Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asi adalah Adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa
dan garam-garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mammae ibu yang
berguna sebagai makanan bayinya. Sedangkan ASI eksklusif adalah perilaku
dimana hanya memberikan ASI saja sampai umur 6 bulan tanpa makanan
minuman lain selain obat (jika sakit). Menurut WHO, ASI Eksklusif adalah
air susu ibu yang diberikan pada enam bulan pertama bayi baru lahir tanpa
adanya makanan pendamping lain. Asi merupakan makanan terbaik dan telah
memenuhi kebutuhan bayi usia 0sampai 6 bulan hingga 100%. ASI
mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, air, dan enzim yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh sehingga ASI dapat mengurangi resiko berbagai jenis
kekurangan gizi. Selain itu, ASI juga mengandung semua jenis asam lemak
yang penting bagi pertumbuhan otak, mata dan pembuluh darah yang sehat,
zat besi yang dapat mencegah bayi dari anemia, kolostrum yang kaya
antibody (Suryoprajogo, 2009).

B. Epidemiologi
Berdasarkan data The World Health Tahun 2005, angka kematian
balita adalah 46 per 1000 kelahiran. Di negara berkembang sekitar 48%
kematian bayi pada usia dibawah 2 bulan. Hal ini disebabkan karena bayi
tidak disusui secara eksklusif UNICEF menyebutkan bukti ilmiah yang
dikeluarkan oleh jurnal Paediatrics pada Tahun 2006. Terungkap data
bahwa bayi yang diberi susu formula memiliki kemungkinan meninggal
dunia pada bulan pertama kelahirannya dan peluang itu 25 kali lebih tinggi
dari pada bayi yang disusui oleh ibunya secara eksklusif. Banyaknya kasus
kurang gizi atau penyakit lain pada anak-anak berusia dibawah 2 tahu yang
sempat melanda beberapa wilayah Indonesia dapat diminimalisasi melalui
pemberian ASI secara eksklusif. Karena itu, sudah sewajarnya ASI
eksklusif dijadikan prioritas program dinegara berkembang ini
(Pusponegoro, 2006).
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002–
2003 hanya 8 % bayi Indonesia yang mendapat ASI ekslusif 6 bulan dan 4%
yang mendapat ASI dalam satu jam kelahirannya (Amori, 2007).
Menteri negara pemberdaya perempuan pada Peringatan Pekan ASI
Sedunia 2007, mengatakan meskipun usaha meningkatkan pemberian Air
Susu Ibu (ASI) sangat gencar dilakukan, tapi kesadaran masyarakat untuk
pemberian ASI di Indonesia masih memprihatinkan, berdasarkan data yang
ada pada tahun 2002–2003 bayi dibawah usia 4 bulan yang diberikan ASI
ekslusif hanya 55 % sementara itu pemberian ASI ekslusif pada bayi usia 2
bulan hanya 64%, pada bayi berumur 2-3 bulan hanya 46 % dan pada bayi
berumur 4-5 bulan haya 14 %. Dan berdasarkan hasil penelitian Ridwan
Amirudin 2007, proporsi pemberian ASI Ekslusif pada bayi kelompok usia 0
bulan sebesar 73,1 %, usia 1 bulan sebesr 55,5 %, usia 2 bulan sebesar 43%,
usia 3 bulan sebesar 36%, dan usia 4 bulan 16,7% (Amiruddin, 2007).

C. Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI
(prolaktin) dan pengeluaran ASI (oksitosin) (Ambarwati, 2008).
1. Produksi ASI (Prolaktin)
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19
minggu, dan berakhir ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan
adalah hormon esterogen, progesteron yang membantu maturasi alveoli.
Sedangkan hormon prolaktin berfungsi untuk produksi ASI
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi
ASI belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi.
Kadar estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau
ketiga pasca persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi
terdapat dua reflek yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks
aliran yang timbul akibat perangsangan puting susu dikarenakan isapan
bayi (Arianto, 2004).
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk
membuat kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan
aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih
tinggi. Pasca persalinan, yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya
fungsi korpus luteum maka estrogen dan progesteron juga berkurang.
Hisapan bayi akan merangsang puting susu dan kalang payudara, karena
ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi
prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi
prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise
anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli
yang berfungsi untuk membuat air susu. Kadar prolaktin pada ibu
menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah melahirkan sampai
penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada peningkatan
prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu tetap
berlangsung. Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan
menjadi normal pada minggu ke 2 – 3. Sedangkan pada ibu menyusui
prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh
psikis, anastesi, operasi dan rangsangan puting susu.

Gambar 1. Proses produksi ASI/ refleks prolaktin


2. Refleks Aliran (Let Down Reflek)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise anterior,
rangsangan yang berasal dari isapan bayi dilanjutkan ke hipofise
posterior (neurohipofise) yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui
aliran darah, hormon ini menuju uterus sehingga menimbulkan kontraksi.
Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah terbuat, keluar dari
alveoli dan masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui
duktus lactiferus masuk ke mulut bayi. Faktor-faktor yang meningkatkan
let down adalah: melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi,
memikirkan untuk menyusui bayi. Faktor-faktor yang menghambat reflek
let down adalah stress, seperti: keadaan bingung/ pikiran kacau, takut dan
cemas.

Gambar 2. Proses pengaliran ASI/ refleks oksitosin


Gambar 3. Fisiologi menyusui (dapus 8)
Refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi
1. Refleks Menangkap (Rooting Refleks), Timbul saat bayi baru lahir
tersentuh pipinya, dan bayi akan menoleh ke arah sentuhan. Bibir bayi
dirangsang dengan papilla mamae, maka bayi akan membuka mulut dan
berusaha menangkap puting susu.
2. Refleks Menghisap (Sucking Refleks), Refleks ini timbul apabila langit-
langit mulut bayi tersentuh oleh puting. Agar puting mencapai palatum,
maka sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi. Dengan
demikian sinus laktiferus yang berada di bawah areola, tertekan antara
gusi, lidah dan palatum sehingga ASI keluar.
3. Refleks Menelan (Swallowing Refleks), Refleks ini timbul apabila mulut
bayi terisi oleh ASI, maka ia akan menelannya.

D. Komposisi ASI
Tahapan produksi ASI adalah Kolostrum, ASI Transisi dan ASI Matur.
Kolostrum adalah ASI yang berwarna kekuning-kuningan atau jernih dan
lebih kental, dan hanya diproduksi pada hari-hari pertama bayi lahir (Depkes,
2007).
Setiap kali menyusui, ASI yang dihasilkan mempunyai macam atau
jenis yang berbeda yaitu sebagai berikut (Depkes, 2007):
1. Foremilk adalah ASI yang encer yang diproduksi pada awal proses
menyusui dengan kadar air tinggi dan mengandung banyak protein,
laktosa serta nutrisi lainnya tetapi rendah lemak;
2. Hindmilk adalah ASI mengandung tinggi lemak yang memberikan
banyak zat tenaga/energi dan diproduksi menjelang akhir proses
menyusui.
Oleh karena itu sebaiknya menyusui dilakukan sampai bayi terpuaskan
(kenyang), sehingga terpenuhi semua kebutuhan gizinya. Lebih sering bayi
menghisap, lebih banyak ASI yang diproduksi. Sebaliknya berkurangnya
isapan bayi menyebabkan produksi ASI berkurang. Mekanisme ini disebut
mekanisme “supply and demand”. Sedangkan komposisi nilai gizi ASI dan
kolostrum secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No Zat-zat Gizi Satuan Kolostrum ASI
1. Energi Kkal 58.0 70
2. Protein G 2.3 0.9
3. Kasein Mg 140.0 187.0
4. Laktosa G 5.3 7.3
5. Lemak G 2.9 4.2
6. Vitamin A Ug 151.0 75.0
7. Vitamin B1 Ug 1.9 14.0
8. Vitamin B2 Ug 30.0 40.0
9. Vitamin B12 Mg 0.05 0.1
10 Kalsium Mg 39.0 35.0
11. Zat besi (Fe) Mg 70.0 100.0
12. Fosfor Mg 14.0 15.0
Tabel 1. Komposisi Kolostrum dan ASI (setiap 100 ml)
Sumber: Food and Nutrition Board, National Research Council Washington
DC, 1980
Volume ASI
Pada bulan-bulan terahir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada
payudara ibu hamil. Setelah persalinan apabila bayi mulai mengisap
payudara, maka produksi ASI bertambah secara cepat. Dalam kondisi normal
ASI diproduksi sebanyak 10-100 cc pada hari-hari pertama. Produksi ASI
menjadi konstan setelah hari ke 10 sampai ke 14. Bayi yang sehat selanjutnya
mengkonsumsi sebanyak 700-800 cc ASI perhari, namun kadang-kadang ada
yang mengkonsumsi kurang dari 600 cc atau bahkan hampir 1 liter perhari
dan tetap menunjukkan tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan kurang gizi
tingkat berat pada ibu, baik pada waktu hamil maupun menyusui dapat
mempengaruhi volume ASI. Produksi ASI pada ibu kurang gizi menjadi lebih
sedikit jumlahnya, yaitu hanya berkisar antara 500-700 cc pada 6 bulan
pertama usia bayi, 400-600 cc pada 6 bulan kedua dan 300-500 cc pada tahun
kedua usia anak (Depkes, 2007).

E. Keunggulan dan Manfaat Menyusui


Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek
yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan,
neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan (Depkes, 2005).
1. Aspek Gizi.
Manfaat Kolostrum
a. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk
melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.
b. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan
bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun
cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu
kolostrum harus diberikan pada bayi.
c. Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan
mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan
kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
d. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang
pertama berwarna hitam kehijauan.

Komposisi ASI
a. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai,
juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang
terdapat dalam ASI tersebut.
b. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.
c. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan
antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan
Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan
susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35.
Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap.
Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein
adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap (Depkes, 2005).
Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI
Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam
ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting
untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan
bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina
mata.
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah
asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang
diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA
dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan
kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat
dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu
masing-masing dari Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam
linoleat) (Depkes, 2005).
2. Aspek Imunologik
a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas
kontaminasi.Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI
kadarnya cukup tinggi. Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat
melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada
saluran pencernaan.
b. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
c. Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan
salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih
banyak daripada susu sapi.
d. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel
per mil. Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte
Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte
Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary
Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara
ibu.
e. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,
menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri
ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk
menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan (Depkes, 2005).
3. Aspek Psikologik
a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui
dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui
dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan
meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada
akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.
b. Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik
bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.
c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi
terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to
skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi
merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu
yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim (Depkes, 2005).
4. Aspek Kecerdasan
Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan
untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan
kecerdasan bayi.
Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI
memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point
lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5
tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2005).
5. Aspek Neurologis
Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan,
menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih
sempurna (Depkes, 2005).
6. Aspek Ekonomis
Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan
biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan
demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli
susu formula dan peralatannya (Depkes, 2005).
7. Aspek Penundaan Kehamilan
Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan
kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah
yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL)
(Depkes, 2005).

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi ASI


1. Faktor penyebab berkurangnya ASI
a. Faktor Menyusui
Hal-hal yang dapat mengurangi produksi ASI adalah tidak
melakukan inisiasi, menjadwal pemberian ASI, bayi diberi minum
dari botol atau dot sebelum ASI keluar, kesalahan pada posisi dan
perlekatan bayi pada saat menyusui .
b. Faktor Psikologi Ibu
Persiapan psikologi ibu sangat menentukan keberhasilan
menyusui. Ibu yang tidak mempunyai keyakinan mampu
memproduksi ASI umunya produksi ASI akan berkurang. Stress,
khawatir, ketidak bahagiaan ibu pada periode menyusui sangat
berperan dalam mensukseskan pemberian ASI ekslusif. Peran
keluarga dalam meningkatkan percaya diri ibu sangat besar.
c. Faktor Bayi
Ada beberapa faktor kendala yang bersumber pada bayi
misalnya bayi sakit, prematur, dan bayi dengan kelainan bawaan
sehingga ibu tidak memberikan ASI-nya menyebabkan produksi ASI
akan berkurang.
d. Faktor Fisik Ibu
Ibu sakit, lelah, menggunakan pil kontrasepsi atau alat
kontrasepsi lain yang mengandung hormon, ibu menyusui yang
hamil lagi, peminum alkohol, perokok atau ibu dengan kelainan
anatomis payudara dapat mengurangi produksi ASI.
2. Faktor yang mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI eksklusif
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang
diperhatikan, dipahami dan diingatnya. Informasi dapat berasal dari
berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal,
percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton televisi
dan dari pengalaman hidup lainnya, hambatan utama tercapainya
ASI ekslusif yang benar adalah karena kurang sampainya
pengetahuan yang benar tentang ASI ekslusif pada para ibu. Seorang
ibu harus mempunyai pengetahuan yang baik dalam menyusui7.
Kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar
akan kepercayaan diri seorang ibu untuk dapat memberikan
perawatan terbaik untuk bayinya dan bayi akan kehilangan sumber
makanan yang vital dan cara perawatan yang optimal. Pengetahuan
yang kurang mengenai ASI ekslusif terlihat dari pemanfaatan susu
formula secara dini di perkotaan dan pemberian atau nasi sebagai
tambahan ASI di pedesaan (Roesli, 2005).
b. Lingkungan
Lingkungan menjadi faktor penentu kesiapan ibu untuk
menyusui bayinya. Setiap orang selalu terpapar dan tersentuh oleh
kebiasaan di lingkungannya serta mendapat pengaruh dari
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada
kebanyakan wanita di perkotaan, sudah terbiasa menggunakan susu
formula dengan pertimbangan lebih modern dan praktis. Menurut
penelitian Valdes dan Schooley (1996) wanita yang berada dalam
lingkungan modern di perkotaan lebih sering melihat ibu-ibu
menggunakan susu formula sedangkan di pedesaan masih banyak
dijumpai ibu yang memberikan ASI tetapi cara pemberian tidak
tepat. jadi pemberian ASI secara Ekslusif di pengaruhi oleh
lingkungan (Haniarti, 2011).
c. Pengalaman
Pengalaman wanita semenjak kecil akan mempengaruhi sikap
dan penampilan wanita dalam kaitannya dengan menyusui di
kemudian hari. Seorang wanita yang dalam keluarga atau lingkungan
mempunyai kebiasaan atau sering melihat wanita yang menyusui
bayinya secara teratur maka akan mempunyai pandangan yang
positif tentang menyusui sesuai dengan pengalaman sehari-hari.
Tidak mengherankan bila wanita dewasa dalam lingkungan ini hanya
memiliki sedikit bahkan tidak memiliki sama sekali informasi,
pengalaman cara menyusui dan keyakinan akan kemampuan
menyusui. Sehingga pengalaman tersebut mendorong wanita tersebut
untuk menyusui dikemudian harinya dan sebaliknya (Haniarti, 2011).
d. Dukungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan ibu menyusui bayinya secara
esklusif. Keluarga (suami, orang tua, mertua, ipar dan sebagainya)
perlu diinformasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan
keluarga agar ibu berhasil menyusui secara ekslusif. Bagian keluarga
yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap keberhasilan
dan kegagalanmenyusui adalah suami. Masih banyak suami yang
berpendapat salah, yang menganggap menyusui adalah urusan ibu
dan bayinya. Peranan suami akan turut menentukan kelancaran
refleks pengeluaran ASI (let down reflek) yang sangat dipengaruhi
oleh keadaan emosi atau perasaan ibu (Roesli, 2005).

Gambar 3. Model determinan perilaku menyusui.


WHO dalam community–based strategies for breastfeeding
promotion and support in developing countries pada tahun 2003
telah membuat justifikasi dan framework mengenai faktor – faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI dapat dilihat pada gambar di
atas.

G. Langkah-langkah Menyusui
1. Posisi badan ibu dan badan bayi (Program Manajemen Laktasi, 2004).
a. Ibu berbaring atau duduk dengan santai
b. Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala.
c. Badan bayi menghadap kebadan ibu.
d. Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara
ibu.
e. Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu.
f. Dengan posisi seperti ini maka telinga bayi akan berada dalam satu
garis dengan leher dan lengan bayi.
g. Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat
bayi dengan lengan ibu (Depkes, 2005).
2. Posisi mulut bayi dan putting susu ibu (Program Manajemen Laktasi,
2004).
a. Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang
dibawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari
telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting), dibelakang areola (kalang
payudara).
b. Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek) dengan
cara: menyentuh pipi dengan putting susu dan menyentuh sisi mulut
putting susu.
c. Tunggu sampai bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar dan
lidah kebawah.
d. Dengan cepat dekatkan bayi kepayudara ibu dengan cara menekan
bahu belakng bayi bukan bagian belakang kepala.
e. Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadap-hadapan
dengan hidung bayi.
f. Kemudian masukkan putting susu ibu menelusuri langit-langit mulut
bayi.
g. Usahakan sebagian areola masuk kemulut bayi, sehingga putting
susu berada diantara pertemuan langit-langit yang keras (palatum
durum) dan langit-langit lunak (paltum molle).
h. Lidah bayi akan menekan diding bawah payudara dengan gerakan
memerah sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang
terletak dibawah kalang payudara.
i. Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik,
payudara tidak perlu dipegang atau disangga lagi.
j. Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan
hidung bayi dengan maksud untuk memudahkan bayi bernafas. Hal
ini tidak perlu karena hidung bayi telah dijauhkan dari payudara
dengan cara menekan pantat bayi dengan lengan ibu.
k. Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengeluselus
bayi

Gambar 3 posisi menyusui


3. Hambatan menyusui
a. Faktor Internal, Faktor internal sangat mempengaruhi keberhasilan
menyusui bayi. Diantaranya adalah kurangnya pengetahuan yang
terkait penyusunan. Karena tidak mempunyai pengetahuan yang
memadai, ibu tidak mengerti tentang cara menyusui bayi yang tepat,
manfaat ASI berbagi dampak yang akan ditemui bila ibu tidak
menyusui bayinya (Saleha, 2009).
b. Faktor eksternal, Faktor eksternal terkait segala sesuatu yang tidak
akan terjadi bila faktor internal dapat dipenuhioleh ibu, misalnya
ASI belum keluar pada hari-hari pertama setelah kelahiran bayi,
sehingga ibu berfikir untuk memberikan susu formula (prelactal
feeding) kepada bayi. Pada hari pertama, bayi belum memerlukan
cairan atau makanan, sehingga tidak tau belum diperlukan pemberian
cairan tertentu, apalagi susu formula, sebelum ASI keluar (Saleha,
2009).
H. Kerugian Tidak Diberikan ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil penelitian Ridwan Amirudin 2007, anak yang tidak
diberi ASI ekslusif lebih cepat terserang penyakit kronis seperti kanker,
jantung, hipertensi, dan diabetes setelah dewasa, kemungkinan anak
menderita kekurangan gizi dan obesitas (Amiruddin, 2007).
Bayi yang diberi susu selain ASI, mempunyai 17 kali lebih besar
mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena
infeksi saluran pernafasan (ISPA) salah satu faktor adalah karena buruknya
pemberian ASI (Depkes, 2005).
Pada penelitian yang diadakan di tahun 2000 terbukti bahwa bayi-bayi
yang tidak diberikan ASI Eksklusif selama 13 minggu pertama dalam
kehidupannya memiliki tingkat infeksi pernafasan dan infeksi saluran cerna
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bayi-bayi lain yang diberikan ASI.
Menurunnya tingkat infeksi saluran cerna ini tetap bertahan bahkan sesudah
selesai masa pemberian ASI dan berlanjut hingga tahun-tahun pertama dalam
kehidupan anak. Selain itu, bayi-bayi yang tidak diberikan ASI mudah
terkena penyakit-penyakit lain yang berhubungan dengan kekebalan tubuh.

Anda mungkin juga menyukai