BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insiden dekubitus di seluruh dunia terjadi pada sekitar 1.000.000 pasien
yang mengalami dekubitus, 65.000 di antaranya meninggal dunia (Soban,
2011). Kejadian dekubitus selururuh dunia di Intensive Care Unit (ICU)
berkisar 1% sampai 56% (Widasari, 2014). Prevalensi dekubitus di Indonesia
sendiri mencapai 40% atau yang tertinggi diantara negara-negara besar
ASEAN lainnya (Sulidah, 2017). Menurut Bujang, dkk (2013), kejadian
dekubitus terdapat pada tatanan perawatan akut (acut care) sebesar 5-11%,
pada tatanan perawatan jangka panjang (long term care) sebesar 15-25%, dan
tatanan perawatan di rumah (home health care) sebesar 7-12%.
Angka kejadian dekubitus yang cukup tinggi diperlukan adanya upaya
untuk pencegahan. Upaya pencegahan dekubitus merupakan peran perawat
dalam upaya memberikan pelayanan keperawatan pada pasien. Upaya
pencegahan harus dilakukan sedini mungkin sejak pasein terindenfikasi
berisiko mengalami dekubitus. Pencegahan dekubitus sebaiknya harus lebih
berfokus pada upaya mencegah tekanan yang berlebihan dan terus menerus
disamping memperbaiki faktor-faktor resiko lainnya (Virani et al, 2011). Luka
dekubitus disebabkan oleh beberapa faktor yaitu imobilisasi, gaya gesek,
kelembaban kulit (Kozier, 2010). Lokasi dekubitus yang sering terjadi
diantaranya yaitu pada sacrum (30-49%), tumit (19-36%), iscium (6-16%),
trokanter (6-11%), maleolus (7-8%), siku (5-9%), iliaka (4%) dan lutut (3-
4%). Pada area ini tepat berada diatas tonjolan tulang yang tidak dilindungi
lemak sub kutan yang cukup. Dimana persentase terjadinya dekubitus
terbanyak terdapat pada lokasi sakrum dan tumit (Mammoto, 2018).
Untuk mengetahui angka kejadian dekubitus dibutuhkan skala
pengukuran, pengukuran skala dekubitus yang sudah ada saat ini diantaranya
adalah skala Braden, Gosnell, skala Norton, Waterlow, dan lain lain (NPUAP,
2009). Skala tersebut sangat berguna untuk mengidentifikasi dan memprediksi
B. Tujuan
Mengetahui hasil penelitian terkait pencegahan dekubitus menggunakan posisi
alih baring pada pasien yang di rawat di ICU.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Dekubitus
a. Definisi Dekubitus
Dekubitus atau pressure ulcer menurut National Pressure Ulcer
Advisory Panel atau disingkat NPUAP (2014), merupakan kerusakan
kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang disebabkan oleh tulang
yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan, pergeseran, gesekan atau
kombinasi dari beberapa hal tersebut. Sedangkan menurut Potter &
Perry (2013), dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan di
bawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya penonjolan tulang,
sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser
dan atau gesekan.
b. Klasifikasi Dekubitus
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) (2014),
membagi derajat dekubitus antara lain sebagai berikut:
1) Derajat I: Nonblanchable Erythema
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh
dengan tanda-tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan
dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda
sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih
hangat), perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak),
dan perubahan sensasi (gatal atau nyeri). Pada orang yang berkulit
putih luka akan kelihatan sebagai kemerahan yang menetap,
sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan kelihatan sebagai
warna merah yang menetap, biru atau ungu.
Cara untuk menentukan derajat I adalah dengan menekan
daerah kulit yang merah (erytema) dengan jari selama tiga detik,
e. Pengkajian Dekubitus
Instrumen yang digunakan dalam mengkaji resiko terjadinya
dekubitus menurut Kozier (2010), antara lain:
1) Skala Norton
Skala Norton pertama kali ditemukan pada tahun 1962, dan
skala ini menilai lima faktor resiko terhadap kejadian dekubitus
diantaranya adalah: kondisi fisik, kondisi mental, aktivitas,
mobilisasi, dan inkontinensia. Total nilai berada di antara 5 sampai
20. Nilai 16 di anggap sebagai nilai yang beresiko.
2) Skala Braden
Skala Braden terdiri dari 6 sub skala faktor resiko terhadap
kejadian dekubitus diantaranya adalah: persepsi sensori,
kelembaban, aktivitas, mobilitas, nutrisi, pergeseran dan gesekan.
3) Skala Waterlow
Skala Waterlow memiliki sembilan kategori klinis yang
meliputi : tinggi badan dan peningkatan berat badan, tipe kulit dan
area resiko yang tampak, jenis kelamin dan usia, skrining
malnutrisi, mobilitas, malnutrisi jaringan, defisit neurologis,
riwayat pembedahan atau trauma, serta riwayat pengobatan
(Australian Wound Management Association, 2012). Semakin
tinggi skor, semakin tinggi resiko terjadinya dekubitus. Skor ≥ 20
diprediksi memiliki resiko sangat tinggi terjadinya dekubitus.
4) Skala Gosnell
Skala ini menilai lima faktor diantaranya adalah: status
mental, kontinensia, mobilisasi, aktivitas, dan nutrisi, total nilai
berada pada rentang antara 5 sampai 20 dimana total nilai tinggi
mengidentifikasi resiko kejadian dekubitus.
5) Skala Knoll
Pada skala ini ada delapan faktor resiko terhadap kejadian
dekubitus diantaranya: status kesehatan umum, status mental,
aktivitas, mobilisasi, inkontinensia, asupan nutrisi melalui oral,
asupan cairan melalui oral, dan penyakit yang menjadi faktor
predisposisi. Total nilai berada pada rentang 0 sampai 33, nilai
tinggi menunjukkan resiko tinggi terjadi dekubitus, nilai resiko
berada pada nilai 12 atau lebih.
f. Pencegahan Dekubitus
Pencegahan dari dekubitus adalah prioritas utama dalam merawat
pasien dan tidak terbatas pada pasien yang mengalami pembatasan
mobilitas. Pencegahan luka dekubitus banyak tinjauan literatur
mengindikasikan bahwa luka tekan dapat dicegah. Meskipun
kewaspadaan perawat dalam memberikan perawatan tidak dapat
sepenuhnya mencegah terjadinya luka tekan dan perburukannya pada
beberapa individu yang sangat berisiko tinggi. Dalam kasus seperti ini,
tindakan intensif yang dilakukan harus ditujukan untuk mengurangi
faktor risiko, melaksanakan langkah-langkah pencegahan dan
mengatasi luka tekan (Handayani, 2011).
NPUAP (2014), juga merekomendasikan tindakan pencegahan
untuk mencegah terjadinya dekubitus, yaitu pengkajian resiko dengan
menggunakan skala braden, perawatan kulit, pemberian nutrisi,
pemberian edukasi, dan pemberian bantalan dan pengaturan posisi/alih
baring.
2. Alih Baring
a. Definisi Alih Baring
Alih baring adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk
mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Dengan menjaga
bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan
menurunkan peluang terjadi decubitus akibat gaya gesek, alih
posisi/atau alih baring/ tidur selang seling dilakukan setiap 2 jam sekali
(Perry & Potter, 2013). Alih baring memiliki manfaat mengganti titik
tumpu berat badan yang tertekan pada area tubuh yang lain,
mempertahankan sirkulasi darah pada daerah yang tertekan, dan dapat
menurunkan tekanan pada tonjolan tulang (Kozier, 2010).
Reswick dan Rogers menyarankan latihan merubah posisi pasien
setiap 2 jam dan prosedur tetap menjadi strategi pencegahan utama
ulkus dekubitus (Defloor, 2016). Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Citra (2010) yang menemukan bahwa efektifitas alih
baring tiap 2 jam adalah sebesar 87,5% dimana terdapat perbedaan
kejadian ulkus dekubitus yang bermakna antara pasien pasca stroke
dengan alih baring tiap 2 jam dibandingkan dengan pasien tanpa alih
baring tiap 2 jam.
b. Tujuan Alih Baring
Tindakan alih baring bertujuan untuk mengurangi tekanan
terutama pada bagian punggung. Pasien yang berada lama di tempat
tidur tanpa berpindah atau bergerak (memiringkan badan) dari tempat
tidur dapat mengalami dekubitus (Kozier, 2010). Luka tekan bisa
terjadi paling sedikit dalam 2 hari (48 jam) pada pasien tirah baring
lama (Setiani, 2015). Mobilisasi dini untuk pencegahan dekubitus juga
dapat dilakukan 24-48 jam setelah serangan (Mahendra dkk, 2010).
Potter & Perry (2013), menyebutkan bahwa tujuan alih baring adalah
untuk mendistribusikan tekanan baik dalam posisi duduk atau
berbaring serta memberikan kenyamanan pada pasien. Pada dasarnya
alih baring dilakukan sebagai bagian dari prosedur baku dalam
intervensi keperawatan untuk mengurangi resiko dekubitus pada
pasien dengan tirah baring.
c. Prosedur Alih Baring
Prosedur operasional alih baring berdasarkan Riyadi (2011),
antara lain melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Tahap pra Interaksi
a) Mengecek Program Terapi
b) Mencuci Tangan
c) Menyiapkan Alat
2) Tahap Orientasi
a) Memberi salam kepada pasien dan siapa nama pasien
b) Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c) Menanyakan persetujuan/kesiapan klien
3) Tahap Kerja
a) Menjaga privacy pasien
Merubah posisi dari telentang ke miring
b) Menata beberapa bantal di sebelah klien
c) Memiringkan klien ke arah bantal yang di siapkan
d) Menekukan kaki yang atas
e) Memastikan posisi klien aman
f) Tunggu sampai 2 jam untuk merubah posisi selanjutnya
Merubah posisi dari telentang ke posisi miring
g) Menata beberapa bantal disebelah klien
h) Setelah 2 jam, kemudian merubah posisi dari miring ke
telentang
i) Menata beberapa bantal di sebelah klien
j) Menelentangkan klien kearah bantal yang disiapkan
k) Meluruskan kedua lutut
l) Memastikan posisi klien aman
m) Merapikan pasien
n) Tunggu sampai 2 jam untuk merubah posisi selanjutnya
4) Tahap Terminasi
a) Melakukan evaluasi tindakan
b) Berpamitan dengan pasien/keluarga
c) Mencuci tangan
d) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
METODOLOGI PENELITIAN
2. Kata Kunci
Kata kunci (keyword) merupakan kata yang digunakan sebagai
kunci satu kode, dan juga satu kata atau frase yang menonjol, yang
digunakan untuk menggambarkan isi satu dokumen (Siswadi, 2016).
Kata kunci yang digunakan pada literatur ini yaitu: “Dekubitus”, “Alih
Baring”, “Lying Position”, “Repositioning”, “pressure ulcers
prevention”, “decubitus control”, “decubitus prevention”, “Intensive
Care Unit”, “Critical Ill”.
3. Database/ Searchangine
Mesin pencari web / web search engine adalah program
komputer yang dirancang untuk melakukan pencarian atas berkas-
berkas yang tersimpan dalam layanan www, ftp, publikasi milis,
ataupun news group dalam sebuah ataupun sejumlah komputer dalam
suatu jaringan (Arisandi et al., 2017).
Pencarian artikel menggunakan data base yang mudah diakses dan
diakui kualitasnya antara lain: Google Scholar, Science Direct,
Pubmed, Sagepub dan Research Gate. Literature review ini dibatasi
dari tahun 2018 sampai 2020.
4. Jurnal yang diambil
Berdasarkan hasil dari analisa 5 artikel yang terpilih sesuai dengan kriteria
inklusi dari tahun 2018-2020, dengan pencarian menggunakan database yaitu
Google scholar, reaserchgate, Pubmed, Science direct dan sage yang dianalisa
menggunakan framework PICO meliputi kriteria inklusi pasien yang mengalami
immobilisasi dengan intervensi pemberian alih baring sesuai SOP untuk
mengetahui efektifitas alih baring terhadap pencegahan dekubitus. Sebagian besar
artikel yang dianalisis menggunakan desain penelitian eksperimen dengan
Random Clinical Trial (RCT) yang menunjukan bahwa alih baring sangat baik
dalam pencegahan dekubitus di ruang ICU. Pengkajian risiko dekubitus
menggunakan skala braden efektif sebagai alat skrining terhadap kejadian risiko
dekubitus terutama pada pasien yang mengalami perawatan lama. Alih baring
dapat meningkatkan sirkulasi darah pada jaringan yang tertekan dan area
penonjolan tulang yang tertekan sehingga dapat menghilangkan proses iskemik
yang menyebabkan luka dekubitus pada rentang 1 sampai 2 jam.