Anda di halaman 1dari 2

Hidup damai bersama Covid-19

(Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU, D.Sc. - Universitas Brawijaya)

MALANG - Dilihat dari ilmu biologi, penyebaran Covid-19 tidak bisa diputus. Sebab proses mutasinya
yang begitu cepat dapat menimbulkan varian baru dari virus ini sehingga menyebabkan manusia
kesulitan membuat vaksin maupun obat anti virus.
Dengan kondisi ini yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pencegahan agar tidak terlalu
banyak orang masuk rumah sakit hingga melebihi kapasitas akibat Covid-19 ini. Virus ini akan selalu
ada sehingga banyak orang mengharapkan adanya Herd Immunity, yakni kekebalan tubuh pada
suatu populasi.
Menurut guru besar Biologi Sel dan Molekuler UB, Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, SU, D.Sc.,
Herd Immunity ini juga tidak bisa lagi diharapkan lantaran ketika Covid-19 dibawa ke lokasi lain dan
dibawa lagi bisa masuk ke tubuh orang yang sudah kebal sehingga timbul pandemi baru.
"Melihat kondisi seperti ini saya pikir masyarakat harus move on. Tidak perlu berharap hilangnya
virus Corona dengan putusnya mata rantai penularan 100 persen. Kita tidak bisa lagi hidup normal
kembali seperti semula," ujar Prof. Sutiman.
Lebih lanjut, berbagai program kebijakan yang dicanangkan pemerintah dalam menangani Covid-19
ini seperti social distancing, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) maupun lockdown total
sekalipun sepertinya sudah terlambat. Hal yang bisa dilakukan oleh masyarakat saat ini adalah
mempersiapkan diri atau memulai menyusun tatanan dunia baru bersama Covid-19. Dengan target
bukan memberantas virus melainkan menekan jumlah orang yang terinfeksi bersamaan serendah
mungkin.
Persiapan yang bisa dilakukan yakni dengan mencegah penyebaran Covid-19 dengan sering mencuci
tangan menggunakan sabun, tidak bersentuhan atau menjaga jarak dan mengenakan masker. Ia
menjabarkan bahwa keadaan seperti ini sejatinya sudah pernah dialami yakni ketika Demam
Berdarah menyerang. Tidak bisa memberantas yang bisa dilakukan adalah dengan pencegahan.
Kenyataannya pun orang meninggal akibat demam berdarah atau malaria masih terus ada.
"Korban meninggal akibat demam berdarah karena kedisiplinan menguras bak mandi,
menghilangkan atau menutup rapat genangan air tidak bisa dijalani dengan 100 persen oleh
penduduk," terangnya.
Sama halnya dengan Covid-19 ini. Tidak bisa sepenuhnya hilang akan terus ada mutasi bahkan jenis
baru. Sehingga yang perlu dilakukan masyarakat adalah dengan lingkungan baru, tambahan perilaku
serta sosialisasi luas tentang hidup bersih.
Tata kehidupan baru tersebut misalnya, tetap menjalani keseharian normal namun ditambah empat
perilaku yang telah dianjurkan. Yaitu jaga jarak, pakai masker, cuci tangan dan bersihkan barang-
barang yang dipegang banyak orang bergantian. Ia melanjutkan, perilaku lainnya yakni masyarakat
tidak boleh bersin dan meludah sembarangan agar tidak tertular Covid-19.
Apabila sudah menerapkan hidup bersih dengan tambahan empat perilaku tersebut masker tidak
harus dipakai apabila jaga jarak terpenuhi. Shaf salat berjamaah bisa tetap dirapatkan asal semua
pakai masker. Sanitasi benda-benda tidak harus dilakukan terus menerus dalam jangka waktu yang
pendek asal rajin cuci tangan. Cuci tangan tidak harus terus menerus kalau benda-benda sekitar
dijaga kebersihannya.
"Untuk itu perlu program sosialisasi yang baru agar tidak banyak orang menganggap berat berubah
ke perilaku baru ini. Perlu diingat bahwa perilaku baru ini juga berguna untuk mencegah penularan
penyakit-penyakit lain," tegas Prof. Sutiman.
Perilaku baru ini hampir sama dengan aturan dalam berlalu lintas. Jumlah kecelakaan akan bisa
ditekan apabila semua pengguna jalan mematuhi peraturan. Untuk itu, mulai sekarang mulai
mempersiapkan hidup dengan Covid-19. Sebab selain perilaku baru, Indonesia juga diuntungkan
dengan indeks Ultraviolet (UV) yang tinggi di atas 11. Artinya orang Indonesia telah terbiasa dengan
dan mampu beradaptasi.
"Berada di luar ruangan justru lebih aman dibandingkan dengan di dalam ruangan terus menerus.
Kita lihat di Indonesia orang yang terinfeksi justru mereka yang bekerja di dalam ruangan. Ini
menunjukkan bahwa udara luar lebih bersih dari Covid-19," paparnya.
Menurutnya, di dalam ruangan Covid-19 bisa berputar-putar di area tersebut dan mampu bertahan
8-10 jam sehingga kemungkinan menularkan ke orang lain lebih cepat. Namun perlu diingat pula
meski indeks UV tinggi tapi bila di wilayah tersebut memiliki pencemaran tinggi maka kemampuan
UV untuk menonaktifkan virus tidak berguna lagi.
"Jangan berharap Covid-19 hilang dari Indonesia. Namun mulailah mempersiapkan masyarakat
untuk mengarah ke perilaku baru tersebut," tandas Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (MIPA) ini.
Menurut Prof. Sutiman dunia ini tidak akan pernah bebas dari Covid-19 apalagi saat ini sangat sulit
menyatukan negara untuk melawan virus ini. Sebab masing-masing negara memilih untuk
menyelamatkan dirinya sendiri atau masyarakatnya. Untuk itu dibutuhkan peran pemerintah dan
masyarakat Indonesia untuk menyosialisasikan perilaku dari tatanan baru ini.(lin/van/lim)

Editor : Abdul Halim


Penulis : Redaksi

Anda mungkin juga menyukai