Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING

EKSISTENSI DAN KEDUDUKAN BIMBINGAN KONSELING DI


SEKOLAH

Oleh:
KELOMPOK 1

ANGGOTA:

1. Nursifah (18029040)
2. Putri Asifa (18029014)
3. Salsabila Maharani (18029019)
4. Uci Desrika (18029046)
5. Yusfira Rahmi (18029028)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah Bimbingan Konseling mengenai eksistensi dan kedudukan bimbingan
konseling di sekolah.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak dan sumber sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini dimasa yang akan datang. Akhir kata kami berharap
semoga makalah bimbingan konseling mengenai eksistensi dan kedudukan BK di
sekolah ini bermanfaat untuk masyarakat serta memberikan inspirasi terhadap
pembaca.

Padang, 05 September 2020

Penulis

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................2


A. Eksistensi bimbingan dan konseling di sekolah.............................................2
B. Kedudukan BK di sekolah berdasarkan landasan yuridis formal .................10
C. Kedudukan BK di sekolah berdasarkan landasan yuridis informal ..............12

BAB III PENUTUP ...................................................................................................19


A. KESIMPULAN .............................................................................................19
B. SARAN .........................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bimbingan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk membantu orang dalam
mengenal dan memahami jati dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya, sedangkan
konseling merupakan proses interaksi yang membantu memahami diri dan lingkungan
yang akan menghasilkan pembentukan perilaku dimasa yang akan datang. Dengan begitu
bimbingan dan konseling merupakan mata pelajaran yang berguna bagi siswa agar
berjalannya proses pembelajaran dengan baik, dimana dilihat dengan keadaan sekarang,
banyak problematika yang dihadapi siswa dalam kehidupannya. Keadaan seperti ini
membutuhkan wadah dimana problematika yang dialami bisa diatasi dengan baik dan
bimbingan konseling yang berperan didalammya agar problematika bisa diatasi dengan
baik.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di
Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu.
Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian istilah, semula disebut
Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian pada
Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling.
Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan sebutan Profesi Konseling, meski secara
formal istilah ini belum digunakan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari bimbingan dan konseling
2. Apa saja fungsi dari bimbingan dan konseling
3. Bagaimana prinsip dari bimbingan dan konseling
4. Apa saja tujuan dari pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah
5. Bagaimana kedudukan bimbingan dan konseling di Sekolah

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah bimbingan dan konseling
2. Untuk mengetahui apa pengertian dari bimbingan dan konseling
3. Untuk mengetahui apa saja fungsi dari bimbingan dan konseling
4. Untuk mengetahui bagaimana prinsip dari bimbingan dan konseling
5. Untuk mengetahui apa saja pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah
6. Untuk mengetahui bagaimana kedudukan bimbingan dan konseling di Sekolah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Eksistensi BK di Sekolah
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang didalamnya terkandung
beberapa makna. Sertzer & Stone (1966) mengemukakan bahwa guidance berasal
kata guide yang mempunyai arti to direct, pilot, manager, or steer (menunjukkan,
menentukan, mengatur, atau mengemudikan). Sedangkan menurut W.S. Winkel
(1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding : “
showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun),
giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing
(mengarahkan) dan giving advice (memberikan nasehat).
Dari penggunaan istilah bimbingan seperti yang dikemukakan di atas
nampaknya proses bimbingan lebih menekankan kepada peranan pihak pembimbing.
Hal ini tentu saja tidak sesuai lagi dengan arah perkembangan dewasa ini, dimana pada
saat ini klien lah yang justru dianggap lebih memiliki peranan penting dan aktif dalam
proses pengambilan keputusan serta bertanggungjawab sepenuhnya terhadap
keputusan yang diambilnya.
Untuk memahami lebih jauh tentang pengertian bimbingan, di bawah ini
dikemukakan pendapat dari beberapa ahli:
 Miller (I. Djumhur dan Moh. Surya, 1975) mengartikan bimbingan sebagai
proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di sekolah,
keluarga dan masyarakat.
 Peters dan Shertzer (Sofyan S. Willis, 2004) mendefiniskan bimbingan
sebagai: the process of helping the individual to understand himself and his
world so that he can utilize his potentialities.
 United States Office of Education (Arifin, 2003) memberikan rumusan
bimbingan sebagai kegiatan yang terorganisir untuk memberikan bantuan secara
sistematis kepada peserta didik dalam membuat penyesuaian diri terhadap

3
berbagai bentuk problema yang dihadapinya, misalnya problema kependidikan,
jabatan, kesehatan, sosial dan pribadi. Dalam pelaksanaannya, bimbingan harus
mengarahkan kegiatannya agar peserta didik mengetahui tentang diri pribadinya
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
 Dalam Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah dikemukakan bahwa “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan
kepada peserta didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan,
dan merencanakan masa depan”.
Dari uraian diatas, bimbingan dan konseling dapat dikatan sebagai upaya untuk
memberikan bantuan kepada individu atau peserta didik. Bantuan yang dimaksud
adalah bantuan yang bersifat psikologis, sehingga tercapainya penyesuaian diri,
perkembangan optimal dan kemandirian sebagai tujuan yang ingin dicapai dari
bimbingan itu sendiri.
Keberadaan layanan bimbingan dan konseling dalam sistem pendidikan di
Indonesia dijalani melalui proses yang panjang, sejak kurang lebih 40 tahun yang lalu.
Selama perjalanannya telah mengalami beberapa kali pergantian istilah, semula
disebut Bimbingan dan Penyuluhan (dalam Kurikulum 84 dan sebelumnya), kemudian
pada Kurikulum 1994 dan Kurikulum 2004 berganti nama menjadi Bimbingan dan
Konseling. Akhir-akhir ini para ahli mulai meluncurkan sebutan Profesi Konseling,
meski secara formal istilah ini belum digunakan.
2. Pentingnya bimbingan dan konseling di sekolah
Bimbingan Konseling (BK) di sekolah biasanya diperani oleh seorang
guru yang dikenal dengan nama Guru BK. Oleh karena itu, Guru BK bukanlah
polisi sekolah, namun hanya sebagai pen-support adanya penegakkan tata tertib di
sekolah. Guru BK memiliki yang mengayomi siswa secara mendalam agar
tercipta rasa percaya dan siswa merasa aman untuk berkonsultasi.
BK di sekolah bertindak sebagai pengampu layanan bimbingan, salah
satunya untuk memotivasi siswa, memberikan layanan informasi pada siswa,
memberikan bimbingan-bimbingan yang bermanfaat bagi siswa seperti
bimbingan kelompok. Selain itu, BK juga sebagai bimbingan belajar teman
sebaya (tutorial sebaya), memberikan layanan konseling bagi siswa, memberikan

4
layanan orientasi, dan masih banyak lagi yang lain, juga sebagai dukungan sistem
yang mana guru BK harus memiliki aktualisasi yang bagus dalam bidangnya, agar
pelayanan yang diberikan benar-benar menjadi bagian kerja utuh konselor kepada
siswanya.
Dengan segudang manfaat ini, seorang guru BK harus mempunyai
aktualisasi yang bagus dalam bidangnya agar pelayanan yang diberikan benar-
benar menjadi bagian kerja utuh konselor kepada siswanya. Hal ini selain agar
siswa dapat mencapai kompetensinya sesuai dengan periode perkembangannya.
Karena bimbingan konseling berperan sebagai salah satu bimbingan yang
memberikan pertolongan kepada sekumpulan individu untuk bias mengatasi
masalah yang ada dalam kehidupannya, menyikapinya dengan baik dan juga
dapat mencapai rasa sejahtera dalam hidupnya.
3. Fungsi Pelayanan Bimbingan Dan Konseling di Sekolah.
1. Fungsi Pencegahan.
Pelayanan bimbingan dan penyuluhan dapat berfungsi pencegahan, yaitu funsi
bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan tercegahnya atau
terhindarny peserta didik dari permasalahan yabng mungkin timbul, yang
akan dapat mengganggu, menghambat, ataupun menimbulkan kesulitan dan
kerugia-kerugian tertentu dalam proses perkembangannya.
2. Fungsi Pemahaman.
Fungsi pemahaman yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai
dengan kepentingan pengembangan peserta didik.Kegiatan pemahaman
tersebut meliputi: Pemahaman tentang peserta didik, Pemahaman tentang
lingkungan peserta didik.
3. Fungsi Pengentasan.
Fungsi pengentasan,yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
memastikan tuntasnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang di alami
peserta didik.

5
4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan.
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada
pada individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil
perkembangan yang telah di capai selama ini.
Selain itu, menurut Drs. Dewa Ketut Sukardi menyebutkan bahwa fungsi
bimbingan adalah:
1. Menyalurkan, ialah fungsi bimbingan dalam membantu siswa mendapatkan
lingkungan yang sesuai dengan keadaan dirinya. Contoh: memilih program
jurusan atau lapangan kerja yang sesuai dengan potensi dirinya.
2. Mengadaptasikan, fungsi bimbinga ini adalah membantu siswa untuk
mengadaptasikan program pendidikan dengan keadaan masing masing
siswa.
3. Menyesuaikan, fungsi bimbingan ini dalam rangka membantu siswa untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah
4. Pencegahan, fungsi bimbingan ini dalam rangka membantu siswa untuk
menghindari kemungkinan terjadinya hambatan dalam belajar.
5. Perbaikan, fungsi bimbingan ini dalam rangka membantu siswa untuk
memperbaiki kondisi siswa yang dipandang kurang memadai.
6. Pengembangan, fungsi bimbingan ini dalam rangka membantu siswa untuk
melampaui proses dan fase perkembangan secara teratur.
Oleh karena itu sangat penting bagi kita seorang calon guru belajar
tentang bimbingan dan konseling supaya kita nanti paham apa yang harus kita
lakukan sebagai seorang guru kelak ketika kita mengajar.
4. Tujuan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekola
Tujuan umum pelayanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan
tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) tahun 2003 (UU No. 20/2003), yaitu mewujudkan
manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, yang beriman dan bertakwa Kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
keterampilan, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.

6
Sementara tujuan umum dari bimbingan dan konseling adalah membantu
klien agar ia memiliki pengetahuan tentang posisi dirinya dan memiliki
keberanian mengambil keputusan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang
dipandang baik, benar dan bermanfaat untuk kehidupannya didunia dan
kepentingan diakheratnya.
Tujuan bimbingan dan konseling disekolah untuk membantu siswa:
a) Mengatasi kesulitan dalam belajarnya.
b) Mengatasi terjadinya kebiasaan yang tidak baik, yang dilakukan pada saat peruses
belajar mengajar.
c) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan kesehatan jasmani.
d) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan kelanjutan study.
e) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan perencanaan dan
pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat.
f) Mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah social-
emosional disekolah yang bersumber dari sikaf murid yang bersangkutan terhadap
dirinya sendiri, lingkungan sekolah, keluarga, dan lingkungan lebih luas.
5. Prosedur Umum Bimbingan dan Konseling
Secara umum, prosedur bimbingan dan konseling dapat ditempuh melalui
langkah-langkah seperti tampak dalam bagan berikut:

Datang Sendiri/Dicari Identifikasi Kasus

Informasi yang Ada/Dicari Identifikasi Masalah

Informasi yang Ada/Dica ri


a. Identifikasi kasus;
Diagnosismerupakan upaya untuk menemukan peserta didik yang

diduga
Informasi yang Ada/Dica ri memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson dalam Abin
Prognosis
Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat
Remedial/Referal

Evaluasi/Follow Up

7
dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga mebutuhkan layanan
bimbingan dan konseling, yakni :
a. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua
peserta didik secara bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat
ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling.
b. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh
keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing
dengan peserta didik. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang
tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya
melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal
lainnya.
c. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan
kearah penyadaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya. Misalnya
dengan cara mendiskusikan dengan peserta didik yang bersangkutan tentang
hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran
lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
d. Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik, dengan cara ini bisa
diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi
peserta didik.
e. Melakukan analisis sosiometris, dengancaraini dapat ditemukan peserta didik
yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian social
b. Identifikasi Masalah; langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis,
karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik. Dalam
konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan
dengan aspek :
(1) substansial – material;
(2) struktural – fungsional;
(3) behavioral; dan atau
(4) personality.
Untuk mengidentifikasi masalah peserta didik, Prayitno dkk telah
mengembangkan suatu instrumen untuk melacak masalah peserta didik, dengan

8
apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu
untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi peserta didik, seputar aspek :
jasmani dan kesehatan; diri pribadi; hubungan sosial; ekonomi dan keuangan;
karier dan pekerjaan; pendidikan dan pelajaran; agama, nilai dan moral;
hubungan muda-mudi; keadaan dan hubungan keluarga; dan waktu senggang.
c. Diagnosis; upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah peserta didik. Dalam konteks Proses
Belajar Mengajar faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar peserta didik,
bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton
membagi ke dalam dua bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan
kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik, yaitu :
a. Faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri peserta didik itu
sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat,
kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya
b. Faktor eksternal, seperti: lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk
didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
d. Prognosis; langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami
peserta didik masih mungkin untuk diatasi serta menentukan berbagai alternatif
pemecahannya. Hal ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan dan
menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses mengambil
keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi
kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja
sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.
e. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus); jika jenis dan sifat serta sumber
permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran dan masih masih
berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing
itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian
yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru
pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten.

9
f. Evaluasi dan Follow Up; cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha
pemecahan masalah seyogyanya dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk
melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang telah diberikan
terhadap pemecahan masalah yang dihadapi peserta didik.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas telah
memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling yaitu:
a. Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan
dengan masalah yang dibahas;
b. Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan
melalui layanan, dan
c. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh peserta didik sesudah
pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut
pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003)
mengemukakan beberapa kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang
telah diberikan, yaitu apabila:
a. Peserta didik telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang
dihadapi.
b. Peserta didik telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
c. Peserta didik telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan
diri dan masalahnya secara obyektif (self acceptance).
d. Peserta didik telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
e. Peserta didik telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
f. Peserta didik mulai menunjukkan kemampuannya dalam
mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara
sehat dan rasional.
g. Peserta didik telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha–usaha
perbaikan dan penyesuaian diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar
pertimbangan dan keputusan yang telah diambilnya.

10
B. Kedudukan BK Di Sekolah Berdasarkan Landasan Yuridis Formal (Uu No.20
Tahun 2003,Pemendikbud No.111tahun 2014)
a) (UU No.20 Tahun 2003,Pemendikbud No.111 Tahun 2014)
Secara yuridis keberadaan konselor dalam sistem pendidikan nasional
dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi
guru, dosen, pamong, tutor pamong belajar, widyaiswara, instruktur sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1 ayat (6) m UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dan bila kita runut ke belakang keberadaan konselor secara
yuridis juga tercantum PP Nomor 28 Tahun 1990 pasal 27 ayat (2) dengan
sebutan guru pembimbing. Akan tetapi dari pasal-pasal tersebut, pengakuan
secara eksplisit dan kesejajaran posisi antara tenaga pendidik satu dengan yang
lainnya itu, ternyata tidak dilanjutkan dengan spesifikasi konteks tugas dan
ekspektasi kinerja yang cermat, karena yang diatur dalam pasal-pasal berikutnya
hanyalah konteks tugas dan ekspektasi kinerja dari mayoritas pendidik yang
menggunakan pembelajaran sebagai kontek layanan. Hal tersebut dapat dicermati
pada pasal 39 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang berbunyi:
pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Keberadaan konselor juga disebut-sebut kembali pada penjelasan pasal 28
beserta penjelasannya PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar nasional
Pendidikan :
1. Landasan Yuridis Formal
Kurikulum 1975. Tiga jenis layanan pada jalur pendidikan formal, yaitu :
a. Layanan Manajemen dan supervise
b. Layanan pembelajaran
c. Layanan bimbingan dan penyuluhan
2. UU No. 2 Tahun 1989, Bab X Pasal 1 Ayat 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk menyiapkan peserta didik melalui bimbingan, pengajaran dan
atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang.

11
3. PP No. 28 dan 29 Tahun 1990, Bab X pasal 25 Ayat 1 dan 2. Bimbingan adalah
bantuan kepada peserta didik untuk memahami diri, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan.
4. Keputusan Menpan No. 84 Tahun 1993. Tentang jabatan fungsional guru dan
angka kreditnya, tugas pokok guru pembimbing adalah menyusun program
bimbingan, melaksanakan program bimbingan, mengevaluasi pelaksanaan
program bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan dan tindak lanjut
pelaksanaan program bimbingan terhadap peserta didik yang menjadi tanggung
jawabnya.
5. UU No. 20 Tahun 2003, Bab 1 pasal 1 Ayat 1. Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong
belajar,widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain sesuai dengan
kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan
6. PP No. 19 tahun 2005 Pasal 5 s/d 18, Standar Nasional Pendidikan tentang
standar-standar isi unit satuan pendidikan dasar dan menengah.
7. Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam
struktur KTSP ditafsirkan dan/pembimbing oleh konselor, guru atau tenaga
kependidikan.
8. Keputusan Dirjen PMPTK 2007 tentang Rambu-rambu penyelenggaraan BK
dalam jalur pendidikan formal yang berisi panduan penyelenggaraan BK di jalur
pendidikan formal.
9. Peraturan pemerintah No. 74 tahun 2008 tentang Guru, Bab III Pasal 15. Salah
satu persyaratan bagi pendidik yang telah menyandang sertifikat pendidik untuk
memperoleh tunjangan profesi adalah apabila pendidik yang bersangkutan
melaksanakan tugas sebagai guru bimbingan dan konseling atau konselor.
10. Permendiknas No. 27 tahun 2008, Pasal 1 ayat 1. Tentang standar kualifikasi
akademik dan kompetensi konselor. Untuk dapat diangkat sebagai konselor
seseornag wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor yang berlaku secara nasional.
b) Pemendikbud No.111 Tahun 2014)

12
Setelah penantian yang cukup panjang akhirnya layanan Bimbingan dan
Konseling di sekolah kini telah memperoleh dasar legalitas yuridis-formal yang
lebih kokoh, yakni dengan hadirnya Permendikbud No. 111 tahun 2014 tentang
Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan per
tanggal 8 Oktober 2014.
Permendikbud ini menjadi rujukan penting, khususnya bagi para Guru
BK/Konselor dalam menyelenggarakan dan mengadministrasikan layanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah.Hal yang dianggap baru dari kehadiran
Peraturan Menteri ini yaitu secara resmi mulai diterapkannya pola Bimbingan
dan Konseling Komprehensif, sebagaimana diisyaratkan dalam Pasal 6 ayat 1
yang menyebutkan bahwa: “Komponen layanan Bimbingan dan Konseling
memiliki 4 (empat) program yang mencakup: (a) layanan dasar; (b) layanan
peminatan dan perencanaan individual; (c) layanan responsif; dan (d) layanan
dukungan sistem”.
Melihat keempat komponen layanan yang dimaksud dalam pasal tersebut,
di sini tampak jelas bahwa konsep dan kerangka kerja layanan Bimbingan dan
Konseling yang dikehendaki oleh peraturan ini adalah Pola Bimbingan dan
Konseling Komprehensif.
C. Kedudukan BK di Sekolah Berdasarkan Landasan Yuridis Informal
1. Landasan psikologis
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan
(klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang
perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang :
a. Motif dan Motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan
seseorang berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan
asli yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti : rasa lapar, bernafas
dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti
rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.

13
Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,– baik dari
dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik)–, menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.
b. Pembawaan dan Lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk
dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang
dibawa sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek
psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat, kecerdasan,
atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya bersifat potensial
yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan mewujudkannya
bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan dan
lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah. Misalnya
dalam kecerdasan, ada yang sangat tinggi (jenius), normal atau bahkan sangat
kurang (debil, embisil atau ideot). Demikian pula dengan lingkungan, ada
individu yang dibesarkan dalam lingkungan yang kondusif dengan sarana dan
prasarana yang memadai, sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya
dapat berkembang secara optimal. Namun ada pula individu yang hidup dan
berada dalam lingkungan yang kurang kondusif dengan sarana dan prasarana yang
serba terbatas sehingga segenap potensi bawaan yang dimilikinya tidak dapat
berkembang dengan baik.dan menjadi tersia-siakan.
c. Perkembangan Individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya,
diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan
kognitif/kecerdasan, moral dan sosial. Beberapa teori tentang perkembangan
individu yang dapat dijadikan sebagai rujukan, diantaranya : (1) Teori dari
McCandless tentang pentingnya dorongan biologis dan kultural dalam
perkembangan individu; (2) Teori dari Freud tentang dorongan seksual; (3) Teori
dari Erickson tentang perkembangan psiko-sosial; (4) Teori dari Piaget tentang

14
perkembangan kognitif; (5) teori dari Kohlberg tentang perkembangan moral; (6)
teori dari Zunker tentang perkembangan karier; (7) Teori dari Buhler tentang
perkembangan sosial; dan (8) Teori dari Havighurst tentang tugas-tugas
perkembangan individu semenjak masa bayi sampai dengan masa dewasa.
Dalam menjalankan tugas-tugasnya, konselor harus memahami berbagai
aspek perkembangan individu yang dilayaninya sekaligus dapat melihat arah
perkembangan individu itu di masa depan, serta keterkaitannya dengan faktor
pembawaan dan lingkungan.
d. Belajar
Belajar merupakan salah satu konsep yang amat mendasar dari psikologi.
Manusia belajar untuk hidup. Tanpa belajar, seseorang tidak akan dapat
mempertahankan dan mengembangkan dirinya, dan dengan belajar manusia
mampu berbudaya dan mengembangkan harkat kemanusiaannya. Inti perbuatan
belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan
yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan yang baru itulah tujuan belajar dan
pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan, baik dalam aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor/keterampilan. Untuk terjadinya proses
belajar diperlukan prasyarat belajar, baik berupa prasyarat psiko-fisik yang
dihasilkan dari kematangan atau pun hasil belajar sebelumnya.
Untuk memahami tentang hal-hal yang berkaitan dengan belajar terdapat
beberapa teori belajar yang bisa dijadikan rujukan, diantaranya adalah : (1) Teori
Belajar Behaviorisme; (2) Teori Belajar Kognitif atau Teori Pemrosesan
Informasi; dan (3) Teori Belajar Gestalt. Dewasa ini mulai berkembang teori
belajar alternatif konstruktivisme.
e. Kepribadian
Hingga saat ini para ahli tampaknya masih belum menemukan rumusan
tentang kepribadian secara bulat dan komprehensif.. Dalam suatu penelitian
kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner
Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-
beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu
rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia

15
bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem
psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri
terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah
penyesuaian diri. Scheneider dalam Syamsu Yusuf (2003) mengartikan
penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat
behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari
dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga
dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu
didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik,
tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan
berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang
bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang mencakup:
 Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten
tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
 Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
 Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen.
 Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, sedih, atau putus asa.
 Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan
atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci
tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
 Sosiabilitas; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan
interpersonal. Seperti: sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan
berkomunikasi dengan orang lain.

16
Untuk kepentingan layanan bimbingan dan konseling dan dalam upaya
memahami dan mengembangkan perilaku individu yang dilayani (klien) maka
konselor harus dapat memahami dan mengembangkan setiap motif dan motivasi yang
melatarbelakangi perilaku individu yang dilayaninya (klien). Selain itu, seorang
konselor juga harus dapat mengidentifikasi aspek-aspek potensi bawaan dan
menjadikannya sebagai modal untuk memperoleh kesuksesan dan kebahagian hidup
kliennya. Begitu pula, konselor sedapat mungkin mampu menyediakan lingkungan
yang kondusif bagi pengembangan segenap potensi bawaan kliennya. Terkait dengan
upaya pengembangan belajar klien, konselor dituntut untuk memahami tentang aspek-
aspek dalam belajar serta berbagai teori belajar yang mendasarinya. Berkenaan
dengan upaya pengembangan kepribadian klien, konselor kiranya perlu memahami
tentang karakteristik dan keunikan kepribadian kliennya.

2. Landasan sosial budaya


Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan
pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan
sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada
dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak
lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku
sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam
memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari
lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi
individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses
pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila
perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan
timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat
terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam
kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dalam proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor
dengan klien, yang mungkin antara konselor dan klien memiliki latar sosial dan
budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam

17
sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuain diri
antar budaya, yaitu : (a) perbedaan bahasa; (b) komunikasi non-verbal; (c) stereotipe;
(d) kecenderungan menilai; dan (e) kecemasan. Kurangnya penguasaan bahasa yang
digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi dapat menimbulkan
kesalahpahaman. Bahasa non-verbal pun sering kali memiliki makna yang berbeda-
beda, dan bahkan mungkin bertolak belakang. Stereotipe cenderung menyamaratakan
sifat-sifat individu atau golongan tertentu berdasarkan prasangka subyektif (social
prejudice) yang biasanya tidak tepat. Penilaian terhadap orang lain disamping dapat
menghasilkan penilaian positif tetapi tidak sedikit pula menimbulkan reaksi-reaksi
negatif. Kecemasan muncul ketika seorang individu memasuki lingkungan budaya
lain yang unsur-unsurnya dirasakan asing. Kecemasan yanmg berlebihan dalam
kaitannya dengan suasana antar budaya dapat menuju ke culture shock, yang
menyebabkan dia tidak tahu sama sekali apa, dimana dan kapan harus berbuat
sesuatu. Agar komuniskasi sosial antara konselor dengan klien dapat terjalin
harmonis, maka kelima hambatan komunikasi tersebut perlu diantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Moh. Surya
(2006) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan konseling multikultural, bahwa
bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk
lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling
dilaksanakan dengan landasan semangat bhinneka tunggal ika, yaitu kesamaan di atas
keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada
nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang
harmoni dalam kondisi pluralistik.
3. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang
memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya.
Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis
dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis
dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam
bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.Sejak awal
dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah

18
menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan
secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003).
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”.
Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori
dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi, ilmu pendidikan, statistik,
evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu
hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk
kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan
teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan
konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui
berbagai bentuk penelitian.
Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi
berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak
dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003)
bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan
bimbingan dan konseling pendidikan. Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa
sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan
individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap
muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui
internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan
dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam
penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor
didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh
McDaniel (Prayitno, 2003) bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai
ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang
bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui
berbagai bentuk kegiatan penelitian.
BAB III
PENUTUP

19
1. KESIMPULAN
Bimbingan dan konseling merupakan upaya untuk memberikan bantuan kepada
individu atau peserta didik.. Bantuan yang dimaksud adalah bantuan yang bersifat
psikologis peseta didik itu sendiri,sehingga tercapainya penyesuaian diri,
perkembangan optimal dan kemandirian sebagai utama tujuan yang ingin dicapai dari
bimbingan itu sendiri. Dengan adanya bimbingan dan konseling pada sistem
pendidikan dapat membantu siswa memahami jati dirinya sendiri dengan lingkungan
dimana mereka berada. Bimbingan dan konseling merupakan wadah untuk mengatasi
problematika yang dihadapi seseorang dalam hidupnya.
Dalam bimbingan dan konseling banyak hal yang bisa dipelajari salah satu
contohnya dapat mengetahui apa saja tujuan dari bimbingan dan konseling
tersebut. Tujuannya diantara lain Mengatasi kesulitan dalam belajarnya,
mengatasi terjadinya kebiasaan yang tidak baik yang dilakukan pada saat proses
belajar mengajar, mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan
kesehatan jasmani, mengatasi kesulitan-kesulitan yang berkaitan dengan
kelanjutan studi, mengatasi kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan
perencanaan dan pemilihan jenis pekerjaan setelah mereka tamat, mengatasi
kesulitan-kesulitan yang berhubungan dengan masalah social-emosional di
sekolah yang bersumber dari sikap murid yang bersangkutan terhadap dirinya
sendiri, lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan lebih luas.

2. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga pembaca dapat memahami materi bimbingan
dan konseling tentang eksistensi dan kedudukan BK di Sekolah, apa saja bagian-
bagiannya. Dengan adanya mata pelajaran bimbingan dan konseling pada sistem
pendidikan, dapat meringankan beban siswa dalam mengatasi problematika yang
dihadapi, karena dalam bimbingan dan konseling banyak hal yang didapat jika orang
yang mengalami problematika bisa terbuka kepada guru bk akan masalah yang
dihadapi, dan tidak beranggapan kalau ruang BK hanya tempat untuk menyelesaikan
masalah jika terjadi pertengkaran antar siswa, tugas guru BK banyak sekali, selain
mendidik mereka juga memberi motivasi yang akan membangkitkan siswa untuk

20
menjadi lebih baik kedepannya dan merupakan wadah untuk mengantarkan siswa
memahami jati dirinya sendiri dengan lingkungan.

Daftar Pustaka

21
Akhmad Sudrajat. 1986. Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri Siswa oleh Orang Tua
dengan Prilaku Sosial Siswa di Sekolah (Skripsi). Bandung : PPB-FIP IKIP Bandung.

Depdiknas, 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta : Bagian Proyek


Peningkatan Tenaga Akdemik Dirjen Dikti

Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas.

W.S. Winkel 1982. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah. Jakarta : Gramedia.

https://www.academia.edu/11514756/Landasn_Yuridis_BK
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/25/landasan-bimbingan-dan-konseling/

22

Anda mungkin juga menyukai