Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 2

OLEH : Monica Poluan


NIM : 711430117028

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES MANADO
1. KONSEP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Keperawatan Gawat Darurat


Definisi gawat darurat:
1. Gawat dapat diartikan sebagai hal mengancam nyawa, sedangkan darurat
merupakan suatu kondisi yang memerlukan penanganan dengan segera
untuk menyelamatkan nyawa korban (Musliha, 2010).
2. Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
klinis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut (Permenkes RI, 2016).
3. Gawat darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang secara tiba-
tibadalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam anggota
badannyadan jiwanya (akan menjadi cacat atau mati) bila tidak
mendapatkan pertolongandengan segera (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasannya gawat
darurat merupakan suatu kondisi yang mengancam nyawa dan membutuhkan
pertolongan segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.

B. Instalasi gawat darurat (IGD)


lnstalasi Gawat Darurat (IGD) adalah Instalasi pelayanan rumah sakit yang
memberikan pelayanan pertama selama 24 jam pada pasien dengan ancaman
kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan multidisiplin ilmu
(Kemenkes RI, 2011). Semua fasilitas yang tersedia di IGD dirancang khusus sesuai
dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
emergency yaitu terdiri dari triase primer, sekunder, area non kritis (green zone),
area semi kritis (yellow zone), area kritis (red zone), kamar operasi, ruang radiologi
dan obaservasi intensif (ROI). IGD menyediakan sarana penerimaan untuk
pentalaksanaan dalam keadaan bencana. hal ini merupakan bagian dari perannya di
dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di setiap daerah.
Fungsi IGD: menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan gejala
yang berfariasi yang gawat serta kondisi yang sifatnya tidak gawat.
Persyaratan Fisik Bangunan menurut Kemenkes RI tahun 2009 :
1. Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja RS
denganmemperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal /
bencana.
2. Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau
olehmasyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar
RumahSakit.
3. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintuutama
(alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur keluar)kecuali pada
klasifikasi IGD level I dan II.
4. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai didepan
pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuklantai IGD
yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuatramp).
C. Cara kerja atau sistem pelayanan di IGD
Pelayanan gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh
korban/pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan
pencegahan kecacatan(Permenkes RI, 2016).Pelayanan pasien gawat darurat adalah
pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk
mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan adalah
waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2006).Pelayanan gawat darurat
mempunyai aspek khusus karena berhubungan dengan nyawa pasien. pada
keafdaan darurat didapati beberapa permasahan utama yaitu periode waktu
pengamatan/pelayanan relatif singat, perubahan klinis yang mendadak, dan
mobilitas petugas yang tinggi (Herkutanto, 2007). BerdasarkanKeputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 setiap rumah sakit wajib memiliki
kemampuan sistem pelayanan gawat darurat yang meliputi:
1. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat
2. Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving)
3. Pelayanan di IGD harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari
dan tujuh hari dalam seminggu
4. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus
gawat darurat
5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama lima menit seletah sampai
di IGD
6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasimultidisiplin, multiprofesi dan
terintegrasi, dengan struktur organisasifungsional yang terdiri dari unsur
pimpinan dan unsur pelaksana, yangbertanggung jawab dalam pelaksanaan
pelayanan terhadap pasien gawatdarurat di IGD, dengan wewenang penuh
yangdipimpin oleh dokter.
7. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan
gawatdaruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi berikut.
Klasifikasi pelayanan IGD menurut Kemenkes RI tahun 2009 terdiri dari:
1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal untuk
Rumah Sakit Kelas A.
2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal untuk
Rumah Sakit Kelas B.
3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal
untukRumah Sakit Kelas C.
4. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal
untukRumah Sakit Kelas D.
Lingkup pelayanan berdasarkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 :
1. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level I di Rumah Sakit merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolonganpertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamalan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Melakukan stabilisasi danevakuasi
2. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level II di Rumah Sakit merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upayapenyelamatan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-
kasuskegawatdaruratan
e) Penilaian Disability, Penggunaan obat,EKG, defibrilasi, Observasi HCU/R.
Resusitasi-ICU, Bedah cito.
2.PERAN PERAWAT FUNGSI DASAR PERAWAT GADAR

Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan


keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang
tiba tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawanya atau anggota tubuhnya bila tidak mendapat pertolongan
secara cepat dan tepat (Musliha, 2010).

Sebagian besar yang membawa pasien ke instalasi gawat darurat


yang membutuhkan penatalaksanaan segera adalah keluarga. Keluarga yang
tidak memahami tentang asuhan keperawatan yang akan diberikan oleh
perawat kepada salah satu anggota keluarganya yang sedang gawat atau
terancam nyawanya tentu akan mengalami kecemasan (ansietas).

Kecemasan yang dialami oleh keluarga perlu segera diatasi karena hal
ini akan berdampak pada kinerja perawat dalam memberikan asuha
keperawatan. Jika seorang perawat berbicara dengan klien/keluarga yang
ansietas, dalam waktu singkat perawat juga akan mengalami perasaan
ansietas (Stuart, 2016).

Salah satu peran perawat adalah sebagai educator dengan begitu


untuk mengurangi tingkat kecemasan keluarga. Perawat memberikan
informasi pada keluarga menjelaskan tentang perawatan yang diberikan
pada pasien (Anisa, 2014)

Peran dan fungsi perawat gawat darurat diantaranya :


 Peran perawat sebagai care giver, merupaka peran yang sangat
penting yaitu memberikan kepuasan pasien khususnya pelayanan
gawat darurat yang dapat dinilai dari kemampuan perawat dalam
hal responsiveness (cepat tanggap), reliability (pelayanan tepat
waktu), assurance (sikap dalam memberikan pelayanan),
emphaty (kepedulian dan perhatian dalam memberikan
pelayanan) dan tangible (mutu jasa pelayanan) dari perawat
kepada pasien (Asmadi,2018) .
 Perawat sebagai educator, peran ini ditunjukan dengan
pemberian informasi tentang keadaan pasien dan rencana
tindakan yang akan diberikan pada pasien, sehingga dapat
menurunkan tingkat kecemasan responden. Pemahaman perawat
tentang pendidikan kesehatan sudah sesuai dengan teori yang
ada. Pemberian informasi tentang prosedur atau tindakan yag
akan dilakukan akan membantu klien dalam membentuk imajinasi
realistis tentang apa yang akan dia hadapi atau lakukan. Klien
akan merasa nyaman ketika dia tahu apa yang akan terjadi dan
akan mampu lebih efektif mengatas stres karena prosedur
ataupun tindakan. Pengetahuan akan sesuatu akan sedikit
menimbulkan rasa cemas dari pada tidak mengetahui apapun
(Potter & Perry, 2006)
 Peran perawat sebagai advokad, dimana perawat memberikan
pelayanan selalu mendampingi dan memfasilitasi pasien dan
keluarga ketika mendapatkan informasi dari dokter dan
menjelaskan kembali informasi yang didapat serta melindungi
hak-hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang baik

Peran perawat sangatlah penting. Perawat IGD dituntut untuk selalu


menjalanka perannya diberbagai situasi dan kondisi yang meliputi tindakan
penyelamatan pasien secara professional khususnya penanganan pada
pasien gawat darurat.
Perawat juga menjalankan perannya dalam memberikan pengetahuan,
informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga pasien dalam
upaya peningkatan kesehatan (Susanto , 2012) .

Serta perawat yang berperan sebagai advokad dengan memfasilitasi pasien


yang membutuhkan perlindungan ketika seseorang sakit, kekuatan fisik dan
mentalnya menurun, pasien yang dalam kondisi lemah, kritis dan mengalami
gangguan membutuhkan seorang advokad yang dapat melindungi
kesejahteraannya (Afidah & Sulisno, 2018)

Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006 menyebutkan


bahwasannya perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi:
1. Fungsi independen
Memiliki fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan
(care)
2. Fungsi dependen
Memiliki fungsi didelegasikan sepenuhnya atau sebagaian dari
profesi lain
3. Fungsi kolaboratif
Melakukan kerja sama saling membantu dalam program
kesehatan (perawat sebagai anggota tim kesehatan).

3.PROSES KEPERAWATAN PADA AREA KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


Lingkup pelayanan berdasarkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 :
3. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level I di Rumah Sakit merupakan:
e) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolonganpertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
f) Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamalan jiwa
g) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
h) Melakukan stabilisasi danevakuasi
4. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level II di Rumah Sakit merupakan:
f) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
g) Menetapkan diagnosis dan upayapenyelamatan jiwa
h) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
i) Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-
kasuskegawatdaruratan
j) Penilaian Disability, Penggunaan obat,EKG, defibrilasi, Observasi HCU/R.
Resusitasi-ICU, Bedah cito.
5. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level III di Rumah Sakit merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upayapenyelamatan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus
kegawatdaruratan
e) Penilaian Disability, Penggunaan obat,EKG, defibrilasi, Observasi HCU/R.
Resusitasi-ICU, Bedah cito
f) Pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik(4 besar spesialis
seperti Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam).
Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level IV di Rumah Sakit merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat daruratdengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-
kasuskegawatdaruratan
e) Penilaian Disability, Penggunaan obat, EKG, defibrilasi, Observasi HCU/R.
Resusitasi-ICU, Bedah cito
f) Pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik(4 besar spesialis
seperli Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam)
g) Pelayanan keperawatan gawat darurat sub spesialistik.

Prinsip-prinsip etik :
1. Beneficence : mengerjakan yang baik.
2. Nonmaleficence : tidak merugikan orang.
3. Otonomi : menghargai penentuan sendiri.
4. Kesetiaan : ketulusan hati
5. Altruistik : mementingkan klien
Isu legal dalam kegawatdaruratan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Negligence (kelalaian)
2. Malpractice (tindakan yang salah)
3. Good Samaritan Laws (status ini melindungi privasi pasien tetapi
biasanya tidak berlaku pada situasi gawat darurat biasa)
4. Informed consent
5. Implied consent
6. Kewajiban melaporkan tersangka kejahatan kepada polisi
7. Kewajiban mengumpulkan bukti pada investigasi kejahatan, mengerti
tentang kebijakan RS dan hukum yang berlaku untuk pengumpulan
bukti.

Kinerja perawat di IGD berdasarkan implementasi asuhan keperawatan


kegawatdaruratan yaitu preparation, triage, basic life support (khususnya
pelaksanaan tahapan ABCD (Airway-Breathing_Circulation-Disability).
4.EFEK KONDISI KEGAWATDARURATAN TERHADAP PASIEN DAN KELUARGA

a. Efek kondisi kegawatdaruratan terhadap pasien :


a) Stress akibat kondisi penyakit
b) Rasa cemas dan takut bahwa hidup terancam
(kematian)
c) Perasaan isolasi
d) Depresi
e) Perasaan rapuh karena ketergantungan fisik dan
emosional

Sebuah penelitian di Norwergia yang mereview beberapa penelitian kualitatif


pada pasien yang dirawat diruang ICU menemkan bahwa pasien mengalami
stress yang berhubunga dengan tiga tema besar, yaitu :

1. Stres berkaitan dengan tubuh mereka


Stres berkaitan dengan prosedur tindakan, dan loss of meaning
(kehilangan makna hidup)
2. Stres berkaitan dengan ruangan ICU
Stres berkaitan dengan ruangan ICu : situasi yang ada di ICU
seperti terpasang selang dimulut dan dihidung (OPA, NPA, OGT,
NGT) tempat tidur yang tidak nyaman, keterbatasan gerak karena
alat yang terpasang ditubuh, sulit tidur, tidak mampu
berkomunikasi, lampu yang terang dan hidup terus menerus,
kebisingan dari suara alat-alat yang ada diruagan ICU, tidak
adanya privacy (laki-laki dan perempuan berada pada satu
ruangan yang sama)
3. Stres berkaitan dengan relationship dengan orang lain
Stres berkaitan dengan relationship dengan orang lain terutama
keluarga : terbatasnya waktu bersama denga keluarga, tidak
mampu berkomunikasi

- Efek non psikologis :


A. Ketidakberdayaan
B. Pukulan (perubahan) konsep diri
C. Perubahan citra diri
D. Perubahan pola hidup
E. Perubahan pada aspek social – ekonomi (pekerjaan, financial
pasien, kesejahteraan pasien dan keluarga
F. Keterbatasan komunikasi (tidak mampu berkomunikasi)
b. Efek kondisi kegawat daruratan terhadap keluarga
 Efek Psikologis
 Stres akibat kondisi penyakit pasien (anggota
keluarga), prosedur penanganan
 Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
pada pasien (anggota keluarga)
 Pengingkaran terhadap kondis kritis pasien(anggota
keluarga)
 Efek Non Psikologis
 Perubahan Struktur peran dalam keluarga
 Perubahan pelaksanaan fungsi peran dalam
keluarga
 Terbatasnya komunikasi dan waktu bersama
 Masalah financial keluarga
 Perubahan pola hidup keluarga
5.PENGKAJIAN PRIMER DAN SEKUNDER KEGAWATDARURATAN

A. Primary Survey
a) General Impressions
b) Pengkajian Airway
c)Pengkajian Breathing (Pernafasan)
d) Pengkajian Circulation
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
f) Expose, Examine dan Evaluate
B. Secondary Assessment
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang
dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary
survey hanya dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil, dalam artian
tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai membaik.
- Anamnesis
a. Kulit kepala
b. Wajah
c. Vertebra servikalis dan leher
d. Toraks
e. Abdomen
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
g. Ektremitas
h. Bagian punggung
i. Neurologis
Beberapa komponen yang perlu untuk dilakukan pengkajian
kembali (reassessment) yang penting untuk melengkapi
primary survey pada pasien di gawat darurat adalah :
Komponen Pertimbangan
Airway Pastikan bahwa
peralatan airway :
Oro Pharyngeal
Airway, Laryngeal
Mask Airway ,
maupun Endotracheal
Tube (salah satu dari
peralatan airway)
tetap efektif untuk
menjamin kelancaran
jalan napas.
Pertimbangkan
penggunaaan
peralatan dengan
manfaat yang optimal
dengan risiko yang
minimal.

Breathing Pastikan oksigenasi


sesuai dengan
kebutuhan pasien :
 Pemeriksaan
definitive rongga dada
dengan rontgen foto
thoraks, untuk
meyakinkan ada
tidaknya masalah
seperti Tension
pneumothoraks,
hematotoraks atau
trauma thoraks yang
lain yang bisa
mengakibatkan
oksigenasi tidak
adekuat
 Penggunaan
ventilator mekanik
Circulation Pastikan bahwa
dukungan sirkulasi
menjamin perfusi
jaringan khususnya
organ vital tetap
terjaga, hemodinamik
tetap termonitor
serta menjamin tidak
terjadi over hidrasi
pada saat
penanganan
resusitasicairan.
 Pemasangan
cateter vena central
 Pemeriksaan
analisa gas darah
 Balance cairan
 Pemasangan
kateter urin

Disability Setelah pemeriksaan


GCS pada primary
survey, perlu
didukung dengan :
 Pemeriksaan
spesifik neurologic
yang lain seperti
reflex patologis,
deficit neurologi,
pemeriksaan persepsi
sensori dan
pemeriksaan yang
lainnya.
 CT scan kepala,
atau MRI

Exposure Konfirmasi hasil data


primary survey
dengan
 Rontgen foto
pada daerah yang
mungkin dicurigai
trauma atau fraktur
 USG abdomen
atau pelvis

6.TRIAGE
I. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap
kemungkinan penyakit yang mengancam
kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di
departemen kegawatdaruratan.

II. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat


Intinya, ketetilian dan keakuratan adalah elemen
yang terpenting dalam proses interview.

III. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian


Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif
hanya dapat direncanakan bila terdapat informasi
yang adekuat serta data yang akurat.

IV. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari


kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase 
adalah mengkaji secara akurat seorang pasien dan
menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut.
Hal tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur
diagnostic dan tugas terhadap suatu tempat yang
dapat diterima untuk suatu pengobatan.

V. Tercapainya kepuasan pasien


         Perawat triase seharusnya memenuhi semua
yang ada di atas saat menetapkan hasil secara
serempak dengan pasien
         Perawat membantu dalam menghindari
keterlambatan penanganan yang dapat
menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada
seseorang yang sakit dengan keadaan kritis.
         Perawat memberikan dukungan emosional
kepada pasien dan keluarga atau temannya.

“Time Saving is Life Saving (respon time diusahakan sesingkat mungkin), The
Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care
Provider. “

Pengambilan keputusan dalam proses triage dilakukan berdasarkan :


  Ancaman jiwa mematikan dalam hitungan menit
  Dapat mati dalam hitungan jam
  Trauma ringan
  Sudah meninggal
(Making the Right Decision A Triage Curriculum, 1995: page 2-3)

b.               Tipe Triage Di Rumah Sakit


1)        Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a)        Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b)        Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c)        Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan
seberapa sakitnya
d)       Tidak ada dokumentasi
e)        Tidak menggunakan protocol
2)        Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a)        Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat
beregristrasi atau dokter
b)        Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan
keluhan utama
c)        Evaluasi terbatas
d)       Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius
atau cedera mendapat perawatan pertam

7.ISSUE END OF LIFE


End Of LifeEnd of life merupakansalahsatutindakan yang
membantumeningkatkankenyamananseseorang yang mendekati akhir
hidup (Ichikyo,2016). End of life care adalahperawatan yang diberikan
kepada orang-orang yang berada di bulan atau tahun terakhir kehidupan
mereka (NHS Choice,2015).
End of life akan membantu pasien meninggal dengan bermartabat.
Pasien yang berada dalam fase tersebut biasa nyamenginginkan
perawatan yang maksimal dan dapat meningkatkan kenyamanan pasien
tersebut.
End oflife merupakan bagian penting dari keperawatan paliatif yang
diperuntukkanbagipasien yang mendekatiakhirkehidupan.End of life care
bertujuan untuk membantu orang hidup dengan sebaik- baiknya dan
meninggal dengan bermartabat (Curie, 2014).
End of life care adalah salah satu kegiatan membantu memberikan
dukungan psikososial dan spiritual (Putranto, 2015). Jadi dapat
disimpulkan bahwa End of life
caremerupakasalahsatutindakankeperawatanyangdifokuskanpada orang
yangtelahberada di akhirhidupnya,
tindakaninibertujuanuntukmembuatoranghidupdengansebaik-
baiknyaselamasisahidupnyadanmeninggaldenganbermartabat.

Prinsip-Prinsip End Of LifeMenurut NSW Health (2005) Prinsip


End Of Life antara lain :

 Menghargai kehidupan dan perawatan dalam kematian Tujuan


utama dari perawatan adalah menpertahankan kehidupan, namun
ketika hidup tidak dapat dipertahankan, tugas perawatan adalah
untuk memberikan kenyamanan dan martabat kepada pasien yang
sekarat, dan untuk mendukung orang lain dalam melakukannya.
 Hak untuk mengetahui dan memilih Semua orang yang menerima
perawatan kesehatan memiliki hak untuk diberitahu tentang
kondisi mereka dan pilihan pengobatan mereka. Mereka memiliki
hak untuk menerima atau menolak pengobatan dalam
memperpanjang hidup. Pemberi perawatan memiliki kewajiban
etika dan hoku-m untuk mengakui dan menghormati pilihan- pilihan
sesuai d engan pedoman.
 Menahan dan menghentikan pengobatan
dalammempertahankanhidupPerawatan end of life yang
tepatharusbertujuanuntukmemberikanpengobatan yang terbaik
untuk individu. Ini berarti bahwa tujuan utama perawatan untuk
mengakomodasi kenyamanan dan martabat, maka menahan atau
menarik intervensi untuk mempertahankan hidup mungkin
diperbolehkan dalam kepentingan terbaik dari pasien yang sekarat.
 Sebuah pendekatan kolaboratif dalam perawatan Keluarga dan
tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk bekerjasama untuk
membuat keputusan bagi pasien yang kurang bias dalam
pengambilan keputusan, dengan mempertimbangkan keinginan
pasien.
 Transparansi dan akuntabilitas dalam rangka menjaga kepercayaan
dari penerima perawatan,dan untuk memastikan bahwa keputusan
yang tepatdibuat, maka proses pengambilan keputusan dan
hasilnya harus dijelaskan kepada para pasien dan akurat di
dokumentasikan
 Perawatan non diskriminatif Keputusan pengobatan pada akhir
hidup harus non-diskriminatif dan harus bergantung hanya pada
faktor-faktor yang relevan dengan kondisi medis, nilai-nilai dan
keinginan pasien.
 Hak dan kewajiban tenaga kesehatan Tenaga kesehatan tidak
berkewajiban untuk memberikan perawatan yang tidak rasional,
khususnya, pengobatan yang tidak bermanfaat bagipasien. Pasien
memiliki hak untuk menerima perawatan yang sesuai, dan tenaga
kesehatan memiliki tanggungjawab untukmemberikan pengobatan
yang sesuai dengan norma-norma professional dan standar hukum
 Perbaikan terus-menerus Tenaga kesehatan memiliki kewajiban
untuk berusaha dalam memperbaiki intervensi yang diberikan pada
standar perawatan end of life baik kepada pasien maupun kepada
keluarga.

Kriteria The Peaceful End of Life

TeoriPeacefull ini berfokus pada beberapa criteria utama dalam


perawatan end of life pasien yaitu :
1. Terbebas dari Nyeri Bebas dari penderitaan atau gejala disstres adalah
hal yang utama diinginkan pasien dalam pengalaman EOL (The
Peaceful End Of Life). Nyeri merupakan ketidaknyamanan sensori atau
pengalaman emosi yang dihubungkan dengan actual atau potensial
kerusakan jaringan (Lenz, Suffe, Gift, Pugh, & Milligan, 1995; Pain
terms, 1979).
2. Pengalaman Menyenangkan Nyaman atau perasaan menyenangkan
didefinisikan secara inclusive oleh Kolcaba (1991) sebagai kebebasan
dari ketidaknyamanan, keadaan tenteram dan damai.
8. MEKANISME TRAUMA

Mekanisme cedera mengacu pada bagaimana proses orang mengalami


cedera. Cedera mungkin disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh, tembakan dan sebagainya. Kemampuan menganalisa mekanisme
cedera akan membantu anda memperkirakan keadaan dan tingkatan dari
cedera sebagai dasar prioritas keputusan anda untuk melakukan pengkajian
lanjutan, penanganan kegawat daruratan dan transportasi.
a. Kinetika Trauma
Trauma sebagian besar disebabkan oleh hasil benturan dua obyek
atau tubuh dengan yang lainnya. Kinetis, adalah “cabang dari ilmu
mekanika mengenai pergerakan dari suatu benda atau badan”. Jadi
mengerti akan proses kinetis sangat membantu dalam memahami
mekanisme cedera dan trauma.
b. Massa dan Kecepatan
Besarnya energi kinetis pada tubuh yang bergerak tergantung pada
dua factor: Massa (berat) tubuh dan kecepatan tubuh. Energi kinetis
dihitung dengan cara ini: Massa (berat dalam pounds), aktu kecepatan
(speed in feet per second/ kecepatan dalam kaki perdetik) pangkat dua
dibagi dua. Secara singkat rumusnya adalah : Energi Kinetis = (Massa x
Kecepatan2)/2 Rumus ini mengilustrasikan bahwa bila massa benda yang
bergerak adalah dua kali (double) lebih besar aka energi kinetis juga akan
dua kali lebih besar. Biomekanik Trauma adalah proses / mekanisme
kejadian kecelakaan pada sebelum, saat dan setelah kejadian.
1) Akselerasi
Kerusakan yang terjadi merupakan akibat langsung dari penyebab
trauma. Gaya perusak berbanding lurus dengan massa dan
percepatan (akselerasi); sesuai dengan hukum Newton II (Kerusakan
yang terjadi juga bergantung pada luas jaringan tubuh yang
menerima gaya perusak dari trauma tersebut.

2) Deselerasi
Kerusakan yang terjadi akibat mekanisme deselerasi dari jaringan.
Biasanya terjadi pada tubuh yang bergerak dan tiba-tiba terhenti
akibat trauma. Kerusakan terjadi oleh karena pada saat trauma,
organ-organ dalam yang mobile (seperti bronkhus, sebagian aorta,
organ visera, dsb) masih bergerak dan gaya yang merusak terjadi
akibat tumbukan pada dinding toraks/rongga tubuh lain atau oleh
karena tarikan dari jaringan pengikat organ tersebut.
c. Mekanisme Trauma tumpul
1) Trauma kompresi atau crush injury terhadap organ viscera akibat
pukulan langsung. Kekuatan seperti ini dapat merusak organ padat
maupun orang berongga dan bisa mengakibatkan ruptur, terutama
organ-organ yang distensi, dan mengakibatkan perdarahan maupun
peritonitis.
2) Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ visceral sebenarnya
adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman tidak
digunakan dengan benar.
3) Trauma decelerasi pada tabrakan motor dimana terjadi pergerakan
yang terfiksir dan bagian yang bergerak, seperti suatu ruptur lien
ataupun ruptur hepar (organ yang bergerak ) dengan ligamennya
(organ yang terfiksir). Trauma tumpul pada pasien yang mengalami
laparotomi.
d. Trauma Thoraks
Trauma thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul. Pada
trauma tajam, terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin
lebih mencapai jaringan otot ataupun lebih dalam lagi hingga melukai
pleura parietalis atau perikardium parietalis. Dapat juga menembus lebih
dalam lagi, sehingga merusak jaringan paru, menembus dinding jantung
atau pembuluh darah besar di mediastinum.
Meskipun secara morfologis hanya di dapat fraktur sederhana dan
tertutup dari iga dalam kedudukan baik, namun mampu menimbulkan
hematotoraks atau pneumotoraks, bahkan tidak tertutup kemungkinan
terjadi “Tension Pneumotorax”, karena terjadi keadaan dimana alveoli
terbuka, pleura viseralis dengan luka yang berfungsi “Pentil” dan luka
pleura parietalis yang menutup akibat desakan udara yang makin
meningkat di rongga pleura. Tension pneumotoraks selanjutnya akan
mendesak paru unilateral, sehingga terjadi penurunan ventilasi antara 15
– 20 %. Bila desakan berlanjut, terjadi penggeseran mediastinum kearah
kontralateral dan selanjutnya bahkan akan mendesak paru kontralateral
yang berakibat sangat menurunnya kapasitas ventilasi.
Hemotoraks maupun hemopneumotoraks adalah merupakan
keadaan yang paling sering dijumpai pada penderita trauma toraks, pada
lebih dari 80% penderita dengan trauma toraks didapati adanya darah
pada rongga pleura. Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi
paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau arteri mamaria
internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul.Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak
memerlukan intervensi operasi.

Anda mungkin juga menyukai