Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASKEP KLIEN DENGAN FRAKTUR METACARPAL-METATARSAL

Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Keperawatan Orthopedi


Dosen Pengampu : Sunarto, SST, Ners., M.Kes

Disusun Oleh : Kelompok V


1. Ingrid Anastasya (P27220018018)
2. Marcella Putri Utami (P27220018023)
3. Septi Widyaningrum (P27220018036)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah
ini kami membahas tentang “Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur
Metatarsal dan Metacarpal” dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Keperawatan Orthopedi.

Selama penulisan makalah ini, kami banyak menemukan hambatan dan


kesulitan. Berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya makalah ini
dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki,


oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Surakarta, Februari 2020

Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Indonesia sebagai negara berkembang ikut merasakan kemajuan
teknologi baik dibidang transportasi maupun dibidang perindustrian. Namun
kemajuan tersebut selain berdampak positif, juga menimbulkan dampak
negatif. Salah satunya yaitu semakin tingginya angka kecelakaan transportasi
lalu lintas yang menyebabkan timbulnya masalah kesehatan salah satunya
adanya fraktur atau patah tulang.
Keperawatan adalah pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat
terhadap individu, keluarga dan masyarakat yang mempunyai masalah
kesehatan. Pelayanan asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh tenaga
keperawatan untuk kerjasama dengan petugas kesehatan lainnya. Proses
keperawatan merupakan suatu metode yang sistematis dalam mengkaji respon
manusia terhadap masalah-masalah kesehatan dan membuat rencana
keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat dituntut untuk dapat selalu teliti
dalam mengungkap serta memahami perubahan yang dialami oleh pasien.
Masalah muskuloskeletal, merupakan masalah yang sering terjadi di
dalam kehidupan manusia. Demikian halnya dengan fraktur atau patah tulang
dapat disebabkan oleh trauma atau benturan keras dan juga keadaan yang
patologis. Dalam beberapa kasus, seseorang yang mengalami fraktur
metatarsal dan metacarpal dapat dilakukan pemasangan pen oleh karena
benturan yang sangat keras, sehingga mengakibatkan tulang tidak hanya
patah tapi juga hancur menjadi fragmen yang tidak bisa disatukan lagi. Untuk
itu perawat harus mengetahui bagaimana memberikan asuhan kepada pasien
yang mengalami fraktur metatarsal dan metacarpal yang dilakukan tindakan
pemasangan pen. Asuhan yang diberikan bukan hanya untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalah fisik tetapi juga psiko, sosial dan spiritual.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan fraktur metatarsal dan metacarpal?
2. Apa saja klasifikasi dari fraktur metatarsal dan metacarpal?
3. Apa penyebab terjadinya fraktur metatarsal dan metacarpal?
4. Apa saja tanda dan gejala dari fraktur metatarsal dan metacarpal?
5. Bagaimana patofisiologi dari fraktur metatarsal dan metacarpal?
6. Apa saja pemeriksaan yang dilakukan untuk fraktur metatarsal dan
metacarpal?
7. Bagaimana penatalaksanaan klien pada fraktur metatarsal dan metacarpal?
8. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan fraktur metatarsal dan
metacarpal?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari fraktur metatarsal dan metacarpal
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur metatarsal dan metacarpal
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya fraktur metatarsal dan metacarpal
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari fraktur metatarsal dan metacarpal
5. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur metatarsal dan metacarpal
6. Untuk mengetahui pemeriksaan yang dilakukan untuk fraktur metatarsal
dan metacarpal
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan klien pada fraktur metatarsal dan
metacarpal
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan klien dengan fraktur metatarsal
dan metacarpal
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer Arif, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial (Rasjad,
Chairuddin, 2007).
Fraktur metacarpal adalah fraktur yang terjadi pada ujung jari karena
trauma pada sendi interfalang, atau terjadi pada metacarpal karena tidak tahan
terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal dan dislokasi basis
metacarpal (Arief Mansjoer, 2011).
Fraktur metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada tulang metatarsal
atau punggung kaki yang mengarah kepada jari kaki akibat jatuh ataupun
trauma (Smelzer, 2010).

B. Klasifikasi
1. Klasifikasi fraktur metacarpal
a. Baseball finger (mallet finger)
Baseball finger merupakan fraktur dari basis falang distal pada
insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yng dalam keadaan
ekstensi tiba-tiba fleksi pasif pada sendi interfalang distal karena
trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulang basis falang distal
pada insersi tendon ekstensor jari.
b. Boxer fracture (street fighter’s fracture)
Merupakan fraktur kolum metacarpal, dan posisi kaput metacarpal
angulasi ke volar/palmar. Terjadi ada keadaan tidak tahan terhadap
trauma langsung ketika tangan mengepal.
c. Fracture bennet
Fraktur bennet merupakan fraktur dislokasi basis metacarpal I.
2. Klasifikasi fraktur metatarsal
a. Fraktur Jones ; fraktur  metatarsal 5 yang terjadi lebih dari 1 ½ cm
bagian tulang distal tetapi tidak pada pertengahan poros. Fraktur
Jones terjadi karena trauma langsung, seperti menjatuhkan benda
berat di kaki.
b. Fraktur Mid-Shaft terjadi sebagai hasil dari beban
berulang  pada tulang dalam jumlah, atau pada tingkat yang lebih
besar dari kemampuan tulang sendiri. Fraktur stres metatarsal yang
paling sering terjadi pada metatarsal 2 dan 3.
c. Fraktur avulsi disebabkan oleh kontraksi otot yang kuat, sehingga
menarik bagian tulang tempat tendon otot melekat dikarenakan
Inversi atau cedera rotasi internal pada kaki. Fraktur avulsi terjadi
ketika tendon peroneus brevis menarik dasar metatarsal 5.

C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), fraktur terjadi jika tulang dikenal
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsopsinya. Fraktur dapat disebabka
n oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan memuntir mendadak, dan bahk
an kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga ak
an berpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan
sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembul
uh darah.
Menurut Corwin (2012), penyebab fraktur tulang paling sering adalah
trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa fraktur dapat te
rjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah (fraktu
r patologis) fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami osteo
porosis, atau individu yang mengalami tumor tulang, infeksi, atau penyakit lai
n. Fraktur stress atau fraktur keletihan dapat terjadi pada tulang normal akibat
stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang, biasanya menyertai
peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet atau permulaan aktivitas fisik yan
g baru.
Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Keku
atan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di seki
tar tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap. Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stress kronis dan be
rulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.

D. Manifestasi Klinis
Nyeri merupakan gejala yang sangat nyata. Nyeri bisa sangat hebat da
n makin lama makin memburuk, apalagi jika tulang yang terkena digerakkan.
Menyentuh daerah disekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri. Darah
bisa merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yng cukup bany
ak) dan masuk kedalam jaringan disekitarnya atau keluar dari luka akibat ced
era. Adanya fraktur dapat diketahui dengan adanya :
1. Pembengkakan, biasanya disertai peubahan warna kulit dan memar
disekitar tempat yang terluka. Ketika mengepal jari yang patah akan lebih
membengkok ke arah ibu jari.
2. Perubahan bentuk, dapat terjadi angulasi (terbentuk sudut), rotasi (terputa
r), atau pemendekan.
3. Terdapat rasa nyeri tekan yang sangat hebat dan sakit ketika digerakkan d
i daerah fraktur.

E. Patofisiologi
Fraktur merupakan gangguan pada tulang yang biasanya disebabkan
oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun,
baik yang terbuka dan tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkan perdarahan, maka volume darah menurun. COP menurun
maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan nyeri.
Fraktur pada tangan dapat terjadi di tulang kecil jari (falang) atau
tulang panjang (metacarpal). Cedera ini dapat terjadi akibat terpuntir, jatuh,
cedera terjepit atau kontak langsung saat olahraga. Sedangkan fraktur tulang
metatarsal atau tulang pertengahan kaki sering terjadi adalah terlalu banyak
berjalan atau penggunaan berlebihan yang menyebabkan tekanan yang tidak
langsung. Penyebab lain adalah benturan yang terjadi secara mendadak.
Selain dilakukan pembedahan untuk meneruskan pecahan-pecahan tulang
yang patah, perlu dilakukan imobilisasi dengan gips. Masa penyembuhan
biasanya memerlukan waktu 3-12 minggu tetapi pada usia lanjut atau status
kesehatan yang buruk mungkin diperlukan waktu yang lebih lama.

F. Pemeriksaan Penunjang
Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang. Hal yan
g perlu diingat dalam pemeriksaan rontgen adalah hasilnya harus meliputi dua
sendi, dua sisi, dan dua tulang (kanan dan kiri). Kadang perlu dilakukan CT s
can atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah yang mengalami k
erusakan. Jika tulang mulai membaik, foto rontgen juga digunakan untuk me
mantau penyembuhan.

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penatalaksanaan fraktur dan kegawat daruratannya menurut Brunner
& Suddart (2005), pengkajian primer dan resusitasi sangat penting untuk
mengontrol perdarahan yang diakibatkan oleh trauma muskuloskeletal.
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian
fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi atau terdiri dari 4R
(rekognisi, reduksi, retensi dan rehabilitasi).
1. Rekognisi
Adalah pengenalan riwayat kecelakaan, patah atau tidak,
menentukan perkiraan yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik,
kelainan bentuk tulang dan ketidakstabilan, serta tindakan apa yang cepat
dan tepat dilakukan, misalnya pemasangan bidai.
2. Reduksi
Adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang
yang patah sebisa mungkin kembali seperti letak asalnya. Salah satu cara
penanganannya yaitu dengan pemasangan gips.
3. Retensi
Menyatakan metode yang dilaksanakan untuk menahan fragmen
tulang tersebut selama penyembuhan. Adapun jenis-jenis traksi yaitu :
Buck Extension Tracton yang digunakan untuk fraktur panggul,
kontraktur dan spasme otot.
4. Rehabilitasi
Merupakan tindakan memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang
yang patah untuk mengembalikan fungsi normal.

H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan,
kebangsaan, suku, pendidikan, nomor rekam medis, diagnosa
medis.
2) Keluhan utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktifitas atau mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3) Riwayat penyakit
a) Riwayat penyakit sekarang
Pada klien fraktur/ patah tulang dapat disebabkan oleh
trauma/ kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang
didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat/ perubahan
warna kulit dan kesemutan.
b) Riwayat penyakit dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang
atau tidak sebelumnya dan ada/ tidaknya klien mengalami
pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis
sebelumnya.
4) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada
personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi,
mencuci rambut, ganti pakaian, BAK BAB, serta berolahraga
sehingga dapat menimbulkan masalah perawatan diri.
b) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu
defekasi dikarenakan imobilisasi, feses warna kuning dan
konsistensi defekasi padat. Pada miksi klien tidak memiliki
gangguan, warna urin jernih, BAK 3-4 kali perhari.
c) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak mengalami gangguan penurunan nafsu
makan, meskipun menu berubah misalnya makan dirumah
gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan dengan
penyakit klien.
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan atau gangguan
fraktur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat
atau keluarga misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAK
BAB, dilakukan diatas tempat tidur.
e) Pola penanggulangan stress
Masalah fraktur dapat menjadi stres terseniri bagi klien.
Dalam hal ini pola penanggulangan stres sangat tergantung
pada sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi ke
rumah sakit untuk dilakukan perawatan.
f) Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur adanya kerusakan
jaringan lunak serta tulang yang parah dan hilangnya darah
serta cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang
menyebabkan gangguan sensori sedangkan pada pola kognitif
atau cara berpikir klien tidak mengalami gangguan jiwa.
g) Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan jika
klien sebagai kepala rumah tangga/ menjadi tulang punggung
keluarga.
h) Pola persepsi diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan konsep diri karena
terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang
menyebabkan patah tulang dan klien takut cacat seumur
hidup/ tidak dapat kembali bekerja.
i) Pola reproduksi seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka
akan mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien
belum berkeluarga klien tidak akan mengalami gangguan.
j) Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur akan mengalami perubahan atau gangguan
dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan
diatas tempat tidur.
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum, meliputi keadaan sakit pasien, tingkat
kesadaran dan tanda-tanda vital.
b) Pemeriksaan sistem integumen, tidak ada perubahan yang
menonjol pada sistem integumen seperti warna kulit, adanya
jaringan parut atau lesi, tekstur kulit kasar, dan suhu kulit
hangat serta kulit kotor.
c) Pemeriksaan kepala dan leher, tidak ada perubahan yang
menonjol pada kepala dan leher seperti warna rambut, mudah
rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaan mata,
pemeriksaan tekanan bola mata, pemeriksana visus, adanya
masa pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen,
kebersihan hidung, adanya mulut dan gigi, mulut bau, adanya
pembengkakan pada leher, pembesaran kelenjar limfe atau
tiroid.
d) Pemeriksaan sistem respirasi, tidak ada perubahan yang
menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya sesak napas, suara
tambahan, pernafasan cuping hidung.
e) Pemeriksaan sistem kardiovaskuler, klien fraktur mengalami
denyut nadi meningkat terjadi respon nyeri dan kecemasan,
ada tidaknya hipertensi, takikardi, perfusi jaringan dan
perdarahan akibat trauma.
f) Pemeriksaan sistem gastrointestinal, tidak ada perubahan
yang menonjol seperti nafsu makan tetap, peristaltik usus,
mual, muntah, kembung.
g) Pemeriksaan sistem ganitourinaria, tidak ada perubahan yang
menonjol seperti produksi urin, warna urin, apakah ada
hemotofi atau tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
h) Pemeriksaan sistem muskuloskeletal, terdapat fraktur, nyeri
gerak, kekakuan sendi, tonus otot ada tidaknya atropi dan
keterbatasan gerak, adanya kerepitus.
i) Pemeriksaan sistem endokrin, tidak ada perubahan yang
menonjol seperti ada tidaknya pembesaran tiroid atau struma
serta pembesaran kelenjar limfe.
j) Pemeriksaan sistem persyarafan ada tidaknya hemiplegi,
paraplegi, dan bagaimana reflek patellanya.
2. Analisis Data
Kemampuan meningkatkan data dan menghubungkan tersebut
dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan
dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien.
3. Diagnosa Keperawatan
Tahap akhir dari pengkajian adalah merumuskan diagnosa
keperawatan. Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan/kesimpulan
yang diambil dari pengkajian tentang status kesehatan
klien/pasien.Berdasarkan analisa data, dirumuskan suatu diagnosa
keperawatan sesuai dengan prioritasnya yaitu sebagai berikut :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
(penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
4. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
1 Nyeri akut Setelah dilakukan O (Observation) :
berhubungan tindakan Monitor tingkat nyeri
dengan agen keperawatan selama (lokasi, karakteristik,
pencedera …. x 24 jam durasi, dan faktor pencetus)
fisik diharapkan nyeri serta monitor tanda-tanda
klien berkurang atau vital
hilang dengan
kriteria hasil : N (Nursing) :
 Mengenal faktor Perhatikan nyeri pada luka
penyebab nyeri dan lakukan tekhnik
 Pasien tampak relaksasi seperti nafas
lebih nyaman dalam
dan tenang
 Menyatakan E (Edukasion)
nyeri berkurang Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang sifat,
penyebab, karakteristik
nyeri

C (Colaboration)
Kolaborasi dengan dokter
tentang pemberian obat
analgetik
2 Gangguan Setelah dilakukan O (Observation) :
mobilitas tindakan Observasi kemampuan
fisik keperawatan pasien dalam mobilisasi
berhubungan selama… x 24 jam
dengan pasien dapat N (Nursing) :
kerusakan melakukan Lakukan tindakan ROM
integritas mobilisasi dengan dalam meningkatkan
struktur kriteria hasil : mobilitas fisik
tulang  Pasien
meningkat E (Edukasion)
dalam aktifitas Ajarkan pasien bagaimana
fisik mengubah posisi dan
 Mengerti tujuan berikan bantuan jika perlu
dari peningkatan
mobilitas C (Colaboration)
Kolaborasi dengan ahli
terapis dalam pemberian
terapi sesuai kebutuhan
pasien
3 Gangguan Setelah dilakukan O (Observation) :
integritas tindakan Observasi keadaan kulit,
kulit keperawatan selama penenkanan gips atau bebat
berhubungan .... x 24 jam terhadap kulit, insersi pen
dengan faktor diharapkan atau traksi, proses
mekanis integritas kulit tetap penyembuhan luka
(penekanan baik dengan kriteria
pada tonjolan hasil : N (Nursing) :
tulang,  Tidak ada tanda Massage kulit terutama
gesekan) kerusakan daerah penonjolan tulang
integritas kulit dan area distal gips
 Klien
mengatakan E (Edukasion)
ketidaknyamana Informasikan kepada
n akibat keluarga untuk
kerusakan mempertahankan tempat
integritas kulit tidur yang aman dan
berkurang nyaman
 Penyembuhan
luka terjadi C (Colaboration)
dengan baik Kolaborasi dengan ahli
medis lainnya dalam
pemberian terapi

5. Implementasi
Implementasi asuhan keperawatan merupakan realisasi dari
intervensi keperawatan yang telah dittapkan, meliputi tindakan defendent
dan interdefendent. Pada implementasi terdiri dari beberapa kegiatan,
validasi, intervensi keperawatan, mendokumentasikan keperawatan,
memberikan asuhan keperawatan dan pengumpulan data.

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Ada tida
alternatif dalam evaluasi :
a. Masalah teratasi
Jika klien mampu menunjukkan perilaku sesuai dengan waktu dan
tanggal yang telah ditentukan dan pernyataan tujuan.
b. Masalah teratasi sebagian
Jika klien mampu menunjukkan perilaku tetapi tidak seluruhnya
sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan.
c. Masalah tidak teratasi
Jika klien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang
diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. 2012. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif, dkk. 2011. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I.
Jakarta : Media Aesculapius
Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi Bab 12, hal : 286-
287. Makassar : Bintang Lamumpatue
Smeltzer, S. C. 2015. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai