Anda di halaman 1dari 7

JELAJAHI

HOME

NASIONAL

REGIONAL

MEGAPOLITAN

INTERNASIONAL

MONEY

BOLA

TEKNO

SAINS

VIK

ENTERTAINMENT

OTOMOTIF

LIFESTYLE

PROPERTI

TRAVEL

EDUKASI

KOLOM

IMAGES

JEO

KOMPAS TV

KOMPASIANA

GRIDOTO

GRAMEDIA

KONTAN

BOLASPORT
KOMPASKARIER

GRID.ID

KGMEDIA.ID

Kompas.com App
Aplikasi Berita Terkini dan Terpercaya

VIEW

Home

 
News

 
Nasional
Analisis Politik: Bencana dan Politik
Jumat, 26 Desember 2014 | 07:34 WIB
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

Oleh Azyumardi Azra

KOMPAS.com - BENCANA demi bencana masih melanda Indonesia. Julukan Indonesia


sebagai ring of fire (cincin api) mungkin tidak memadai lagi. Karena itu, Phil Sylvester,
editor Travel Insight, menyatakan, ”Indonesia telah selalu menjadi hotbed of earthquake
activity, but in the past few years there have been more deadly quakes than usual.”

Mempertimbangkan gejala itu, jangan-jangan julukan Tanah Air kita harus diganti jadi ring
of disasters, lingkaran bencana. Ini terlihat, misalnya, pada bencana longsor di Banjarnegara,
Jawa Tengah, yang menewaskan sekitar 85 orang dan mungkin ratusan orang lainnya hilang
tertimbun longsoran.

Meski kita selalu berdoa agar bencana tidak terus melanda Indonesia, hampir bisa dipastikan
musibah tetap bakal datang. Banyak lokasi alam Indonesia secara alamiah sangat rawan
bencana. Namun, kian merosotnya kualitas lingkungan hidup karena perusakan hutan atau
penggarapan lahan rawan longsor mengakibatkan bencana longsor dan banjir bandang
semakin sering.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sampai menjelang bencana
di Banjarnegara, pada 2014 tercatat 248 korban bencana longsor. Pada 2011, menurut
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, terjadi 452 longsor dan banjir bandang, menewaskan
371 jiwa; dan 2010 dengan korban 635 orang. Menurut Prevention Web, pada 1980-2010
rata-rata 6.209 setiap tahun orang tewas karena berbagai bentuk bencana.

Jumlah kerugian harta benda akibat bencana tidak sedikit. Menurut Bappenas, dalam 10
tahun terakhir, jumlah kerugian akibat bencana Rp 162 triliun, sedangkan menurut data
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Rp 400 triliun. Berhadapan
dengan bencana silih berganti dengan jumlah kerugian begitu besar, pemerintah, khususnya
melalui BNPB dan Kementerian Sosial, sering terlihat gagap. Sering pula bantuan tak bisa
cepat disalurkan karena hambatan birokrasi dan administrasi.

Namun, Indonesia beruntung karena solidaritas masyarakat masih kuat untuk meringankan
beban warga. Banyak warga spontan turun tangan membantu. Selain itu, organisasi dan
kelompok filantropi yang bergerak dalam penyantunan korban bencana (relief) juga terlihat
cepat bergerak memberikan berbagai bentuk kontribusi berupa dana infak, sedekah, dan
sumbangan lain dari masyarakat. Kelas menengah yang terus bertumbuh menjadi tulang
punggung (backbone) filantropi Indonesia memungkinkan mereka bergerak lebih aktif dan
lebih cepat.

Bagaimana hubungan bencana dengan politik? Dalam pengalaman Indonesia, bencana bisa
menjadi momentum untuk perdamaian dan rekonsiliasi politik di Aceh setelah konflik
berdarah-darah selama beberapa tahun (1976-2005). Kasus ini terlihat dalam bencana
tsunami Aceh pada 26 Desember 2004, yang tahun ini genap 10 tahun. Bencana dahsyat yang
menewaskan sekitar 160.000 jiwa itu memaksa Pemerintah Indonesia berunding dengan
pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menghasilkan Persetujuan Helsinki (15
Agustus 2005). Dengan begitu, bencana tsunami Aceh menjadi blessing in disguise bagi
NKRI.

Bencana demi bencana di Tanah Air juga mengundang parpol atau elite politik ”turun
tangan”. Gejala ini tidak unik di Indonesia, tetapi juga bahkan di AS. David G Twigg dalam
The Politics of Disaster: Tracking the Impact of Hurricane Andrew (2012) menyimpulkan,
bencana alam sejak dari gempa sampai tornado dapat meninggalkan bekas tidak terhapuskan
dalam karier politik seseorang. Kecepatan figur politik dalam turut menangani korban
bencana dapat memberikan manfaat baginya sebab dengan begitu ia telah melakukan
”kampanye tanpa kampanye”.

Keterlibatan elite politik dan parpol di Tanah Air mewujud dalam pemberian bantuan
berbarengan dengan pemasangan bendera parpol masing-masing di wilayah terlanda dan
terdampak bencana. Keadaan ini kadang-kadang mengesankan adanya ”perang bendera” di
antara parpol berbeda. Namun, keadaan agak berbeda dengan bencana longsor Banjarnegara.
Tidak terlihat banyak bendera parpol meski sebenarnya ada di antara mereka yang juga turun
ke sana.

Apakah gejala ini mengindikasikan meningkatnya ”sensitivitas” parpol untuk tidak


”memanfaatkan” bencana guna meningkatkan popularitas mereka, seperti sering dikritik
banyak kalangan. Atau, boleh jadi juga karena memang tidak banyak parpol yang datang ke
daerah bencana. Boleh jadi hal terakhir ini yang lebih benar. Hal ini terkait disorientasi yang
dialami banyak parpol setelah Pemilu 2014. Parpol-parpol terbelah dalam dua kubu yang
terlibat dalam kontestasi dan kegaduhan politik yang tak kunjung usai. Boleh jadi, jangankan
memikirkan dan turut turun tangan dalam menyantuni korban bencana, DPR saja, tempat
mereka bertarung, terlihat mengalami kemacetan.

Lalu, ada lagi konflik internal seperti yang terus membara dalam PPP dan Partai Golkar.
Pembelahan dan friksi yang entah sampai kapan menunjukkan parpol lebih sibuk dengan
dirinya daripada menyantuni korban bencana yang merupakan konstituen mereka. Keadaan
ini patut disayangkan. Alangkah eloknya jika sumber daya manusia dan keuangan yang
dimiliki elite politik dan parpol digunakan untuk kemaslahatan warga, khususnya korban
bencana. Sudah saatnya elite politik dan parpol meninggalkan kegaduhan internal dan
eksternal sehingga dapat lebih bermanfaat bagi negara-bangsa.

Azyumardi Azra
Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Baca tentang

Longsor Banjarnegara
10 Tahun Tsunami Aceh
Banjir Bandung
SebelumnyaBPBD Banjarnegara Temukan Dua Jasad…

BerikutnyaBagikan "Lilin" di Monas, Ahok…

Menangkan e-Voucher Belanja total jutaan rupiah. Kumpulkan poin di Kuis Hoaks/Fakta. *S&K berlaku

 Ikut
Video Pilihan
Sumber: KOMPAS CETAK

TAG:

TERPOPULER

 1
Pasien Positif Covid-19 yang Videonya Viral Tolak Diisolasi Nekat Shalat
TarawihDibaca 135584 kali

 2
Viral, Video Pasien Positif Covid-19 Berdebat dengan Petugas Tolak Diisolasi dan
Merasa SehatDibaca 108364 kali

 3
Jelaskan Sejarah Berdirinya Kerajaan Tarumanegara, Jawaban Belajar di Rumah
TVRIDibaca 61636 kali

 4
8 Kelurahan di Jakarta Masih Nihil Kasus Positif Covid-19, Ini Daftarnya Dibaca 61106 kali

 5
2 Pegawai Pabrik Sampoerna Meninggal Positif Covid-19, Ratusan Karyawan
DikarantinaDibaca 50893 kali

TERPOPULER LAINNYA
KOMENTAR 

Dapatkan Voucher Belanja jutaan rupiah, dengan #JernihBerkomentar di bawah ini! *S&K berlaku

Tulis komentar Anda...

TERKINI

 UPDATE 30 April: Total Ada 230.411 ODP dan 21.829 PDP di Indonesia NEWS -
4 menit lalu
 Ketua Komisi VIII: Kenapa Harus Pakai Tas yang Ada Tulisan Bantuan
Presiden?NEWS - 8 menit lalu
 Pemerintah: Kita Tak Pernah Biarkan yang Sakit Tak Dirawat NEWS - 10 menit lalu
 UPDATE 30 April: 94.599 Spesimen dari 72.351 Orang Diperiksa Terkait
Covid-19NEWS - 12 menit lalu
 Delapan Pegawai BNPB Dinyatakan Positif Rapid TestNEWS - 14 menit lalu
 UPDATE 30 April: Kasus Baru Covid-19 Tersebar di 22 Provinsi, Terbanyak di
JatimNEWS - 16 menit lalu
 Panglima TNI Mutasi 16 Perwira Tinggi, Berikut Daftarnya... NEWS - 17 menit lalu
 Dompet Dhuafa Siap Salurkan 14.500 Paket Sembako ke Warga Terdampak
Covid-19NEWS - 23 menit lalu
 UPDATE 30 April: Tambah 131, Pasien Covid-19 Sembuh Jadi 1.522
OrangNEWS - 26 menit lalu

Lihat Semua

JELAJAHI

 KOMPAS.COM
 BOLA
 TEKNO
 OTOMOTIF
 INTERNASIONAL
 NEWS
 NASIONAL
 MEGAPOLITAN
 ENTERTAINMENT
 MONEY
 SAINS
 REGIONAL
 PROPERTI
 LIFESTYLE
 TRAVEL
 EDUKASI
 IMAGES
 VIK
 OHAYO JEPANG
 PESONA INDONESIA
 KOLOM
 JEO
 KOMPAS VIDEO

 ARTIKEL TERPOPULER
 ARTIKEL TERKINI

 TOPIK PILIHAN
 ARTIKEL HEADLINE

About
 
Policy

 
Contact Us

 
Career

 
Pedoman Media Siber

©2020 PT. Kompas Cyber Media

Anda mungkin juga menyukai