HIPERBILIRUBIN
PENGERTIAN
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas
normal .Nilai normal bilirubin indirek 0.3 – 1.1 mg/dl, bilirubin direk 0.1 – 0.4 mg/dl.
ETIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah dapat terjadi karena keadaan sebagai berikut : -
Pembentukan bilirubin yang berlebihan - kelainan struktur dan enzim sel darah merah -
keracunan obat - gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yg dapat merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toksoplasma, siphilis -
penyakit hemolitik , yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah, disebut juga
ikterus hemolitik
KLASIFIKASI
Ikterus Fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai
dasar patologis, dan akan sembuh pada hari ke – 7 penyebabnya organ hati yang belum matang
dalam memproses bilirubin. Ikterus Patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus bila tidak ditanggulangi dengan baik.
Kern Ikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin pada otak terutama pada
korpus striatum, talamus, nucleus, subtalamus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar
ventrikulus IV.Ikterus prehepatik disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat
hemolisis sel darah merah Ikterus Hepatic disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkin hati.
Ikterus kolestatik disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu .
MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah ;
3. ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning
terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi kulit tampak bewarna kuning kehijauan atau
keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat.
Perut membuncit dan pembesaran pada hati 6. Pada permulaan tidak jelas , yang tampak mata
berputar- putar 7. Letargik (lemas), kejang tidak mau menghisap 8. Dapat tuli , gangguan bicara
dan retardasi mental 9. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertasi kejang dan
ketegangan otot.
PENATALAKSANAAN
Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini ( ASI ) Menghindari obat
yang meningkatkan ikterus pada masa kelahiran, contoh ; sulfaforazol, novobiosin Pencegahan
dan pengobatan hipoksia pada janin Imunisasi yang baik pada bayi baru lahir. Pencegahan
infeksi
2. TETANUS NEONATORUM
DEFINISI
Tetanus berasal dari kata eflex (Yunani) yang berarti peregangan.Tetanus adalah suatu toksemia
akut yang disebabkan oleh neurofoksin yang dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai
dengan spasme otot yang periodik dan berat.Tetanus berasal dari bahasa Yunani “Tetanos” yang
berarti peregangan.
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda klinik yang khas,
setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu secara normal, pada hari ketiga
atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan kesulitan membuka mulut dan menetek di
susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989).
Tetanus neonatorum adalah kejang-kejang yang dijumpai pada BBL yang bukan karena trauma,
kelahiran atau asfiksia, tetapi disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal yang antara lain
terjadi sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatannya yang tidak bersih. (Ngastijah,
1987).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani. Tetanus neonatorim
adalah suatu penyakit infeksi yang di sebabkan oleh kuman,clostridium tetani.
Tetanus neonatorium merupakan penyebab kejang yang sering di jumpai pada BBL yang di
sebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yang antara lain terjadi sebagai akibat pemotogan
tali pusat atau perawatan tidak aseptik.
Tetanus neonatorum adalah:merupakan penyakit pada bayi baru lahir yang bukan karena trauma
kelahiran atau asfiksia tatapi disebabkan oleh infeksi masuknya kuman tetanus melalui luka tali
pusat
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1
bulan) yang disebabkan oleh Clastridium Tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun
yang menyerang sistem saraf pusat).
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai
gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani.
ETIOLOGI
Penyebab tetanus neonatorum adalah clostridium tetani yang merupakan kuman gram positif,
anaerob, bentuk batang dan ramping. Kuman tersebut terdapat ditanah, saluran pencernaan
manusia dan hewan.Kuman clostridium tetani membuat spora yang tahan lama dan
menghasilkan 2 toksin utama yaitu tetanospasmin dan tetanolysin.
TRANSMISI
Tetanus tidak ditularkan dari orang ke orang.Luka, baik besar ataupun kecil, menjadi jalan
masuknya bakteri menyebab tetanus (Clostridium tetani), sekaligus menjadi tempat berkembang
dan menghasilkan racun.Tetanus dapat mengikuti operasi elektif, luka bakar, luka tusuk yang
dalam, luka menghancurkan, otitis media, infeksi gigi, gigitan hewan, aborsi, dan kehamilan.
Pengguna heroin, terutama mereka yang menggunakan jarum suntik secara subkutan dengan
kina-potong heroin, berisiko tinggi terkena tetanus. Kina digunakan untuk mencairkan heroin
dan benar-benar dapat mendukung pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.Selama 1998-2000,
cedera akut atau luka seperti tusukan, laserasi, dan lecet menyumbang 73% dari kasus dilaporkan
tetanus pada rakyat AS yang bekerja di bidang yang mempunyai risiko untuk tertusuk, luka, dan
lecet.(7)
PATOFISIOLOGI
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk flex dan
berbiak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini terdapat penurunan
potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan eflex jaringan akibat adanya nanah,
nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi.Secara intra axonal toxin disalurkan ke
sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya dan aktifitas
serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin telah
terkumpul dalam sel. Dalam sungsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower motorneuron
ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin. Pada daerah
inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan kekakuan.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik tetanus neonatorum sangat khas sehingga masyarakat yang primitifpun mampu
mengenalinya sebagai “penyakit hari kedelapan” (Jaffari, Pandit dan Ismail 1966).Anak yang
semula menangis, menetek dan hidup normal, mulai hari ketiga menunjukan gejala klinik yang
bervariasi mulai dari kekakuan mulut dan kesulitan menetek, risus sardonicus sampai
opistotonus.Trismus pada tetanus neonatorum tidak sejelas pada penderita anak atau dewasa,
karena kekakuan otot leher lebih kuat dari otot masseter, sehingga rahang bawah tertarik dan
mulut justru agak membuka dan kaku (Athvale, dan Pai, 1965, Marshall, 1968).Bentukan mulut
menjadi mecucu (Jw) seperti mulut ikan karper.Bayi yang semula kembali lemas setelah kejang
dengan cepat menjadi lebih kaku dan frekuensi kejang-kejang menjadi makin sering dengan
tanda-tanda klinik kegagalan nafas (Irwantono, Ismudijanto dan MF Kaspan 1987).
Kekakuan pada tetanus sangat khusus : fleksi pada tangan, ekstensi pada tungkai namun fleksi
plantar pada jari kaki tidak tampak sejelas pada penderita anak. Kekakuan dimulai pada otot-otot
setempat atau trismus kemudian menjalar ke seluruh tubuh, tanpa disertai gangguan
kesadaran.Seluruh tubuh bayi menjadi kaku, bengkok (flexi) pada siku dengan tangan dikepal
keras keras.Hipertoni menjadi semakin tinggi, sehingga bayi dapat diangkat bagaikan sepotong
kayu.Leher yang kaku seringkali menyebabkan kepala dalam posisi menengadah.
Adalah mengatupnya rahang dan terkuncinya dua baris gigi akibat kekakuan otot mengunyah
(masseter) sehingga penderita sukar membuka mulut.Untuk menilai kemajuan dan kesembuhan
secara klinik, lebar bukaan mulut diukur tiap hari. Trismus pada neonati tidak sejelas pada anak,
karena kekakuan pada leher lebih kuat dan akan menarik mulut kebawah, sehingga mulut agak
menganga. Keadaan ini menyebabkan mulut “mecucu” seperti mulut ikan tetapi terdapat
kekakuan mulut sehingga bayi tak
2. Dapat menetek.
Terjadi akibat kekakuan otot-otot mimic dahi mengkerut mata agak tertutup sudut mulut keluar
dan kebawah manggambarkan wajah penuh ejekan sambil menahan kesakitan atau emosi yang
dalam.
4. Opisthotonus
Kekakuan otot-otot yang menunjang tubuh : otot punggung, otot leher, trunk muscle dan
sebagainya. Kekakuan yang sangat berat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur,
bertumpu pada tumit dan belakang kepala.Secara klinik dapat dikenali dengan mudahnya tangan
pemeriksa masuk pada lengkungan busur tersebut.Pada era sebelum diazepam, sering terjadi
komplikasi compression fracture pada tulang vertebra.
5. Otot dinding perut kaku, sehingga dinding perut seperti papan. Selain otot dinding perut,
otot penyangga rongga dada juga kaku, sehingga penderita merasakan keterbatasan untuk
bernafas atau batuk.Setelah hari kelima perlu diwaspadai timbulnya perdarahan paru (pada
eflexe) atau bronchopneumonia.
6. Bila kekakuan makin berat, akan timbul kejang-kejang umum, mula-mula hanya terjadi
setelah penderita menerima rangsangan misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, terpapar sinar
yang kuat dan sebagainya, lambat laun “masa istirahat” kejang makin pendek sehingga anak
jatuh dalam status convulsivus.
Gangguan pernafasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh karena spasme otot larynx
yang bila berat menimbulkan anoxia dan kematian.Pengaruh toksin pada saraf otonom akan
menyebabkan gangguan sirkulasi (akibat gangguan irama jantung misalnya block, bradycardi,
tachycardia, atau kelainan pembuluh darah/hipertensi), dapat pula menyebabkan suhu badan
yang tinggi (hiperpireksia) atau berkeringat banyak hiperhidrosis).Kekakuan otot sphincter dan
otot polos lain seringkali menimbulkan eflexealvi atau retention urinae. Patah tulang panjang
(tulang paha) dan fraktur kompresi tulang belakang.
Tetanus neonatorum terjadi pada masa perinatal, antara umur 0 sampai 28 hari, terutama pada
saat luka eflex tali pusat belum kering, sehingga spora C. tetani dapat mencemari dan berbiak
menjadi kuman eflexee.
Menurut Foster, (1983) serta Sub Dinas PPM Propinsi Jawa Timur, (1989) Faktor Risiko
Pencemaran Lingkungan Fisik dan Biologik
Merupakan flex yang menentukan kepadatan kuman dan tingginya tingkat pencemaran spora di
lingkungannya. Risiko akan hilang bila lahan pertanian dan peternakan diubah penggunaannya.
· Faktor Cara Pemotongan Tali Pusat
Penggunaan sembilu, pisau cukur atau silet untuk memotong tali pusat tergantung pada
pengertian masyarakat akan sterilitas. Setelah dipotong, tali pusat dapat disimpul erat-erat atau
diikat dengan benang. Penolong persalinan biasanya lebih memusatkan perhatian pada
”kelahiran” plasenta dan perdarahan ibu
Tata cara perawatan perinatal sangat berkaitan erat dengan hasil interaksi antara tingkat
pengetahuan, budaya, ekonomi masyarakat dan adanya pelayanan kesehatan di lingkungan
sekitarnya. Masyarakat di banyak daerah masih menggunakan daun-daun, ramuan, serbuk abu
dan kopi untuk pengobatan luika eflex tali pusat.Kebiasaan ini tidak dapat dihilangkan hanya
dengan pendidikan dukun bayi saja.
Merupakan interaksi antara kondisi setempat dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang baik
di daerah tersebut yang menentukan subyek penolong persalinan dan kebersihan persalinan.
Untuk daerah terpencil yang belum terjangkau oleh pelayanan persalinan yang higienis maupun
daerah perkotaan yang biaya persalinannya tak terjangkau oleh masarakat, peranan dukun bayi
(terlatih atau tidak) maupun penolong lain sangatlah besar. Pelatihan dukun bayi dapat
menurunkan kematian perinatal namun tidak berpengaruh pada kejadian tetanus neonatorum.
Masih banyak ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya (25 sampai 60%) dan lebih banyak
lagi yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga medis (70%) sehingga resiko tetanus
neonatorum bagi bayi lahir di Indonesia besar.
Merupakan eflex yang sangat penting. Antibodi antitetanus dalam darah ibu
· Hamil yang dapat disalurkan pada bayinya dapat mencegah manifestasi klinik
PENCEGAHAN
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia
mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang
lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah ia
sembuh dikarenakan toksin yang masuk ke dalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang
pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat,
walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang
adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).
Vaksinasi adalah cara pencegahan terbaik terhadap tetanus. Komite Penasehat untuk Praktik
Imunisasi (ACIP) merekomendasikan bahwa semua anak menerima serangkaian rutin dari 5
dosis difteri dan vaksin tetanus pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan, dan 4-6 tahun. Dosis booster
difteri dan tetanus toxoid harus diberikan dimulai pada usia 11-12 tahun (minimal 5 tahun sejak
dosis terakhir) dan diulangi setiap 10 tahun sesudahnya. Saat ini, DTaP dan DT harus digunakan
pada orang kurang dari tujuh tahun, sedangkan Td diberikan kepada mereka yang berusia tujuh
tahun atau lebih. Jadwal catch-up imunisasi Td bagi mereka dimulai pada usia tujuh tahun atau
lebih terdiri dari tiga dosis. Dosis kedua biasanya diberikan 1-2 bulan setelah dosis pertama, dan
dosis ketiga diberikan 6 bulan setelah dosis kedua.Aselular formulasi vaksin pertusis bagi remaja
dan orang dewasa yang berlisensi dan dikombinasikan dengan difteri dan tetanus-toxoid.Jadwal
yang disarankan untuk Tdap belum ditentukan, tetapi vaksin ini harus diterima dalam kondisi
yang tepat. (1,9)
Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada
neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategi yang dilakukan untuk mengeliminasi
tetanus neonatorum dan maternal adalah 1) pertolongan persalinan yang aman dan bersih; 2)
cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan merata; dan 3) penyelenggaraan surveilans.
Beberapa permasalahan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada wanita usia subur yaitu
pelaksanaan skriningyang belum optimal, pencatatan yang dimulai dari kohort WUS (baik kohort
ibu maupun WUS tidak hamil) belum seragam, dan cakupan imunisasi TT2 bumil jauh lebih
rendah dari cakupan K4. Cakupan imunisasi TT2 selama tahun 2003-2007 tidak mengalami
perkembangan, bahkan cenderung menurun. Namun sejak dua tahun terakhir terjadi peningkatan
cakupan imunisasi TT2+, dari 26% pada tahun 2007 menjadi 42,9% pada tahun 2008, kemudian
meningkat lagi menjadi 62,52% pada tahun 2009 (Kemenkes RI. 2009). (3)
Data dari WHO menunjukkan bahwa, dari tahun ke tahun cakupan imunisasi DTP3 mengalami
kenaikan.Semakin tingginya cakupan imunisasi, baik imunisasi DTP3 maupun TT2,
menunjukkan penurunan pada terjadinya kasus tetanus, tetanus neonatorum.
Kelainan kongenital merupakan kelainan pertumbuhan struktur organ janin sejak saat
pembuahan.Kelainan kongenital merupakan penyebab terjadinya keguguran, lahir mati atau
kematian setelah persalinan pada minggu pertama.Kelainan kongenital dapat mencapai
kehidupan yang lebih besar, karena itu pada setiap kehamilan perlu melakukan pemeriksaan
antenatal untuk dapat mengetahui kemungkinan kelainan kongenital diantaranya dengan
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan pemeriksaan darah janin.
Kejadian kelainan kongenital sekitar 0,2% sampai 0,4% dari seluruh persalinan pada setiap
rumah sakit kejadiannya bervariasi tergantung dari berbagai sebab.
2. Faktor mekanis
3. Karena infeksi
· Infeksi virus dapat menimbulkan kelainan kongenital diantaranya virus rubella, yang
terjadi saat pembentukan organ : katarak,tuli dan kelainan pada jantung
Diantaranya obat penenang yang terkenal thalidomide yang menyebabkan fokomelia (tangan
dan kaki pendek)dan mikromelia (tangan dan kaki kecil)
5. Faktor umur.
Makin tua menjadi hamil makin besar kemungkinaan menderita kelaianan kongelital diantaranya
mongoloid (sindrom down).oleh karena itu,bidan diharapkan dapat memberikan pertimbangan
kepada wanita untuk tidak hamil pada umur 35 tahun.
· Ibu dengan kekurangan gizi dapat meningkatkan kemungkinan kelainan organ terutama
saat pembentukkan organ tubuh.
· Anensefali : tidak terbentuk otak janin sehinga bentuk janin seperti kodok.
o Labioksis.
o Palatoksis
o Labiopalatoksis.
· Gangguan pembentukkan alat tubuh :
Kelainan kongenital yang perlu mendapat perhatian bidan adalah kelainaan pada labium dan
falatum,ganguan penurunaan testis dan tidak terbentuknya anus,(atresia ani) atau atresia
vagina.bidan dalam menghadapi kelainanaan kongenital perlu berkonsultasi dengan dokter atau
puskesmas sehingga mendapat perhatian dan memberitahukan kepada keluarga tentang kejadiaan
ini.
4. KELAINAN METABOLISME
PENGERTIAN
Metabolisme adalah proses pengolahan (pembentukan dan penguraian) zat -zat yang diperlukan
oleh tubuh agar tubuh dapat menjalankan fungsinya.
Kelainan metabolisme bawaan dapat terjadi akibat gangguan metabolisme asam amino,
gangguan metabolisme lipid atau asam lemak, gangguan metabolisme karbohidrat dan gangguan
metabolisme mukopolisakarida.
Sekitar 1 dari 50.000-70.000 bayi terlahir tanpa enzim tersebut. Pada awalnya mereka tampak
normal, tetapi beberapa hari atau beberapa minggu kemudian, nafsu makannya akan berkurang,
muntah, tampak kuning (jaundice) dan pertumbuhannya yang normal terhenti.
b. Glikogenosis
Intoleransi Fruktosa Herediter adalah suatu penyakit keturunan dimana tubuh tidak dapat
menggunakan fruktosa karena tidak memiliki enzim fosfofruktaldolase.
Sebagai akibatnya, fruktose 1-fosfatase (yang merupakan hasil pemecahan dari fruktosa)
tertimbun di dalam tubuh, menghalangi pembentukan glikogen dan menghalangi perubahan
glikogen menjadi glukosa sebagai sumber energi.
d. Fruktosuria
Fruktosuria merupakan suatu keadaan yang tidak berbahaya, dimana fruktosa dibuang ke dalam
air kemih.Fruktosuria disebabkan oleh kekurangan enzim fruktokinase yang sifatnya
diturunkan.1 dari 130.000 penduduk menderita fruktosuria.Fruktosuria tidak menimbulkan
gejala, tetapi kadar fruktosa yang tinggi di dalam darah dan air kemih dapat menyebabkan
kekeliruan diagnosis dengan diabetes mellitus.Tidak perlu dilakukan pengobatan khusus.
e. Pentosuria
Pentosuria adalah suatu keadaan yang tidak berbahaya, yang ditandai dengan
ditemukannya gula xylulosa di dalam air kemih karena tubuh tidak memiliki enzim
yang diperlukan untuk mengolah xylulosa.
Piruvat terbentuk dalam proses pengolahan karbohidrat, lemak dan protein. Piruvat merupakan
sumber energi untuk mitokondria (komponen sel yang menghasilkan energi).
– keterbelakangan mental
– kejang
– penimbunan asam laktat yang menyebabkan asidosis (meningkatnya asam dalam tubuh)
1. Fenilketonuria
Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah menjadi tirosin dan dibuang dari tubuh. Tanpa enzim
tersebut, fenilalanin akan tertimbun di dalam darah dan merupakan racun bagi otak,
menyebabkan keterbelakangan mental.Gejala pada anak-anak yang menderita fenilketonuria
yang tidak diobati atau tidak terdiagnosis adalah:
– kejang
– hiperaktif
1. CEPHALHEMATOMA
Pengertian Cephalhematoma
Cephalhematoma adalah subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau
tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray
tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruh
cephalhematoma). Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan).Pada gangguan yang luas
dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia.Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik,
dan bilirubin.Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan. (Sarwono
Prawirohardjo,2007).
Cephalhematoma adalah pembengkakan pada daerah kepala yang disebabkan karena adanya
penumpukan darah akibat pendarahan pada subperiostinum.( Vivian nanny lia dewi, 2010 ).
Etiologi Cephalhematoma
Persalinan lama
Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap
tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah.
Persalinan yang dibantu dengan vacuum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan
penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan
periosteum.Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
Patofisiologi Cephalhematoma
Cephal hematoma terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke
jaringan poriosteum.Robeknya pembuluh darah ini dapat terjadi pada persalinan lama. Akibat
pembuluh darah ini timbul timbunan darah di daerah sub periosteal yang dari luar terlihat
benjolan.Bagian kepala yang hematoma biasanya berwarna merah akibat adanya penumpukan
daerah yang perdarahan sub periosteum.
Adanya fluktuasi
Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir
Berupa benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba.Sebagian
benjolan keras sampai umur 1-2 tahun.
Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang tengkorak
Komplikasi Cephalhematoma
Ikterus
Anemia
Infeksi
Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia.Kadang-kadang disertai
dengan fraktur tulang tengkorak di bawahnya atau perdarahan intra kranial.
Penatalaksanaan Cephalhematoma
Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami
resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun
apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan
penatalaksanaan khusus antara lain :
Pemberian vitamin K
Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena Pergerakan
dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih.
(Menurut : Manuaba. Ida Bagus Gede, 1998. Ilmu Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
Untuk Pendidikan Bidan).
CAPUT SUCCEDANEUM
Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi karena tekanan dari jalan lahir
kepada kepala anak.Atau pembengkakan difus, kadang-kadang bersifat ekimotik atau edematosa,
pada jaringan lunak kulit kepala, yang mengenai bagian kepala terbawah, yang terjadi pada
kelahiran verteks.Karena tekanan ini vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga
cairan masuk ke dalam jaringan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang
terendah.Dan merupakan benjolan yang difus kepala, dan melampaui sutura garis tengah.
(Obstetri fisiologi, UNPAD.1985)
Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian
yang bersangkutan.Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari
pembuluh darah. Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya
menghilang setelah 2-5 hari.(Sarwono Prawiroharjo.2002)
Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi akibat tekanan
uterus atau dinding vagina dan juga pada persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi.(Sarwono
Prawiroharjo.2002).
Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya caput succedaneum pada bayi baru lahir(Obstetri
fisiologi,UNPAD, 1985, hal 254), yaitu :
Persalinan lama
Dapat menyebabkan caput succedaneum karena terjadi tekanan pada jalan lahir yang terlalu
lama, menyebabkan pembuluh darah vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga
cairan masuk kedalam cairan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah.
Menurut Nelson dalam Ilmu Kesehatan Anak (Richard E, Behrman.dkk.2000), tanda dan gejala
yang dapat ditemui pada anak dengan caput succedaneum adalah sebagi berikut :
Menurut Sarwono Prawiraharjo dalam Ilmu Kebidanan 2002, proses perjalanan penyakit caput
succedaneum adalah sebagi berikut :
Pembengkakan yang terjadi pada kasus caput succadeneum merupakan pembengkakan difus
jaringan otak, yang dapat melampaui sutura garis tengah.
Adanya edema dikepala terjadi akibat pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai
pengeluaran cairan tubuh.Benjolan biasanya ditemukan didaerah presentasi lahir dan terletak
periosteum hingga dapat melampaui sutura.
Moulase kepala dan tulang parietal yang tumpang tindih sering berhubungan dengan adanya
caput succedaneum dan semakin menjadi nyata setelah caput mulai mereda, kadang-kadang
caput hemoragik dapat mengakibatkan syok dan diperlukan transfusi darah.
Berikut adalah penatalaksanaan secara umum yang bisa diberikan pada anak dengan caput
succedaneum :
Bayi dengan caput succedaneum diberi ASI langsung dari ibu tanpa makanan tambahan apapun,
maka dari itu perlu diperhatikan penatalaksanaan pemberian ASI yang adekuat dan teratur.
Bayi jangan sering diangkat karena dapat memperluas daerah edema kepala
Atur posisi tidur bayi tanpa menggunakan bantal
Keadaan trauma pada bayi , agar tidak usah khawatir karena benjolan akan menghilang 2-3
hari
Ikterus bisa terjadi karena adanya inkompatibilitas faktor Rh atau golongan darah A, B, O,
antaraibu dan bayi.
Anemia
FRAKTUR HUMERUS
Mansjoer, Arif, (2000) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa. ( Linda Juall C 1999) Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang
yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Fraktur Humerus menurut (Mansjoer, Arif, 2000) yaitu diskontinuitas atau hilangnya struktur
dari tulang humerus. Sedangkan menurut ( Sjamsuhidayat 2004 ) Fraktur humerus adalah fraktur
pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung.
Fraktur humerus adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam melahirkan lengan
pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan membumbung ke atas.Pada
keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan dan refleks Moro pada sisi tersebut
menghilang.Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan
tangan menjungkit ke atas.Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab
terjadinya tulang humerus yang fraktur.Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan
fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang
pelvis.Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.
Klasifikasi dari Fraktur Humerus
Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui benturan pada
siku dan lengan bawah pada posisi supinasidan lengan siku dalam posisi ekstensi dengan tangan
terfikasi.
Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan tangan dan
lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi.
Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur kondiler
medialis humerus.
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur spiral (fraktur yang
arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi)
Fraktur kolum humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput humeri) dan kolum
sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum).
Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan tangan
menjungkit ke atas.Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan penyebab
terjadinya tulang humerus yang fraktur.Pada kelahiran presentasi kepala dapat pula ditemukan
fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang humerus oleh tulang
pelvis.Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total. Fraktur menurut Strek,1999 terjadi
paling sering sekunder akibat kesulitan kelahiran (misalnya makrosemia dan disproporsi
sefalopelvik, serta malpresentasi).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekekuatan dan gaya pegas untuk menahan
tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995).Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak.Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang.Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah.Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et
al, 1993).
Adanya gerakan asimetris serta ditemukannya deformitas dan krepitasi pada tulang femur.
Imobilisasi lengan pada sisi bayi dengan siku fleksi 90 derajat selama 10 sampai 14 hari serta
control nyeri.
Daya penyembuhan fraktur tulang bagi yang berupa fraktur tulang tumpang tindih ringan
dengan deformitas, umumnya akan baik.
Dalam masa pertumbuhan dan pembentukkan tulang pada bayi, maka tulang yang fraktur
tersebut akan tumbuh dan akhirnya mempunyai bentuk panjang yang normal
FRAKTUR CLAVICULA
Clavicula adalah tulang yang paling pertama mengalami pertumbuhan pada masa fetus, terbentuk
melalui 2 pusat ossifikasi atau pertulangan primer yaitu medial dan lateral clavicula, dimana
terjadi saat minggu ke-5 dan ke-6 masa intrauterin. Kernudian ossifikasi sekunder pada epifise
medial clavicula berlangsung pada usia 18 tahun sampai 20 tahun. Dan epifise terakhir bersatu
pada usia 25 tahun sampai 26 tahun.
Pada tulang ini bisa terjadi banyak proses patologik sama seperti pada tulang yang lainnya yaitu
bisa ada kelainan congenital, trauma (fraktur), inflamasi, neoplasia, kelainan metabolik tulang
dan yang lainnya. Fraktur clavicula bisa disebabkan oleh benturan ataupun kompressi yang
berkekuatan rendah sampai yang berkekuatan tinggi yang bisa menyebabkan terjadinya fraktur
tertutup ataupun multiple trauma.
Fraktur ini merupakan jenis yang tersering pada bayi baru lahir,yang mungkin terjadi apabila
terdapat kesulitan mengeluarkan bahu pada persalinan. Hal ini dapat timbul pada kelahiran
presentasi puncak kepala dan pada lengan yang telentang pada kelahiran sungsang.Gejala yang
tampak pada keadaan ini adalah kelemahan lengan pada sisi yang terkena, krepitasi,
ketidakteraturan tulang mungkin dapat diraba, perubahan warna kulit pada bagian atas yang
terkena fraktur serta menghilangnya refleks Moro pada sisi tersebut.Diagnosis dapat ditegakkan
dengan palpasi dan foto rontgent.Penyembuhan sempurna terjadi setelah 7-10 hari dengan
imobilisasi dengan posisi abduksi 60 derajat dan fleksi 90 derajat dari siku yang terkena.
Menurut data epidemiologi pada orang dewasa insiden fraktur clavicula sekitar 40 kasus dari
100.000 orang, dengan perbandingan laki-laki perempuan adalah 2 : 1. Fraktur pada
midclavicula yang paling sering terjadi yaitu sekitar 85% dari semua fraktur clavicula, sementara
fraktur bagian distal sekitar 10% dan bagian proximal sekitar 5%.
Sekitar 2% sampai 5% dari semua jenis fraktur merupakan fraktur clavicula.Menurut American
Academy of Orthopaedic Surgeon, frekuensi fraktur clavicula sekitar 1 kasus dari 1000 orang
dalam satu tahun.Fraktur clavicula juga merupakan kasus trauma pada kasus obstetrik dengan
prevalensi 1 kasus dari 213 kasus kelahiran anak yang hidup.
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat kecelakaan
apakah itu karena jatuh atau kecelakaan kendaraan bermotor, namun kadang dapat juga
disebabkan oleh faktor-faktor non traumatik. Berikut beberapa penyebab pada fraktur clavicula
yaitu :
Fraktur clavicula pada bayi baru lahir akibat tekanan pada bahu oleh simphisis pubis selama
proses melahirkan.
Fraktur clavicula akibat kecelakaan termasuk kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari
ketinggian dan yang lainnya.
Fraktur clavicula akibat kompresi pada bahu dalam jangka waktu lama, misalnya pada pelajar
yang menggunakan tas yang terlalu berat.
Fraktur clavicula akibat proses patologik, misalnya pada pasien post radioterapi, keganasan
clan lain-lain.
Penyebab farktur clavicula biasanya disebabkan oleh trauma pada bahu akibat trauma jalan lahir
dengan gejala:
Bayi tidak dapat menggerakkan lengan secara bebas pada sisi yang terkena
Distosia bahu
Persalinan traumatic
Pengklasifikasian fraktur clavicula didasari oleh lokasi fraktur pada clavicula tersebut.Ada tiga
lokasi pada clavicula yang paling sering mengalami fraktur yaitu pada bagian midshape clavikula
dimana pada anak-anak berupa greenstick, bagian distal clavicula dan bagian proksimal
clavicula.
Menurut Neer secara umum fraktur klavikula diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu :
Tipe I : Fraktur pada bagian tengah clavicula. Lokasi yang paling sering terjadi fraktur.
Tipe II : Fraktur pada bagian distal clavicula. Lokasi tersering kedua mengalami fraktur
setelah midclavicula.
Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang terjadi dari
semua jenis fraktur clavicula, insidensnya hanya sekitar 5%.
Ada beberapa subtype fraktur clavicula bagian distal, menurut Neer ada 3 yaitu:
Tipe I : merupakan fraktur dengan kerusakan minimal, dimana ligament tidak mengalami
kerusakan.
Tipe III : merupakan fraktur pada daerah distal ligament coracoclavicular dan melibatkan
permukaan tulang bagian distal clavicula pada AC joint.
Hasil pemeriksaan
Krepitasi.
Diagnosis RO tidak selalu diindikasikan, 80% tidak mempunyai gejala dan hanya didapatkan
hasil pemeriksaan yang minimal.
PenatalaksanaanFraktur Clavicula
Adapun penatalaksanaan terhadap bayi yang mengalami fraktur klavikula, yaitu:
Immobilisasi lengan dan bahu pada sisi yang akit dan abduksi lengan dalam stanhoera
menopang bahu belakang dengan memasang ransel verband
Nutrisi yang adekuat (pemberian asi yang adekuat dengan cara mengajarkan pada ibu acar
pemberian asi dengan posisi tidur, dengan sendok atau pipet)
Umumnya 7-10 hari sakit berkurang, pembentukan kalus bertambah beberapa bulan (6-8
minggu) terbentuk tulang normal.
FLEKSUS BRACHIALIS
Serabut saraf akan didistribusikan ke beberapa bagian lengan. Jaringan saraf dibentuk oleh
cervical yang bersambungan dengan dada dan tulang belakang urat dan pengadaan di lengan dan
bagian bahu.
Trauma lahir pada pleksus brakialis dapat dijumpai pada persalinan yang mengalami kesukaran
dalam melahirkan kepala atau bahu. Pada kelahiran presentasi verteks yang mengalami
kesukaran melahirkan bahu, dapat terjadi penarikan balik cukup keras ke lateral yang berakibat
terjadinya trauma di pleksus brakialis. Trauma lahir ini dapat pula terjadi pada kelahiran letak
sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi.
Gejala klinis trauma lahir pleksus brakialis berupa gangguan fungsi dan posisi otot ekstremitas
atas.Gangguan otot tersebut tergantung dari tinggi rendahnya serabut syaraf pleksus braklialis
yang rusak dan tergantung pula dari berat ringannya kerusakan serabut syaraf tersebut.Paresis
atau paralisis akibat kerusakan syaraf perifer ini dapat bersifat temporer atau permanen.Hal ini
tergantung kerusakan yang terjadi pada serabut syaraf di pangkal pleksus brakialis yang akut
berupa edema biasa, perdarahan, perobekan atau tercabutnya serabut saraf.
Sesuai dengan tinggi rendahnya pangkal serabut saraf pleksus brakialis, trauma lahir pada saraf
tersebut dapat dibagi menjadi paresis/paralisis (1) paresis/paralisis Duchene-Erb (C.5-C.6) yang
tersering ditemukan (2) paresis/paralisi Klumpke (C.7.8-Th.1) yang jarang ditemukan, dan (3)
kelumpuhan otot lengan bagian dalam yang lebih sering ditemukan dibanding dengan trauma
Klumpke.
Anatomi dari anyaman ini, dibagi menjadi : Roots, Trunks, Divisions, Cords, dan Branches
maka cedera di masing-masing level ini akan memberikan cacat/trauma yang berbeda-beda.
Roots : berasal dari akar saraf di leher dan thorax pada level C5-C8, T1
Trauma pada pleksus brakialis yang dapat menyebabkan paralisis lengan atas dengan atau tanpa
paralisis lengan bawah atau tangan, atau lebih lazim paralisis dapat terjadi pada seluruh lengan.
Trauma pleksus brakialis sering terjadi pada penarikan lateral yang dipaksakan pada kepala dan
leher, selama persalinan bahu pada presentasi verteks atau bila lengan diekstensikan berlebihan
diatas kepala pada presentasi bokong serta adanya penarikan berlebihan pada bahu.
Luka pada pleksus brakialis mempengaruhi saraf memasok bahu, lengan lengan bawah, atas dan
tangan, menyebabkan mati rasa, kesemutan, nyeri, kelemahan, gerakan terbatas, atau bahkan
kelumpuhan ekstremitas atas.Meskipun cedera bisa terjadi kapan saja, banyak cedera pleksus
brakialis terjadi selama kelahiran. Bahu bayi mungkin menjadi dampak selama proses persalinan,
menyebabkan saraf pleksus brakialis untuk meregang atau robek. Secara garis besar macam-
macam plesksus brachialis yaitu :
Paralisis Erb-Duchene
Kerusakan cabang-cabang C5 – C6 dari pleksus brakialis menyebabkan kelemahan dan
kelumpuhan lengan untuk fleksi, abduksi, dan memutar lengan keluar serta hilangnya refleks
biseps dan morro. Gejala pada kerusakan fleksus ini, antara lain hilangnya reflek radial dan
biseps, refleks pegang positif. Pada waktu dilakukan abduksi pasif, terlihat lengan akan jatuh
lemah di samping badan dengan posisi yang khas.
Paralisis Klumpke
Kerusakan terjadi pada serabut pleksus brakialis lebih luas dan lebih dalam, yang berakibat
fungsi ekstremitas atas akan hilang sama sekali. Ekstremitas atas akan terkulai lemah, sedangkan
semua refleks otot menghilang. Pada keadaan ini sering dijumpai adanya defisit sensoris pada
lengan. Pada kasus trauma pleksus brakialis, pemeriksaan radiologik dada dan lengan atas dapat
dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya fraktur klavikula atau fraktur lengan atas,
di samping untuk mencari komplikasi lain seperti kelumpuhan otot diafragma.
Neuroma, di mana saraf telah berusaha untuk menyembuhkan dirinya sendiri, tetapi jaringan
parut telah berkembang di sekitar cedera, memberi tekanan pada saraf dan mencegah cedera
saraf dari melakukan sinyal ke otot-otot.
Neurapraxia atau peregangan, di mana saraf telah rusak tetapi tidak robek.Neurapraxia adalah
jenis yang paling umum dari cedera pleksus brakialis.
Etiologi trauma fleksus brakhialis pada bayi baru lahir. Trauma fleksus brakhialis pada bayi
dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain:
1) Faktor bayi sendiri : makrosomia, presentasi ganda, letak sunsang, distosia bahu,
malpresentasi, bayi kurang bulan
2) Faktor ibu : ibu sefalo pelvic disease (panggul ibu yang sempit), umur ibu yang sudah tua,
adanya penyulit saat persalinan
3) Faktor penolong persalinan : tarikan yang berlebihan pada kepala dan leher saat menolong
kelahiran bahu pada presentasi kepala, tarikan yang berlebihan pada bahu pada presentasi
bokong.
Traksi dan kompresi dapat juga menyebabkan iskemi, yang akan merusak pembuluh darah.
Cedera pleksus brakialis dianggap disebabkan oleh traksi yang berlebihan diterapkan pada
saraf.Cedera ini bisa disebabkan karena distosia bahu, penggunaan traksi yang berlebihan atau
salah arah, atau hiperekstensi dari alat ekstraksi sungsang. Mekanisme ukuran panggul ibu dan
ukuran bahu dan posisi janin selama proses persalinan untuk menentukan cedera pada pleksus
brakialis. Secara umum, bahu anterior terlibat ketika distosia bahu, namun lengan posterior
biasanya terpengaruh tanpa adanya distosia bahu. Karena traksi yang kuat diterapkan selama
distosia bahu adalah mekanisme yang tidak bisa dipungkuri dapat menyebabkan cedera, cedera
pleksus brakialis
Kompresi yang berat dapat menyebabkan hematome intraneural,dimana akan menjepit jaringan
saraf sekitarnya.
Permanen, parsial, atau total hilangnya fungsi saraf yang terkena, menyebabkan kelumpuhan
lengan atau kelemahan lengan
Penanganan atau penatalaksanaan kebidanan meliputi rujukan untuk membebat yang terkena
dekat dengan tubuh dan konsultasi dengan tim pediatric. Penanganan terhadap trauma pleksus
brakialis ditujukan untuk mempercepat penyembuhan serabut saraf yang rusak dan mencegah
kemungkinan komplikasi lain seperti kontraksi otot. Upaya ini dilakukan antara lain dengan cara:
1) Pada trauma yang ringan yang hanya berupa edema atau perdarahan ringan pada pangkal
saraf, fiksasi hanya dilakukan beberapa hari atau 1 – 2 minggu untuk memberi kesempatan
penyembuhan yang kemudian diikuti program mobilisasi atau latihan.
2) Immobilisasi lengan yang lumpuh dalam posisi lengan atas abduksi 90 derajat, siku fleksi 90
derajat disertai supine lengan bawah dan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi
3) Beri penguat atau bidai selama 1 – 2 minggu pertama kehidupannya dengan cara meletakkan
tangan bayi yang lumpuh disebelah kepalanya.
4) Rujuk ke rumah sakit jika tidak bisa ditangani.
Penatalaksanaan dengan bentuk kuratif atau pengobatan.Pengobatan tergantung pada lokasi dan
jenis cedera pada pleksus brakialis dan mungkin termasuk terapi okupasi dan fisik dan dalam
beberapa kasus, pembedahan.Beberapa cedera pleksus brakialis menyembuhkan sendiri.Anak-
anak dapat pulih atau sembuh dengan 3 sampai 4 bulan.
Prognosis juga tergantung pada lokasi dan jenis cedera pleksus brakialis menentukan
prognosis.Untuk luka avulsion dan pecah tidak ada potensi untuk pemulihan kecuali rekoneksi
bedah dilakukan pada waktu yang tepat.Untuk cedera neuroma dan neurapraxia potensi untuk
pemulihan bervariasi.Kebanyakan pasien dengan cedera neurapraxia sembuh secara spontan
dengan kembali 90-100% fungsi.
Penanganan lesi pleksus brachialis efektif bila cepat terdeteksi atau dimulai pada usia antara 3
sampai 6 bulan. Ada dua terapi utama untuk lesi pleksus brachialis yaitu :
Penanganan bedah
Penanganan awal penderita lesi plekus brachialis pada bayi lebih difokuskan pada
mempertahankan pergerakan seluruh sendi disamping terapi fisik sebagai antisipasi bila tidak
terjadi perbaikan spontan dari fungsi saraf.Perbaikan spontan terjadi pada umumnya pada
sebagian besar kasus dengan terapi fisik sebagai satu-satunya penanganan.Ada atau tidaknya
fungsi motorik pada 2 sampai 6 bulan pertama merupakan acuan dibutuhkannya penanganan
bedah. Graft bedah mikro untuk komponen utama pleksus brachialis dapat dilakukan pada kasus-
kasus avulsi akar saraf atau ruptur yang tidak mengalami perbaikan.
Penanganan sekunder dapat dilakukan pada pasien bayi sampai orang dewasa.Prosedur ini lebih
umum dilakukan daripada bedah mikro dan dapat juga dilakukan sebagai kelanjutan bedah
mikro.Penanganan bedah ini meliputi soft-tissue release, osteotomi, dan transfer tendo (Dr.
Kumar Kadiyala). 9
Semua graft saraf yang dibuat pada operasi diimobilisasi selama 2 sampai 6 minggu. Rehabilitasi
sempurna diharapkan mulai setelah 6 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan fisoterapi setelah 6
minggu dan follow up setiap 3 bulan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Cephalhematoma adalah subperiosteal akibat kerusakan jaringan periosteum karena tarikan atau
tekanan jalan lahir, dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray
tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruh
cephalhematoma). Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan).Pada gangguan yang luas
dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia.Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik,
dan bilirubin.Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan. (Sarwono
Prawirohardjo,2007).
Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi karena tekanan dari jalan lahir
kepada kepala anak.Atau pembengkakan difus, kadang-kadang bersifat ekimotik atau edematosa,
pada jaringan lunak kulit kepala, yang mengenai bagian kepala terbawah, yang terjadi pada
kelahiran verteks.Karena tekanan ini vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga
cairan masuk ke dalam jaringan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang
terendah.Dan merupakan benjolan yang difus kepala, dan melampaui sutura garis tengah.
(Obstetri fisiologi, UNPAD.1985)
Fraktur Humerus menurut (Mansjoer, Arif, 2000) yaitu diskontinuitas atau hilangnya struktur
dari tulang humerus. Sedangkan menurut ( Sjamsuhidayat 2004 ) Fraktur humerus adalah fraktur
pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak
langsung.
Fraktur humerus adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam melahirkan lengan
pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan membumbung ke atas. Pada
keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan dan refleks Moro
Clavicula merupakan tulang yang berbentuk huruf S, bagian medial melengkung lebih besar dan
menuju ke anterior.Lengkungan bagian lateral lebih kecil dan menghadap ke posterior. Ujung
medial clavicula disebut extremitas sternalis, membentuk persendian dengan sternum, dan uJung
lateral disebut extremitas acromialis, membentuk persendian dengan acromion. Facies superior
clavicula agak halus, dan pada facies inferior di bagian medial terdapat tuberositas costalis.
Disebelah lateral tuberositas tersebut terdapat sulcus subclavius, tempat melekatnya m.
Subclavius, dan disebelah lateralnya lagi terdapat tuberositas coracoidea, tempat melekat lig.
Coracoclaviculalis.
Fleksus brakialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang yang berasal dari belakang leher,
meluas melalui aksila (ketiak), dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas.Pleksus brakialis
dibentuk oleh penyatuan bagian dari kelima melalui saraf servikal kedelapan dan saraf dada
pertama, yang semuanya berasal dari sumsum tulang belakang.
Saran
Dalam melakukan pertolongan persalinan perlu diperhatikan posisi dankondisi bayi saat
melewati jalan lahir. Proses pertolongan yang tidak cermat dan professional beresiko tinggi dapat
menyebabkan trauma pada bayi saat berada di jalan lahir. Tentu hal ini akan berdampak pada
kesehatan bayi pasca persalinan.
Pengetahuan yang baik tentang kesehatan bayi, posisi bayi dan jalan lahir serta metode
persalinan yang tetap akan sangat menentukan keselamatan bayi saat dilahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman R., Vaughan V., Trauma lahir, dalam Nelson- Ilmu Kesehatan Anak, Ed. XII, EGC,
Jakarta, 1994 : 608-614.
Dewi, Vivian NL.2010.Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta: Medika Salemba
Hasan R., Alatas H., Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, Jakarta, 1985.
Henderson, Christine, dkk. 2006.Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran.Markum, A.H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Marku, A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Wiknjosastro H., 1997. Perlukaan persalinan, dalam Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Iklan
Report this ad
Report this ad
Bagikan ini:
TwitterFacebookGoogle
Terkait
ASUHAN NEONATUS pada BAYI dan BALITA dengan JEJAS PERSALINANdalam "Tanpa
kategori"
Tinggalkan komentar
Navigasi pos
Tinggalkan Balasan
Cari untuk:
Tulisan Terakhir
Arsip
Mei 2016
April 2016
Kategori
Tanpa kategori
Iklan
Report this ad
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web
ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
:)