J HABIBIE
1. Di bidang politik antara lain dengan memperbarui berbagai perundangundangan dalam rangka
lebih meningkatkan kualitas kehidupan berpolitik yang bernuansa pada PEMILU sebagaimana yang
diamanatkan oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
A. Di bidang politik
• Diberlakukannya Otonomi Daerah yang lebih demokratis dan semakin luas. Dengan
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah serta perimbangan keuangan antara pusat dan
daerah, diharapkan akan meminimalkan ancaman disintegrasi bangsa. Otonomi daerah
ditetapkan melalui Ketetapan MPR No XV/MPR/1998.
• Pencabutan ketetapan untuk meminta Surat Izin Terbit (SIT) bagi media massa cetak,
sehingga media massa cetak tidak lagi khawatir dibredel melalui mekanisme pencabutan
Surat Izin Terbit. Hal penting lainnya dalam kebebasan mengeluarkan pendapat bagi pekerja
media massa adalah diberinya kebebasan untuk mendirikan organisasiorganisasi profesi.
Pada era Soeharto, para wartawan diwajibkan menjadi anggota satu-satunya organisasi
persatuan wartawan yang dibentuk oleh pemerintah. Sehingga merasa selalu dikontrol dan
dikendalikan oleh pemerintah.
B. BIDANG HUKUM
Untuk melakukan reformasi hukum, ada beberapa hal yang dilakukan dalam pemerintahan
B.J Habibie :
Keberhasilan menyelesaikan 68 produk perundang-undangan dalam waktu yang
relatif singkat, yaitu hanya dalam waktu 16 bulan. Setiap bulan ratarata dapat
dihasilkan sebanyak 4,2 undang-undang yang jauh melebihi angka produktivitas
legislatif selama masa Orde Baru yang hanya tercatat sebanyak 4,07 undang-undang
per tahun (0,34 per bulan).
Melakukan rekonstruksi atau pembongkaran watak hukum Orde Baru, baik berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri.
C. BIDANG EKONOMI
Kebijakan ekonomi Presiden B.J. Habibie dilakukan dengan mengikuti saran-saran dari Dana
Moneter Internasional yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan kondisi
perekonomian Indonesia yang semakin memburuk. Reformasi ekonomi mempunyai tiga
tujuan utama yaitu:
3. Menyediakan jaringan pengaman sosial bagi mereka yang paling menderita akibat krisis.
Secara perlahan pemerintahan Habibie berhasil menurunkan laju inflasi dan distribusi
kebutuhan pokok mulai kembali berjalan dengan baik, selain itu yang paling signifikan adalah
nilai tukar rupiah mengalami penguatan secara simultan hingga menyentuh Rp.
6.700,-/dolar AS pada bulan Juni 1999.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tanggal 21 Mei 1998 di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Soeharto menyatakan
dirinya berhenti dari jabatan Presiden RI, lewat pidatonya dihadapan wartawan dalam dan
luar negeri. Usai Presiden Soeharto mengucapkan pidatonya, Wapres B.J. Habibie langsung
diangkat sumpahnya menjadi Presiden RI Ketiga dihadapan Pimpinan Mahkamah Agung,
yang disaksikan oleh Ketua DPR dan Wakil-Wakil Ketua DPR. Teriakan-teriakan
kemenangan atas peristiwa bersejarah itu disambut dengan haru-biru para mahasiswa di
Gedung DPR/MPR.
Naiknya B.J. Habibie menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI ketiga
mengundang perdebatan hukum dan kontroversial, karena Mantan Presiden Soeharto
menyerahkan secara sepihak kekuasaan kepada Habibie. Meskipun demikian pada tanggal 22
Mei 1998 pukul 10.30 WIB, kesempatan pertama Habibie untuk meningkatkan legitimasinya
yaitu dengan mengumumkan susunan kabinet baru yang diberi nama Kabinet Reformasi
Pembangunan (berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M Tahun
1998) di Istana Merdeka. Dengan Keputusan Presiden tersebut di atas, Presiden Habibie
memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII.
Habibie memimpin Indonesia dengan sedikit kepercayaan, ia memimpin Indonesia dalam
keadaan jatuh.
Ada berbagai langkah-langkah kebijakan yang dilaksanakan pada masa pemerintahan
Presiden B.J. Habibie setelah terbentuknya Kabinet Reformasi Pembangunan, antara lain:
kebijakan di bidang politik, kebijakan pada bidang ekonomi, dan kebijakan pada bidang
Manajemen Internal ABRI.
Di tengah-tengah upaya pemerintahan Habibie memenuhi tuntutan reformasi,
pemerintah Habibie dituduh melakukan tindakan yang bertentangan dengan kesepakatan
MPR mengenai masalah Timor-Timur.
Pada tanggal 14 Oktober 1999 Presiden Habibie menyampaikan pidato
pertanggungjawabannya di depan Sidang Umum MPR namun terjadi penolakan terhadap
pertanggungjawaban presiden karena Pemerintahan Habibie dianggap sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari Rezim Orba. Kemudian pada tanggal 20 Oktober 1999, Ketua MPR
Amien Rais menutup Rapat Paripurna sambil mengatakan, ”dengan demikian
pertanggungjawaban Presiden B.J. Habibie ditolak”. Pada hari yang sama Presiden habibie
mengatakan bahwa dirinya mengundurkan diri dari pencalonan presiden.
Saran
Sebaiknya kita sebagai generasi muda janganlah cepat mengambil tindakan yang
dapat merugikan semua kalangan seperti tawuran atau demo karena semua yang kita lakukan
haruslah berdasarkan akal sehat sehingga apa kita perbuat tidak sampai memakan korban
jiwa. Dan bagi pemerintah atau aparat janganlah cepat-cepat mengambil tindakan seperti
mengeluarkan senjata (pistol) apabila masyarakat atau mahasiswa yang melakukan demo.
Sebaiknya ajaklah mereka berunding dan mencari jalan keluar yang lebih baik.