Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn H Dengan GANGGUAN

PERILAKU KEKERASAN

Oleh : Monica Poluan


D4 Tingkat 3

POLTEKKES KEMENKES MANADO

2020

10
PENDAHULUAN

11
BAB I
PENDAHULUAN

Pengertian Perilaku Kekerasan


Stuart dan Laraia (2005), menyatakan bahwa perilaku kekerasan adalah hasil dari
marah yang ekstrim (kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan
terancam baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2002).
Sehingga dapat dikatakan bahwa perilaku kekerasan merupakan :
1. Respon emosi yang timbul sebagai reaksi terhadap kecemasan yang meningkat dan
dirasakan sebagai ancaman.
2. Ungkapan perasaan terhadap keadaan yang tidak menyenangkan (kecewa, keinginan
tidak tercapai, tidak puas).
3. Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan.

Kekerasan (violence) merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressive


behaviour) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk menyebabkan penderitaan atau
menyakiti orang lain, termasuk terhadap hewan atau benda-benda. Ada perbedaan antara
agresi sebagai suatu bentuk pikiran maupun perasaan dengan agresi sebagai bentuk
perilaku. Agresi adalah suatu respon terhadap kemarahan, kekecewaan, perasaan dendam
atau ancaman yang memancing amarah yang dapat membangkitkan suatu perilaku
kekerasan sebagai suatu cara untuk melawan atau menghukum yang berupa tindakan
menyerang, merusak, hingga membunuh. Agresi tidak selalu diekspresikan berupa tindak
kekerasan menyerang orang lain, agresivitas terhadap diri sendiri, serta penyalahgunaan
narkoba hingga tindakan bunuh diri juga merupakan suatu bentuk perilaku agresi.
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini, maka perilaku
kekerasan dapat dibagi menjadi dua menjadi perilaku kekerasan verbal dan fisik (Stuart
dan Sundeen, 1995).
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat, 1996). Sedangkan menurut Depkes
RI, Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Penyakit Jiwa Jilid 1 edisi 1,
12
halaman 52 tahun 1996, marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu dimana
hasil / tujuan yang harus dicapai terhambat. Kemarahan yang ditekan atau berpura-pura
tidak marah akan mempersulit diri-sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya.
Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respon kemarahan seseorang dan fungsi
positif marah. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan
Sundeen,1995).
Respon adaptif adalah respon individu dalam penyesuaian masalah yang dapat
diterima oleh norma-norma social dan kebudayaan, sedangkan respon maladaptif, yaitu
respon individu dalam penyelesaian masalah yang menyimpang dari norma-norma social
dan budaya lingkungannya.
Rentang kemarahan dapat berfluktasi dalam rentang adaptif sampai maladaptif.
Rentang respon kemarahan (Keliat, 2003) dapat digambarkan sebagai berikut :

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Ngamuk (kekerasan)

Assertif Mengungkapkan marah Karakter assertif sebagai berikut :


tanpa menyakiti, melukai 1. Moto dan Kepercayaan : yakni
perasaan orang lain, tanpa bahwa diri sendiri berharga
merendahkan harga diri demikian juga orang lain. Assertif
orang lain bukan berarti selalu menang,
melainkan dapat menangani situasi
secara efektif. Aku punya hak,
demikian juga orang lain.
2. Pola komunikasi : efektif, pendengar
yang aktif. Menetapkan batasan dan
harapan. Mengatakan pendapat
sebagai hasil observasi bukan
13
penilaian. Mengungkapkan diri
secara langsung dan jujur.
Memperhatikan perasaan orang lain.
3. Karakteristik : tidak menghakimi.
Mengamati sikap daripada
menilainya. Mempercayai diri
sendiri dan orang lain. Percaya diri,
memiliki kesadaran diri, terbuka,
fleksibel, dan akomodatif. Selera
humor yang baik, mantap, proaktif,
inisiatif. Berorientasi pada tindakan.
Realistis dengan cita-cita mereka.
4. Isyarat bahasa tubuh (non-verbal
cues), terbuka, dan gerak-gerik
alami. Atentif , ekspresi wajah yang
menarik, kontak mata yang
langsung, percaya diri. Volume
suara yang sesuai. Kecepatan bicara
yang beragam.
5. Isyarat Bahasa (Verbal Cues)
a. “Aku memilih untuk...”
b. “Alternatif apa yang kita
miliki?”
6. Konfrontasi dan Pemecahan Masalah
a. Bernegosiasi, menawar,
menukar, dan kompromi
b. Mengkonfrontir, masalah pada
saat terjadi
c. Tidak ada perasaan negatif yang
muncul.
7. Perasaan yang dimiliki, yaitu :
antusiame, mantap, percaya diri dan
harkat diri, terus termotivasi, tahu
dimana mereka berdiri (Keliat, 1996)
14
Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan
orang assertif terhadap orang-orang dengan karakter
assertif ini adalah :
1. Hargai mereka dengan mengatakan
bahwa pandangan yang akan kita
sampaikan barangkali telah pernah
dimiliki oleh mereka sebelumnya.
2. Sampaikan topik dengan rinci dan
jelas karena mereka adalah
pendengar yang baik.
3. Jangan membicarakan sesuatu yang
bersifat penghakiman karena mereka
adalah orang yang sangat
menghargai setiap pendapat orang
lain.
4. Berikan mereka kesempatan untuk
meyampaikan pokok-pokok pikiran
dengan tenang dan runtun.
5. Gunakan intonasi suara variatif
karena mereka menyukai hal ini.
6. Berikan beberapa alternatif jika
menawarkan sesuatu karena mereka
tidak suka sesuatu yang berifat kaku.
7. Berbicaralah dengan penuh percaya
diri agar dapat mengimbangi
mereka.
Frutasi Adalah respon yang Frustasi dapat dialami sebagai suatu
timbul akibat gagal ancaman dan kecemasan. Akibat dari
mencapai tujuan atau ancaman tersebut dapat menimbulkan
keinginan. kemarahan.
Pasif Sikap permisif / pasif Salah satu alasan orang melakukan
adalah respon dimana permisif / pasif adalah karena takut /
individu tidak mampu malas / tidak mau terjadi konflik.
mengungkapkan perasaan

15
yang dialami , sifat tidak
berani mengemukakan
keinginan dan pendapat
sendiri, tidak ingin terjadi
konflik karena takut akan
tidak disukai atau
menyakiti perasaan orang
lain.
Agresif Sikap agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat
membela diri sendiri menghukum, kasar, menyalahkan, atau
dengan melanggar hak menuntut. Hal ini termasuk mengancam,
orang lain melakukan kontak fisik, berkata-kata
kasar, komentar menyakitkan dan juga
menjelek - jelekkan orang lain
dibelakang. Sikap agresif merupakan
perilaku yang menyertai marah namun
masih dapat dikontrol. Orang agresif
biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa
setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri.
Agresif memperlihatkan permusuhan,
keras dan menuntut, mendekati orang
lain dengan ancaman, memberi kata
ancaman tanpa niat melukai.Umumnya
klien masih dapat mengontrol perilaku
untuk tidak melukai orang lain.
Kekerasan Disebut sebagai gaduh Perilaku kekerasan ditandai dengan
gelisah atau amuk menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata
ancaman melukai disertai melukai di
tingkat ringan dan yang paling berat
adalah melukai merusak secara serius.
Klien tidak mampu mengendalikan diri .

16
mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan
ini, individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain
(Keliat, 2002).
2.1 Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Psikologis
Psyschoanalytical Theory : Teori ini mendukung bahwa perilaku agresif
merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku
manusia dipengaruhi oleh dua insting. Pertama, insting hidup yang diekspresikan
dengan seksualitas dan kedua, insting kematian yang diekspresikan dengan
agresivitas.
Frustation-agression Theory : Teori yang dikembangkan oleh pengikut
Freud ini berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu
tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan agresif yang pada
gilirannya akan memotivasi prilaku yang dirancang untuk melukai orang atau
objek yang menyebabkan frustasi. Jadi, hampir semua orang melakukan tindakan
agresif mempunyai riwayat perilaku agresif.
Pandangan psikologi lainnya mengenai perilaku agresif : mendukung
pentingnya peran dari perkembangan predisposisi atau pengalaman hidup. Ini
menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping
yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut :
1) Kerusakan otak organik dan retardasi mental sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan secara efektif
2) Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa
kanak-kanak atau seduction parental yang mungkin telah merusak
hubungan saling percaya dan harga diri
3) Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau
mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola
pertahanan atau koping.
b. Faktor Sosial Budaya

17
Sosial Learning Theory, teori ini mengemukakan bahwa agresi tidak
berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi
atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan, maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadi. Jadi, seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan
emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya.
Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh internal : orang yang
mengalami keterbangkitan seksual karena menonton film erotis menjadi lebih
agresif dibandingkan mereka yang tidak menonton, seorang anak yang marah
karena tidak boleh beli es krim kemudian ibunya memberinya es agar si anak
berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah, maka ia akan
mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh eksternal : seorang anak menunjukkan
prilaku agresif setelah melihat seseorang dewasa mengekspresikan berbagai bentuk
perilaku agresif terhadap sebuah boneka. Kultural dapat pula mempengaruhi
perilaku kekerasan. Adanya norma membantu mendefinisikan ekspresi agresif
mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima sehingga dapat membantu
individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor Biologis
Penelitian neurobiology mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus
elektris ringan pada hipotalamus binatang ternyata menimbulkan prilaku agresif.
Perangsangan yang diberikan terutama pada impuls periforniks hipotalamus dapat
menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya,
mendesis, mengeram, dan hendak menerkam tikus atau objek yang ada
disekitarnya. Jadi, terjadi kerusakan fungsi sistim limbic (untuk emosi dan
perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional), dan lobus temporal (untuk
interprestasi indra penciuman dan memori). Neurotransmiter yang sering dikaitkan
dengan perilaku agresif: serotonin, dolpamin, norepinefrin, asetilkoin, dan asam
amino GABA. Factor-factor yang mendukung adalah : 1) masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan, 2) sering mengalami kegagalan, 3) kehidupan yang penuh
tindakan agresif, dan 4) lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat).

d. Perilaku

18
Reinforcment yang terima pada saat melakukan kekerasan dan sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan (Keliat, 1996).

2.2 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien dan didukung
dengan hasil observasi.
1. Data Subjektif :
a. Ungkapan berupa ancaman
b. Ungkapan kata-kata kasar
c. Ungkapan ingin memukul / melukai
2. Data Objektif :
a. Wajah memerah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Mengatup rahang dengan kuat
e. Mengepalkan tangan
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Berdebat
i. Mondar-mandir
j. Memaksakan kehendak
k. Memukul jika tidak senang
l. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan terhadap
penyakit
m. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien
berada pada risiko tinggi
n. Memperlihatkan permusuhan
o. Melempar atau memukul benda atau orang lain.

TINJAUAN KASUS

19
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn ”H“

DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA


I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn “H”
Insial : Laki-laki
Umur : 33 Tahun
Alamat : Batukliang, Lombok Tengah
Agama : Islam
Informan : Klien
No RM :

II. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT


Mengamuk, suka mengancam, berbicara keras.
-Keluhan utama ( saat di kaji ) :
Klien mengatakan cepat tersinggung dan ingin mengamuk, emosi labil.
Masalah Keperawatan: Resiko Perilaku Kekerasan

III. FAKTOR PREDIPOSISI


1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu ? (Ya)
Klien mengatakan pernah masuk Rumah sakit jiwa 2 kali
2. Pengobatan sebelumnya ( Kurang berhasil )
Klien mengatakan sepulang dari Rumah sakit, klien tidak meminum obat
dengan teratur.
3. Aniaya fisik
Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik seperti aniaya kekerasan
dalam keluarga dan pernah memukul orang lain karena sering diejek.
Masalah keperwatan : Resiko Perilaku Kekerasan
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ( Tidak Ada )
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
seperti yang di alami dirinya.

20
Masalah keperawatan : Tidak Ada
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Klien mengatakan tidak pernah mengalami masa lalu yang tidak menyenagkan,
namun menurut klien hal yang paling tidak menyenagkan adalah jauh dari
keluarganya, terutama ibunya.

IV. FISIK
1. Tanda-tanda vital

 TD = 110/90 mmHg
 N = 96 x/m
 S = 370C
 RR = 20 x/m

2. Keluhan fisik ( Tidak Ada )


Masalah keperawatan : Tidak Ada
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Klien
: Perempuan : Garis perkawinan
21
: Garis keturunan
: Meninggal (Laki)
: Meninggal (Pr)
: tinggal serumah

22
Penjelasan :
Klien mengatakan kalau kakek dan neneknya telah meninggal dunia. Klien tinggal
serumah bersama orang tuanya. Klien merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara.

2. Konsep diri:
a. Citra tubuh
Klien mengatakan anggota tubuhnya baik dan klien menyukai tubuhnya apa
adanya
b. Identitas diri
Klien mengatakan anak terakhir dari 6 bersaudara. Klien bersekolah hanya
sampai SD, lalu bekerja sebagai buruh tani.
c. Peran
Klien mengatakan berperan sebagai anak ke-6 dalam keluarga. Klien belum
menikah. Biasanya klien membantu pekerjaan ibunya di rumah seperti
mencuci, menyapu dan membantu ayahnya dalam beraktivitas karena ayahnya
dalam kondisi buta.
d. Ideal diri
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan segera pulang berkumpul bersama
keluarganya dan bekerja serta menikah
e. Harga diri
Klien mengatakan merasa malu dengan orang lain
Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah
3. Hubungan social
a) Orang yang terdekat
Klien mengatakan orang yang berarti dalam hidupnya adalah ibunya.
b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :
Klien ikut berperan aktif dalam kegiatan kelompok.
c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Klien mengatakan memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
karena merasa malu, dan tidak pandai dalam memulai percakapan.

23
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
4. Spriritual
a. Nilai dan keyakinan
Nilai dan keyakinan yang dipegang oleh klien adalah nilai – nilai islam dan
klien mengatakan shalat itu wajib.
b. Kegiatan Ibadah
Kegiatan ibadah klien adalah shalat, dan tidak pernah lalai untuk shalat
Masalah Keperawatan : Tidak Ada.
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan klien cukup rapi, rambut lurus, kemudian menggunakan baju yang
seharusnya, dan mandi 2 kali dalam sehari. Klien cukup memperhatikan
penampilannya.
2. Pembicaraan
Klien berbicara dengan keras, agak kacau serta terlihat cepat tersinggung
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
3. Aktivitas motorik
Klien terlihat sehat dan selalu mengikuti kegiatan yang ada di rumah sakit
4. Alam perasaan
Klien mengatakan merasa senang dan bahagia tinggal di Rumah Sakit.
5. Afek
Afek klien labil, cepat marah dan tersinggung.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
6. Interaksi selama wawancara
Interaksi selama wawancara klien baik, namun kontak mata tajam.
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
7. Persepsi
Klien mengatakan tidak pernah mendengar bisikan-bisikan aneh ataupun melihat
bayangan-bayangan aneh juga.
8. Proses pikir

24
Proses fikir klien adalah flight of ideas karena sering megganti topic pembicaraan
tanpa menyelesaikan topic pertama.
Masalah keperawatan : Waham
9. Isi Pikir
Klien mengatakan dirinya memiliki suatu ilmu dan pernah bekerja di luar daerah
serta menganggap dirinya memiliki kekuatan.
Masalah Keperawatan : Waham
10. Tingkat kesadaran
Compos mentis (Klien sadar akan dirinya)
Tingkat kesadaran klien baik dan klien tidak mengalami disorientasi terhadap
waktu, tempat dan orang. Buktinya klien masih mengingat tanggal masuk rumah
sakit dan dia tahu berada di ruang Angsoka.
11. Memori
Klien tidak mengalami gangguan daya ingat karena klien mampu menjelaskan
kegiatan sehari-hari dan juga menceritakan pengalaman-pengalaman saat sebelum
masuk rumah sakit.
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tingkat konsentrasi Klien baik karena masih dapat berhitung dan dapat menjawab
perhitungan sederhana yang diberikan perawat.
13. Kemampuan penilaian
Kemampuan penilaian klien mengalami gangguan penilaian ringan. Klien bisa
tidak bisa memilih antara dua pilihan.
14. Daya tilik diri
Klien mengatakan dirinya sehat dan tidak semestinya dibawa ke Rumah Sakit.

VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Makan
Klien makan 3 kali sehari dengan tanpa bantuan.
2. BAK/BAB
Klien dapat defekasi atau berkemih tanpa bantuan dengan frekueansi kurang
lebih 4x sehari.

25
3. Mandi
Klien bisa mandi 2 kali sehari pagi dan sore hari tanpa bantuan orang lain
4. Berpakaian/berhias
Klien dapat berpakaian dengan rapi tanpa bantuan orang lain.
5. Istirahat dan tidur
Klien tidak mengalami gangguan tidur. Klien tidur siang 4-5 jam dan untuk
tidur malam 8-9 jam. Aktivitas sebelum tidur biasanya pasien hanya berjalan-
jalan dan mengobrol bersama teman sekamar maupun perawat.
6. Penggunaan obat
Untuk pengguanaan obat Klien tidak membutuhkan bantuan karena Klien bisa
melakukannya sendiri dan mengetahui obat-obat yang di konsumsi
7. Pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan jarang pergi ke pusat kesehatan untuk memeriksakan diri.
8. Aktivitas di dalam rumah
Klien mampu melakukan kegiatan rumahan dengan baik misalnya, mononton TV,
menyiapkan makanan ataupun menjaga kerapian rumah.
9. Aktivitas di luar rumah
Klien masih dapat melakukan aktivitas diluar rumah secara mandiri seperti
berkendaraan ataupun berjalan-jalan dan mengobrol dengan keluarganya.

VIII. MEKANISME KOPING


Mekanisme koping maladaptif karena klien mengatakan saat dia mengalami
masalah biasanya klien merusak barang-barang di sekitarnya
Masalah Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


a. Masalah dukungan kelompok
Klien mengatakan keluarga dan saudaranya mendukung untuk kesembuhannya
b. Masalah hubungan dengan lingkungan
Klien megatakan mengalami masalah dengan lingkungan karena sering diejek
dan ingin memukul orang-orang yang mengejeknya.

26
c. Masalah dengan pendidikan
Klien mengatakan putus sekolah sejak kelas 5 SD.
d. Masalah dengan pekerjaan
Klien tidak mengalami masalah dalam bekerja
e. Masalah ekonomi
Klien mengatakan hidupnya dan keluarganya masih mampu dan berkecukupan.

X. KURANG PENGETAHUAN TENTANG


Klien kurang mampu menahan diri untuk memukul orang karena orang-orang
sekitarnya selalu mengejeknya.
Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

XI. ANALISA DATA


N DATA MASALAH KEPERAWATAN
O
1 Gejala dan tanda mayor
DS : Perilaku Kekerasan
-Mengancam D.0132
-Mengumpat dengan kata kata kasar
-Suara keras
-Bicara ketus
DO:
-Menyerang orang lain
-Melukai diri sendiri
-Merusak lingkungan
-Perilaku agresif/amuk
Gejala dan tanda minor
Ds:
-
DO:
-Mata melotot

27
-tangan mengepal
-Rahang mengatup
-Wajah memerah
-Postur tubuh kak
2 Gejala dan tanda mayor
Waham
DS :
D.0105
-Mengungkapkan isi waham
DO:
-Menunjukan perilaku sesuai isi waham
-Isi pikir tidak sesuai realitas
-Isi pembicaraan sulit di mengerti
Gejala da tanda minor
DS:
-Merasa sulit berkonsentrasi
-Merasa khawatir
DO:
-Curiga berlebihan
-Waspada berlebihan
-Bicara berlebihan
-Sikap menentang atau permusuhan

XII. POHON MASALAH

Perilaku Kekerasan

Resiko perilaku kekerasan

Waham : Kebesaran

Harga Diri Rendah

28
B. INTERVENSI

TUJUAN &
DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI

PERILAKU Kontrol diri Manajemen Keselamatan Lingkngan


KEKERASAN L.09076 I.14513
D.0132 -Verbelisasi ancaman Observasi
kepada orang lain -Identifikasi kebutuhan keselamatan kondisi
menurun dengan skor fisik,fungsi kognitif dan riwayat perilaku
5 -Monitor perubahan status keselamatan
-Verbalisasi umpatan lingkungan
perilaku menyerang Terapeutik
menurun dengan skor -Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
5 fisik,biologi dan kimia
-Perilaku merusak -Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan
lingkungan sekitar bahaya dan resiko
menurun dengan skor
5
-Perilaku
agresif/amuk
menurun dengan skor
5
-Suara keras menurun
dengan skor 5
-Perilaku
mmerencanakan
bunuh diri menurun
dengan skor 5
-Alam perasaan
depresi menurun
dengan skor 5

29
Status Orientasi Manajemen Waham
WAHAM L.09090 I.09295
D.0105 -Verbalisasi waham Observasi
menurun dengan skor -Monitor waham yang isinya membahayakan
5 diri sendiri,orang lain dan lingkungan
-Perilaku sesuai Terapeutik
realita membaik - Bina hubungan interpersonal saling percaya
dengan skor 5 -Tunjukan sikap tidak menghakimi secara
-Isi pikir sesuai konsisten
realita pembicaraan -Diskusikan waham dengan berfokus pada
membaik dengan perasaan yang mendasari waham
skor 5 -Berikan aktivitas rekreasi dan pengalihan
-Konsentrasi sesuai kebutuhan
membaik dengan Edukasi
skor 5 -Anjurkan melakukan rutinitas harian secara
-Kemampuan konsisten
mengmabil
keputusan membaik
dengan skor 5

30
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI

1. PERILAKU KEKERASAN -Mengidentifikasi kebutuhan keselamatan


D.0132 kondisi fisik,fungsi kognitif dan riwayat
perilaku

-Memonitor perubahan status keselamatan


lingkungan

-Menghilangkan bahaya keselamatan


lingkungan fisik,biologi dan kimia

-Memodifikasi lingkungan untuk


meminimalkan bahaya dan resiko

2. WAHAM -Memonitor waham yang isinya


D.0105 membahayakan diri sendiri,orang lain dan
lingkungan

- Membina hubungan interpersonal saling


percaya

-Menunjukan sikap tidak menghakimi secara


konsisten

-Mendiskusikan waham dengan berfokus


pada perasaan yang mendasari waham

-Memberikan aktivitas rekreasi dan


pengalihan sesuai kebutuhan

-Anjurkan melakukan rutinitas harian secara


konsisten

31

Anda mungkin juga menyukai