilmu
sebagai ilmu”
3.2. Saran
Semoga Makalah Pembanding tentang isu-isu Pro dan Kontra Kurikulum
2013 dalam Pembelajaran Matematika dapat menambah wawasan pembaca untuk
mengetahui isu-isu Pro dan Kontra Kurikulum 2013 dalam Pembelajaran
Matematika pada Zaman Sekarang ini. Jika ada kesalahan dalam penulisan
makalah ini kami menghimbau untuk memberikan kritikan tentang makalah yang
kami buat.
27
BAB IV
DAFTARPUSTAKA
https://jurnal.dpr.go.id/index.php/aspirasi/article/view/506/402
http://ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2015/04/SISKA-A.pdf
https://www.researchgate.net/search.Search.html?type=publication&query=ANALISI
S%20KESULITAN%20YANG%20DIHADAPI%20OLEH%20GURU%20DA
N%20PESERTA%20DIDIK%20SEKOLAH%20MENENGAH%20PERTAMA
%20DALAM%20IMPLEMENTASI%20KURIKULUM%202013%20PADA%2
0MATA%20PELAJARAN%20MATEMATIKA%20(Studi%20Kasus%20Eks-
Karesidenan%20Madiun)
https://www.researchgate.net/publication/322129904_Menjadikan_Para_Siswa_Aktif
_Bertanya_Dalam_Kelas_Matematika_Berdasarkan_Kurikulum_2013
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&
uact=8&ved=2ahUKEwjs1bq649bdAhVFto8KHUpMA8gQFjABegQIBxAC&u
rl=http%3A%2F%2Fjournal.uin-
alauddin.ac.id%2Findex.php%2FMapan%2Farticle%2Fdownload%2F2725%2F
2985&usg=AOvVaw0ldlqjnJpx3kfPczBtw4RJ
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&
uact=8&ved=2ahUKEwiT562V5NbdAhXBOI8KHSHACAwQFjAHegQIBhAC
&url=https%3A%2F%2Fjournal.unnes.ac.id%2Fsju%2Findex.php%2Fprisma%
2Farticle%2Fdownload%2F21626%2F10225%2F&usg=AOvVaw2dUx2ddxSiV
_2MeIQIlQ8w
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=359979&val=8255&title=ANAL
ISIS%20KESULITAN%20YANG%20DIHADAPI%20OLEH%20GURU%20D
AN%20PESERTA%20DIDIK%20SEKOLAH%20MENENGAH%20PERTAM
A%20DALAM%20IMPLEMENTASI%20KURIKULUM%202013%20PADA
%20MATA%20PELAJARAN%20MATEMATIKA%20(Studi%20Kasus%20E
ks-Karesidenan%20Madiun)
https://www.google.com/search?safe=strict&ei=4L6qW_LBOsTnvASm8bagBA&q=J
URNAL+BAGAIMANA+KESULITAN+SISWA+MEMELAJARI+MATEMA
TIKA+DALAM+KURIKULUM+2013+KHUSUSNYA+GURU+MATEMATI
KA&oq=JURNAL+BAGAIMANA+KESULITAN+SISWA+MEMELAJARI+
MATEMATIKA+DALAM+KURIKULUM+2013+KHUSUSNYA+GURU+M
ATEMATIKA&gs_l=psy-
ab.3..0i71l8.1312610.1312610..1312992...0.0..0.0.0.......0....1..gws-
wiz.9_DQnd2qyJw
28