Anda di halaman 1dari 9

PENATALAKSANAAN PENYAKIT INFEKSI 1 (PPI 1)

TOKSOPLASMOSIS

DISUSUN OLEH :
PUTRI WULANDARI

JURUSAN REGULER KARYAWAN TINGKAT 1


KEMENTRIAN KESEHATAN RI POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN BANTEN
2020
1. PENDAHULUAN

Toksoplasmosis adalah infeksi pada manusia yang ditimbulkan oleh parasit protozoa
(organisme bersel satu) Toxoplasma gondii (T. gondii). Parasit ini seringkali terdapat pada kotoran
kucing atau daging yang belum matang. Infeksi parasit T. gondii pada orang yang sehat umumnya
tidak membahayakan, karena sistem kekebalan tubuh dapat mengendalikan infeksi parasit ini.
Namun, penanganan medis serius perlu dilakukan jika infeksi ini menyerang seseorang dengan
sistem imunitas rendah atau ibu hamil, guna menghindari komplikasi yang berat.

Toksoplasmosis disebarkan dari hewan ke manusia, bukan antarmanusia, kecuali pada wanita
hamil yang dapat menyebarkan infeksi ini pada janinnya. Akibatnya, janin mengalami
perkembangan yang lambat. Bahkan dalam kasus infeksi yang lebih berat, dapat terjadi keguguran
atau kematian janin dalam kandungan.

Setelah terjadi toksoplasmosis, parasit T. gondii dapat bertahan dalam tubuh dalam kondisi
tidak aktif, sehingga memberi kekebalan seumur hidup terhadap infeksi parasit ini. Namun saat
sistem imunitas tubuh melemah karena suatu penyakit atau konsumsi obat tertentu, infeksi T. gondii
dapat aktif kembali dan memicu komplikasi yang lebih parah.

Jika parasit tersebut menyerang orang dewasa, biasanya sistem imun yang mereka miliki bisa
langsung melawan infeksi. Sayangnya, kebanyakan orang yang terjangkit toksoplasmosis tidak akan
menunjukkan gejala-gejala tertentu, dan penyakit ini umumnya tidak menular dari satu orang ke
orang lainnya. Apabila sudah terinfeksi dan berhasil sembuh, maka pengidap akan memiliki
kekebalan terhadap toksoplasmosis seumur hidup.

2. EPIDEMIOLOGI
Toxoplasma gondi pertama kali ditemukan pada binatang mengerat (Cytenodactylus gundi) di
Afrika pada tahun 1908 (Levine, 1985). Toxoplasma gondi termasuk Genus Toxoplasma;Subfamili
Toxoplasmatinae; Famili Sarcocystidae; Subkelas Coccidia; Kelas Sporozoa; Filum Apicomplexa
(Soulsby, 1982). Toxoplasma gondi dibedakan menjadi lima tipe, masing-masing tipe terdiri atas
berbagai galur, dapat diisolasi di tempat tempat dari berbagai belahan dunia. Setiap tipe memiliki
karakteristik biologik dan patogenitas yang berbeda (Chandra, 2002). Toksoplasmosis, suatu
penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondi, merupakan penyakit parasit pada hewan yang
dapat ditularkan ke manusia (Hiswani, 2005). Parasit ini merupakan golongan Protozoa yang bersifat
parasit obligat intraseseluler yaitu mikroorganisme parasit yang tidak dapat bereproduksi di luar sel
2
inang, memaksa inang untuk membantu reproduksi parasit. Menurut Wiknjosastro (2007),
Toksoplasmosismenjadi sangat penting karena infeksi yang terjadi pada saat kehamilan dapat
menyebabkan abortus spontan atau kelahiran anak yang dalam kondisi abnormal atau disebut sebagai
kelainan kongenital seperti hidrosefalus, mikrosefalus, iridosiklisis dan retardasi mental

3. PENYEBAB PENYAKIT

Toxoplasma gondii merupakan organisme parasit sel tunggal (protozoa) yang dapat
menyebarkan infeksi pada hewan (baik hewan liar maupun hewan peliharaan yang kotor) dan
manusia. Meski parasit ini dapat tumbuh dalam jaringan banyak hewan, namun lebih banyak terdapat
dalam tubuh kucing. Parasit ini bertelur dalam lapisan usus kucing, dan bisa keluar bersama kotoran
hewan tersebut.

Penyebaran infeksi T. gondii pada manusia terjadi dengan cara:

 Terpapar kotoran kucing yang mengandung parasit T.gondii.


 Mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi parasit T. gondii, termasuk
daging mentah yang mengandung parasit ini.
 Melalui plasenta ibu hamil, yang menyebarkan infeksi pada janin.
 Melalui transfusi darah atau transplantasi organ dari donor yang terinfeksi parasit ini.

Terdapat beberapa kondisi yang bisa meningkatkan risiko toksoplasmosis menjadi gangguan
kesehatan serius, yaitu:

 Hamil.
 Mengonsumsi obat kortikosteroid atau imunosupresif jangka panjang.
 Menderita HIV/AIDS.
 Sedang menjalani kemoterapi.

4. GEJALA KLINIS

Ciri toksoplasmosis yang paling marak timbul adalah gejala mirip seperti flu, termasuk
demam, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, dan kelenjar getah bening membengkak. Orang sehat
yang terpapar toxoplasma biasanya punya daya tahan tubuh kuat sehingga tidak mengalami gejala

3
apa pun karena parasit hanya akan “tertidur” dalam tubuh. Namun apabila daya tahan tubuh
menurun, kondisi ini akan memicu untuk parasit penyebab toksoplasme “terbangun” dan memulai
perkembangan gejala nyata.

Itu kenapa jika Anda sudah lebih dulu memiliki HIV/AIDS, sedang menjalani kemoterapi, atau
baru menjalani transplantasi sebelum terpapar parasit toxoplasma, akan ada kemungkinan untuk
mengalami gejala infeksi yang lebih serius akan muncul, termasuk:

 Sakit kepala
 Kebingungan
 Koordinasi motorik yang buruk
 Gerakan tak terduga pada kaki atau tangan
 Masalah kerja pada paru-paru dan infeksi umum pada pasien dengan AIDS
 Penglihatan kabur karena infeksi retina yang berat.

Beberapa infeksi pada tahap awal kehamilan juga akan menyebabkan keguguran atau kematian
janin. Anak yang bertahan hidup pada akhirnya akan memiliki berbagai masalah yang serius seperti:

 Kejang
 Pembesaran limpa pada hati
 Mata dan kulit kuning
 Infeksi mata yang parah
 Berkurangnya kualitas pendengaran
 Gangguan psikotik

5. PATOFISIOLOGI
Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap
yaitu parasitemia, di mana parasit menyerang organ dan jaringan serta memperbanyak diri dan
menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada jaringan
retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling besar. Pembentukan antibodi
merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga rnerupakan fase kronik, terbentuk
kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan saraf, yang sifatnya menetap tanpa menimbulkan
peradangan lokal.
Infeksi primer pada janin diawali dengan masuknya darah ibu yang mengandung parasit
tersebut ke dalam plasenta, sehingga terjadi keadaan plasentitis yang terbukti dengan adanya

4
gambaran plasenta dengan reaksi inflamasi menahun pada desidua kapsularis dan fokal reaksi pada
vili. Inflamasi pada tali pusat jarang dijumpai.Kemudian parasit ini akan menimbulkan keadaan
patologik yang manifestsinya sangat tergantung pada usia kehamilan.

6. PEMERIKSAAN LAB

Diagnosis infeksi protozoa ini dilakukan dengan mendapatkan antibodi IgM dan IgG anti T.
gondii dalam tes serologi (Hiswani, 2005). Untuk memastikan diagnosis toksoplasmosis kongenital
pada neonatus perlu ditemukan zat anti IgM. Tetapi zat anti IgM tidak selalu dapat ditemukan. Zat
anti IgM cepat menghilang dari darah, walaupun kadang-kadang dapat ditemukan selama beberapa
bulan. Bila tidak dapat ditemukan zat anti IgM, maka bayi yang tersangka menderita toksoplasmosis
kongenital harus di follow up. Zat anti IgG pada neonatus yang secara pasif didapatkan dari ibunya
melalui plasenta, berangsur-angsur berkurang dan menghilang pada bayi yang tidak terinfeksi T.
gondii. Pada bayi yang terinfeksi T. gondii, zat anti IgG mulai dibentuk sendiri pada umur 4-6 bulan,
dan pada waktu ini titer zat anti IgG naik.

Dokter dapat mencurigai seorang pasien menderita toksoplasmosis berdasarkan gejala-gejala


yang ada. Untuk membuktikannya, perlu dilakukan tes darah gunamengetahui kadar antibodi tubuh
terhadap parasit T. gondii. Dari tes darah, bisa didapat hasil negatif dan positif. Hasil negatif berarti
tubuh belum terinfeksi atau kebal terhadap parasit T. gondii. Namun pelaksanaan tes ini bisa saja
dilakukan saat tubuh belum membentuk antibodi terhadap parasit ini, sehingga hasilnya menjadi
negatif. Untuk memastikannya, tes ini perlu diulang beberapa minggu kemudian. Sedangkan hasil
positif menandakan infeksi dalam tubuh sedang aktif atau infeksi ini pernah terjadi sebelumnya. Pada
pasien yang positif terinfeksi toksoplasmosis dan berisiko tinggi mengalami komplikasi, dokter akan
melakukan pemindaian MRI untuk mengetahui apakah infeksi sudah menjalar hingga ke otak.

Sedangkan pada ibu hamil, untuk mengetahui apakah toksoplasmosis memengaruhi janin,
dokter perlu melakukan tes berupa:

 Amniocentesis. Dokter akan mengambil sampel air ketuban penderita saat usia
kehamilan di atas 15 minggu. Dengan tes ini, bisa diketahui apakah janin turut terinfeksi
toksoplasmposis atau tidak.

5
 USG. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat tanda-tanda tidak normal pada janin,
seperti hideosefalus. Setelah proses melahirkan, bayi akan menjalani serangkaian pemeriksaan
untuk melihat adanya kerusakan akibat infeksi.

7. PENULARAN
Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara. Pada toksoplasmosis kongenital,
transmisi toksoplasma kepada janin terjadi melalui plasenta bila ibunya mendapat infeksi primer
waktu hamil. Pada toksoplasmosis akuista, infeksi dapat terjadi bila makan daging mentah atau
kurang matang ketika daging tersebut mengandung kista atau trofozoit T. gondii. Tercemarnya alat-
alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini pada waktu pengolahan makanan
merupakan sumber lain untuk penyebaran T. gondii.
Pada orang yang tidak makan daging pun dapat terjadi infeksi bila ookista yang dikeluarkan
dengan tinja kucing tertelan. Kontak yang sering terjadi dengan hewan terkontaminasi atau
dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan,
mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di rumah potong hewan dan orang yang menangani daging
mentah seperti juru masak (Chahaya, 2003) . Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ
tubuh dari donor penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi T.
gondii. Infeksi juga dapat terjadi di laroratorium pada orang yang bekerja dengan binatang percobaan
yang diinfeksi dengan T. gondii yang hidup. Infeksi dengan T. gondii juga dapat terjadi waktu
mengerjakan autopsi.

6
8. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
Peranan kucing sebagai hospes definitif merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
timbulnya toksoplasmosis, karena kucing mengeluarkan berjuta juta ookista dalam tinjanya, yang
dapat bertahan sampai satu tahun di dalam tanah yang teduh dan lembab. Untuk mencegah hal ini,
maka dapat di jaga terjadinya infeksi pada kucing, yaitu dengan memberi makanan yang matang
sehingga kucing tidak berburu tikus atau burung.
Lalat dan lipas dapat menjadi vektor mekanik yang dapat memindahkan ookista dari tanah atau
lantai ke makanan (Gandahusada, 2003). Untuk mencegah terjadinya infeksi dengan ookista yang
berada di dalam tanah, dapat diusahakan mematikan ookista dengan bahan kimia seperti formalin,
amonia dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70oC yang disiramkan pada tinja kucing
(Gandahusada, 2003) . Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu yang gemar berkebun, juga
petani sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan. Di Indonesia, tanah
yang mengandung ookista T. gondii belum diselidiki (Chahaya, 2003). Sayur-mayur yang dimakan
sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada kemungkinan ookista melekat pada sayuran, makanan
yang matang harus di tutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa yang dapat memindahkan
ookista dari tinja kucing ke makanan tersebut.
Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber infeksi
dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66 0C. Daging dapat menjadi hangat pada semua
bagian dengan suhu 650C selama empat sampai lima menit atau lebih, maka secara keseluruhan
daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi yang diolah dengan
garam dan nitrat (Chahaya, 2003). Setelah memegang daging mentah (tukang potong, penjual
daging, tukang masak) sebaiknya cuci tangan dengan sabun sampai bersih.
Yang paling penting dicegah adalah terjadinya toksoplasmosis kongenital, yaitu anak yang
lahir cacat dengan retardasi mental dan gangguan motorik, merupakan beban masyarakat.
Pencegahan dengan tindakan abortus artefisial yang dilakukan selambatnya sampai kehamilan 21-
24 minggu, mengurangi kejadian toksoplasmosis kongenital kurang dari 50 %, karena lebih dari 50
%toksoplasmosis kongenital diakibatkan infeksi primer pada trimester terakhir kehamilan (Chahaya,
2003)
Pencegahan dengan obat-obatan, terutama pada ibu hamil yang diduga menderita infeksi
primer dengan Toxoplasma gondii, dapat dilakukan dengan spiramisin. Vaksin untuk mencegah
infeksi toksoplasmosis pada manusia belum tersedia sampai saat ini.

7
9. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kasus toxoplasmosis bergantung pada jenisnya. Secara umum, regimen obat
yang digunakan adalah pyrimethamine dan sulfadiazine, diberikan selama 6 minggu.
Berobat Jalan. Pengobatan toxoplasmosis diberikan dengan rute oral sehingga bila tidak ada
indikasi rawat inap, dapat dilakukan rawat jalan.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alodokter.com/toksoplasmosis
https://www.halodoc.com/kesehatan/toksoplasmosis
https://www.alomedika.com/penyakit/penyakit-infeksi/toxoplasmosis/epidemiologi
Hiswani, Toxoplasmosis penyakit zoonosis yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2003 (Jurnal)

Ir.INDRA CHAHAYA S,Msi, EPIDEMIOLOGI “TOXOPLASMA GONDII”, Bagian Kesehatan


Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2003 (Jurnal)

Soeharsono. 2002. Zoonosis Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia Volume I. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius

Anda mungkin juga menyukai