Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


TENTANG
SPIRITUALITAS sebagai JALAN MENUJU TUHAN

DISUSUN OLEH
SNT -22
KELOMPOK 1 :
1. RINA SEPTIYA
2. SALSA RIZKIKA AULIA
3. SINTA DEVI HARYANTI
4. MIRA ZALILA

UNIVERSITAS MATARAM
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara etimologis spiritualitas berasal dari kata “spirit”. Dalam literatur
agama dan spiritualitas, istilah “spirit” memiliki dua makna substansial, yaitu:
1. Karakter dan inti dari jiwa-jiwa manusia yang masing-masing saling
berkaitan, serta pengalaman dari keterkaitan jiwa-jiwa tersebut yang
merupakan dasar utama dari keyakinan spiritual. “Spirit” merupakan
bagian terdalam dari jiwa, dan sebagai alat komunikasi atau sarana yang
memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan Tuhan.
2. “Spirit” mengacu pada konsep bahwa semua “spirit” yang saling
berkaitan merupakan bagian dari sebuah kesatuan yang lebih besar.
Sedangkan istilah tuhan dalam sebutan al quran digunakan kata ilaahun
yaitu setiap yang menjadi penggerak atau motivator sehingga dikagumi dan
dipatuhi oleh manusia. Dalam filsafat islam, tuhan diyakini sebagai zat maha
tinggi yang nyata dan esa, pencipta yang maha kuat dan maha tahu, yang
abadi, penentu takdir, dan hakim bagi semesta alam. Islam menitikberatkan
konseptualisasi tuhan sebagai yang maha tunggal dan maha kuasa (tauhid).
Dia itu wahid dan esa (ahad), maha pengasih dan maha kuasa. Menurut para
mufasir (ahli agama), melalui hadist al quran (al-alaq/96:1-5), tuhan
menunjukkan dirinya sebagai pengajar manusia. Tuhan mengajarkan manusia
berbagai hal termasuk diantaranya konsep ketuhanan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dan karakteristik spiritualitas dan urgensinya dalam
membentuk karakte rmanusia bertuhan
2. Mengapa manusia harus bertahan dan bagaimana kaitannya dengan
spiritualitas
3. Apa saja sumber historis, sosiologis, politik, dan filosofis tentang konsep
ketuhanan
4. Bagaiman argument tentang pentingnya spiritualitas dalam konteks dunia
modern
5. Apa esensi (makna) danurgensi (pentingnya) spiritualitas dalam
pengembangan karakter manusia bertuhan
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dan karakteristik spiritualitas dan urgensinya dalam
membentuk karakter manusia bertuhan.
2. Mengetahui manusia harus bertuhan dan bagaimana kaitannya dengan
spiritualitas.
3. Mengetahui sumber historis, sosiologis, politik, dan filosofis tentang konsep
ketuhanan.
4. Mengetahui argument tentang pentingnya spiritualitas dalam konteks dunia
modern.
5. Mengetahui Esensi (makna) danurgensi (pentingnya) spiritualitas dalam
pengembangan karakter manusia bertuhan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSEP KETUHANAN
Merumuskan konsep ketuhanan dalam islam bukanlah pekerjaan mudah,
bukan pula pekerjaan susah. Merumuskan sendiri hakikat tuhan pun terus
dipermasalahkan .siapakah dan bagaimanakah tuhan terus dicari sebagai fitrah
seorang hamba yang akan selalu memerlukan eksistensi tertinggi yang dapat
menjadi tempat bertumpu dan berlindung.
Tentang tuhan, dalam agama islam dikenal konsep tauhid yang tentunya
sudah melekat dalam hati umat islam. Tauhid berasal dari bahasa arab yaitu
wahhada yang berarti menunggalkan, mengesakan. Maka, tauhid dapat
dikatakan sebagai sebuah konsep yang diyakini bahwa tuhan umat islam
(allah) adalah esa. Menurut ibnu katsir membagi tauhid secara konseptual
dalam dua bentuk, yaitu :
1. Tauhid formalis (tauhidul ism)
Tauhid formalis (tauhidul ism), yaitu meyakini bahwa allah adalah esa
secara otomatis dengan namanya tersebut, maka penyebutan dengan nama
lain selain allah tidak diperbolehkan.
2. Tauhid konseptual (tauhidul ma’na)
Tauhid konseptual (tauhidul ma’na), yaitu konsep tauhid yang
mementingkan sisi konseptual bahwa ketuhanan dalam islam adalah esa
.oleh karena itu QS. AL ISRA’ ayat 110 mengatakan bahwa:

Artinya:
“serulah dia allah atau Ar-rahman, nama apapun yang kamu pakai untuk
memanggilnya, ingatlah bahwa dia itu mempunyai nama-nama baik…”
(ALISRA’ 17:110)
Konsep tauhid ini juga diperkuat oleh sebuah surat dalam al quran yang
secara totalitas membicarakan tengtang keesaan allah , yaitu surah al ikhlas:

Artinya:
“katakanlah bahwa allah itu esa …”(AL IKHLAS/112:1)
2. ALASAN MENGAPA MANUSIA HARUS BERTUHAN KAITANNYA
DENGAN SPIRITUALITAS
Al quran memandang manusia sebagai makhluk yang termulia karena ia
dibekali dengan akal budi. Namun, Al-Quran juga memperingatkan umat
manusia bahwa mereka akan mengalami kejatuhan manakala perilakunya
lebih didominasi oleh hawa nafsu. Dalam ranah pribadi berbagai bentuk
penyelewengan moral dan etika menjadi indikator konkret jatuhnya martabat
manusia. Dalam tataran sosial hawa nafsu menggerogoti empati manusia
sehingga alih-alih untuk membangun relasi yang harmonis antarsesama umat
manusia justru lebih mengedepankan egosentrismenya masing-masing.
Agar manusia kembali memiliki etika moral dan sentuhan manusiawi
dalam kehidupannya, maka penguatan spiritualitas perlu dilakukan. Penguatan
spiritualitas ini secara filosofis dikatakan sebagai penguatan visi Ilahi, potensi
bertuhan, atau kebertuhanan. Untuk mencapai visi Ilahi yang kokoh,
diperlukan proses pengaktualisasian akhlak Tuhan yang ada dalam diri setiap
manusia.
Dalam bahasa agama “spirit” sering dipadankan dengan “roh”. Roh sendiri
dapat diartikan sebagai daya manusia untuk mengenal dirinya sendiri,
mengenal Tuhannya dan mencapai ilmu pengetahuan, sehingga dapat
menentukan manusia berkepribadian, berakhlak mulia serta menjadi motivator
sekaligus penggerak bagi manusia dalam melaksanakan perintah allah swt.
Orang yang memiliki kesadaran spiritual akan memiliki beberapa karakter, di
antaranya: mampu menemukan kekuatan Yang Mahabesar, merasakan
kelezatan ibadah, menemukan nilai keabadian, menemukan makna dan
keindahan hidup.
Bagi mereka yang mempunyai kecerdasan spiritual, dunia diletakkan
sebagai titik tolak dan pijakan untuk menuju akhirat. Dunia dengan durasi
waktu yang dimilikinya hanya dikerjakan sebagai jalan (syāri’, tharīq, shirāth)
untuk mencapai sebuah produk yang disebut akhirat.
Orang-orang yang memiliki kesadaran spiritual memiliki dedikasi kerja
yang lebih tulus dan jauh dari kepentingan pribadi (egoisme), apalagi
bertindak zalim kepada orang lain. Mereka memiliki kepedulian terhadap
sesama, memiliki integritas moral yang tinggi, saleh, dan peduli kepada masa
depan umat manusia.
3. SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIK, dan FILOSOFIS
tentang KONSEP KETUHANAN
a. Sumber Historis tentang konsep ketuhanan
Pada mulanya tuhan ditasbihkan sebagai representasi arwah nenek
moyang. Dimana pada zaman pra-sejarah, orang yang akan mati arwahnya
akan abadi untuk mendampingi orang yang masih hidup. Sejak zaman
purba kala sebelum manusia mengenal ilmu pengetahan, indkasi tentang
pencarian tuhan yang berkuasa dibalik adanya alam telah ada. Manusia
senan tiasa bertanya tentang siapa dibalik adanya alam semesta ini.
Apakah alam semesta terjadi dengan sendirinya atau ada kekuatan lain
yang menggatur alam semesta. Bertitik tolak dari keinginan manusia untuk
mengetahui keberadaan alam semesta ini, maka manusiamencoba
mengkajinya sesuai dengan kemampuan dengan akal yang dimilikinya.
Berdasarkan hasil dari kajian – kajian yang dilakukan, manusia sejak
zaman primitif, sudah mempercayai adanya kekuatan lain diluar diri
manusia yakni tuhan. Namun, kepercayaan adanya tuhan berbeda –beda.
Hal ini disebakan perbedan kemampuan akal manusia. Pada dasarnya
keberadaan tuhan sangat erat hubunganya dengan alam nyata. Dalam hal
ini dapat dilihat pada alam semesta dan isinya.
Dalam sejarah perkemangan pemikiran ketuhanan, manusia mengalami
perkembangan kepercayan tentang tuhan, sebagaiman yang terjadi pada
perkembangan ilmu dan tekologi. Fitrah manusia pada dasarnya memerlukan
kepercayaan. Kepercayaan ini akan melahirkan tata nilai guna menopang
budaya hidupnya.
b. Sumber Sosiologis tentang Konsep Ketuhanan
Konsep tentang kebertuhanan sebagai bentuk ekspresi kolektif suatu
komunitas beragama merupakan wilayah pembahasan sosiologi agama.
Sosiologi agama merupakan cabang ilmu sosiologi yang mempelajari
secara khusus masyarakat beragama. Objek dari penelitian sosiologi
agama adalah masyarakat beragama yang memiliki kelompok-kelompok
keagamaan. Seperti, kelompok Kristen, Islam, Buddha, dan lainlain.
Sosiologi agama memang tidak mempelajari ajaran-ajaran moral, doktrin,
wahyu dari agama-agama itu, tetapi hanya mempelajari fenomena-
fenomena yang muncul dari masyarakat yang beragama tersebut. Namun
demikian, ajaran-ajaran moral,doktrin, wahyu, dapat dipandang
sebagaivariabel-variabel yang mempengaruhi fenomena-fenomena yang
terjadi tersebut.Penjelasan tentang fenomena alam dan sosial sering kali
dibingkai dalam mitos. Mitos adalah penjelasan tentang sejarah dan
pengalaman kemanusiaan dengan menggunakan kacamata Tuhan. Pendek
kata, dalam masyarakat yang belum maju tingkat pendidikannya, setiap
permasalahan selalu dikaitkan dengan Tuhan. Sebaliknya, dalam
masyarakat yang telah mengalami rasionalisasi dengan kemajuan
pendidikan, sains, dan teknologi, maka porsi yang diberikan kepada Tuhan
menjadi semakin berkurang. Hal itu karena semua fenomena alam dan
sosial budaya dengan rasionalisme dan perkembangan iptek dapat
dijelaskan dengan mudah.
c. Sumber Politik tentang Konsep Ketuhanan
Ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan keyakinan
adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya.
Keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu kepercayaan
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan
suatu kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar yang dapat
diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Agama hendaknya menjadi titik konvergen (pertemuan) dari berbagai
ajaran moral, kepentingan, keyakinan, serta niat untuk membangun. Ada
beberapa syarat dialog antar umat beragama:
1. Dialog beragama mesti berdasarkan pengalaman religius atau
pengalaman beriman yang kokoh.
2. Dialog menuntut keyakinan bahwa religi lain juga memiliki dasar
kebenaran pula.
3. Dialog harus didasari keterbukaan pada kemungkinan perubahan yang
tulus (pemahaman)
Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan
ketuhanan yang Maha Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan
kepada setiap penduduk untuk memeluk agama sesuai dengan
keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
Bagi dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam
hal ketuhanan yang Maha Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang
anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti keagamaan serta tidak boleh ada
paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak ada paham yang
meniadakan Tuhan yang Maha Esa (atheisme)
d. Sumber Filosofis tentang Konsep Ketuhanan
Banyak argumen yang diajukan oleh para filsuf Islam, sebagai kaum
pemikir / rasionalis untuk menjelaskan hakikat Tuhan dan cara bertuhan
yang benar. Menurut Mulyadhi Kartanegara, paling tidak terdapat tiga
argumen filsafat untuk menjelaskan hal tersebut, yaitu: 1) dalil al-ḫudūts,
2) dalil al-īmkān, dan 3) dalil al-‘ināyah. Argumen pertama diperkenalkan
oleh al-Kindi (w. 866), yang kedua oleh Ibn Sina (w.1037), dan yang
ketiga oleh Ibn Rusyd (w.1198). Dalam argumen al-ḫudūts, Al-Kindi
dengan gigih membangun basis filosofis tentang kebaruan alam untuk
menegaskan adanya Tuhan sebagai pencipta. Tuhan dikatakan sebagai
sebab pertama, yang menunjukkan betapa Ia adalah sebab paling
fundamental dari semua sebab-sebab lainnya yang berderet panjang.
Sebagai sebab pertama, maka Ia sekaligus adalah sumber bagi sesuatu
yang lain, yakni alam semesta.
4. PENTINGNYA SPIRITUALITAS MODERN
Spiritualitas merupakan hubungan pribadi seseorang yang
dimanifestasikan dalam sikap dan tindakan sehari-hari dalam hidup
(Heuken:1994). Spiritual dalam pengertian luas merupakan hal yang
berhubungan dengan spirit, sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran yang
abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan
dengan sesuatu yang bersifat duniawi, dan sementara. Spiritual dapat
merupakan ekspresi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih
kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang, dan lebih
dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual
adalah memiliki arah tujuan, yang secara terus – menerus meningkatkan
kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan
yang lebih dekat dengan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan
salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan pikiran.
Menurut Burkhardt (1993) “spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian
dalam kehidupan
2. Menemukan arti dan tujuan hidup
3. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan
dalam diri sendiri
4. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan orang
lain.
Spiritualitas sangat penting sekali untuk manusia modern saat ini. Dalam
konteks ini, manusia modern yang dimaksudkan dalam kajian ini adalah
mereka yang materialis, konsumeris, individualis, pergaulan bebas serta
terlibat dalam peperangan, konflik dan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Dengan menghidupi aspek rohaniah dalam segala tindakan dan perbuatan
maka dapat terhindarkan dari segala macam bentuk kejahatan dan kecurangan.
Apabila manusia modern hidup dalam Cinta Kasih Allah maka ia akan lebih
menghargai sesamanya bukan membunuh sesamanya dalam perang ataupun
dalam bentuk KKN. Dengan menghidupi spiritualitas ini maka manusia dapat
hidup aman dan damai meskipun memiliki perbedaan satu dengan yang lain
baik perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan. Dengan demikian maka
spiritualitas menjadi penting bagi kehidupan manusia modern sekarang ini,
terutama bagi diri sendiri dan orang disekitar kita.
5. PENTINGNYA SPIRITUALITAS dalam KEHIDUPAN MANUSIA
Istilah spiritual dapat didefinisikan sebagai pengalaman manusia secara
umum dari suatu pengertian akan makna, tujuan dan moralitas.Oleh karena
itu, seseorang sering mengatakanagama sebagai spiritualitas. Karena agama
sendiri adalah moral, yaitu moral hamba pada Tuhannya, hamba pada dirinya
sendiri, dan hamba dengan sesamanya (masyarakat dan lingkungan/alam
semesta).Orang yang memiliki spiritualitas berarti orangyang bertindak sesuai
hati nurani.Dalam konteks individual, ketika seorang mengalami penyakit,
kehilangan,galau dan stres, kekuatan spiritual dapat membantu individu
tersebut menuju penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui
pemenuhan kebutuhan spiritual.Dalam konteks bermasyarakat, spiritualitas
berperan dalam meningkatkan rasa solidaritas antar sesama makhluk sosial,
rasa saling membutuhkan dan saling menolong satu samalain merupakan
dorongan dari dalam diri setiap orang.Ruhatau jiwamemiliki fungsi yang
sangat dominan dalam diri manusia. Oleh karena itu, krisis spiritual dapat
menyebabkan terjadinya berbagai penyakit jiwa yang dapat menimbulkan
berbagai kemudharatan bagi diri sendiri maupun orang lain, akan menurunkan
martabat manusia ke jurang kehancuran yang mengancam peradaban dan
eksistensi manusia, dan dengan spiritualitas manusia modern
akanmendapatkanketenangan hati yang akan membuahkankebahagiaan.
BAB III
KESIMPULAN
 Spiritual
Spiritual dalam pamdangan islam memiliki makna yang sama dengan ruh.
Ruh merupakan esensi dari hidup manusia, ia diciptakan langsung dan
berhubungan dengan realitas yang lebih tinggi yaitu penciptanya.
 Ketuhanan
Dalam filsafat islam, tuhan diyakini sebagai zat maha tinggi yang nyata dan
esa, pencipta yang maha kuat dan maha tahu, yang abadi, penentu takdir, dan
hakim bagi semesta alam
DAFTAR PUSTAKA
1. Aminuddin,dkk. Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi
Umum, (Bogor, 2002) ,Ghalia Indonesia
2. Harun Nasution Muhammad Abduh dan Teknologi Rasional Mu’tazla,
(Jakarta: UI Pres, 2004),
3. Hossein, Nasr Seyyed. 1994. Menjelajah Dunia Moderen : Bimbingan
untuk Generasi Muda Muslim. Bandung : Mizan.
4. Mubarok, Ahmad. 2002. Pendekatan Menuju Allah. Jakarta : Khazanah
Baru.
5. Aman, Saifudin. 2013. Tren Spiritualitas Milenium Ketiga. Jakarta:
Ruhama.
6. Sauq, Achmad. 2010. Meraih Kedamaian Hidup Kisah Spiritualitas
Orang Modern. Yogyakarta: Sukses Offset.

Anda mungkin juga menyukai