Anda di halaman 1dari 18

BAB

A. Landasan Ilmu Pengetahuan Alam

1. Landasan Ontologis
Kata Ontologi berasal dari Yunani, yaitu onto yang artinya ada dan logos yang
artinya ilmu. Ontologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang keberadaan. Pertanyaan
yang menyangkut wilayah ini antara lain: apakah objek yang ditelaah IPA?
Bagaimanakah hakikat dari objek itu? Bagaimanakah hubungan antara objek tadi
dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan dan ilmu ? Studi
tentang ontologis membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani
yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis ialah seperti Thales, Plato, dan
Aristoteles. Ontologi dari IPA membatasi diri pada ruang kajian keilmuan yang bisa
dipikirkan manusia secara rasional dan yang bisa diamati melalui panca indera
manusia. Wilayah ontologi ilmu terbatas pada jangkauan pengetahuan ilmiah
manusia. Sementara kajian objek penelaahan yang berada dalam batas prapengalaman
(seperti penciptaan manusia) dan pascapengalaman (seperti surga dan neraka)
menjadi ontologi dari pengetahuan lainnya di luar iimu. Beberapa aliran dalam bidang
ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.

2. Landasan Epistomologis
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode
dan batasan pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin,
nature, methods and limits of human knowledge). Epistemologi juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge). berasal dari kata Yunani episteme, yang berarti
“pengetahuan”, “pengetahuan yang benar”, “pengetahuan ilmiah”, dan logos = teori.
Epistemologi dapat didefmisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula
atau sumber, struktur, metode dan sahnya (validitas) pengetahuan. Pertanyaan yang
menyangkut wilayah ini antara lain: bagaimanakah proses yang memungkinkan proses

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 65


dari pengetahuan menjadi ilmu? Bagaimanakah prosedurnya? Untuk hal ini, kita akan
mengarah ke cabang fisafat metodologi.
Persoalan-persoalan dalam epistemologi adalah: 1) Apakah IPA itu ?; 2)
Bagaimanakah manusia dapat mengetahui sesuatu ?; 3) Darimana pengetahuan itu
dapat diperoleh ?; 4) Bagaimanakah validitas pengetahuan itu dapat dinilai ?; 5) Apa
perbedaan antara pengetahuan a priori (pengetahuan pra-pengalaman) dengan
pengetahuan a posteriori (pengetahuan punya pengalaman) ?; 6) Apa perbedaan di
antara: kepercayaan, pengetahuan, pendapat, fakta, kenyataan, kesalahan, bayangan,
gagasan, kebenaran, kebolehjadian, kepastian ?
Langkah dalam epistemologi ilmu antara lain berpikir deduktif dan induktif
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan
bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Secara
sistematik dan kumulatif pengetahuan ilnuah disusun setahap demi setahap dengan
menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang
telah ada. Secara konsisten dan koheren maka ilmu mencoba memberikan penjelasan
yang rasional kepada objek yang berada dalam fokus penelaahan.

3. Landasan Aksiologis
Aksiologi berasal dari kata axios yakni dari bahasa Yunani yang berarti nilai dan
logos yang berarti teori. Dengan demikian maka aksiologi adalah “teori tentang nilai”
(Amsal Bakhtiar, 2004: 162). Aksiologi diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh (Jujun S. Suriasumantri, 2000:
105). Menurut Bramel dalam Amsal Bakhtiar (2004: 163) aksiologi terbagi dalam tiga
bagian: Pertama, moral conduct, yaitu tindakan moral yang melahirkan etika; Keduei,-
esthetic expression, yaitu ekspresi keindahan, Ketiga, sosio-political life, yaitu
kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosio-politik.
Pertanyaan yang menyangkut wilayah kasiologi antara lain: untuk apa
pengetahuan ilmu itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya
dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 66


norma-norma moral dan profesional? Dengan begitu , kita akan mengarah ke cabang
fisafat Etika.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan
dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu: 1) Nilai, sebagai
suatu kata benda abstrak; 2) Nilai sebagai kata benda konkret; 3) Nilai juga digunakan
sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai.
Aksiologi dipahami sebagai teori nilai dalam perkembangannya melahirkan
sebuah polemik tentang kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa disebut
sebagai netralitas pengetahuan (value free). Sebaliknya, ada jenis pengetahuan yang
didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih dikenal sebagai value bound.
Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas pengetahuan dan pengetahuan
yang didasarkan pada keterikatan nilai.
Netralitas ilmu hanya terletak pada dasar epistemologi raja: Jika hitam katakan
hitam, jika ternyata putih katakan putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga selain
kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara ontologi dan aksiologis, ilmuwan
harus mampu menilai antara yang baik dan yang buruk, yang pada hakikatnya
mengharuskan dia menentukan sikap (Jujun S. Suriasumantri, 2000:36).

B. Pengertian dan Karakteristik IPA


Ilmu pengetahuan alam yang bahasa asingnya “science” berasal dari kata latin “Scientia”

yang berarti saya tahu. Kata “science” sebenarnya semula berarti ilmu pengetahuan yang meliputi

baik ilmu pengetahuan sosial (Social science) maupun ilmu pengetahuan alam (natural science).

Lama kelamaan, bila seseorang mengatakan “science” maka yang dimaksud adalah “natural science”

atau dalam bahasa Indonesia disebut ilmu pengetahuan alam dan disingkat IPA. sedangkan IPA

sendiri terdiri dari ilmu-ilmu fisik (Physical science) yang natara lain kimia, fisika, astronomi dan

geofisika, serta ilmu-ilmu biologi (life science).

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 67


Untuk mengidentifikasikan IPA dengan kata-kata atau dengan kalimat yang singkat tidak

mudah, karena sering kurang dapat menggambarkan secara lengkap pengertian IPA tersebut.

Terdapat beberapa definisi IPA diantaranya adalah :

1) Menurut H.W. Fowler : “Ilmu pengetahuan alam adalah pengetahuan alam yang sistematis dan

dirumuskan , yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas

pengamatan dan deduksi”. Definisi IPA ini tampaknya banyak diterima dan dipakai di sekolah-

sekolah di Indonesia.

2) Menurut Robert B.Sund : “Ilmu pengetahuan alam adalah sekumpulan pengetahuan dan juga

suatu proses“. Dalam definisi ini IPA mengandung dua unsur, yaitu sebagai sekumpulan

pengetahuan dan sebagai suatu proses untuk memperoleh dan mengembangkan pengetahuan

tersebut.

3) Definisi lainnya, yaitu menurut James B. Conant : “Ilmu pengetahuan alam adalah suatu

rangkaian konsep-konsep yang saling berkaitan dan bagan-bagan konsep yang telah

berkembang sebagai hasil eksperiment dan obeservasi dan bermanfaat untuk eksperimen serta

observasi lebih lanjut”.

Dalam definisi ke tiga ini terdapat tiga unsur IPA. Yang pertama, adalah serangkaian konsep

dan bagan konsep yang saling berkaitan. Yang dimaksud bagan konsep ialah suatu konsep yang

menyangkut konsep-konsep lain yang relevan. Misalnya konsep evolusi yang menyangkut konsep

mutasi, konsep variasi, konsep penyebaran geografis. Adapun unsur kedua dari definisi IPA

tersebut, berupa proses terutama mempergunakan metoda observasi dan eksperimen. Sedangkan

unsur ketiga berupa manfaat dan penerapannya, yaitu untuk observasi dan eksperimen lebih lanjut.

Dari ketiga contoh definisi IPA tersebut, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa IPA

merupakan suatu pengetahuan yang ilmiah, karena IPA mempunyai syarat-syarat berikut :

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 68


1) Bersifat objektif, artinya pengetahuan itu sesuai dengan kenyataan dari objeknya dan dapat

dibuktikan dengan pengamatan dan pengamalan empirik. Adapun objek studi IPA adalah

benda-benda dan gejala-gejala kebendaan, baik benda hidup, benda mati maupun tidak hidup.

2) Bersifat sistematik, artinya IPA mempunyai sistem yang teratur. Sistem ini dipergunakan

untuk menyusun, mengorganisasikan pengetahuan, konsep-konsep dan teori IPA.

3) Mengandung metode tertentu yaitu metode ilmiah. Metode ini dipergunakan untuk

mempelajari objek studi, untuk memperoleh pengetahuan dan juga cara berfikir dan

memcahkan masalah.

Berdasarkan ke 3 pengertian tersebut, IPA pada hakekatnya merupakan suatu produk, proses dan

penerapan dengan penjelasan sebagai berikut :

1) IPA pada hakikatnya merupakan suatu produk atau hasil. IPA merupakan sekumpulan

pengetahuan (dalam definisi pertama dan kedua) dan sekumpulan konsep-konsep dan bagan

konsep (dalam definisi ketiga) yang merupakan hasil suatu proses tertentu.

2) IPA pada hakikatnya adalah suatu proses (dalam definisi kedua). Yaitu proses yang digunakan

untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk IPA. Dalam

Proses ini digunakan metode ilmiah dan terutama ditekankan pada proses observasi dan

eksperimen (dalam definisi pertama dan kedua).

Dengan mengutip pendapat Einstein tentang proses IPA, John G. Kemeny menegaskan baha

IPA berangkat dari fakta dan berakhir pada fakta. Kemeny menjelaskan terdapatnya tiga tahapan

dalam proses tersebut;

a) Bertolak dari Fakta-fakta khusus hasil observasi dan eksperimen terdahulu, disusun konsep-

konsep kemudian teori-teori. Penyusunan teori secara demikian disebut secara induktif, yaitu

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 69


bertolak dari sesuatu yang khusus menuju sesuatu yang umum, atau dari fakta-fakta hasil

eksperimen dan observasi, menuju terbentuknya teori. Tahapan ini disebut tahapan induksi.

Contoh : Dari beberapa pengamatan menunjukkan bahwa tumbuhan berkeping satu

mempunyai akar serabut maka kita selidiki tumbuhan satu lainnya, ternyata semuanya berakar

serabut. Kemudian diambil kesimpulan umum bahwa tumbuhan berkeping satu mempunyai

akar serabut.

b) Tahapan kedua adalah deduksi.Berrtitik tolak dari suatu teori atau kesimpulan umum yang

telah dianggap benar,dapat diramalkan atau diprediksi fakta-fakta baru yang bersifat khusus.

Fakta-fakta atau ramalan-ramalan baru ini merupakan konsekuensi-konsekuensi yang timbul

dari teori atau kesimpulan umum tersebut.

Contoh : Misalnya kita sudah menganggap benar kesimpulan umum tentang tumbuhan

berkeping satu tersebut. Bila suatu ketika ditemukan tumbuhan yang berakar serabut, maka

kita deduksikan bahwa tumbuhan tersebut berkeping satu.

c) Diketemukannya dugaan atau ramalan baru, akan mendorong dilakukannya observasi dan

eksperimen selanjutnya, untuk menguji kebenaran ramalan-ramalan tersebut. Tahapan ini

disebut tahapan verifikasi. Ramalan atau konsekuensi yang telah diuji kebenarannya

melahirkan fakta-fakta baru yang secara induktif dapat disusun teori baru lagi. Dengan

demikian, proses-proses IPA merupakan proses yang berantai dan melingkar, yang bertolak

dari fakta dan berakhir pada fakta baru.

Matematika mempunyai sumbangan yang penting bagi perkembangan IPA. Matematika antara

lain berperan sebagai penunjang untuk memahami gejala-gejala alam dan untuk

memperhitungkan secara logis sesuatu yang tidak dapat diperoleh dari observasi dan

eksperimen. Perkembangan IPA bukan hanya karena proses induksi dan deduksi tetapi juga

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 70


peranan matematika. Pengetahuan yang diperoleh dengan metoda ilmiah yang disertai

perhitungan matematika melahirkan IPA kuantitatif yang dipandang merupakan IPA modern.

3) Adapun hakikat IPA yang ketiga adalah bahwa IPA pada hakikatnya merupakan suatu

penerapan atau aplikasi. penerapan teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat

memberi kemudahan bagi kehidupan. Penerapan-penerapan IPA ini juga berguna untuk

mengembang teori dan teknologi baru.

Erat kaitannya dengan hakikat IPA sebagai suatu penerapan, Norman Campbell memandang

IPA menjadi dua aspek yag satu sama lain tidak dapat dipisahkan bagai mata uang dnegan kedua

sisi-sisinya. Kedua aspek tersebut adalah ”practical science” dan aspek “pure science” sebagai

”practical science” IPA sangat bermanfaat dalam kehidupan masyarakat melalui teknologi. Sebagai

“pure science”, IPA tidak dapat bermanfaat langsung bagi kehidupan, tetapi mengandung nilai

intelektual. Apa yang kita pelajari secara langsung dari IPA adalah aspek “pure science” tersebut.

Sebagai suatu produk, proses maupun penerapan, IPA memiliki ciri-ciri tertentu yang dapat

membedakan ilmu pengetahuan lain. Adapun ciri-ciri tersebut adalah :

1) Pengetahuan dalam IPA bersifat universal. Ini berarti konsep-konsep dan teori IPA tetap

konsisten danb berlaku dimana-mana. Hal ini antara lain karena IPA tidak membahas nilai-nilai

moral dan etika, dan menjangkau nilai-nilai keindahan dan seni budaya yang nilainya

dipengaruhi oleh kebudayaan masing-masing tempat.

Contoh :Hukum gravitasi Newton berlaku mulai dari apel-apel yang jatuh ke bumi pada berbagai

tempat, hingga bergeraknya bulan mengelilingi bumi dan juga bergeraknya planet-planet

mengelilingi matahari.

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 71


2) Ciri kedua dari IPA ialah konsep-konsep dalam IPA dapat diuji kebenarannya oleh siapa saja

pada setiap waktu. ini berarti konsep-konsep IPA dapat dibuktikan oleh ilmuwan-ilmuwan lain

pada waktu yang berbeda-beda.

Contoh : Berdasarkan hasil pengamatannya, Alexis Bouvard (Perancis) mengamati bahwa

terdapat kelainan-kelainan dari orbit planet Uranus. Dua belas tahun kemudian, John Adam

(Inggris) dan Jean Leverier (Perancis) dengan perhitungan-perhitungan teoritis menunjukkan

bahwa penyimpangan orbit Uranus tersebut disebab planet lain dibelakangnya dnegan lokasi

yang dapat ditentukan. Pada tahu 1842, barulah observatorium Berlin dapat mengamati lokasi

tersebut dan menemukan planet baru yang kemudian diberi nama Neptunus. Dengan demikian

hipotesis Leverier dapat dibuktikan kebenarannya oleh orang lain.

3) Ciri ketiga dari IPA adalah bahwa konsep dari teori IPA bersifat tentatif yang berarti

kemungkinan dapat diubah bila ditemukan fakta baru yang tidak sesuai dengan konsep dan

teori tersebut.

C. Metode Ilmiah Sebagai Ciri IPA


Metoda ilmiah merupakan cara-cara ilmiah untuk memperoleh pengetahuan dan yang

menentukan apakah suatu pengetahuan bersifat ilmiah. Metode ilmiah yang digunakan, harus

menjamin akan menghasilkan pengetahuan yang ilmiah, yaitu yang bersifat objektif, sistematis dan

konsisten. Metoda ilmiah terutama digunakan dalam IPA, tetapi juga banyak juga digunakan dalam

ilmu pengetahuan lain. Dalam bentuk dan langkah-langkah sederhana, juga dapat dipergunakan

untuk memecahkan masalah dalam kehidupan agar memperoleh keputusan yang objektif. Adapun

langkah-langkah operasionalnya adalah sebagai berikut adalah :

1. Perumusan masalah. Langkah metoda ilmiah diawali dengan merasakan adanya masalah dan

berkeinginan untuk memecahkan masalah. Masalah antara lain timbul karena adanya

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 72


kesenjangan antara apa yang seharusnya terjadi dengan keadaan yang sebenarnya. Yang

dimaksud dengan masalah disini umumnya ialah berupa pertanyaan yang mengandung unsur-

unsur apa, mengapa, dan bagaimana suatu objek yang akan diteliti.

2. Langkah selanjutnya adalah membatasi masalah dan faktor-faktor yang mempengaruhi untuk

menentukan ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan. Kemudian masalah tersebut perlu

dirumuskan agar menjadi jelas sehingga mempermudah langkah-langkah selanjutnya dalam

memecahkan masalah tersebut.

3. Penyusunan hipotesis. Hipotesis adalah pernyataan yang mengandung jawaban-jawaban

sementara tentang masalah yang diteliti dan yang harus diuji kebenaranya melalui observasi

dan eksperimen. Hipotesis menunjukkan adanya kemungkinan-kemungkinan jawaban atau

dugaan-dugaan sementara tentang masalah yang diteliti. Penyusunan hipotesis harus dilandasi

pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

4. Pengumpulan data. Yaitu mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan masalah tersebut

dan yang relevan dengan hipotesis yang telah disusun. Pengumpulan data ini antara lain dapat

dilakukan dengan mencari informasi dari buku-buku sumber atau dari orang yang dianggap

banyak mengetahui tentang masalah tersebut (resouce persons).

5. Langkah selanjutnya dalah menyeleksi dan mengklasifikasikan data. Data yang telah terkumpul

diseleksi untuk dipilih data yang erat hubungannya dengan masalah dan yang dapat

dipergunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Mengklasifikasikan data berarti

menggolong-nggolongkan data sesuai dengan jenis dan kategorinya dalam memecahkan

masalah. Bila perlu data kuantitatif dapat disusun dalam bentuk tabel atau grafik.

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 73


6. Pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan atau

observasi dan dapat dilakukan dengan melalui eksperimen. Pengujian hipotesis tidak berarti

harus membenarkan hipotesis karena suatu hipotesis dapat ditolak kebenarannya bila hasil-

hasil eksperimen atau observasi tersebut ternyata tidak mendukungnya.

7. Hasil-hasil eksperimen dan data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis untuk

menentukan apakan hipotesis yang telah diajukan ditolak atau diterima kebenarannya.

8. Pengambilan kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data dan hasil eksperimen yang telah

dilakukan pada proses pengujian hipotesis ditarik kesimpulan hipotesis mana yang ditolak dan

hipotesis mana yang diterima. Kesimpulan yang diambil merupakan pengetahuan yang telah di

uji kebenarannya. Kesimpulan tersebut juga merupakan jawaban terhadap masalah yang diteliti

atau dipecahkan, yang dikomunikasikan dalam bentuk laporan hasil penelitian. Kecuali itu dari

suatu hasil penelitian, biasanya timbul masalah-masalah baru yang perlu diteliti.

Apakah keseluruhan langkah-langkah metoda ilmiah tersebut perlu dilakukan secara

berurutan ? Pada umumnya, langkah-langkah tersebut perlu dilakukan secara teratur dan

berurutan, karena langkah yang satu merupakan landasan dari langkah berikutnya. Tetapi pada

beberapa pustaka, langkah pengumpulan data dilakukan lebih dahulu sebelum penyusunan

hipotesis. Ini membawa konsekwensi, terkumpulnya data yang akhirnya kurang relevan dengan

hipotesis yang akan disusun. Sebaliknya mungkin saja terjadi, data yang diperlukan terlewat untuk

dikumpulkan, hingga perlu diulang atau dilengkapi.

Sekalipun kesimpulan suatu penelitian diambil berdasarkan metoda-metoda ilmiah, tetapi

kesimpulan tersebut tetap mempunyai kemungkinan mengandung kesalahan-kesalahan.

Pengumpulan data hasil observasi ataupun informasi dari buku-buku, dilakukan dengan melalui

indera-indera manusia yang mempunyai keterbatasan. Demikian juga alat-alat eksperimen yang

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 74


dipergunakan mungkin belum memadai untuk mengumpulkan data yang lebih akurat. Oleh karena

itu, kesimpulan yang berupa pengetahuan IPA dapat berubah bila ternyata ditemukan data baru

yang tidak sesuai. Inilah yang menyebabkan IPA mempunyai ciri tentatif, seperti yang telah kita

bahas.

Keterbatasan lain dari metoda ilmiah IPA ialah bahwa IPA dengan metoda ilmiahnya tidak

dapat menjangkau sistem nilai yang berkaitan dengan nilai-nilai keindahan atau estetika serta nilai-

nilai yang menyangkut kebaikan dan keburukan.

Dengan metoda ilmiah ini, para ilmuwan tidak mau dan tidak mampu menguji kebenaran-

kebenaran yang diturunkan berdasarkan wahyu Ilahi. Kebenaran wahyu Ilahi adalah kebenaran

yang bersifat mutlak dan diyakini sepenuhnya akan kebenarannya oleh pemeluknya serta abadi

sepanjang masa.

D. Sikap Ilmiah Dalam IPA


Pada waktu memecahkan masalah dengan menggunakan masalah dengan menggunakan

metoda ilmiah seorang ilmuwan atau pengguna metoda ilmiah tersebut, dituntut memiliki sikap-

sikap tertentu, agar kesimpulan yang diperolehnya bersifat objektif. Sikap tersebut disebut sikap

ilmiah yang antara lain sebagia berikut :

1. Objektif terhadap fakta atau kenyataan. Dengan jujur seorang ilmuwan akan menyatakan

suatu fakta sesuai dengan kenyataan dan tidak dipengaruhi oleh perasaannya serta

pertimbangan lain. Sikap ini akan melatih kita untuk mencintai kebenaran yang objektif.

Dengan bersifat objektif terhadap fakta ini kita dituntut untuk membedakan antara fakta dan

pendapat pribadi.

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 75


2. Tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan atau keputusan, bila belum cukup fakta yang

dikumpulkan yang dapat menunjang kesimpulan atau keputusan itu. Dengan demikian tidak

akan mengambil kesimpulan yang didasarkan atas prasangka.

Contoh : Seorang ilmuwan yang secara kebetulan menemukan suatu jenis hewan dalam air dia

tidak akan menyimpulkan bahwa hewan tersebut hidup dalam air sebelum mengumpulkan

data tentang hewan tersebut ada berbagai tempat baik darat, air tawar, maupun air laut.

3. Berhati terbuka. Artinya bersedia mempertimbangkan pendapat atau penemuan orang lain,

sekalipun pendapat atau penemuan orang lain itu bertentangan atau tidak sesuai denagn

pendapatnya sendiri.

Contoh : Ilmuwan tersebut (contoh 2) telah menyimpulkan bahwa hewan tadi hidup dalam air.

Tetapi ternyata ada ilmuwan lain menemukan hewan serupa hidup di atas pohon-pohon.

Ilmuwan yang pertama bersedia mengubah kesimpulannya asal dia diberi cukup bukti dan

fakta.

4. Bersikap tidak memihak terhadap sesuatu pendapat tertentu tanpa alasan-alasan yang

berdasarkan fakta.

Contoh : Ingat percobaan Galileo dari menara Pisa. Galileo tidak memihak begitu saja faham

Aristoteles bahwa benda berat akan jatuh lebih dahulu daripada benda ringan.

5. Metoda ilmiah melatih kita untuk tidak percaya kepada takhayul atau sifat untung-untungan,

karena percaya bahwa di alam ini sesuatu terjadi melalui proses tertentu.

6. Dapat bekerja sama dengan orang-orang lain dan bersedia mengkomunikasikan dan

mengumumkan hasil penelitiannya. Ini berarti bahwa penemuan atau pendapat kita rela untuk

diteliti kembali ataupun di kritik dengan alasan-alasan rasional.

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 76


7. Selalu memiliki rasa ingin tahu tentang apa, mengapa dan bagaimana sesuatu gejala yang

dijumpainya. Rasa ingin tahu ini akan melatih kepekaan mengenal masalah dan menggugah

keringinannya untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian akan mendorong kita

untuk mencari kebenaran dan penemuan-penemuan baru.

8. Memiliki ketekunan dan kesabaran serta ketelitian dalam melakukan eksperimen, observasi

dan dalam mengumpulkan data serta memecahkan masalah.

E. Nilai Nilai Yang Terkandung Dalam IPA


Sekalipun IPA tidak menjangkau nilai-nilai moral atau etika dan juga tidak membahas nilai-

nilai keindahan atau estetika, tetapi IPA mengandung nilai-nilai tertentu yang berguna bagi

masyarakat. Yang dimaksud dengan nilai disini ialah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat

dalam IPA dan menjadi tujuan yang akan dicapai. Jelaslah bahwa yang dimaksud dengan nilai dalam

pembahasan ini bukanlah nilai-nilai yang bersifat kebendaan atau bukan nilai-nilai yang dapat

dikaitkan dengan harga dan bentuk uang. Adapun nilai-nilai IPA tersebut adalah :

1) Nilai praktis. Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang

secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebaliknya teknologi telah membantu

mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung juga bermanfaat bagi

kehidupan. Oleh karena itu, IPA telah membuka jalan ke arah penemuan-penemuan yang

secara langsung dan tidak langsung dapat bermanfaat. Dengan demikian IPA mempunyai nilai

praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh : Penemuan listrik oleh Faraday telah diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan

berbagai alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat sehari-hari.

Tentang hubungan antara IPA dan teknologi ini Paul B.Weiz mengungkapkan bahwa IPA

merupakan tanah tempat teknologi tumbuh dan berkembang. Ungkapan tersebut

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 77


menunjukkan bahwa antara IPA dan teknologi terdapat hubungan saling mermbutuhkan,

saling isi mengisi agar dapat terus tumbuh dan berkembang.

2) Nilai intelektual. Metoda ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia

untuk memecahkan masalah. Tidak saja masalah-masalah alamiah tetapi juga masalah-masalah

sosial, ekonomi, dan lain-lain.

Metoda ilmiah ini telah melatih ketrampilan dan ketekunan, serta melatih pengambilan

keputusan-keputusan dengan pertimbangan yang rasional bagi penggunaannya. Kecuali itu

agar pemecahan masalah berhasil dengan baik, maka metoda ilmiah menuntut sifat ilmiah bagi

penggunaannya. Keberhasilan memecahkan masalah ini akan memberikan kepuasan

intelektual. Dengan demikian yang dimaksud dengan nilai intelektual adalah sesuatu yang

memberikan kepuasan kepada seseorang karena dia telah mampu menyelesaikan atau

memecahkan masalah. Bedakanlah kepuasan intelektual ini dengan kepuasan seseorang

pedagang yang memperoleh untung besar atau bandingkanlah dengan seorang politikus yang

bangga karena mengalahkan lawan politiknya.

3) Nilai-nilai sosial-ekonomi-politik. IPA mempunyai nilai-nilai sosial-ekonomi-politik berarti,

kemajuan IPA dan teknologi suatu negara, menyebabkan negara tersebut memperoleh

kedudukan yang kuat dalam percaturan sosial-ekonomi-politik internasional. Prestasi-prestasi

tinggi yang dapat dicapai oleh suatu negara dalam bidang IPA dan teknologi memberikan rasa

bangga akan bangsanya. Rasa bangga akan kemampuan atau potensi nasional dan rasa bangga

terhadap bangsanya adalah nilai-nilai sosial-politik suatu negara.

Contoh : Negara-negara yang telah maju, misalnya Amerika, mereka sadar dan bangga terhadap

kemampuan atau potensi bangsanya dalam bidang sosial politik. Produk IPA dan teknologi

dapat membuka jalan ke arah industrialisasi dan mekanisasi pertanian yang dapat

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 78


meningkatkan ekonomi dan neraca perdagangan suatu negara. Sekalipun memiliki

kemampuan IPAdan eknologi tinggi, tidak dapat menggali sumber daya alamnya dengan

sebaik-baiknya. Kemungkinan bahkan akan menyerahkan pengusahaan sumber daya alam

negaranya kepada bangsa lain yang hanya memikirkan keuntungan sebanyak banyaknya, tanpa

memperhatikan alamnya. Dalam hal ini maka IPA dan teknologi memiliki nilai sosial-ekonomi.

Kemajuan IPA dan teknologi suatu negara dapat menempatkan negara itu dalam kedudukan

pilotik internasional yang menentukan.

Contoh :

a) Ketika Amerika berhasil mendaratkan manusia di bulan dengan apolo 11, martabat

Amerika dalam percaturan politik melonjak lebih tinggi.

b) Juga ketika Rusia mampu meluncurkan satelit buatannya yang pertama, yaitu Sputnik I,

martabat Rusia dimata dunia meningkat.

c) Jepang dan RRC karena kemampuan IPA dan teknologinya tinggi, hingga banyak hasil

indusrinya merebut pasar dunia, maka kedudukannya di dunia internasional makin

kuat.

4) Nilai keagamaan dari IPA. Banyak orang berprasangka, dengan mempelajari IPA dan

teknologi secara mendalam akan mengurangi kepercayaan manusia kepada Tuhan.

Prasangka tersebut didasarkan pada alasan bahwa IPA hanya mempelajari benda dan

gejala-gejala kebendaan. Prasangka ini tidak benar makin mendalam orang mempelajari

IPA, makin sadarlah orang itu akan adanya kebenaran hukum-hukum alam, sadar akan

adanya suatu ketertiban di dalam alam raya ini dengan maha pengaturnya. Walau

bagaimanapun manusia telah berusaha untuk membaca mempelajari dan menterjemahkan

alam, manusia makin sadar akan keterbatasan ilmunya. Karena dengan keterbatasan

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 79


ilmunya manusia belum dan tidak akan pernah mengetahui asal mula dam akhir dari alam

raya dengan pasti.

Contoh :

a) Anda mengetahui, berapa banyak biaya dan tenaga ahli yang dikerahkan untuk persiapan

pendaratan dibulan. Manusia tidak akan mampu membuat atau menciptakan bulan. Oleh

karena itu, makin sadarlah akan kebesaran Maha Penciptanya.

b) Dengan susah payah dan waktu yang lama manusia dapat mempelajari hukum gravitasi,

tetapi keterbatasan ilmunya, manusia tidak mampu meniadakan gravitasi itu sendiri.

Dengan penemuan-penemuannya manusia makin sadar akan kebesaran Tuhan.

c) Dengan mempergunakan mikroskop, manusia mampu mempelajari kehidupan

mikroorganisme, keindahan pergerakan protoplasma, serta kerumitan dan keteraturan

reaksi-reaksi di dalamnya. semua pengamatan ini akan mempertebal kesadaran kita

tentang kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.

Berdasarkan contoh-contoh tersebut, jelaslah seorang ilmuwan yang beragama akan lebih

tebal keimanannya kepada Tuhan. Keimanan ini tidak hanya didukung oleh dogma-dogma

saja. Keimanannya juga ditunjang oleh akal pikiran yang didukung segala pengamatannya

terhadap benda-benda dan gejala-gejala alam, yang merupakan manifestasi kebesaran

Tuhan.

Hubungan nilai-nilai IPA dan agama ini, ilmuwan terkenal Albert Einstein menggambarkan

dalam ungkapan sebagai berikut “Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta dan agama tanpa

ilmu pengetahuan adalah lumpuh”.

5) Nilai-nilai kependidikan dalam IPA. Sekitar satu abad yang lampau, karena pelajaran IPA

lebih ditekankan pada fakta-fakta saja, ahli-ahli pendidikan belum mengangap IPA mempunyai

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 80


kedudukan penting dalam kurikulum sekolah. Kecuali itu pelajaran IPA pada waktu tersebut

sedikit sekali yang didasarkan atas penemuan-penemuan psikologi belajar. Dengan makin

berkembangnya IPA dan teknologi serta diterapkannya psikologi belajar pada pelajaran IPA,

maka IPA diakui bukan hanya suatu pelajaran melainkan pula suatu alat pendidikan. Pelajaran

IPA bersama-sama dengan pelajaran lain merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan.

Nilai-nilai IPA apakah yang dapat ditanamkan pada pelajaran IPA?

a) Kecakapan bekerja dan berfikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah

metoda ilmiah yang sering dipergunakannya.

b) Ketrampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan, mempergunakan alat-alat

eksperimentasi untuk memecahkan masalah.

c) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik kaitannya dengan

pelajaran IPA maupun dalam kehidupan.

Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka

pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu :

a) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat kita hidup dan tentang

bagaimana kita harus bersikap yang benar terhadap alam. Dengan pengetahuannya, siswa

diharapkan dapat memanfaakan dan mengelola sumber daya alam secara tepat.

b) Menanamkan sikap hidup ilmiah, yang harus dibawanya dalam perjalanan hidupnya dan

bukan hanya dalam memecahkan masalah ilmiah saja. Sikap ini timbul dari kesadaran akan

pentingnya metoda dan sikap ilmiah yang biasa digunakan oleh para ahli IPA. Dengan

memberikan latihan kepada siswa untuk memecahkan masalah secara ilmiah, siswa akan

mampu mencari jawab persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hidupnya secara ilmiah.

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 81


c) Memberikan ketrampilan untuk melakukan pengamatan, pengukuran dan menggunakan

alat-alat. Latihan ketrampilan ini dapat mengembangkan bakat ketrampilan tanga siswa

yang berguna untik dasar-dasar ketrampilan industri. Praktikum, percobaan-percobaa

dalam pelajaran IPA adalah bagian penting yang bermanfaat dalam mencapai tujuan

pendidikan IPA. Kecuali itu pendidikan IPA harus dapat memberikan untuk tumbuhnya

ketrampilan-ketrampilan dasar ini.

d) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan

dan penemuan-penemuannya yang telah berguna bagi dunia. Yang perlu kita didikkan

kepada para siswa untuk menghargai para ilmuwan itu, adalah mengetahui bagaimana

penemuan-penemuan itu dilakukan, menghargai jasa pengorbanannya. Dengan demikian

siswa akan tergugah untuk melakukan percobaan dan penemuan-penemuan baru yang

berguna bagi manusia.

F. Soal-soal yang dipecahkan

1. Buatlah mind map dari materi tentang bab ini yaitu “Hakekat IPA ”
2. Jelaskan hakekat IPA ditinjau dari landasan Ontologis, Epistomologis dan
Aksiologis
3. Jelaskan kenapa metode ilmiah sebagai salah satu ciri IPA
4. Jelaskan dimensi-dimensi apa saja yang dikembangkan dalam IPA

“Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam”, Amali Putra, 2014 Hal. 82

Anda mungkin juga menyukai