Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari fungsi tangan dan penggunaan jari-jari
tangan sangat penting untuk sebagian besar melakukan berbagai aktifitas dan
hampir setiap profesi. Cedera tangan merupakan cedera yang paling umum.
Sebagian besar cedera pada tangan merupakan cedera tertutup, cedera
ligamen, cedera tendon, dislokasi, dan fraktur. Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas struktural tulang (Solomon, 2010).
Terdapat 408 remaja yang mengalami patah tulang disebabkan karena
cedera olahraga dengan angka keseluruhan kejadian 563/tahun. 84% adalah
fraktur ekstremitas atas, fraktur yang paling umum adalah fraktur phalanx
dengan 28,7 %, radius dan ulna dengan 23,0 % dan metacarpus 12,7 %. Pada
bulan Oktober 2001-Maret 2010, terdapat 69 pasien dengan 88 patah tulang
tangan (phalanx distal, phalanx medial, phalanx proximal, dan patah tulang
metacarpal). Fraktur yang sangat umum terjadi yaitu metacarpal dan phalanx.
Terdapat 21 fraktur phalanx distal, 21 phalanx medial, 32 fraktur phalanx
proximal, dan 14 fraktur metacarpal.
Angka kejadian fraktur metatarsal adalah 5% sampai 6% dari seluruh
angka kejadian fraktur yang mendapatkan perawatan medis dan sering terjadi
pada usia dewasa muda karena tingkat aktifitas yang tinggi. Menurut para
ahli, sebagian besar fraktur metatarsal dapat secara efektif diterapi
konservatif, sedangkan tindakan operasi dilakukan untuk menangani kasus
fraktur metatarsal dengan displacement yang parah, fraktur multipel, cedera
intra artikular, luka terbuka, dan sindroma kompartmen pada kaki.
Untuk itu dibutuhkan penjelasan dan pengetahuan yang cukup oleh
tenaga kesehatan. Dan juga dibutuhkannya kesiapan dari calon tenaga
kesehatan dibangku perkuliahan sehingga nantinya dapat menerapkan
ilmunya dengan baik jika menemukan klien dengan fraktur.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
2. Bagaimana etiologi dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
3. Apa saja klasifikasi dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal?
6. Bagaimana patofisiologi dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
7. Bagaimana pathway dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
10. Apa saja komplikasi dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal?
11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini, antara lain :
1. Untuk mengetahui pengertian dari fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal.
2. Untuk mengetahui etiologi dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal.
3. Untuk mengetahui klasifikasi dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal.
6. Untuk mengetahui patofisiologi dari fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal.
7. Untuk mengetahui pathway dari fraktur metcarpal dan fraktur metatarsal.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur metcarpal dan
fraktur metatarsal.

2
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal.
10. Untuk mengetahui komplikasi dari fraktur metcarpal dan fraktur
metatarsal.
11. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada fraktur metcarpal dan
fraktur metatarsal.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa
dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang fraktur metacarpal
dan metatarsal agar dapat ditangani dengan tepat sehingga tidak
memperburuk kedaan.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang fraktur metacarpal
dan metatarsal dan cara penanganannya.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Menurut Arif Mansjoer, 2008 Fraktur adalah patah tulang dan
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual pada integritas
individu yang dapat menyebabkan gangguan biologis maupun psikologis
sehingga dapat menimbulkan respon berupa nyeri. (Andarmoyo, 2013).
Fraktur didefinisikan sebagai gangguan pada kontinuitas tulang, tulang
rawan ( sendi ), dan lempeng epifisis. (Chris dkk, 2014).
Fraktur metacarpal adalah terputusnya hubungan tulang – tulang
metacarpal yang disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung
pada tangan (Brunner & Suddarth, 2002).
Fraktur Metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada tulang
Metatarsal akibat jatuh ataupun trauma (Brunner & Suddarth, 2002).

4
B. Etiologi
Penyebab terjadinya fraktur yang diketahui adalah sebagai berikut:
1. Trauma langsung (direct)
Fraktur yang disebabkan oleh adanya benturan langsung pada jaringan
tulang seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan
benturan benda keras oleh kekuatan langsung.
2. Trauma tidak langsung (indirect)
Fraktur yang bukan disebabkan oleh benturan langsung, tapi lebih
disebabkan oleh adanya beban yang berlebihan pada jaringan tulang atau
otot , contohnya seperti pada olahragawan atau pesenam yang
menggunakan hanya satu tangannya atau satu kakinya untuk menumpu
beban badannya.
3. Trauma pathologis
Fraktur yang disebabkan oleh proses penyakit seperti osteomielitis,
osteosarkoma, osteomalacia, cushing syndrome, komplikasi kortison /
ACTH, osteogenesis imperfecta (gangguan congenital yang
mempengaruhi pembentukan osteoblast). Terjadi karena struktur tulang
yang lemah dan mudah patah.
C. Klasifikasi
1. Klasifikasi fraktur metacarpal
Menurut Arief Mansjoer, 2008, Jenisnya fraktur metacarpal dibagi menjadi
3, yaitu: Baseball Finger (Mallet Finger), Boxer Fracture (Street Fighter’s
Fracture), dan Fracture Bennet.
a. Baseball Finger (Mallet Finger)
Baseball finger (Mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang
distal pada insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam
keadaan ekstensi tiba-tiba fleksi pasif pada sendi interfalang distal
karena trauma, sehingga terjadi avulsi fragmen tulang basis falang distal
pada insersi tendon ekstensor jari. Umumnya cedera atletik, Mallet
Finger terjadi ketika sendi terluar dari jari terluka. Pemain basket dan
baseball secara rutin mengalami jammed finger, tapi cedera dapat

5
terjadi karena crush accident pada pekerjaan atau bahkan karena jari
terpotong saat bekerja di dapur.
b. Boxer Fracture (Street Fighter’s Fracture)
Boxer fracture (street fighter’s fracture) merupakan fraktur kolum
metakarpal V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar.
Terjadi pada keadaan tidak tahan terhadap trauma langsung ketika
tangan mengepal.
c. Fracture Bennet
Fraktur Bennet merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I.
2. Klasifikasi fraktur metatarsal
OTA ( Orthopaedic Trauma Association) mengklasifikasikan fraktur
metatarsal secara detail mengenai bentuk frakturnya tetapi tidak
berdasarkan stabilitas ataupun penatalaksanaannya. Fraktur metatarsal
berdasarkan klasifikasi ini adalah 81. Identifikasi huruf untuk
menunjukkan metatarsal yang terkena, yaitu:
a. T: metatarsal 1

b. N: metatarsal 2

c. M: metatarsal 3

d. R: metatarsal 4

e. L: metatarsal 5
Lalu dilanjutkan dengan kompleksitas dari fraktur

a. A: diafiseal fraktur simpel dan bentuk baji

b. B: parsial artikular dan diafesial bentuk baji

c. C: fraktur intraartikular yang kompleks

Diikuti dengan area yang terkena:


a. 1: metafisis proksimal
b. 2: diafesial
c. 3: metafisis distal

Kemudian diikuti dengan nomor yang sesuai dengan bentuk fraktur dan
tergantung pada grup dari nomor yang pertama

6
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala fraktur antara lain :
1. Sakit (nyeri), karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang
meningkat menyebabkan penekanan sisi fraktur dan pergerakan bagian
fraktur.
2. Inspeksi : bengkak atau penumpukan cairan yang disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah deformitas (perubahan struktur dan bentuk
tulang).
3. Palpasi : nyeri tekan, nyeri sumbu, krepitasi (dapat dirasakan atau
didengarkan bila digerakkan).

7
4. Gerakan : aktif (tidak bisa : function laesa), pasif (gerakan abnormal).
5. Perubahan warna kulit : pucat, ruam cyanosis.
6. Parastesia (kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan
saraf, dimana saraf ini dapat terjepit dan terputus oleh fragmen tulang).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstermitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan berubahan
warna. Pada fraktur metatarsal lebih sering terjadi karena trauma langsung
akibat kejatuhan barang yang cukup berat, atau karena trauma tak langsung,
hal ini terjadi sewaktu kaki menginjak tanah dengan kuat secara tiba tiba
badan melakukan gerakan memutar.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyartai fraktur merupakan bentuk bidai
alami yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar frakmen tulang
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alami (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan baik karena
fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya
otot
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainnya. (uji krepitus dapat menyebabkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala terdapat pada setiap fraktur, pada fraktur
linear atau fraktur impaksi (perrmukaan patahan saling berdesak satu sama

8
lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, pemeriksaan
sinar-x pasien.
F. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi odem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping
itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan
dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik
fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai
tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar.Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh.
Fraktur metacarpal dapat terjadi pada satu metacarpal atau multiple
metacarpal atau multiple pada beberapa metacarpal. Fraktur leher
metacarpal sering terjadi padas seorang yang mengalami trauma dengan

9
posisi kepalan tinju. Trauma langsung pada telapak atau punggung tangan
biasanya disertai kerusakan jaringan lunak pada tangan.
Fraktur metatarsal dapat terjadi pada satu metatarsal atau multiple
metatarsal atau multiple pada beberapa metatarsal. Fraktur leher metatarsal
sering terjadi pada seorang yang mengalami trauma kebentur benda berat
pada telapak kaki (Sylvia, 2006).
G. Pathway

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b. Mengetahui tempat dan type fraktur
c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodic
2. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau
menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal
setelah trauma.

10
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi
multiple atau cedera hati.
I. Penatalaksanaan
Pada fraktur batang metakarpal dan metatarsal spiral atau fraktur
melintang dengan sedikit pergeseran tidak memerlukan reduksi. Pembebatan
juga tak diperlukan, tetapi pembalut krep yang kuat mungkin memberi rasa
nyaman. Pasien harus didorong untuk melakukan gerakanjariaktif dan harus
dilatih dengan tekun.
Fraktur melintang dengan banyak pergeseran direduksi degan traksi
dan reduksi tekanan dapat dipertahankan dengan slab gips yang membentang
dari lengan bawah sampul jari – jari (hanya jari – jari yang rusak
saja).Tindakan ini dipertahankan selama 3 minggu dan jari yang tidak rusak
juga dilatih. Metode yang lebih baik adalah pemasangan kawat Kirachner
secara prakutan pada fraktur. Pilihan lainya ,fragmen distal ,setelah
reduksi,dapat ditransfiksikan pada metacarpal dan metatarsal sebelahnya yang
tidak rusak dengan kawat melintang.Jika fraktur tersebut stabil, tidak
diperlukan bebat dan dianjurkan melakukan gerakan yang lebih awal. Fraktur
oblig cenderung untuk berotasi. Fraktur tersebut harus benar – benar
direduksi dan diikat dengan kawat melintang.
Pada metacarpal kelima, angulasi hingga 20 derajat dapat diterima
,tetapi rotasi harus koreksi sepenuhnya. Jari dipertahankan dalam fleksi
dengan gips berbentuk tulang yang membentang dari bawah siku sampai
sendi jari proksimal ,pembebatan biasanya dapat dilepas setelah 10 hari. Pada
telunjuk, deformitas harus direduksi begitu juga untuk jari manis dan
kelingking dengan slab gips yang membentang dari lengan bawah sampai ke
sendi jari proximal. Akan tetapi, jika fraktur cenderung cenderung
mengalami pergeseran ulang, fraktur ini lebih baik diterapi dengan fiksasi
kawat Kirschner perkutan.
Pada fraktur di dasar ibu jari, ahli bedah akan menarik ibu jari yang
berabduksi dan dengan mengungkit metakarpal keluar dengan bertumpu ibu
jarinya sendir , maka akan mengoreksi perlengkungan .Pembalut krep yang
erat cukup untuk mencegah pergeseran ulang, tetapi jika fraktur tak stabil

11
,slab gips dipasang membentang dari lengan bawahsampai tepat di dekatsendi
ibu jari .ibu jari dalam posisi fungsional sehingga telunjuk dapat menyentuh
ujung jarinya. Slab dilepas setelah 3 minggu dan gerakan biasanya pulih
dengan cepat (Zairin, 2012).
J. Komplikasi
1. Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.Infeksi. System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti
pin dan plat.
d. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.

12
e. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2. Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
K. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah penerapan pemecahan masalah keperawatan
secara ilmiah yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah klien,
merencanakan secara sistematis dan melaksanakannya serta mengevaluasi
hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi / data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan
kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan
lingkungan.

13
a. Pengumpulan Data.
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan,
kebangsaan, suku, pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat
beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut.
3) Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Sekarang.
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma
/ kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang didahului
dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang
mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan
warna kulit dan kesemutan.
b) Riwayat Penyakit Dahulu.
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang
atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami
pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis
sebelumnya.
c) Riwayat Penyakit Keluarga.
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis,
arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya
menurun dan menular.
4) Pola-pola Fungsi Kesehatan.
a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat.
Pada fraktur akan mengalami perubahan dan gangguan pada
personal hiegene, misalnya kebiasaan mandi, gosok gigi,
mencuci rambut, ganti pakaian, BAK dan BAB serta
berolahraga sehingga dapat menimbulkan masalah perawatan
diri.

14
b) Pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari-hari, kesulitan waktu
defekasi, dikarenakan imubilisasi, fases warna kuning dan
konsistensi defekasi padat. Pada miksi klien tidak mengalami
gangguan, warna urin jernih, buang air kecil 3-4 x/hari.
c) Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan
nafsu makan, meskipun menu berubah misalnya makan di
rumah gizi tetap sama sedangkan di rumah sakit disesuaikan
dengan penyakit dan diet klein.
d) Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan / gangguan dari
fraktur sehingga kebutuhan perlu dibantu baik oleh perawat
atau keluarga, misalnya kebutuhan sehari-hari, mandi, BAB,
BAK dilakukan diatas tempat tidur.
e) Pola penanggulangan stres
Masalah fraktur dapat menjadi stres tersendiri bagi klien.
Dalam hal ini pola penanggulangan stress sangat tergantung
pada sistem mekanisme klien itu sendiri misalnya pergi
kerumah sakit untuk dilakukan perawatan.
f) Pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur adanya kerusakan jaringan
lunak serta tulang yang parah dan hilangnnya darah serta
cairan seluler ke dalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan
gangguan sensori sedangkan pada pola kognitif atau cara
berfikir klien tidak mengalami gangguan jiwa.
g) Pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gangguan, jika klien
sebagai kepala rumah tangga / menjadi tulang punggung
keluarga.

15
h) Pola persepsi diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan konsep diri karena
terjadi perubahan cara berjalan akibat kecelakaan yang
menyebabkan patah tulang dan klien takut cacat seumur hidup
/ tidak dapat kembali bekerja.
i) Pola reproduksi dan seksual
Bila klien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami pola seksual dan reproduksi, jika klien belum
berkeluarga klein tidak akan mengalami gangguan.
j) Pola tidur dan istirahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur akan mengalami perubahan /
gangguan dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan
dilakukan diatas tempat tidur.
5) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingkat kesadaran dan tanda-
tanda vital
b) Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen
seperti warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit
kasar dan suhu kulit hangat serta kulit kotor.
c) Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher
seperti warna rambut, mudah rontok, kebersihan kepala,
alupeaus, keadaaan mata, pemeriksaan takanan bola mata
(TIO), pemeriksaan visus, adanya massa pada telinga,
kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung,
adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada
leher, pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.

16
d) Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada
tidaknya sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping
hidung.
e) Pemeriksaan Kardiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi
respon nyeri dan kecemasan, ada tidaknya hipertensi,
tachikardi perfusi jaringan dan perdarahan akiobat trauma.
f) Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
g) Pemeriksaan Sistem Ganitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin,
warna urin, apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria,
kebersihan genital.
h) Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, Nyeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana
tonus ototnya ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak,
adanya karepitus.
i) Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya
pembesaran thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
j) Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, pavaplegi dan bagaimana reflek
patellanya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) yang berhubungan dengan
terputusnya kontinuitas jaringan
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilisasi

17
c. Aktual / resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
d. Aktual / resiko tinggi terjadinya kerusakan integritas jaringan atau
kulit berhubungan dengan luka, fraktur, pembedahan
3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan/ Intervensi
Keperawatan kriteria hasil
1. Gangguan rasa Tujuan:  Kaji keadaan nyeri
nyaman nyeri Nyeri berkurang, yang meliputi : lokasi,
yang intensitas, lamanya,
berhubungan dan dapat diatasi. skala nyeri 1 - 10.
dengan  Batasi pergerakan pada
terputusnya daerah fraktur, klien
kontinuitas Kriteria : harus bed rest.
jaringan  Klien  Tinggikan dan sokong
tidak ekstremitas yang
mengeluh mengalami fraktur.
nyeri.  Observasi perubahan
 Pembengkaka tanda vital.
n hilang  Berikan alternatif
atau perubahan posisi
berkurang. secara periodik.
 Otot relaksasi.  Ajarkan pasien tehnik
relaksasi nafas dalam
dan tehnik distraksi
untuk mengurangi rasa
sakit pada skala nyeri
5.
 Berikan penjelasan
terhadap klien setiap
prosedur yang akan
dilakukan.
 Kerja sama dengan
Tim Medis :
Pemberian obat
analgetika.

18
2. Gangguan Tujuan :  Jelaskan aktifitas-
mobilitas fisik aktifitas apa yang
Aktifitas sehari-
berhubungan dapat dikerjakan
dengan hari tetap sendiri oleh klien dan
imobilisasi apa yang perlu dibantu
terpenuhi.
oleh perawat.
 Bantu untuk
Kriteria : pemenuhan ke-
butuhan sehari-hari
 Klien yang tidak dapat
dapat dilakukan klien.
melakukan  Ajarkan dan anjurkan
aktifitas untuk la-tihan aktif
sehari- hari, pada kaki yang cedera
dan yang normal, je-
sesuai dengan laskan bahwa latihan
pembatasan dapat mencegah
gerak oleh terjadinya kom-
gips seperti plikasi, meningkatkan
makan, ke- sembuhan.
minum,  Ajarkan tehnik
b.a.b, relaksasi.
b.a.k dan
mandi.

19
3. Aktual/ Tujuan:  Observasi adanya
Risiko tinggi tanda- tanda infeksi
Tidak
terjadinya pada lokasi luka
infeksi bd menunjukkan (kemerahan, pus,
ketidakade- bengkak dan rasa sakit)
tanda infeksi pada
kuatan  Observasi
pertahanan luka adanya peningkatan
primer HR, anemia, delirium
(kerusakan dan penurunan
kulit, trauma Kriteria : kesadaran berlanjut.
jaringan  Penyembuh  Observasi penampilan
lunak, an luka kulit ; pucat,
prosedur baik kemerahan, adanya
invasif/traksi  Tidak ada vesikel yang berisi
tulang) tanda infeksi cairan berwarna merah
(inflamasi, dan adanya gejala-
pus, gejala awal gas
pembengkaka gangren.
n).  Monitor output urine.
 Bagian  Observasi keadaan
yang luka, ganti balutan
fraktur/luka secara teratur dengan
dapat tehnik septik aseptik
berfungsi dan buang bekas ganti
seperti balutan dalam plastik
semula. yang diikat.
 Lakukan perawatan
pen steril dan
perawatan luka sesuai
protokol
 Kerja sama dengan
Tim kesehatan :
 Pemberian
cairan parentral.
 Observasi
tindakan invasif
 Pemberian
antibiotika.

20
4. Aktual/ Tujuan :  Pertahankan tempat
Risiko tidur yang nyaman dan
Menjaga
terjadinya aman (kering, bersih,
kerusakan integritas kulit alat tenun kencang,
integritas bantalan bawah siku,
tetap baik
jaringan atau tumit).
kulit  Masase kulit terutama
berhubungan Kriteria hasil: daerah penonjolan
dengan luka tulang dan area distal
Fraktur  Tidak ada bebat/gips.
tanda  Lindungi kulit dan gips
kerusakan pada daerah perianal
integritas  Observasi keadaan
kulit klien kulit, penekanan
 Klien gips/bebat terhadap
mengatakan kulit, insersi pen/traksi,
ketidaknyama
na n proses penyembuhan
akibat luka.
kerusakan
integritas
kulit
berkurang
 Penyembuhan
luka
terjadi dengan
baik

21
4. Evaluasi
a. Masalah teratasi, jika klien mampu menunjukkan prilaku
sesuai dengan waktu dan tanggal yang telah ditentukan sesuai
dengan pernyataan tujuan.

b. Masalah teratasi sebagian, jika klien mampu menunjukkan


prilaku tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan
tujuan yang telah ditentukan.

c. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak mampu sama sekali


menunjukkan prilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan
yang telah ditentukan.

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang dan terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Fraktur
metacarpal adalah terputusnya hubungan tulang – tulang metacarpal yang
disebabkan oleh trauma langsung dan tidak langsung pada tangan. Fraktur
Metatarsal adalah fraktur yang terjadi pada tulang Metatarsal akibat jatuh
ataupun trauma.
Penyebab terjadinya fraktur antara lain :
1. Trauma langsung (direct)
2. Trauma tidak langsung (indirect)
3. Trauma pathologis
B. Saran
Kepada para pembaca khususnya mahasiswa keperawatan
disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini
sehingga apabila terdapat tanda -tanda fraktur metacarpal dan
metatarsal dalam masyarakat maka kita dapat melakukan tindakan
yang tepat agar fraktur tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih
buruk.
Penulis menyadari bahwa dalam pembahasan dan proses
penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, karena
ini masih dalam proses belajar dan ingin memahami seluruh konsep
dalam bahasan ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan pembuatan
makalah yang selanjutnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Andarmoyo, S. 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar-


Ruzz.

Appley, A.G & Solomon. 2010. Orthopedi dan Fraktu rSistem Appley. Jakarta:
Widya Medika.

Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.

Chris tanto, et al.,. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius.

Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3 Jilid 1. Jakarta : Media


Aesculapius FKUI.

Noor Helmi, Zairin. 2012.Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, jilid 1. Jakarta:


Salemba Medika.

Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. terjemahan Peter Anugrah, Jakarta :
EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai