“PERITONITIS”
Oleh :
Dinda Mutiara Sukma Prastika
6120018031
Pembimbing:
dr. Dayu Satriya Wibawa, Sp. B
1
MAKALAH
REFERAT
Oleh :
Dinda Mutiara Sukma Prastika
6120018031
Pembimbing:
dr. Dayu Satriya Wibawa, Sp. B
2
LEMBAR PENGESAHAN
Telah meneyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Mengetahui,
Pembimbing
3
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala nikmat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas referat dengan baik dan tepat waktu.
Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu
Bedah RSI Jemursari Surabaya Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama
Surabaya. Di samping itu, melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar – besarnya kepada dr. Dayu Satriya Wibawa, Sp.B selaku
pembimbing dalam penyusunan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada rekan – rekan anggota Kepaniteraan SMF Bedah serta berbagai pihak yang
telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna dan tidak
luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan,
kritik maupun saran yang membangun. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih
yang sebesar – besarnya, semoga tugas ini dapat memberikan tambahan informasi
bagi kita semua.
Penulis
4
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................6
Latar Belakang.........................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi......................................................................................................8
Anatomi dan Fisiologi...............................................................................9
Etiologi....................................................................................................14
Patofisiologi.............................................................................................15
Manifestasi klinis ....................................................................................21
Diagnosis ................................................................................................21
Diagnosis Banding...................................................................................26
Penatalaksanaan.......................................................................................26
Komplikasi...............................................................................................30
Prognosis..................................................................................................31
Kerangka berfikir (Algoritma) ................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
5
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
kranial) dapat terjadi di dalam parenkim otak atau ruang meningeal di sekitarnya.
atau bocor. Ini dapat terjadi akibat trauma fisik (seperti yang terjadi pada cedera
kepala) atau penyebab nontraumatik (seperti yang terjadi pada stroke hemoragik)
perdarahan intracerebral dari daerah atau negara lain yang ada di dunia. Insiden
perdarahan intraserebral yang lebih tinggi telah dicatat pada populasi Cina,
Jepang, dan Asia lainnya, mungkin karena faktor lingkungan (misalnya, makanan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
kranial) dapat terjadi di dalam parenkim otak atau ruang meningeal di sekitarnya.
Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran, atau meningen:
lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini berhubungan erat,
membrane fibrosa padat dan kuat yang membungkus otak dan melanjutkan diri
meliputi Falx cerebri, Tentorium cerebelli, dan Falx cerebelli. Banyak arteri yang
pharyngea ascendens, arteri occipitalis, dan arteri vertebralis. Dari sudut klinis
7
yang terpenting adalah arteri meningea media, yang sering rusak pada cedera
kepala.
yang meliputi otak dan terletak diantara piamater disebelah dalam dan duramater
disebelah luar. Membrane ini dipisahkan dari durmater oleh ruang potensial,
disebut spatium subdurale, dan dari piamater oleh spatium subarachnoideum yang
8
Gambar 1: penampang koronal bagian atas kepala memperlihatkan lapisan
9
Piamater adalah membran vascular yang dengan erat membungkus otak,
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
circulus willisi. Arteri carotis interna muncul dari sinus cavernosus pada sisi
menuju ke sulcus cerebri lateralis. Disini, arteri ini bercabang menjadi arteri
bawah pons, arteri ini bergabung dengan arteri dari sisi lainnya membentuk arteri
basilaris.2
2.3. Epidemiologi
perdarahan intracerebral dari daerah atau negara lain yang ada di dunia. Insiden
perdarahan intraserebral yang lebih tinggi telah dicatat pada populasi Cina,
Jepang, dan Asia lainnya. Epidural hematoma lebih mungkin terjadi dalam
kelompok usia yang lebih muda karena dura mampu untuk lepas lebih mudah dari
2.4. Klasifikasi
10
tersebut dapat disebabkan oleh separasi tulang dura atau robeknya
pembuluh darah akibat trauma dan terkait patah tulang tengkorak. Sumber
perdarahan biasanya arteri meningeal robek (paling sering, arteri
meningeal media). EDH biasanya bikonveks dalam bentuk dan dapat
menyebabkan efek massa dengan herniasi.7
b. Etiologi
Trauma adalah penyebab khas perdarahan epidural (EDH), paling sering
menyebabkan ruptur pembuluh darah dura terutama arteri meningia
media. Tetapi EDH spontan juga dapat terjadi akibat infeksi, sinusitis,
anomaly vaskuler, dan gagal ginjal kronis.
c. Patofisiologi
Perdarahan epidural terutama disebabkan oleh gangguan struktural dari
dural dan pembuluh darah pada cranial umumnya terkait dengan patah
tulang calvarial. Laserasi arteri meningeal media dan menyertai sinus
dural adalah etiologi yang paling umum. Sejumlah kecil epidural
hematoma telah dilaporkan dengan tidak adanya trauma. Etiologinya
termasuk infeksi pada tulang tengkorak, malformasi pembuluh darah dari
duramater, dan metastasis ke tengkorak. perdarahan epidural spontan juga
dapat berkembang pada pasien dengan koagulopati berhubungan dengan
masalah medis lain (penyakit hati misalnya, stadium akhir, alkoholisme
kronis, penyakit lainnya yang berhubungan dengan disfungsi trombosit).8
d. Pemeriksaan klinis
Pada pasien dengan kesadaran penuh maka akan ditemukan gejala
dari peningkatan tekanan intracranial seperti nyeri kepala akibat
penekanan pembuluh darah dan penekanan duramater, mual muntah dan
kejang. Gejala klinis lain yang khas adalah lucid interval (Riwayat
penurunan kesadaran, kembalinya kesadaran sementara, dan penurunan
kesadaran kembali), hal ini menandakan bahwa EDH tidak menyebabkan
kerusakan ditingkat akson.
EDH dapat menyebabkan terjadinya herniasi uncal sehingga dapat
timbul gejala berupa hemparese kontralateral akibat penekanan
pedunculus cerebri (traktus kortikospinalis) oleh uncus, pupil anisokor
11
ipsilateral (midriasis) yang terjadi karena uncus menekan oculomotor
(N.III), anton sindrom yang gejalanya berupa cortical blindness juga
dapat terjadi jika arteri serebri posterior yang menyuplai lobus temporal
inferior tertekan, penurunan kesadaran akan terjadi apabila Ascending
Reticular Activating System (ARAS) terganggu.
Herniasi sentral bisa terjadi jika EDH semakin membesar. Hal ini
ditandai dengan munculnya gejala seperti trias cushing (bradikardi,
hipertensi, dan respirasi abnormal), diplopia, pupil midriasis maksimal,
dan mati batang otak.
e. Gambaran radiologi
MRI
12
MRI dapat jelas menunjukkan pergeseran duramater yang muncul
sebagai garis hypointense pada T1 dan T2 urutan yang membantu
dalam membedakannya dari hematoma subdural. Akut EDH muncul
isointense pada T1 dan menunjukkan intensitas variabel dari hipo ke
hyperintense pada urutan T2 . EDH subakut awal muncul hypointense
pada T2 saat akhir subakut dan EDH kronis hyperintense pada kedua
T1 dan T2.
Angiografi
Hal ini dapat digunakan untuk mengevaluasi penyebab nontraumatic
dari EDH (yaitu AVM). Jarang angiography dapat menunjukkan
laserasi arteri meningeal media dan kontras ekstravasasi dari arteri
meningea dipasangkan ke vena meningea dikenal sebagai "trem track
sign".7
f. Pengobatan
Pasien EDH dengan gejala peningkatan tekanan intracranial harus
diposisikan head up 30o dengan leher yang lurus kemudian diberikan
injeksi manitol 20% 1gram/kgBB selama 10-20 menit, kemudian
pertimbangkan tindakan pembedahan kraniotomi evakuasi EDH dan
kranioplasti sesuai dengan indikasi dan kontraindikasi sebagai berikut:
Indikasi:
1. EDH volume > 30cc atau ketebalan > 15mm, atau pergeseran midline
> 5mm harus dievakuasi tanpa melihat GCS
13
2. EDH akut (GCS<9) dan pupil anisokor
Kontraindikasi:
1. EDH tipis ketebalan < 1cm
2. Subakut atau kronis EDH tanpa defisit neurologis
3. Tidak ada tanda herniasi
g. Prognosis
Bahkan dengan hematoma yang relatif besar, secara umum cukup baik,
asalkan gumpalan tersebut dievakuasi segera. Sebuah hematoma kecil
tanpa efek massa atau tanda swirl dapat diobati secara konservatif,
kadang-kadang menyebabkan kalsifikasi dari duramater.8
2. Perdarahan Subdural
a. Definisi
Sebuah hematoma subdural (SDH) adalah akumulasi darah pada ruang
antara arachnoid dan dura yang terbentuk ketika terjadi robekan vena
atau arteri yang berada diantara dura dan arachnoid.
b. Klasifikasi
Sesuai dengan kaye essential neurosurgery membagi SDH menjadi tiga
bagian berdasarkan waktu kejadian:
1. SDH akut: dibawah tiga hari
2. SDH subakut: 4-21 hari
3. SDH kronis : diatas 21 hari
c. Etiologi
Penyebab hematoma subdural akut meliputi berikut ini:
Laserasi parenkim
Robekan bridging vein atau vena superfisial akibat benturan kepala
hebat
14
Perdarahan intrakranial nontraumatic karena aneurisma otak,
malformasi arteri, atau tumor (meningioma atau metastasis dural.
15
Penampilan klasik dari hematoma subdural akut adalah homogen
hyperdense ekstra-aksial berbentuk bulan sabit yang menyebar
difus.
16
Akhirnya, subdural menjadi hipodens dan dapat mencapai ~ 0hu
dan akan isodense untuk csf, dan hygromas subdural.
17
Gambar-7: perdarahan subdural akut pada MRI.14
subakut
Mungkin muncul bikonveks berbentuk pada bidang koronal bukan
berbentuk sabit yang merupakan penampilan khas di pesawat
aksial
T1 : biasanya hyperintense karena adanya methaemoglobin
T2 : Penampilan variabel biasanya hyperintense
FLAIR : hyperintense
18
T1 : jika hematoma stabil tampaknya isointense untuk CSF, dapat
muncul hyperintense untuk CSF jika ada rebleed atau infeksi .
T2 : jika hematoma stabil tampaknya isointense untuk CSF, jika
ada rebleed hematoma appeaers hypointense
FLAIR : hyperintense ke CSF
19
Terdapat dua pilihan pembedahan untuk SDH kronis yaitu burrhole
drainage dan twill hole drainage.
g. Prognosis
Perlu dicatat bahwa angka kematian di hematoma subdural akut yang
sepenuhnya.
2. Perdarahan Subarachnoid
a. Definisi
Perdarahan subarachnoid ( SAH ) adalah salah satu jenis perdarahan
intrakranial ekstra-aksial dan menunjukkan adanya darah dalam ruang
subarachnoid.15,16
b. Etiologi
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan antara mater arachnoid dan
pia. Secara umum, trauma kepala adalah penyebab paling umum, tetapi
traumatis perdarahan subarachnoid biasanya dianggap sebagai gangguan
yang terpisah. Spontan (primer) perdarahan subarachnoid biasanya hasil
dari pecahnya aneurisma. Sebuah bawaan intrakranial saccular atau berry
aneurisma adalah penyebab di sekitar 85 % pasien. Perdarahan dapat
berhenti secara spontan. Aneurisma perdarahan dapat terjadi pada semua
usia, tetapi paling sering terjadi dari usia 40-65. Penyebab kurang umum
adalah aneurisma mikotik, malformasi arteri, dan gangguan perdarahan.17
c. Patofisiologi
Darah di ruang subarachnoid menyebabkan meningitis kimia yang umum
meningkatkan tekanan intrakranial untuk hari atau beberapa minggu.
Vasospasme sekunder dapat menyebabkan iskemia otak fokal; sekitar
25% dari pasien mengembangkan tanda-tanda serangan transient
ischemic (TIA) atau stroke iskemik. Edema otak maksimal dan risiko
20
vasospasme dan infark berikutnya (disebut otak marah) adalah tertinggi di
antara 72 jam dan 10 hari. Hidrosefalus akut sekunder juga umum. Suatu
perdarahan ulang kadang-kadang terjadi, paling sering dalam waktu
sekitar 7 hari.17
d. Gejala Klinis
Gejala perdarahan subarachnoid dapat berupa:
1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak
2. Hilangnya kesadaran
3. Fotofobia
4. Meningismus
5. Mual dan muntah.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat dan
mendadak tadi, sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya
tidak memperoleh perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter
yang merawatnya. Tanda-tanda peringatan tadi dapat muncul beberapa
jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan
yang hebat.5
Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan
kemudian hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual,
nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%), dan beberapa penderita mengalami
serangan seperti “disambar petir”. Sementara itu, aneurisma yang
membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan gejala sebagai
berikut : defek medan penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri
wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.3
e. Gambaran Radiologis
CT-Scan
Sensitivitas CT adanya darah subarachnoid sangat dipengaruhi oleh
jumlah darah dan sejak perdarahan. Diagnosis dicurigai ketika bahan
hyperattenuating terlihat mengisi ruang subarachnoid. Paling umum
ini jelas di sekitar lingkaran Willis, karena sebagian besar aneurisma
berry terjadi di wilayah ini (~65%), atau dalam fissure Sylvian
(~30%) ref diperlukan. Sejumlah kecil darah kadang-kadang dapat
21
dilihat di fossa interpeduncular, muncul sebagai segitiga hyperdense
kecil, atau dalam tanduk oksipital dari ventrikel lateral. Pendarahan
subarachnoid dikelompokkan menjadi empat kategori menurut jumlah
darah dengan skala Fischer.15
22
Gambar- 11: FLAIR-MRI menunjukkan hyperintense frontal bilateral
dan parietal sulci (panah), konsisten dengan perdarahan subarachnoid
akut. Kelainan MRI lebih mencolok dan lebih luas daripada yang
ditunjukkan oleh CT.25
DSA: Angiografi
Digital pengurangan kateter angiography tetap Gold Standard untuk
diagnosis dan karakterisasi kelainan pembuluh darah dan di banyak
pusat, bahkan jika lesi penyebab diidentifikasi pada MRA atau CTA
dan diperkirakan membutuhkan manajemen bedah, studi kateter
dilakukan. Manfaat dari DSA adalah dua kali lipat : resolusi spasial
yang lebih tinggi : lebih mampu untuk menggambarkan pembuluh
darah kecil dan ciri morfologi vaskular (misalnya aneurisma leher dan
penggabungan pembuluh yang berdekatan). resolusi temporal: kontras
dapat dilihat untuk mencuci masuk dan keluar dari malformasi
vaskular, memberikan informasi penting dalam hal (misalnya
malformasi arteriovenosa (AVM) atau fistula arteriovenosa dural
(DAVF)) Selain itu, tergantung pada penyebabnya, terapi
endovaskular (misalnya aneurisma melingkar) mungkin tepat.15
f. Pengobatan
Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah
identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi
23
dengan pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus
dijamin aman dan pemantauan invasive terhadap central venous pressure
dan atau pulmonary artery pressure, seperti juga terhadap tekanan darah
arteri, harus terus dilakukan. Untuk mencegah penigkatan tekanan
intracranial, manipulasi pasien harus dilakukan secara hati-hati dan pelan-
pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien harus istirahat total.1
PSA yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial harus
diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk
mencapai PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat
diberikan untuk menurunkan tekanan intracranial seperti : Osmotic
agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara
signifikan (50% dalam 30 menit pemberian). Loop diuretics
(furosemide) dapat juga menurnukan tekanan intracranial Intravenous
steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan intracranial masih
kontroversial tapi direkomendasikan oleh beberapa penulis lain. Setelah
itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan
dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan
neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan
jika perlu diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan
nikardipin. Akan tetapi, rekomendasi saat ini menganjurkan penggunaan
obat-obat anti hipertensi pada PSA jikalau MABP diatas 130 mmHg.
Setelah aneurisma dapat diamankan, sebetulnya hipertensi tidak masalah
lagi, tetapi sampai saat ini belum ada kesepakatan berapa nilai amannya.
Analgesic seringkali diperlukan, obat- obat narkotika dapat diberikan
berdasarkan indikasi. Dua factor penting yang dihubungkan dengan
luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia, karena itu keduanya
harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap thrombosis vena dalam (deep
vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan peralatan kompresif
sekunsial, heparin subkutan dapat diberikan setlah dilakukan
penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat
mengurangi risiko komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.
1,6
24
Hasil penelitian terakhir yang dilakukan mengemukakan bahwa
penambahan obat cilostazol oral pada microsurgical clipping dapat
mencegah kejadian vasospasme serebral dengan menurunkan resikoresiko
yang memperparah kejadian vasospasme serebral.7
g. Prognosis
Sekitar 35% dari pasien meninggal setelah aneurisma pertama perdarahan
subarachnoid; lain 15% meninggal dalam beberapa minggu karena
pecahnya berikutnya. Setelah 6 bulan, pecah 2 terjadi pada tingkat sekitar
3% tiap tahun. Secara umum, prognosis adalah buruk dengan aneurisma,
baik dengan malformasi arteri, dan terbaik saat angiografi pembuluh
darah tidak mendeteksi lesi, mungkin karena sumber perdarahan kecil dan
telah tertutupi.17
3. Perdarahan Intraserebral
a.Definisi
Perdarahan intraserebral adalah suatu perdarahan pada parenkim otak
dengan ukuran lebih dari 2cm. jika lebih dari 2cm disebut kontusio 3
b.Etiologi
Penyebab paling umum dari perdarahan intraserebral adalah tekanan darah
tinggi (hipertensi). Selain itu juga dapat disebabkan oleh trauma, infeksi,
tumor, penggunaan terapi antikoagulan, kekurangan pembekuan darah,
dan kelainan pada pembuluh darah (misalnya malformasi arteri).10
c. Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400
micrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Arteriol – arteriol dari cabang lentikulostriata,
cabang arteriotalamus dan cabang paramedian arteri vertebrobasilar
mengalami perubahan degenerative yang sama. Kenaikan tekanan darah
yang terjadi secara tiba – tiba atau kenaikan tekanan darah yang terlalu
tinggi dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah, Jika pembuluh darah
tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan
25
jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinis.12
Mekanisme terjadinya proses akselerasi deselerasi pada kepala saat terjadi
trauma, menyebabkan terjadi pergeseran cerebra pada tulang yang
prominen (temporal, frontal, dan occipital) sehingga terjadi ruptur
pembuluh darah akibat otak membentur tonjolan tulang, sehingga
menyebabkan cedera disisi yang sama ataupun berlawanan dari sisi yang
terkena benturan. Pasien dengan terapi antikogulan memiliki resiko lebih
tinggi mengalami perdarahan intraserebral.
d.Gejala Klinis
Gejala biasanya datang tiba-tiba dan dapat bervariasi tergantung pada lokasi
perdarahan . Gejala umum termasuk :
- Sakit kepala, mual , dan muntah.
- Letargi atau kebingungan.
- Kelemahan mendadak atau mati rasa pada wajah , lengan atau kaki , biasanya
pada satu sisi.
- Penurunan kesadaran.
- Kerugian sementara visi.
- Kejang
e. Gambaran Radiologis
CT-Scan
CT-Scan adalah X - ray noninvasif untuk meninjau struktur anatomi
di dalam otak untuk melihat apakah ada darah di otak. Sebuah
teknologi baru yang disebut CT angiografi melibatkan injeksi kontras
ke dalam aliran darah untuk melihat arteri otak.6
26
Gambar-14: CT-Scan perdarahan intracerebral.3
MRI
MRI adalah tes non-invasif, yang menggunakan lapangan dan
frekuensi gelombang radio magnetik untuk memberikan tampilan
rinci dari jaringan lunak otak Anda. Sebuah MRA (Magnetic
Resonance Angiogram) adalah studi non-invasif yang sama, kecuali
itu juga merupakan angiogram, yang berarti meneliti pembuluh darah
serta struktur otak.6
27
c. Kompresi pada cisterna basiler dan perimecenfalic
d. Monitor tekanan intracranial yang tidak terkontrol (>30mmHg)
Catatan: tidak dilakukan pembedahan apabila mati batang otak
Waktu pembedahan:
- Early surgery, bila didapatkan kriteria a-e
- Early surgery pada GCS 9 atau lebih dengan penurunan kesadaran
progresif
- Pada perdarahan di temporal atau di temporoparietal, pembedahan
dilakukan sebelum terjadi deficit neurologis
Metode pembedahan:
- Teknik kraniotomi tulang lebih dipilih
- Bila terdapat perifokal edema maka edema tersebut akan lebih baik
direseksi (dekompresi internal).
- Indikasi untuk kraniotomi dekompresi tulang luas dan disertai
evakuasi perdarahan serta reseksi perifokal edema / dekompresi
internal masih perlu dievaluasi.
- Drainase berlanjut dari cairan serebrospinal berguna bagi
perdarahan serebral dengan perifokal edema
g.Prognosis
Tiga prediktor utama yang menentukan prognosis pada kasus perdarahan
intraserebral adalah ukuran perdarahan, lokasi dari perdarahan dan status
kesadaran dari penderita. Ekspansi perdarahan juga mengindikasikan
prognosis yang buruk dengan hematoma ukuran yang luas. Ukuran dan
lokasi lesi pada gambaran imaging sangat bermanfaat sebagai informasi
prognosis. Pada perdarahan putaminal, lesi lebih dari 140 mm 2 Pada saat
fase akut perdarahan intraserebral, efek massa yang berasal dari
hematoma menunjukkan risiko yang lebih besar untuk terjadinya pada
satu slice menunjukkan outcome yang buruk. Perdarahan thalamus, lesi
lebih dari 3.3 cm dengan diameter yang maksimal juga menunjukkan
prognosis yang buruk, begitu juga dengan lesi serebellar lebih dari 3
cm.11
28
BAB III
KESIMPULAN
yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi
akibat penyebaran infeksi dari organ abdomen, perforasi saluran cerna, atau dari
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di
sementara usus.4
29
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena
hilang yang dilakukan secara intravena , pemberian antibiotic yang sesuai, dan
pembuangan dari focus infeksi dari organ abdomen. Prognosis untuk peritonitis
DAFTAR PUSTAKA
30
8. Rasad S, Kartoleksono S, Ekayuda I.1999.Abdomen Akut, dalam
Radiologi Diagnostik, Hal 256-257, Gaya Baru, Jakarta.
9. Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 1997, Peritonitis dan Abses Intra-
abdomen dalam Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr.
Widjaja Kusuma, Binarupa Aksara, Jakarta
10. Rosalyn Carson-De Witt MD, Peritonitis Health Article,
http://www.css/healthlinestyles.v1.01.css
11. Brunicardi, F. Charles, et al. 2010. Scwartz's Principles of Surgery. USA :
The Mc Graw-Hill company, Inc, 2010.
12. Cole, Warren H. and Zollinger, Robert M. 1970. Cole and Zollinger
textbook of surgery. New York : Appleton-Century-Crofts, 1970.
13. Daley, Brian James. 2013. Peritonitis and Abdominal Sepsis. Medscape.
[Online] 2013. http://emedicine.medscape.com/article/180234-overview.
15. http://dokterpost.com/algoritma-tatalaksana-peritonitis-pada-pasien-
dewasa/
31