G
DENGAN FRAKTUR PATELLA DI RUANG BEDAH
RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
TANGGAL 28– 30 DESEMBER 2018
OLEH :
KELOMPOK IV
OLEH :
KELOMPOK IV
Banjarmasin, 15 Januari2019
Mengetahui,
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau
kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas)
dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur
tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang).
Fraktur Patella adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang pada
tempurung lutut.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Fraktur
Patella.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan
Fraktur Patella.
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
Fraktur Patella.
c. Mampu menentukan intervensi keperawatan pada pasien dengan
Fraktur Patella.
d. Mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
Fraktur Patella.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan Fraktur
Patella.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Fraktur Patella.
1
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR PATELLA
A. DEFINISI
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau
kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas)
dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur
tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang).
Fraktur Patella adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang pada
tempurung lutut.
Definisi lain fraktur sebagaimana dikemukakan oleh para ahli adalah
sebagai berikut:
1. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2000).
2. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2001).
3. Fraktur tulang adalah patah pada tulang (Corwin, 2009).
B. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), fraktur terjadi jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat
disebabkan oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan puntir mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan berpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf,
dan kerusakan pembuluh darah.
Menurut Corwin (2009), penyebab fraktur tulang paling sering
adalah trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa fraktur
dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah
(fraktur patologis) fraktur patologis sering terjadi pada lansia yang mengalami
osteoporosis, atau indivisu yang mengalmai tumor tulang, infeksi, atau
penyakit lain. Fraktur stress atau fraktur keletihan dapat terjadi pada tulang
normal akibat stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang,
biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet atau
permulaan aktivitas fisik yang baru (Corwin, 2009).
Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
di sekitar tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres
kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal.
C. MEKANISME FRAKTUR
1. Trauma (benturan)
Ada dua trauma/ benturan yang dapat mengakibatkan fraktur, yaitu:
a. Benturan langsung
b. Benturan tidak langsung
c. Gaya Puntir
2. Tekanan/stres yang terus menerus dan berlangsung lama
Tekanan kronis berulang dalam jangka waktu lama akan mengakibatkan
fraktur (patah tulang) yang kebanyakan pada tulang tibia, fibula (tulang-
tulang pada betis) atau metatarsal pada olahragawan, militer maupun
penari. Contoh: Seorang yang senang baris berbaris dan menghentak-
hentakkan kakinya, maka mungkin terjadi patah tulang di daerah tertentu.
3. Adanya keadaan yang tidak normal pada tulang dan usia
Kelemahan tulang yang abnormal karena adanya proses patologis seperti
tumor maka dengan energi kekerasan yang minimal akan mengakibatkan
fraktur yang pada orang normal belum dapat menimbulkan fraktur.
D. JENIS-JENIS FRAKTUR
Untuk lebih sistematisnya, fraktur dapat dibagi sebagai berikut:
1. Lokasi
Fraktur dapat terjadi di berbagai tempat pada tulang seperti pada diafisis,
metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan
dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi.
2. Luas
Terbagi menjadi fraktur lengkap dan tidak lengkap.
a. Fraktur komplet: fraktur yang mengenai tulang secara keseluruhan
dan biasanya mengalami pergeseran.
b. Fraktur inkomplet: fraktur yang mengenai tulang secara parsial atau
sebagian dari garis tengah tulang, seperti:
oHair line fraktur (garis fraktur hampir tidak tampak sehingga tidak
ada perubahan bentuk tulang/patah retak rambut).
oBuckle fraktur / torus fraktur (bila terjadi satu lipatan, satu korteks
dengan komprea tulang spongiosa dibawahnya).
oGreenstick fraktur (mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak) (Smeltzer & Bare,
2001; Corwin, 2009).
Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak.
c. Konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal
(mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin). Jika terdapat lebih
dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif.
d. Hubungan antar bagian yang fraktur.
Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced)
atau terpisah jauh (displaced).
e. Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar.
Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika terdapat hubungan
antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup (jika tidak
terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar.
Fraktur terbuka digradasi menjadi:
Grade I: luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya.
Grade II: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
Grade III: sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif (Smeltzer & Bare, 2001)
f. Komplikasi
Fraktur dapat terjadi dengan disertai komplikasi, seperti gangguan
saraf, otot,sendi, dll atau tanpa komplikasi.
g. Berdasarkan Pergeseran
Terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi menjadi pergeseran searah sumbu dan overlapping,
pergeseran membentuk sudut, dan pergeseran di mana kedua
fragmen saling menjauhi. Fraktur tidak bergeser: garis patah komplit
tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh
(Mansjoer, 2000; Smeltzer & Bare, 2001).
Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma :
Garis patah melintang (transversal) : Trauma angulasi
atau langsung
Garis patah oblique: Trauma angulasi, garis patah miring
Garis patah spiral : Trauma notasi,garis patah melingkari
tulang
Fraktur kompresi : Trauma aksial fleksi pada tulang spongiosa
Fraktur avulse : Trauma tarikan, fraktur patella
Fraktur jari-jari tangan terbagi atas 3 :
Baseball finger (mallet finger) : fraktur ujung jari yang dalam
keadaan tiba-tiba fleksi pada sendi interfalang karena trauma.
Boxer fracture (street fighter’s fracture) : fraktur kolum
metacarpal V terjadi karena tidak tahan terhadap trauma
langsung ketika tangan mengepal.
Fraktur bennet : fraktur dislokasi basis metacarpal I (Arief
Mansjoer, 2000).
F. PATOFISIOLOGI
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah
perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih
dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat
tersebut aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru
mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh
darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yang tidak di tangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan
akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan
otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner dan
Suddarth, 2002).
PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto rontgen biasanya bisa menunjukkan adanya patah tulang. Hal
yang perlu diingat dalam pemeriksaan roentgen adalah hasilnya harus
meliputi dua sendi, dua sisi, dan dua tulang (kanan dan kiri). Kadang perlu
dilakukan CT scan atau MRI untuk bisa melihat dengan lebih jelas daerah
yang mengalami kerusakan. Jika tulang mulai membaik, foto rontgen juga
digunakan untuk memantau penyembuhan.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari
patah tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar
mereka tetap menempel sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan
memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi pada usia lanjut biasanya
memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah sembuh, tulang biasanya kuat
dan kembali berfungsi.
Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi
pergerakan. Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama
pada anak-anak), tulang bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan
sembuh sempurna.Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh
digerakkan (imobilisasi).Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1. Pembidaian: benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2. Pemasangan gips: merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar
tulang yang patah.
3. Penarikan (traksi): menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota
gerak pada tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu
pernah menjadi pengobatan utama untuk patah tulang pinggul.
4. Fiksasi internal: dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan
atau batang logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan
terbaik untuk patah tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi.
Imobilisasi lengan atau tungkai menyebabkan otot menjadi lemah dan
menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani terapi fisik.
Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan dilanjutkan sampai
pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan. Pada patah tulang tertentu
(terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan total,
penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang
lebih lama lagi.
Empat tujuan utama dari penanganan fraktur adalah:
1. Untuk menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya sendiri, namun
karena terluka jaringan disekitar tulang yang patah tersebut. Untuk
mengurangi nyeri tersebut, dapat diberikan obat penghilang rasa nyeri
dan juga dengan tehnik imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang
fraktur). Tehnik imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai
atau gips.
2. Untuk menghasilkan dan
mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Bidai dan gips tidak dapat mempertahankan posisi dalam waktu yang
lama. Untuk itu diperlukan lagi tehnik yang lebih mantap seperti
pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, atau fiksasi internal
tergantung dari jenis frakturnya sendiri.
3. Agar terjadi penyatuan tulang kembali.
Biasanya tulang yang patah akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu
dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan. Namun
terkadang terdapat gangguan dalam penyatuan tulang, sehingga
dibutuhkan graft tulang.
4. Untuk mengembalikan fungsi seperti semula.
Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan mengecilnya otot dan
kakunya sendi. Maka dari itu diperlukan upaya mobilisasi secepat
mungkin.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), prinsip-prinsip tindakan terhadap fraktur:
1. Recognisi/pengenalan
Pengenalan mengenai diagnosis pada tempat kejadian kecelakaan dan
kemudian di RS Riwayat kecelakaan, parah tidaknya, jenis kekuatan
yang berperan, menentukan kemungkinan tulang yang patah dan
pemeriksaan yang spesifik untuk frakture.
2. Reduksi (Setting Tulang)
Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Dapat dibedakan menjadi :
a. Reduksi tertutup
Dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi traksi
manual (ex: gibs).
b. Traksi
Digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi beratnya
traksii disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fikasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku atau batangan
logam digunakan sampai penyembuhan tulang terjadi.
3. Imobilisasi Fraktur
Sebuah direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi (dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran dapat dilakukan dengan metode fiksasi
eksterna dan interna.
a. Metode fixasu eksterna : pembalutan, gibs, bidai, traksi, kontinu
(dengan plester felt pada kulit), pin fiksator eksterna.
b. Metode fiksasi interna : inplant logam.
4. Restorasi (Pemulihan Fungsi) dan Rehabilitasi
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan otot. Dapat
dilakukan dengan:
a. Latihan isometrik dan setting otot: untuk
meminimalkan atropi disease dan meningkatkan peredaran darah.
b. Fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih
awal
c. Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
d. Periode ini dimudahkan dengan bantuan fisioterapi.
I. PENYEMBUHAN
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam
beberapa tahap sebagai berikut:
1. Fase Hematoma
Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga
terdapat penimbunan darah di sekitar fraktur. Pembuluh darah robek dan
membentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Hematoma ini disertai
dengan pembengkakan jaringan lunak. Sel-sel darah membentuk fibrin
guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast.Pada ujung tulang yang patah terjadi iskemia
sampai beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan
matinya osteosit pada daerah fraktur tersebut. Stadium ini berlangsung 24
– 48 jam.
2. Fase Proliferative
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel-sel periosteal dan
endoosteal menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum,dan bone marrow yang telah mengalami trauma.
Kemudian, hematoma akan terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi
oleh tubuh. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan di sanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub
periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan
endosteum dan dari bone marrow masing-masing fragmen. Proses dari
periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu
dalam satu preses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan
keluar dari tulang tersebut sehingga menjembatani permukaan fraktur
satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulau-
pulau kartilago, yang mungkin banyak sekali,walaupun adanya kartilago
ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Dalam beberapa hari
terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang
yang patah. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium. Fase ini
berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai tergantung
frakturnya.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi
osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel–sel yang
berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast yang mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Sel-sel osteoblas mengeluarkan
matriks intra selluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang
segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang
immature atau young callus. Massa sel yang tebal dengan tulang yang
imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada permukaan
endosteal dan periosteal makapada akhir stadium akan terdapat dua
macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut
external callus. Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi
lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.
4. Fase Konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut
oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa
(mature) dengan pembentukan lamela-lamela. Pada setadium ini
sebenarnya proses penyembuhan sudah lengkap. Pada fase ini terjadi
pergantian fibrous callus menjadi primary callus. Fase ini terjadi sesudah
empat minggu, namun pada umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara
berangsur-angsur primary bone callus diresorbsi dan diganti dengan
second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang
normal. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Fase Remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium
yang banyak dan tulang sudah terbentuk dengan baik, serta terjadi
pembentukan kembali dari medula tulang. Apabila union sudah lengkap,
tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan, mengelilingi
daerah fraktur di luar maupun di dalam kanal, sehingga dapat membentuk
kanal medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis,
misalnya gerakan, kontraksi otot dan sebagainya, maka callus yang sudah
mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan kecepatan yang
konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan
aslinya.Penyembuhan fraktur berkisar antara 3 minggu sampai 4 bulan.
Perkiraan penyembuhan fraktur pada orang dewasa berdasarkan
lokalisasi fraktur adalah sebagai berikut:
a. Falang/metacarpal/metatarsal/kosta: 3-6 minggu.
b. Distal radius: 6 minggu
c. Diafisis ulna dan radius: 12 minggu
d. Humerus: 10-12 minggu
e. Klavikula: 6 minggu
f. Panggul: 10-12 minggu
g. Femur: 12-16 minggu
h. Kondilus femur atau tibia: 8-10 minggu
i. Tibia/fibula: 12-16 minggu
j. Vertebra: 12 minggu
J. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Meliputi keadaan sakit pasien, tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital
2. Pemeriksaan Kepala Dan Leher.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada kepala dan leher seperti warna
rambut, mudah rontok, kebersihan kepala, alupeaus, keadaaan mata,
pemeriksaan takanan bola mata (TIO), pemeriksaan visus, adanya massa
pada telinga, kebersihan telinga, adanya serumen, kebersihan hidung,
adanya mulut dan gigi, mulut bau adanya pembengkakan pada leher,
pembesaran kelenjar linfe atau tiroid.
3. Pemeriksaan Sistem Respirasi.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti bentuk dada ada tidaknya
sesak nafas, sura tambahan, pernafasan cuping hidung.
4. Pemeriksaan Sistem Integumen.
Tidak ada perubahan yang menonjol pada sistem integumen seperti
warna kulit, adanya jaringan parut / lesi, tekstur kulit kasar dan suhu kulit
hangat serta kulit kotor.
5. Pemeriksaan Kardiovaskuler.
Klien fraktur mengalami denyut nadi meningakat terjadi respon nyeri dan
kecemasan, ada tidaknya hipertensi, tachikardi perfusi jaringan dan
perdarahan akiobat trauma.
6. Pemeriksaan Sistem Gastro Intestinal.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti nafsu makan tetap,
peristaltik usus, mual, muntah, kembung.
7. Pemeriksaan Sistem Genitourinaria.
Tidak ada perubahan yang menonjol seperti produksi urin, warna urin,
apakah ada hematovia / tidak, adakah disuria, kebersihan genital.
8. Pemeriksaan Sistem Muskuslukeletal.
Terdapat fraktur, Nyeri gerak, kekakuan sendi, bagaimana tonus ototnya
ada tidaknya atropi dan keterbatasan gerak, adanya krepitus.
9. Pemeriksaan Sistem Endokrin.
Tidak ada perubahan yang menojol seperti ada tidaknya pembesaran
thyroid / struma serta pembesaran kelenjar limfe.
10. Pemeriksaan Sistem Persyarafan.
Ada tidaknya hemiplegi, paraplegi dan bagaimana reflek patellanya.
K. Diagnosa
a. Nyeri akut bd spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
c. Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
e. Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,
trauma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
f. Risti ketidakefektifan perfusi jaringan perifer bd penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
L. INTERVENSI
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan/ criteria
Intervensi
1.
Nyeri akut bd spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2.
Gangguan integritas kulit bd fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
NOC:TissueIntegrity:SkinandMucous Membranes
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama(3x60 menit), resiko kerusakan integritas kulit tidak terjadi dengan kriteria hasil klien akan:
IR ER
Indikator
1. Integritas kulit yang baik
bias dipertahankan
2. Melaporkan adanya
gangguan sensasi atau
nyeri pada daerah kulit
yang mengalami
gangguan
3. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cedera berulang
4. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
NIC:
Pressure Management
1. Anjurkanpasienuntukmenggunakanpakaianyanglonggar
2. Hindari kerutanpadatempattidur
3. Jagakebersihankulit agartetapbersihdankering
4. Mobilisasi pasien(ubahposisi pasien)setiapduajamsekali
5. Monitorkulitakanadanyakemerahan
6. Oleskanlotionatauminyak/babyoilpadadaerahyangtertekan
7. Monitoraktivitasdanmobilisasi pasien
8. Monitorstatusnutrisipasien
9. Memandikanpasiendengansabundanairhangat
Pengawasan Kulit
1. Inspeksi kulit dan membran mukosa dari kemerahan, panas yang tinggi, edema, dan drainage
2. Observasi ekstremitas(warna,kehangatan, pembengkakan, denyutan, tekstur, edema, dan ulcer
3. Inspeksi kondisi dari insisibedah
4. Monitor warna kulit dan suhu
5. Monitor kulit dan membran mukosa dari perubahan warna, memar, dan kerusakan.
6. Monitor dari infeksi
7. Monitor dari sumber tekanan dan fraksi
8. Dokumentasikan perubahan kulit dan mukosa membrane
3.
Gangguan mobilitas fisik bd kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)
Data penunjang :
Klien terpasang gips / traksi.
NOC :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama (3x60 menit) mobilitas fisik tidak ada hambatan, dengan kriteria hasil klien akan
adaptasi terhadap disabilitas fisik
IR ER
Indikator
Menyampaikan secara
lisan kemampuan untuk
menyesuaikan terhadap
disabilitas.
Menyampaikan secara
lisan penyesuaian terhadap
disabilitas.
Beradaptasi terhadap
keterbatasan secara
fungsional.
NIC :
Pengaturan posisi: neurologis
1. Immobilisasi atau topang bagian tubuh yang terganggu dengan tepat.
2. Berikan posisi yang terapeutik.
3. Jangan berikan tekanan pada daerah yang terganggu.
4. Pertahankan posisi yang tepat saat mengatur posisi klien.
5. Instruksikan pasien untuk ppostur tubuh dan pergerakan yang tepat saat melakukan aktivitas-aktivitas.
6. Lakukan ROM pasif pada ekstremitas yang terganggu sesuai dengan instruksi petugas rehabilitasi medic.
7. Ajarkan keluarga untuk mengatur posisi pasien dan melakukan ROM pasien dengan tepat.
4.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan bd kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Data penunjang :
Klien menyatakan belum memahami tentang aktifitas yang boleh/tidak boleh dilakukan.
Klien kurang kooperatif dalam program mobilisasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pengetahuan pasien meningkat dengan kriteria hasil :
IR ER
Indikator
1. Familiar dengan nama
penyakit
2. Mendeskripsikan proses
penyakit, factor penyebab,
factor risiko, efek
penyakit, tanda dan gejala,
perjalanan penyakit,
penatalaksanaan,
komplikasi serta tindakan
pencegahan untuk
mencegah komplikasi
Pengajaran : Prosedur/perawatan
1. Kaji pengalaman pasien sebelumnyadan tingkat pengetahuan
2. Jelaskan prosedur/penanganan
3. Beritahu pasien pentingnya pengukurantanda-tanda vital selama tindakan
4. Informasikan pasien agar pasien ikutterlibat dalam proses penyembuhannya
5. Kaji harapan pasien mengenai tindakanyang dilakukan
6. Diskusikan pilihan-pilihan tindakanyang memungkinkan
5.
Risiko infeksi bd ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
Data penunjang :
Adanya luka pada daerah fraktur.
NIC:
Infection Control
1. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung pasien
2. Gunakan sabun antimikrobial untuk cuci tangan
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
4. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
5. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
6. Gunakan kateter intermitten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
7. Berikan terapi antibiotic jika perlu
8. Tingkatkan intake nutrisi
Infection Protection
1. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2. Monitor kerentangan terhadap infeksi
3. Monitor hitung mutlak granulosit, WBC dan hasil-hasil diferensial
4. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang mengalami) edema
5. Periksa kulit dan selaput lender untuk adanya kemerahan, kehangatan ekstrim atau drainase
6. Tingkatkan asupan nutrisi yang cukup
7. Anjurkan casupan airan dengan tepat
8. Anjurkan istirahat
9. Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana cara menghindari infeksi
6.
Risti ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
NOC:Circulationstatus, TissuePrefusion:cerebral
Setelah dilakukan tindakankeperawatan dalam 3x60menitperfusi jaringan menjadi efektif, dengan kriteria hasil:
IR ER
Indikator
1. Mendemonstrasikanstatussi
rkulasi
2. Mendemonstrasikankemam
puankognitif
3. Menunjukkanfungsi sensori
motori cranialyangutuh
NIC:
IntrakranialPressure(ICP)Monitoring(Monitortekananintrakranial)
1. Catatresponpasienterhadapstimuli
2. Monitorintakedanoutput cairan
3. Restrainpasienjikaperlu
4. MonitorsuhudanangkaWBC
5. Kolaborasipemberianantibiotic
6. Posisikanpasienpadaposisi semifowler
7. Minimalkanstimulidari lingkungan
Peripheral SensationManagement
1. Monitoradanyadaerahtertentuyanghanyapekaterhadap panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitoradanyaparetese
3. Instruksikankeluargauntukmengobservasikulitjikaadalesiataulaserasi
4. Gunakansarung tanganuntukproteksi
5. Batasi gerakanpadakepala,leherdanpunggung
6. MonitorkemampuanBAB
7. Kolaborasipemberiananalgetik
8. Monitoradanyatromboplebitis
9. Diskusikanmenganai penyebabperubahansensasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN Tn. G DENGAN FRAKTUR PATELLA
DI RUANG BEDAH RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. G
Umur : 39 th.
Jenis kelamin : Laki – laki
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Alamat : Murung Keraton Kec. Martapura Kota
No. Medikal Record : 38 20 00
Tgl masuk RS : 29 – 12 – 2018
Tgl pengkajian : 29 – 12 – 2018
Dignosa medis : Open Fraktur Patella Dextra
Keterangan :
: pasien
: laki-laki
: Perempuan
: Hubungan keluarga
D. Riwayat Aktifitas Sehari-hari
No Kebutuhan Sebelum sakit Sesudah sakit
1 Nutrisi
a. BB dan TB 70 kg dan 150 cm 70 kg
b. Diet Nasi TKTP Nasi TKTP
c. Kemampuan
Mengunyah Mampu mengunyah Mampu mengunyah
Menelan Mampu menelan Mampu menelan
Bantuan total/sebagian Tidak dibantu Dibantu sebagian
d. Frekuensi 3x sehari 1 – 2x sehari
e. Porsi makan 1 piring ± ½ porsi
f. Makanan yang menimbulkan alergi - -
g. Makanan yang disuka - -
2. Cairan
a. Intake
Oral
Jenis Air putih Air putih
Jumlah...... cc/hari 2500 cc 1250 cc
Bantuan total/sebagian Mandiri Mandiri
Intravena
Jenis - RL
Jumlah...... cc/hari - 1500 cc
b. Output
Jenis Urin, keringat, feses Urin, keringat, feses
1500 cc 1975
Jumlah .... cc/hari
3. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1x -
Konsistensi Lunak -
Warna Kuning -
Keluhan - -
Bantuan total/sebagian - Tidak ada BAB
b. BAK
Frekuensi 3-6 kali 3-4 kali
Kuning jernih Kuning jernih
Warna
Jumlah (dalam cc)
1000 – 1500 cc 2000 cc
Keluhan
- -
Bantuan total/sebagian
- Dibantu dengan alat
4. Istirahat tidur
a. Mulai tidur Mudah Tidak mudah
b. Lama tidur Malam 8 jam variasi
c. Kesulitan memulai tidur Tidak Tidak
d. Gangguan tidur Tidak terganggu Sering bangun
e. Kebiasaan sebelum tidur Berdo’a Berdo’a
5. Personal Hygien
a. Mandi (frekuensi, bantuan Mandi 2x sehari Saat pengkajian
total/sebagian) mandiri pasien sdh mandi
b. Gosok gigi (frekuensi) 2x sehari 1x sehari
c. Cuci rambut 1 minggu sekali -
d. Gunting kuku 1 minggu sekali -
e. Ganti pakaian (frekuensi perhari) 1 kali -
6. Aktivitas
a. Mobilisasi fisik baik dibantu
b. Olahraga
c. Rekreasi
E. Data Psikologis
Keadaan pasien mengatakan cemas akan proses operasi yang akan
dijalaninya esok tanggal 31 Desember 2018, wajah pasien tampak tegang
ketika anamnesa, pasien sering bertanya tentang keadaan setelah operasi.
F. Data Sosial
Hubungan klien dengan keluarga dan teman tampak baik, pasien selama
di RS ditunggu oleh orang tuanya, istri dan anaknya dan selama di RS
banyak kawan sesama pedagang yang datang berkunjung. Pasien mampu
berkomunikasi secara baik perawat maupun tenaga medis lain dan saat
mahasiswa melakukan pengkajian.
G. Data Spiritual
Selama dirawat pasien tidak melakukan sholat, hanya berdo’a untuk
kesembuhan penyakitnya.
H. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Pasien
KU : baik, pasien tampak berbaring ditempat tidur
2. Tanda Vital Klien
TD : 130/80 mmHg Nadi :82x/mnt Respirasi: 26x/mnt Suhu : 37C,
SpO2 : 97 %
3. Kesadaran
Kualitatif : Compos Mentis (sadar penuh)
Kuantitatif: GCS : E = 4 (buka mata spontan)
V = 5 (kata-kata jelas)
M = 6 (mengikuti perintah)
Jumlah = 15
4. Kepala dan muka
a. Inspeksi
Pasien tampak bersih, bentuk kepala bulat dan simetris, rambut
hitam, ada luka lecet pada dan dahi kanan.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan terdapat bekas luka
5. Kulit
a. Inspeksi
Kulit pasien berwarna sawo matang, terdapat luka pada kaki
kiri, tidak terdapat oedem, tidak terdapat alergi atau gatal dan
terdapat peradangan sekitar luka.
b. Palpasi
Pada saat palpasi terdapat nyeri tekan dan turgor kulit kembali 1
detik.
6. Mata (penglihatan)
a. Inspeksi
Pasien dapat membaca nama mahasiswa dengan jelas tanpa
menggunakan alat bantu kacamata, pupil pasien mengecil saat
disenter, mata klienpasien dapat melirik kekiri dan ke kanan
tanpa menoleh, konjungtiva tidak anemis dan tidak terdapat
peradangan.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri, tidak ada tekanan bola mata.
7. Hidung (penciuman)
a. Inspeksi
Bentuk hidung simetris, tidak terdapat peradangan, fungsi
penciuman baik pasien dapat membedakan bau alcohol dan bau
minyak angin, saat ini pasien tidak menggunakan alat bantu
pernapasan oksigen.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan dan peradangan.
8. Telinga ( pendengaran )
a. Inspeksi
Bentuk dan letak kedua telinga pasien simetris, tidak terdapat
peradangan, pasien mempunya daya pendengaran yang baik
dibuktikan mampu berkomuniasi secara lancar saat pengkajian,
tidak terdapat serumen, tidak terdapat cairan dan pasien tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan pada kedua telinga pasien.
9. Mulut dan gigi
a. Inspeksi
Bibir pasien tampakmerah, tidak terdapat pecah, pasien
menggosok gigi 1x sehari, gigi pasien masih lengkap, tidak
terdapat peradangan pada gusi pasien. Tidak terdapat tonsil,lidah
pasien tidak tremordan tampak bersih, fungsi pengecapan baik,
mucosa mulut warnanya merah, tidak terdapat stomatitis, fungsi
pengecapan normal dimana pasien mampumerasakan rasa
manis,asin,asamdan pahit.
10. Leher
a. Inspeksi
Bentuk leher biasa ,tidak adanya pembengkakan, tidak tedapat
jaringan paruttidak ada , tidak ada nya massa, tidak adanya
pembesaran vena jugularis,tidak terdapat keterbatasan gerak,
pergerakan leher(ROM):bisa bergerak fleksi,rotasi, fleksi.
b. Palpasi
Tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan kalenjar limfe,
tidak ada pembengkakan kalenjar tiroid, tidak ada kaku kuduk.
11. Dada
a. Inspeksi
Dada tampak bersihan,bentuk dada simetris, bentuk nafas
teratur, retraksi dinding dada simetris,bentuk mamae simetris
tidak terdapat,batuk dan sianosis, posisi trachea, frekuensi
pernafasan normal 27x/menit, kedalaman pernafasan, ekspansi
dada simetris, tidak menggunakan penggunaan otot-otot
pernafasan, tidak terdapat clubbing finger.
b. Palpasi
Taktil fremitus,fibrasi,kesimetrisan pergerakan dada.
c. Perkusi
Batas paru tegas
d. Auskultasi
Vesikuler
12. Abdomen
a. Inspeksi
Bentuk abdomen simetris, bulat, tidak ada peningkatan
peristaltic usus, tidak ada odem.
b. Palpasi
Ada nyeri tekan pada daerah suprapubik, tidakada nyeri tekan
pada epigastrik.
c. Perkusi
Timpani
d. Auskultasi
Peristaltik usus normal : 12x/menit.
13. Genetalia
a. Inspeksi
Ada radang pada genetalia eksternal, tidak,menggunakan alat
bantu BAK/tidak, terdapat nyeri saat BAK.
b. Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada daerah pubis.
14. Ekstremitas atas /bawah
a. Ekstremitas Atas
Inspeksi
Tidak ada nyeri/kemerahan, tidak ada tanda-tanda infeksi,
tidak ada kelemahan tungkai, cairan intravena terpasang
pada ekstremitas atas kanan RL 15 tetes/menit, luka lecet
pada siku kanan.
Palpasi
Tidak ada nyeri tekan.
b. Ekstremitas Bawah
Inspeksi
Ada pembatasan gerak, terdapat odem pada derah lutut
kanan, tidak terdapat varises , tidak ada tromboplebitis,
ada kemerahan, nyeri rasa berdenyut, hilang timbul atau
bila di gerakkan, terdapat luka robek pada lutut panjang ± 2
cm dan dalam ± 2 cm. Fraktur pada lutut kanan. Terpasang
bidai pada kaki kanan.
Kekuatan otot : 5 5
5 5
Palpasi
Nyeri tekan pada daerah fraktur.
I. Data Penunjang
1. Laboratorium Hematologi (21 Desember 2018)
3. Pemeriksaan EKG
Tidak dilakukan
II. AnalisaData
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Agen cedera fisik Nyeri
Klien mengatakan nyeri pada
lutut kanannya
P: nyeri dirasakan pada lutut kanan
Q: nyeri terasa berdenyut
R: nyeri pada lutut
S: Skala nyeri4 (Sedang)
O Tidak ada nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-6 Nyeri sedang
10 Nyeri sangat berat
T : Nyeri hilang timbul atau bila
digerakkan waktunya 3 – 5 menit
DO :
Klien terlihat kesakitan, ekspresi
menahan nyeri,
Skala nyeri 4-5 dari 10
Tampak kaki kanan yang fraktur
terpasang bidai
Penatalaksanaan operasi tanggal
31 Desember 2018
2 DS : Ancaman atau Ansietas
Klien mengatakan cemas akan perubahan status
tindakan operasi yang akan kesehatan
dijalankan
DO :
Terlihat gelisah
Wajah tegang
Kecemasan skala ringan
karena masih terorientasi
dengan waktu, tempat, dan
orang.
3 DS: Kerusakan Gangguan
Klien mengeluh nyeri bila bergerak rangka Mobilitas fisik
atau melakukan aktivitas neuromuskuler
DO :
Klien tampak hanya berbaring
Kekuatan otot kanan bawah1
Setiap melakukan aktivitas di
bantu keluarga
1 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tidakan keperawatan dalam 5 – 8 (3140) Airway Manajemen :
jam perawatan nyeri berkurang NIC :
dengan agen cidera
Kriteria hasil : Pain Management
fisik 1. Lakukan pengkajian lengkap pada nyeri
Indikator IR ER termasuk lokasi, sifat, onset/durasi,
1. Mampu mengenali nyeri 3 5 frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
(skala, intensitas, nyeri dan faktor pencetusnya.
frekuensi, dan hal yang 2. Kaji isyarat nonverbal ketidaknyamanan,
memperberat nyeri) 3 4 khususnya pada mereka yang tidak dapat
2. Mampu mengontrol nyeri berkomunikasi dengan efektif
(tahu penyebab nyeri, 3. Pastikan pasien mendapatkan pengobatan
mampu menggunakan analgesic
teknik nonfarmakologi 3 4 4. Gunakan strategi komunikasi terapeutik
untuk mengurangi nyeri) untuk mengetahui pengalaman nyeri dan
3. Melaporkan bahwa nyeri sampaikan respon penerimaan pasien
berkurang dengan terhadap nyeri
menggunakan manajemen 3 4 5. Gali kepercayaan dan pengetahuan klien
nyeri tentang nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman 6. Sadari adanya pengaruh budaya dengan
setelah nyeri berkurang respon terhadap nyeri
7. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri
1. Keluhan ekstrem terhadap kualitas hidup klien
2. Keluhan berat 8. Gali faktor-faktor yang
3. Keluhan sedang meningkatkan/memperburuk nyeri
4. Keluhan ringan
9. Evaluasi bersama klien dan tim kesehatan
5. Tidak ada keluhan
lain tentang keefektifan kontrol nyeri di
masa lalu.
10. Bantu klien dan keluarga untuk mencari
dan menyediakan dukungan
11. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri
12. Kurangi faktor presipitasi nyeri
13. Kaji tipe dan dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
14. Ajarakan teknik non farmakologi
15. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
16. Ajarkan teknik dan prinsip manajemen
nyeri
17. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
18. Tingkatkan istirahat
Analgesic Administrasion
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi doktertentang jenis
obat,dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Sabtu, 29 11.1 III 1. Monitoring vital sign sebelum dan sesudah S: Klien mengatakan nyeri saat ada gerakan gerakan
Desembe 0 latihan dan lihat respon pasien saat latihan kecil pada kaki kanan yang fraktur
r 2018 Sebelum latihan : O:
- TD : 110/70 mmHg N :78 x/mnt S : Klien tampak hanya berbaring
37,2ºC Kekuatan otot kanan bawah 1
R : 18 x/mnt Setiap melakukan aktivitas di bantu keluarga
Sesudah Latihan :
TD : 110/70 mmHG N : 80 x/menit S : 37ºC A: masalah belum teratasi
11.2 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang Indikator IR ER
0 rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan Klien meningkat dalam 3 4
3. Mengkaji kemampuan pasien dalam aktivitas fisik
11.2 pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri Mengerti tujuan dari
5 sesuai kemampuan peningkatan mobilitas 3 4
Klien makan dan minum masih bisa sendiri Memverbalisasi perasaan
4. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dalam meningkatkan kekuatan 3 4
dan bantu penuhi kebutuhan ADLs klien dan kemampuan dalam
11.4 5. Mengajarkan bagaimana merubah posisi dan berpindah
0 berikan bantuan jika diperlukan 3 4
Memperagakan penggunaan
Pasien posisi masih telantang dan apabila
alat bantu untuk mobilisasi
11.5 miring terasa nyeri
0
P: Intervensi dilanjutkan
Minggu, 11.3 II Mengkaji tingkat kecemasan klien S: Klien mengatakan siap menghadapi tindakan
30 5 Mendengarkan klien mengungkapkan operasi hari ini.Klien mengatakan lebih lega setelah
Desembe 11.4 kecemasan yang dirasakan tarik napas dalam dan siap untuk operasi.
Mengajarkan dan melatih teknik relaksasi O: Ekspresi tenang, tidak gelisah, latihan tarik napas
r 2018 0
napas dalam dalam
Memberikan informasi sesuai kebutuhan dilakukan 4 kali, klien dapat melanjutkan aktivitas
11.4 A: Ansietas teratasi sebagian
klien
5 Indikator IR ER
11.5 1. Memiliki informasi untuk 3 4
0 mengurangi
kecemasan/ketakutan
2. Menggunakan teknik 3 4
relaksasi 3 4
3. Mempertahankan
hubungan social dan 3 3
fungsi peran
4. Mengontrol respon
cemas/takut
P: Intervensi dihentikan
Minggu 12.0 III Monitoring vital sign sebelum dan S: klien mengatakan nyeri saat ada gerakan gerakan
30 kecil pada kaki yang fraktur
0 sesudah latihan dan lihat respon pasien
Desembe O:
r 2018 saat latihan Klien tampak hanya berbaring
12.1 Kekuatan otot kanan bawah 1
Konsultasikan dengan terapi fisik
Setiap melakukan aktivitas di bantu keluarga
0 tentang rencana ambulasi sesuai dengan A: masalah belum teratasi
kebutuhan
Indikator IR ER
12.2 Kaji kemampuan pasien dalam Klien meningkat dalam 3 4
0 pemenuhan kebutuhan ADLs secara aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
mandiri sesuai kemampuan 3 4
peningkatan mobilitas
Dampingi dan bantu pasien saat Memverbalisasi perasaan 3 4
12.3 mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan dalam meningkatkan kekuatan
0 ADLs klien dan kemampuan dalam
berpindah 3 4
Memperagakan penggunaan
alat bantu untuk mobilisasi
P: Intervensi dilanjutkan
P: Pertahankan Intervensi
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
tindakan
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang
beresiko
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istrirahat
Kolaborasi pemberian antibiotik :
Cefriaxone 2 x 1 gr
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Tiara, A.
D., Hamsah, A., Patmini, E., Armilasari, E.,Yunihastuti, E., Madona, F., Wahyudi, I.,
Kartini, Harimurti, K., Nurbaiti, Suprohaita, Usyinara, & Azwani, W. 2000.
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. pp:372-
374.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
http://ilmubedah.info/lesi-pleksus-brachialis-penyakit-20110206.html