Anda di halaman 1dari 10

MEDIA PEMBELAJARAN

TEKNOLOGI FISIKA BERBASIS TEKNOLOGI DAN BENCANA

19

NAMA : SHERLY

NIM : 18033024

PRODI : PENDIDIKAN FISIKA

DOSEN : Drs. H. Asrizal, M.Si

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
A. Pengertian Bencana

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang
menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan
bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta, 2006)

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkai
peristiwa yang disebabkaan oleh alam, antara lain : berupa banjir, tanah longsor, gempa
bumi tsunami, gunung meletus, kekeringan, dan angin topan (pasal 1 UU No. 24 Tahun
2007). Bencana alam merupakan peritiwa alam yang mengakibatkan dampak besar baagi
manusia.

Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau


rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan
pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang
dipicu oleh suatu kejadian.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia (Kamadhis UGM, 2007).

B. Fakta Fakta Bencana


1. A. Peristiwa : Tsunami akibat letusan gunung krakatau
b.Waktu terjadi : pukul 10.05 WIB, 27 Agustus 1883
c. Tempat terjadi : Pesisir Lampung
d. Dampak
 Korban jiwa sekitar 35.500 orang
2. a .Peristiwa :Tsunami Aceh
b.Waktu terjadi :26 Desember 2004
c.Tempat terjadi :Banda Aceh
d.Dampak
 227.898 orang meninggal

3. a .Peristiwa :Gempa Bumi di Lombok


b.Waktu terjadi :29 juli 2018
c.Tempat terjadi :Lombok, Nusa Tenggara Barat
d.Dampak
 Belasan orang tewas
 400 orang luka-luka
 Dan Ribuan bangunan hancur
C. Kriteria Bencana
Kriteria bencana adalah ciri, jenis atau tanda bencana tersebut akan datang.
Contohnya seperti tanah longsor, terjadi karena penebangan pohon yang sembarangan
dan bukan hanya berakibat tanah longsor aja tetapi juga akan menyebabkan banjir
bandang. Infrastruktur di kawaasan daerah yang terkena bencana mengalami kerusakan
berat dan tidak berfungsi , korban manusia baik yang meninggalkan maupun luka, serta
kerusakan bangunan dan rumah tempat tinggal sangat banyak.

D. Bencana Alam

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana alam bukanlah fenomena alam semata, karena didalamnya terkandung


fenomena sosial yang perlu diperhatikan, terkait dengan kerentanan komunitas terhadap
bencana yang mengakibatkan banyaknya korban, kerusakan, dan kerugian.9

Bencana alam (natural disaster) diperkirakan akan terus meningkat yang


disebabkan oleh beberapa faktor yaitu

1. variasi dari siklus alam seperti solar maxima, gempa bumi dan aktivitas vulkanik;
2. pemanasan global yang minimal dapat meningkatkan aktivitas badai yang
mematikan dan kekeringan di beberapa wilayah;
3. Bertambahnya variasi jenis penyakit dan penyakit akibat vector akibat pemanasan
global; dan
4. Perubahan musim, kondisi cuaca serta suhu dan kelembaban ambient yang
menyebabkan dampak buruk pada cadangan makanan, produksi zat allergen dan
isu kesehatan pada manusia (Hogan & Burstein, 2007).

E. Bencana Non Alam


Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam, antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemis, dan
wabah penyakit.
F. Bencana Sosial

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam, diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik antar kelompok atau
antar komunikasi masyarakat dan terror.

Ada tambahan jenis bencana, yaitu

1. Bencana akibat pabrik limbah beracun, limbah beracun berasal dari radiasi,
dioksida dan limbah kimia. Limbah beracun dapat mempengaruhi kesehatan fisik
dan psikologis. Kangker dan cacat lahir sering terjadi akibat radiasi dan pengaruh
racun kimia.
2. Bencana faktor nuklir, bencana TMI ( Three Mile Island) maret 1979 terjadi karena
human error yakni kurangnya kontrol terhadap temperatur pembangkit listrik
sehingga terjadi ledakan. Bencanaa ini menyebabkan stress korban yang tinggal
disekitar reaktor, bahkan lebih dari satu tahun, gas radioaktif terperangkap dalam
bangunan di reaktor dan memiliki potensi meluas ke area pemukiman (bell, 1996).
3. Bencana akibat kegagalan teknologi, akibat salah kebijakan: sumur resapan di
daerah longsor, izin perumahan di daerah resapan di daerah menyebabkan banjir,
akibat kelalaian, akibat salah perencanaan, akibat salah pelaksanaan, akibat
pelanggaran (Hukum): dilarang membuang sampah di sembarang tempat, menuai
banjir!. Menanam tanaman semusim di daerah kerentanan tanah dengan gerakan
tinggi menyebabkan longsor.

G. Variabel-Variabel Bencana

Variabel atau dampak kerugian jika bencana alam terjadi:

1. Besarnya kerugian material (harta benda)


2. Besarnya ancaman terhadap kehidupan
3. Menyebabkan luka, tewas / cacat
4. Kerugian finansial
5. Keterpisahan anggota keluarga.

H. Manajemen Penangulangan Bencana


 Siklus penanggulangan bencana dibagi menjadi tiga periode yaitu:
1. Prabencana: pencegahan lebi difokuskan, kesiapsiagaan level medium.
2. Bencana: pada saat kejadian/ krisis, tanggap darurat menjadi kegiatan terpenting.
3. Pasca bencana: pemulihan dan rekontruksi menjadi proses terpenting setelah bencana.

Kegiatan kegiatan manajemen bencana:

1. Pencegahan
Pencegahan merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
bencana.
Misalnya
a. Menara pembakaran hutan dalam perladangan.
b. Melarang penambangan batu di daerah yang curang.
c. Melarang membuang sampah sembarangan.
2. Mitigasi bencana
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Bentuk mitigasi:
a. Mitigasi struktural
b. Mitigasi non struktural
3. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Misalnya, penyiapan sarana komunikasi, pos komando,
penyiapan lokasi evakuasi, rencana kontinjensi, dan sosialisasi peraturan/ pedoman
penanggulangan bencana.
4. Peringatan dini
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera
mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu
tempat oleh lembaga yang berwenang.
Pemerian peringatan dini harus:
a. Menjangkau masyarakat
b. Segara
c. Tegas tidak membingungkan
d. Bersifat resmi
5. Tanggap darurat
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian
bencana untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa
penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi, dan pengusian.

6. Bantuan darurat
Bantuan darurat merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan
dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa, sandang, tempat tinggal sementara,
kesehatan, dan air bersih.
7. Pemulihan
a. Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat in terkenal bencana dengan
memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula
b. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar
8. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah langkah upaya yang diambil setelah kejadian bencana
untuk membantu masyarakat memperbaiki rumah nya, fasilitas umum, dan fasilitas
sosial, danmachi tuban kembali roda perekonomian.
9. Rekontruksi
Rekontruksi merupakan program jangka menengah dan jangka panjang guna
memperbaiki fisik, sosial, dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan
masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya.
 Upaya upaya penanggulangan bencana
1. Mitigasi
Mitigasi dapat juga diartikan sebagai penjinak bencana alam, dan pada
prinsipnya mitigasi adalah usaha-usaha, bersifat persiapan fisik maupun nonfisik
dalam menghadapi bencana alam. Persiapan fisik dapat berubah penataan ruang
kawasan bencana dan kode pembangunan, sedangkan persiapan nonfisik dapat
berupa pendidikan tentang bencana alam.
a. Menempatkan korban di suatu tempat yang aman
b. Membentuk tim penanggulangan bencana
c. Memberikan penyuluhan penyuluhan
d. Merelokasi korban secara bertahap
2. Upaya-upaya pencegahan bencana alam
a. Membuat pos peringatan bencana
b. Salah satu bayaning kemudian dapat diupayakan adalah dengan mendirikan pos
peringatan bencana. Pos inilah yang nantinya menentukan warga masarakat bisa
kembali menempati tempat tinggalnya atau tidak.
c. Membiasakan hidup tertiban disiplin
Diperlukan pola hidup tertib yaitu dengan menegakkan peraturan-peraturan yang
berhubungan dengan pelestarian lingkungan hidup. Asal masarakat menaatinya,
berarti stidaknya kita telah berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan.
3. Memberikan pendidikan tentang lingkungan hidup
Faktor ini telah dipertegas dalam konferensi dunia tentang langkah
pengurangan bencana alam, yan diselenggarakan lebih dari satu dasawarsa silam, 23-
27 neither 1994 did yakohoma, Japan. Forum ini pada masa itu merupakan forum
terbesar tentang bencana alam yang pernah di selenggarakan sepanjang sejarah.
Tercatat lebih dari lima ribu peserta hadir yang berasal dari 148 negara.

I. Literasi Bencana
1. Pengertian Literasi Bencana
Literasi bencana adalah salah satu kajian yang cukup menarik untuk dipelajari
sebagai bagian dari studi kebencanaan dalam ruang lingkup studi komunikasi. Walaupun
pada dasarnya sumber literasi bencana yang penulis telusuri tidak serta merta berangkat
dari studi ilmu komunikasi, alih-alih muncul dari perkembangan studi kesehatan.
Literasi kebencanaan menurut Brown et.al (2014:267) adalah kapasitas individu
dalam membaca, memahami dan menggunakan informasi tersebut untuk kemudian
dibuatkan sebuah kebijakan informasi dengan mengikuti instruksi-instruksi dalam
konteks mitigasi, kesiapsiagaan, respon, dan pemulihan dari bencana.
Literasi bencana pada akhirnya bisa membantu lembaga swadya masyarakat,
komunikasi warga maupun masyarakat dalam membangun pemahaman dan kecakapan
dalam pengetahuan bencana yang pada akhirnya mampu menjadi alat dalam mengurangi
resiko bencana melalui peningkatan kapasitas masyarakat.

Berikut model literasi kebencanaan versi Brown et.al (2014)

a. Tahap 1, adalah tahap awal literasi, minimal masyarakat maupun individu


mampu membaca dan mampu mengerti instruksi-instruksi perihal mitigasi dan
kesiapsiagaan bencana. Pada level ini kecenderungannya kapasitasnya masih
rendah namun sudah mau mengikuti instruksi-instruksi terkait pesan-pesan
kesiapsiagaan bencana, respon bencana, dan pemulihan.
b. Tahap 2, adalah kemampuan secara komperhensif terkait informasi kebencanaan,
dibuktikan dengan telah mengikuti rekomendasi-rekomendasi dan instruksi-
instruksi. Walaupun secara individual pada tahap ini secara umum masih kurang
pengalaman dalam kemampuan dalam mengolah informasi, namun kemampuan
ini cukup penting sebagai bekal dalam menghadapi bencana yang bisa muncul
secara tiba-tiba.
c. Tahap 3, adalah motivasi dan kepercayaan diri individu untuk proaktif. Pada level
ini pesan sudah mampu diterima dengan baik. Pesan bisa kemudian dimodifikasi
atau ditambahkan sesuai dengan hal-hal yang familiar. Pesan bisa jadi berbeda
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan individu.
d. Tahap 4, tahap ini keterlibatan individu sudah semakin jauh. Individu sudah
memahami informasi lebih luas, memahami keadaan lebih luas, terutama
terkait dengan hambatan- hambatan keselamatan lingkungan dan sosial

2. Posisi ilmu komunikasi dalam studi literasi bencana


Studi literasi adalah bagian yang cukup populer dalam studi ilmu komunikasi,
terutama pada studi literasi media. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
literasi pada hakekatnya mengacu pada kemampuan membaca dan menulis, atau juga
kemampuan menggunakan bahasa secara efektif (Collins English Directory, 2008).
Pada dasarnya literasi tidak hanya mengacu pada kemampuan baca tulis saja,
namun juga mengacu pada kemampuan menggunakan bahasa. Seperti yang telah
dibahas di sub bab sebelumnya, bahwa kemampuan bahasa pada dasarnya adalah
mengetahui, memahami serta mempraktikan bahasa tersebut (Metz, 1991:xiii).
3. Metode penelitian literasi bencana
Darimana paradigma riset literasi bencana berangkat? Dalam kajian literasi
bencana, paradigma yang dibawa masih belum begitu jelas. Bisa jadi menggunakan
pendekatan positifistik ataupun mendekatan konstruktif atau bahkan pendekatan
kritis. Namun mengacu pada bagaimana masyarakat secara kritis mengevaluasi
pesan informasi terkait bencana, dan kemudian melakukan modifikasi pesan sebagai
bagian dari kepentingan mereka dalam mitigasi bencana, maka pendekatan
konstruktivis akan lebih sesuai. Konstruktif yakni sebuah paradigma yang
meyakini bahwa realitas adalah hasil konstruksi mental yang tidak dapat ditangkap
melalui indera, dan merupakan hasil dari pengalaman di sosial yang sifatny spesifik.
Selain itu realita adalah hasil dari sebuah penafsiran individu dalam melihat dunia
(Denzin dan Lincoln, 2009:124). Namun tentu saja hal ini masih bisa menjadi
debateble yang sangat terbuka untuk didiskusikan lebih dalam. Penekanan pada
paradigma konstruktifis mengacu pada konteks teori dimana model Literasi
Kebencanaan yang diutarakan oleh Brown (2014) memperlihatkan bahwa konten
informasi literasi dibangun berdasar pada pengalaman, intepretasi dan pemahaman
masyarakat atau personal terhadap bencana dilingkunganya, tidak semata-mata
adalah informasi yang dihasilkan dari luar komunitas yang bersifat kognitif.
Untuk mendapatkan data tentang faktor-faktor yang mempengaruhi maka
bentuk observasi khusus menjadi pilihan, yakni tidak hanya menjadi pengamat pasif,
namun juga mengambil berbagai peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam
peristiwa-peristiwa yang akan diteliti (Yin, 2006: 114). Selain itu menggunakan
pendekatan wawancara, ataupun Focus Groups Discussion (FGD).

J. Daftar Pustaka
 Agus SP,didik. 2005. Bencana Alam,Bencana Teknologi, Racun Dan Polusi Udara
Sebuah Tinjauan Psikologi Lingkungan. Volume 13,no 1. Juni 2005
 Hogan, D. E., & Burstein, J. L. (2007). Basic Perspectives on Disaster. In Disaster
Medicine (pp. 1–11). Philadelphia: Lippincot William & Wilkins.
 Kodoatie dan Roestam Sjarief, Tata Ruang, 55.
 Murdiyanto dan Tri Gutomo. 2015. Bencana alam banjir dan tanah longsor dan upyaa
masyarakat dalam penanggulangan. Jurnal PKS vol14 no 4. Desember 2015.
 Mufarrih Muktaf, Zein. 2017. Studi literasi bencana dalam perspektif ilmu
komunikasi. Universitas Muhammadiyah Punorogo. 2017
 Isnainiati Nur,dkk. Kajin mitigasi bencana erupsi gunung merapi di kecamatan
cangkringan kabupaten sleman. Universitas Diponegoro.
 Proyowidodo Gatut, dan Jandy E.luik. 203. Literasi mitigasi bencana tsunami untuk
masyarakat pesisir di kabupaten pacitan jawa timur. Vol 13 no 1. Januari 2013.
 Purnomo Edi, dan Zulhaini sartika.2017. Kompetensi dan kinerja petugas first line
badan penaggulangan bencana provinsi sulawesi barat. Jurnal kesehatan andalas vol 6
no 1.
 Rosyidie, Arief. 2013. Banjir : fakta dan dampaknya, serta pengaruh dari perubahan
guna lahan. Vol 24 no 3. Desember 2013.
 Sri Suryani, Anih. 2012. Penanganan asap kabut akibat kebakaran hutan di wilayah
perbatasan indonesia. 18 juni 2012.
 https://theconversation.com/mengapa-gempa-di-lombok-tidak-ditetapkan-sebagai-
bencana-nasional-101518

Anda mungkin juga menyukai