dab 266,093
sin β =
o
d. Hitung jarak dap = sin 44 58’ 14” = 190,220 m
sin θ o
sin 98 38' 37"
∆xab 238,329 o
e. Hitung tan αab = = = – 2,0577528 maka αab = – 64 04’ 54”
∆yab − 116,306
o o o
Karena arah azimut ke kuadran II maka αab = – 64 04’ 54 + 180 = 115 55’ 06”
o o o
f. Hitung azimut αap = αab – α = 115 55’ 06” – 36 23’ 09” = 79 31’ 57”
g. Koordinat P dapat ditentukan:
o
xp = xa + dap sin αap = 33.338,879 + 190,220 sin 79 31’ 57” = 33.525,933 m
o
yp = ya + dap cos αap = 24.108,332 + 190,220 cos 79 31’ 57” = 24.142,891 m
Jadi koordinat P = (33.525,933 m, 24.142,891 m)
2.2.2 Poligon
Poligon adalah salah satu teknik penentuan koordinat suatu rangkaian titik di lapangan
berdasarkan data pengamatan azimut, sudut, dan jarak. Rangkaian poligon titik tersebut akan
digunakan sebagai acuan pemetaan yang disebut dengan istilah kerangka peta. Poligon
dibedakan atas : Poligon Terbuka dan Poligon Tertutup
A. Poligon Terbuka
Poligon terbuka adalah poligon memanjang yang tidak kembali ke titik awal. Jadi titik akhir poligon
tidak berimpit dengan titik awal poligon. Poligon terbuka digunakan untuk pengukuran kerangka
horizontal daerah proyek yang bersifat memanjang Contoh : pemetaan untuk proyek jalan, rel
kereta api, irigasi, sungai, jalur tilpon, jalur listrik, pipa PAM, saluran drainasi.
b. Poligon Terbuka Terikat Sebagian : poligon ini hanya diikat titik kontrol berkoodinat pada
salah satu ujungnya saja. Jenis poligon ini terpaksa digunakan bila di lokasi proyek tidak
terdapat banyak titik kontrol. Untuk menghindari kesalahan pengukuran, pada poligon ini harus
dilakukan pengukuran berulang dengan sangat teliti.
c. Poligon Terbuka Lepas : poligon ini sama sekali tidak memiliki titik kontrol berkoordinat. Untuk
pekerjaan pemetaan teliti, jenis poligon ini harus dihindari karena tidak bisa dilakukan kontrol
koordinat. Jika terpaksa dilakukan, ukurlah sudut, azimut, dan jarak dengan sangat teliti dan
beberapa kali untuk mengurangi kemungkinan salah pengukuran. .
15
Bentuk Poligon Terbuka Terikat Sempurna
αcd αeq
αab
C αde
αp αbc E
a A Q
D
P B
Gambar 2.6 Poligon Terbuka Terikat Sempurna
Pada poligon terbuka terikat sempurna ini, data yang diukur adalah :
Sudut A, B, C, D dan E
Jarak PA, AB, BC, CD, DE, dan EQ
Azimut αpa dan azimut αeq
Data yang diketahui adalah Koordinat titik P dan titik Q
Yang akan ditentukan: Koordinat titik A, B, C, D, dan E
C
E Q
A
D
P B
16
Contoh Hitungan Poligon Terbuka Terikat Sempurna
B
R
Q S
C
P A
Catatan: αrs hasil hitungan ini harus sama dengan αrs hitungan sebelumnya
17
∆xab = dab sin αab = 128,119 sin 46 30’ 04” = 92,936 m
o
∆xbc = dbc sin αbc = 99,992 sin 344 56’ 46” = – 25,970 m
o
∆xcr = dcr sin αcr = 101,782 sin 286 06’ 32” = –97,786 m
o
18
Yc = 2.601,136 m + 96,561 m + 0,003 m = 2.697,699 m
Yr = 2.697,699 m + 28,241 m + 0,003 m = 2.725,944 m
Dengan demikian diperoleh koordinat A = (5.719,165 m, 2.512,942 m), B = (5.812,109 m,
2.601,136 m), C = (5.786,144 m, 2.697,699 m).
Catatan:
• Yr hasil hitungan ini harus sama dengan Yr yang diketahui
• Perhitungan poligon dilakukan menggunakan perangkat lunak. Akan dijelaskan secara rinci
saat praktikum. Dua perangkat yang umum digunakan adalah Microsoft Excel dan LDD.
• Untuk penggambaran peta, titik berkoordinat tersebut diplotkan sesuai skalanya. Terdapat
beberapa perangkat lunak untuk menggambarkan peta,antara lain AutoCad untuk
penggambaran peta biasa dan AutoCadMap untuk penggambaran peta dalam Sistem
Informasi Geografis (SIG)
B. Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah rangkaian poligon melingkar yang kembali ke titik awal, sehingga titik akhir
berimpit dengan titik awal. Poligon tertutup digunakan untuk pengukuran kerangka horizontal
daerah proyek yang berbentuk luasan. Contoh : pemetaan untuk kampus Unila, daerah
perkebunan, daerah permukiman, daerah perkotaan, dll.
αab B
C
A (xa, ya)
D
E
19
Contoh Perhitungan Poligon Tertutup
20
5. Hitung absis B, C, D, dan E berdasarkan absis terkoreksi
Xb = 2,346.325 m + 80,738 m – 0,006 m = 2.427,057 m
Xc = 2.427,057 m + 46,827 m – 0,006 m = 2.473,879 m
Xd = 2.473,879 m – 83,835 m – 0,007 m = 2.390,037 m
Xe = 2.390,037 m – 95,582 m – 0,008 m = 2.294,447 m
Xa = 2.294,447 m – 51,883 m – 0,005 m = 2,346.325 m
21
TUGAS MANDIRI BAB II
Tugas Subbab 2.1
o
1. Hasil pengukuran titik P dan Q diperoleh data jarak PQ = 295,852 m dan azimut PQ = 154 54’ 11”
Koordinat titik P = (7.378,165 m, 5.882,637 m) Tentukan koordinat titik Q
2. Diketahui koordinat A (5.540,531 m, 4.766,483 m) dan koordinat B (5.288,467 m, 5.549,844 m)
Hitung Jarak dan Azimut AB
22
BAB III
PENENTUAN KETINGGIAN
3.1 Pendahuluan
Tinggi titik .adalah jarak vertikal titik tersebut terhadap bidang acuan tinggi tertentu. Dalam
pemetaan untuk keperluan praktis, bidang acuan itu adalah bidang muka laut rata-rata. Disebut
bidang Geoid. Untuk keperluan ilmiah, bidang yang digunakan adalah bidang elipsoid bumi.
Informasi tinggi ini sangat diperlukan untuk perencanaan sipil seperti jalan,irigasi, dan lain-lain.
Jaringan titik-titik tinggi untuk daerah luas harus memiliki bidang referensi sama. Penentuan
ketinggian dari satu titik ke titik lainnya dilakukan dengan mengukur beda tinggi. Dalam pekerjaan
survey dan pemetaan dikenal tiga metode penentuan beda tinggi, yaitu: metode barometris,
metode trigonometris, dan metode waterpassing / sipat datar :
B E
D permukaan tanah
A ∆hab
C
∆hab = Hb – Ha
Ha Hb Hc Hd He
bidang acuan tinggi
Metode ini sederhana dan praktis, namun ketelifian beda tinggi yang dihasilkan relatif rendah,
dengan kesalahan sekitar 0,5 meter. Metode ini cocok untuk penentuan tinggi yang tidak terlalu
akurat, misalnya untuk survey pendahuluan. Koreksi harus diberikan terkait suhu dan kelembaban
udara saat pengukuran.
23
3.3 Metode Trigonometris
Penentuan tinggi ini didasarkan pada prinsip perhitungan segitiga vertikal. Data yang diukur adalah
bacaan rambu: benang atas, benang tengah. dan benang bawah, sudut vertikal, dan tinggi alat.
Alat yang digunakan adalah teodolit dan rambu ukur. Misal akan diukur beda tinggi dan jarak
datar titik A dan B. Theodolit didirikan di A dan rambu ditegakkan di B. Garis bidik diarahkan ke
rambu, baca ba, bt, dan bb dan sudut vertikal Sh (sudut heling) atau Sz (sudut zenit) dan tinggi alat
Sz B ta = tinggi alat
Sv
teodolit ta ∆hab = beda tinggi titik A dan B
A D
D = jarak mendatar
Gambar. 3.3 Metode Trigonometri
Rumus perhitungan:
Catatan :
• bacaan benang (atas, tengah, dan bawah) adalah bacaan garis bidik atas, tengah dan
bawah yang diperoleh melalui pengukuran teodolit yang diarahkan ke rambu ukur
rambu ukur
• tinggi alat (ta) jarak vertikal ujung paku patok sampai ke sumbu dua teropong teodolit
tinggi alat
24
Contoh : Dalam pengukuran beda tinggi trigonometris AB, diperoleh data pembacaan:
Penentuan tinggi didasarkan pada pengukuran beda atau selisih tinggi permukaan tanah terhadap
garis bidik mendatar (benang tengah) yang diarahkan ke rambu ukur tegak di atas patok satu dan
di atas patok lain. Ketelitian penentuan beda tinggi dengan metode ini mencapai milimeter.
rambu ukur rambu ukur
belakang depan
B
A
Waterpas
Misal akan ditentukan beda tinggi patok A dan B. Waterpas didirikan antara kedua patok itu. Pada
kedua patok didirikan rambu ukur. Setelah waterpas distel dengan benar, teropong diarahkan ke
rambu A. Baca benang atas (ba), benang tengah (bt) dan benang bawah (bb). Lalu teropong
diarahkan ke rambu B, baca ba, bt, dan bb. Beda tinggi AB didapat dengan rumus berikut
25
Catatan :
a. Harga beda tinggi mempunyai arah. Jika arahnya berlawanan maka nilainya berubah tanda.
Jadi ∆hab = – ∆hba. Misal ∆hab = 1,381 m, maka ∆hba = – 1,381 m
b. Jika ∆hab bernilai positip maka patok B lebih tinggi dari patok A, sebaliknya jika ∆hab bernilai
negatip maka patok B lebih rendah dari patok A
c. Walau data yang digunakan dalam perhitungan hanya benang tengah, namun bacaan benang
atas dan benang bawah wajib dilakukan untuk pengecekan bacaan benang tengah agar dapat
mengurangi kemungkinan salah baca atau catat. Hitung: bt = (ba + bb)/2. Jika bt bacaan dan
bt hitungan berbeda, berarti ada kesalahan, maka pengukuran harus diulangi.
B slag 3 D
A slag 1 slag 2 C
Pengukuran slag 1 : bta = 2,212 m dan btb = 1,563 m
Pengukuran slag 2 : btb = 1,879 m dan btc = 2,471 m
Pengukuran slag 3 : btc = 2,624 m dan btd = 1,933 m
Jika tinggi A: Ha = 461,209 m, tentukan tinggi B, C, dan D
Jawab”
∆hab = bta – btb = 2,212 m – 1,563 m = 0,649 m
∆hbc = btb – btc = 1,879 m – 2,471 m = – 0,592 m
∆hcd = btc – btd = 2,624 m – 1,933 m = 0,691 m
Tinggi B : Hb = Ha + ∆hab = 461,209 m + 0,649 m = 461,858 m
Tinggi C : Hc = Hb + ∆hbc = 461,838 m – 0,592 m = 461,246 m
Tinggi D : Hd = Hc + ∆hcd = 461,246 m + 0,691 m = 461,937 m
da db
da = db
2. Waterpas didirikan di atas titik. Pada cara ini, waterpas didirikan di atas salah satu titik
sedangkan rambu ukur didirikan di titik lain. Tinggi alat atau tinggi garis bidik (tgb) harus diukur.
Teropong diarahkan ke rambu, dilakukan pembacaan ba, bt, dan bb.
26
Cara ini sangat praktis digunakan untuk menentukan beda tinggi antara titik-titik yang menyebar
atau untuk pengukuran profil memanjang dan melintang.
garis bidik
tinggi alat btb btc btd
(ta)
D
A
B
C
Gambar. 3.9 Waterpas di Atas Titik
Perhitungan ketinggian dilakukan dengan menentukan terlebih dulu tinggi garis bidik (tgb), yaitu
tinggi titik tempat berdiri waterpas (H) ditambah dengan tinggi alat (ta) yaitu: tgb = H + ta. Maka
tinggi titik B: Hb = tgb – btb, tinggi titik C: Hc = tgb – btc, tinggi titik D: Hd = tgb – btcd
Contoh: dari pengukuran waterpasing dengan cara seperti gambar di atas, diperoleh data sbb:
Tinggi A : Ha = 341,907 m, tinggi alat (ta) = 1,642 m, bacaan benang tengah btb = 1,858 m,
btc = 2,651 m, dan btd = 0,675 m. Hitung tinggi B, C, dan D
Jawab
a. Hitung tinggi garis bidik tgb = HA + ta = 341,907 m + 1,642 m = 343,549 m
b. Hitung tinggi B Hb = tgb – btb = 343,549 m – 1,858 m = 341,691 m
c. Hitung tinggi C Hc = tgb – btc = 343,549 m – 2,651 m = 340,898 m
d. Hitung tinggi D Hd = tgb – btd = 343,549 m – 0,675 m = 343,874 m
3. Waterpas didirikan di luar titik. Waterpas didirikan di luar dua titik. Dipakai jika penentuan
tinggi melintasi halangan misalnya sungai atau jurang sehingga waterpas tidak bisa didirikan di
antara kedua titik. Namun cara ini akan menghasilkan beda tinggi tidak tepat jika garis bidik
tidak mendatar. Untuk itu dilakukan metode resiprok, dimana pengukuran dilakukan sekali lagi
dengan memindahkan waterpas ke sisi lain. Beda tinggi keduanya dirata-ratakan.
A B
bta2 btb2
∆hab1 = bta1 – btb1
bta1 btb1
∆hab2 = bta2 – btb2
A B ∆hab = (∆hab1 + ∆hab2)/2
Kedudukan 2
Kedudukan 1
27
TUGAS MANDIRI BAB III
B slag 3 D
A slag 1 slag 2 C
2. Dari pengukuran waterpasing dengan cara seperti gambar di bawah, diperoleh data sbb:
garis bidik
tinggi alat btb btc btd
(ta)
D
A
B
C
Tinggi A : Ha = 341,907 m, tinggi alat (ta) = 1,642 m, bacaan benang tengah btb = 1,858 m, btc =
2,651 m, dan btd = 0,675 m.
Hitung tinggi B, C, dan D
28
BAB IV
PEMETAAN SITUASI
4.1 Pendahuluan
Peta situasi adalah peta berskala 1:1.000 sampai dengan 1:100 yang menggambarkan keadaan
bentuk fisik permukaan tanah suatu wilayah tertentu beserta berbagai tampakan/detail alam
maupun buatan manusia yang dipandang penting sesuai tujuan pembuatan peta. Isi detail peta
situasi untuk pekerjaan sipil akan berbeda dengan pertanian atau perkebunan. Hanya tampakan
yang dianggap penting dan berkaitan dengan pekerjaan sipil yang dicantumkan. Misalnya untuk
perencanaan jalan, tampakan yang perlu ditampilkan adalah bangunan gedung dan batas tanah
penduduk, jaringan listrik, sungai, kontur dan lain-lain.
Peta situasi ini diperlukan dalam pekerjaan sipil agar perancang sipil bisa mendapatkan gambaran
mengenai dimensi geometris dan informasi detail suatu wilayah tertentu secara akurat dan benar
sehingga dapat merancang suatu proyek pembangunan dengan tepat di atas peta tersebut.
Kemudian bila rancangan itu telah disetujui dan akan dilaksanakan maka rancangan yang
tergambar pada peta situasi tersebut akan menjadi acuan saat memplotkan kembali titik-titik
rancangan ke lapangan agar terletak pada posisi yang tepat.
Karena peta situasi sangat menentukan keberhasilan pekerjaan sipil, maka peta yang digunakan
harus seakurat mungkin. Peta situasi yang tidak akurat akan menyebabkan hasil rancangan sebaik
apa pun tidak mungkin terrealisasi secara tepat di lapangan. Banyak proyek gagal atau tidak
sempurna hasilnya karena buruknya peta situasi yang digunakan. Karena itu, sarjana sipil sebelum
merancang suatu pekerjaan harus dapat memastikan bahwa peta yang digunakannya akurat.
4.2.1 Ketelitian Geometris: Ketelitian ini terkait dengan nilai besaran geometris pada peta seperti:
koordinat titik, jarak antara dua titik, arah suatu garis, azimut antara dua titik, ketinggian titik, garis
kontur (garis khayal yang menghubungkan titik-titik berketinggian sama), kedekatan suatu detail
dengan detail lainnya, luas suatu obyek, dan lain-lain. Besaran ini antara lain digunakan untuk
menentukan rancangan arah dan panjang jalan, besar jari-jari kelengkungan jalan, tinggi bendung,
estimasi luas daerah yang terkena dampak suatu proyek bendungan, mengestimasi biaya ganti
rugi dan lain-lain.
4.2.2 Ketelitian Tampakan: Ketelitian ini terkait dengan kebenaran informasi tampakan yang tercantum
di peta, misalnya detail sawah, daerah permukiman, daerah industri, hutan,kebun, dan lain-lain.
Kebenaran informasi tampakan ini juga sangat penting karena dapat mengganggu keakuratan
rancangan teknik sipil. Misalnya, lokasi pemakaman tidak dicantumkan, lalu si perancang membuat
perencanaan jalan melewati lokasi itu, pada sat pelaksanaan proyek akan menjadi masalah besar
dengan penduduk yang memiliki makam tersebut.
29
Diskusi:
1. Sebutkan detail alam dan buatan manusia yang perlu dicantumkan dalam peta situasi untuk
proyek pembuatan jalan? Diskusikan hal tersebut.
2. Berikan contoh kesalahan informasi detail. Apakah akibatnya jika informasi tampakan keliru?
Atau jika informasi geometris tidak akurat? Apa penyebab kedua kesalahan tersebut?
4.3.1 Persiapan
Langkah-langkah dalam persiapan yang harus dilakukan adalah
a. Memastikan lokasi dan batas daerah yang akan dipetakan agar tidak terjadi kesalahan.
b. Menghitung volume seluruh pekerjaan
c. Berdasarkan batas waktu pekerjaan, menentukan jumlah juru ukur dan membuat jadwal kerja
d. Mempersiapkan peralatan dan perlengkapan kerja
e. Membagi tim sesuai dengan pembagian pekerjaannya
F E
30
Pengukuran dan perhitungan poligon ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
a. Mengukur dan menghitung poligon utama untuk mendapatkan koordinat titik kontrol utama
menggunakan cara seperti dijelaskan pada perhitungan poligon tertutup di muka
b. Mengikatkan titik awal poligon cabang pada dua titik poligon utama dan titik akhir poligon
cabang pada dua titik lainnya poligon utama.
c. Menghitung koordinat poligon cabang seperti menghitung poligon terbuka terikat sempurna.
B
Poligon Cabang :
F E
Gambar. 4.2 Poligon Cabang Terikat Sempurna
∑ ∆h = 0 atau jumlah beda tinggi seluruh jaringan utara harus sama dengan nol
∆hab + ∆hbc + ∆hcd + ∆hde + ∆hef + ∆hfa = 0
Dan jaringan cabang mengikat pada titik jaringan utama, maka harus dipenuhi syarat matematis
(lihat gambar 4.2):
∑ ∆h = H akhir – H awal
∆hBa1 + ∆ha1a2 + ∆ha2a3 + ∆ha3F = Hf – Hb
Bila terjadi kesalahan beda tinggi, syarat itu tidak terpenuhi. Harus diperiksa apakah kesalahan itu
masuk batas toleransi atau tidak. Jika masuk toleransi, data itu harus dikoreksi sebanding dengan
jarak. Jika di luar batas toleransi, pengukuran harus diulangi.
Dalam pengukuran beda tinggi dikenal dua cara untuk mengecek kesalahan, yaitu:
a. Pengukuran pergi-pulang: Pada cara ini, pengukuran dilakukan memanjang sampai jarak
sekitar 2,5 km, lalu pengukuran balik ke titik semula. Setiap pengukuran pergi pulang dilakukan
pengecekan hasil ukuran. Jika terjadi kesalahan dilakukan pengulangan.
31
pengukuran pergi
pengukuran pulang
B slag 3 D
A slag 1 slag 2 C
b. Pengukuran double-stand (dua kali berdiri): Pada cara ini, pengukuran setiap slag dilakukan
minimal dua kali berdiri alat. Jadi setelah pengkuran pertama, waterpas digeser sedikit lalu
diukur ulang. Data beda tinggi diperiksa apakah hasilnya berbeda jauh atau tidak. Kalau
kesalahannya di bawah toleransi maka beda tinggi merupakan rata-rata kedua beda tinggi
tersebut. Jika terjadi kesalahan diluar batas. dilakukan pengukuran ketiga, dan seterusnya. .
B slag 3 D
A slag 1 slag 2 C
a1
P11 detail
α3 a2
α2 a3
α1
P12
P14
P13
Gambar. 4.5 Pengukuran Detail
Seandainya akan dilakukan pengukuran titik detail a1 yang terikat dengan jaringan poligon seperti
pada gambar di atas. Jaringan titik poligon P11, P12, P13, dan P14 merupakan bagian dari
jaringan kerangka peta yang sudah diketahui koordinat dan tingginya.
32
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Dirikan teodolit di titik P12 lalu setimbangkan. Ukur tinggi alat.
b. Arahkan teropong ke titik P11, baca sudut arahnya. Sebaiknya arah ke P11 dinolkan.
c. Arahkan teropong ke titik a1 (misalnya pojok bangunan), baca sudut arahnya. Diperoleh
sudut horizontal α1 = arah ke a1 dikurangi arah ke P11:
d. Dirikan rambu ukur di titik a1, arahkan teropong ke rambu dan baca benang atas, benang
tengah, dan benang bawah, dan sudut vertikal Sv. Dengan hitungan metode trigonometri
dapat dihitung beda tinggi ∆ha1 dan jarak datar da1 dari titik P12 ke a1
e. Arahkan teropong ke titik a2. Lakukan langkah seperti c dan d di atas.
f. Demikian seterusnya untuk detail a3, ……… dan detail-detail lainnya.
utara
α11_12
a1
P11 detail
da1
α1
P12
Gambar. 4.6 Koordinat dan Tinggi Detail
a. Hitung azimut α11_12 berdasarkan koordinat P11 dan P12 (ingat rumus hitungan azimut)
o
b. Hitung azimut αa1 = α11_12 + α1 – 180
c. Jarak da1 dan ∆ha1 diperoleh dari hitungan metode trigonometri
d. Xa1 = Xp12 + da1 sin αa1 dan Ya1 = Yp12 + da1 cos αa1.
e. Menghitung tinggi titik a1 Ha1 = Hp12 + ∆ha1
f. Dengan demikian koordinat dan tinggi titik a1 dapat dihitung.
g. Lakukan hal yang sama untuk titik-titik detail lainnya.
Catatan : Prosedur ini adalah prosedur secara manual. Dalam praktikum, semua hitungan ini dilakukan
secara digital menggunakan perangkat lunak tertentu.
33
4.5 Penggambaran Garis Kontur
Garis kontur adalah garis khayal yang menghubungkan titik tinggi yang mempunyai ketinggian
sama. Data tinggi garis kontur pada umumnya bilangan bulat dalam satuan meter, misalnya kontur
24 m, 50 m. Interval kontur,yaitu selisih tinggi antara dua kontur uang berdekatan, tergantung pada
skala peta. Pada skala peta 1:1.000, interval kontur 0,5 atau 1 meter, sedangkan untuk skala
1:10.000,interval kontur 5 meter. Penarikan garis kontur menggunakan metode interpolasi
berdasarkan data tinggi di sekitar garis kontur. Penarikan garis kontur secara manual memerlukan
keahlian juru gambar, namun secara digital dapat dilakukan otomatis menggunakan perangkat
lunak LDD berdasarkan titik tinggi yang sudah diplotkan. Namun karena penarikan garis kontur
otomatis umumnya sangat kaku (patah-patah) maka harus diedit lagi.
34