Anda di halaman 1dari 154

BAHAN AJAR

FISIKA MODERN

DR. RATNAWULAN, M.SI

JURUSAN FISIKA
FMIPA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PENDAHULUAN

MENELUSURI KELAHIRAN FISIKA MODERN

A. Hakekat Ilmu Fisika

Fisika adalah cabang sains yang mempelajari materi (matter), energi, ruang, dan
waktu. Sebelum akhir abad ke 19, cabang sains ini lebih dikenal dengan nama “filsafat
alam” (natural philosophy, dari bahasa Yunani “physikos”). Bisa dikatakan, fisika
merupakan sains murni yang paling dasar (basic). Temuan dari fisika pun menjalar dan
mempengaruhi cabang sains lainnya. Tidak heran, karena fisika banyak mengulik materi
dan energi yang pada hakekatnya merupakan penyusun dasar (basic constituents) alam.

Seperti dasar piramida, cakupan fisika sangat luas dibanding sains dasar lainnya.
Mulai dari materi berskala mikroskopik (subpartikel) hingga makroskopik (jagat raya).
Selain itu, di fisika pun dikenal berbagai bentuk energi dan dipelajari perubahannya dari
satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Sedangkan ruang dan waktu berperan
penting sebagai kerangka pengamatan fisika.

Secara garis besar, ilmu fisika bisa dibagi menjadi dua kelompok yaitu fisika
klasik dan fisika modern. Fisika klasik biasanya mempelajari materi dan energi dari suatu
kejadian keseharian yang mudah diamati (kondisi normal). Beberapa topik bahasannya
adalah mekanika, termodinamika, bunyi, cahaya, dan elektromagnet (listrik dan magnet).
Fisika modern mempelajari materi dan energi yang berada pada kondisi ekstrem atau
skala sangat besar atau sangat kecil. Sebagai contoh, fisika atom dan fisika inti atau
fisika partikel elementer (FPE) yang skalanya lebih kecil daripada atom dan inti. Bidang
FPE ini dikenal pula dengan nama “fisika energi-tinggi” (Arthur Beiser,(1982)).

Fisika Modern memiliki kaitan erat dengan matematika. Hal ini karena
matematika mampu menyediakan kerangka logika di mana hukum-hukum fisika modern
dapat diformulasikan secara tepat. Definisi, teori, dan model fisika selalu dinyatakan
menggunakan hubungan matematis. Sebagai ilmu dasar, fisika modern khususnya
memiliki pengaruh pada banyak ilmu sains lainnya. Salah satu contohnya pada ilmu
kimia. Fisika modern banyak mempelajari partikel renik semacam elektron. Bahasan
tersebut ternyata juga dipelajari dan dimanfaatkan pada ilmu kimia. Bahkan topik
mekanika kuantum yang diterapkan pada ilmu kimia telah melahirkan bidang baru yang
dinamakan kimia kuantum (quantum chemistry). Selain itu, ilmu fisika modern yang
diterapkan pada bidang ilmu lain ikut berperan dalam melahirkan bidang baru yang
menarik. Contohnya adalah ilmu biofisika (fisika pada ilmu biologi) dan fisika medis
(fisika pada ilmu kedokteran).

Sagan (dalam Supriyono, 2003) mengatakan tentang tujuan dari fisika:

Tujuan fisika adalah untuk menemukan bagaimana alam bekerja, mencari


bagaimana aturannya, memecahkan keteraturan yang ada dari partikel-partikel
subnuklir yang mungkin membawa komponen utama semua materi, kemakluk
hidup, komunitas sosial manusia dan kosmos secara keseluruhan. Fisika
didasarkan atas eksperimen, pada kemauan menentang dogma lama, pada
keterbukaan untuk melihat alam semesta seperti apa sesungguhnya.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hakekat fisika dan tentunya fisika modern
bukan hanya sekedar penampakan fakta dan prinsip tetapi lebih dari itu fisika juga
mengandung cara-cara bagaimana memperoleh fakta dan prinsip tersebut beserta sikap
fisikawan dalam melakukannya.

B. Fisika Klasik
Di akhir abad ke -19 ilmu fisika yang sebagian besar menekuni zat curah dapat
dikatakan telah mencapai keadaan mapan. Artinya sebagaian besar gejala bidang fisika
dapat di terangkan dengan kaidah dan hukum yang telah dirumuskan. Hukum yang
terkenal tentang gerak adalah Hukum Newton. Cerita prestasi Newton diawali oleh data
gerak benda jatuh (dalam gravitasi bumi) pada satu dimensi yang dihasilkan oleh
eksperimen yang dilakukan oleh Galileo. Data ini kemudian dianalisa dengan
menggunakan perangkat matematika yang ada ketika itu, seperti operator penambah,
pengurang, pembagi dan pengali, kemudian juga dengan menggunakan grafik waktu
terhadap ruang, maka dari data tersebut diperoleh bahasa baru dalam matematika, yaitu
integral dan diferensial. Jadi kemunculan integral dan diferensial sebenarnya sangat
menarik, karena muncul dari perpaduan antara bahasa matematika yang sudah ada ketika
itu dengan penafsiran Newton terhadap data gerak jatuh pada satu dimensi. Setelah itu
observasi Newton diteruskan dengan membuat suatu cerita dengan memperkenalkan
konsep momentum (besaran pada sistem) dan lingkungan, sehingga diperoleh hukum
Newton 1, 2 dan 3.
Kisah kelahiran bidang-bidang fisika yang lainnya juga mirip-mirip dengan
kelahiran Mekanika Newton. Hukum-hukum Elektrodinamika dan Kuantum selalu
diawali oleh eksperimen, kemudian para ilmuwan memberikan tafsiran terhadap data-
data tersebut sehingga muncul konsep-konsep yang baru. Tetapi dalam beberapa kasus
juga bisa terjadi sebaliknya dan ‘beberapa kasus tsb’ itu sering disebut sebagai bidang
fisika teori.

Gambar 1
Skema Kemunculan Hukum Fisika

Eksperimen Analisa Data Hukum Fisika


(Fisika (Fisika Teori)
Eksperimen)

Bahasa
Mate -
Data matika

Bidang ilmu fisika klasik terbagi dalam kelompok besar sebagai berikut:
Mekanika
Elektromagnetisme
Thermodinamika
Optika
Pada akhir abad ke-19 kelompok bidang diatas sudah memiliki struktur axiomatis
yang tuntas. Sebagai ilmu, sistematikanya sangat baik. Cabang-cabang lain ilmu fisika
dapat dikembalikan pada empat kelompok diatas, atau merupakan cabang yang bersandar
pada bagian-bagian tertentu beberapa kelompok dari yang empat itu.
Masih ada beberapa hal yang rasanya belum dapat diterangkan, seperti
umpamanya spektrum garis dan radiasi termal oleh benda sempurna hitam. Tetapi orang
ada saat itu berpendapat bahwa hal-hal semacam itu hanya memerlukan waktu, dan akan
dapat diterangkan dengan kerangka kaedah dan hukum yang telah dirumuskan. Dianggap
orang bahwa fisika masa depan terutama akan berkisar pada penghalusan kaedah yang
telah ada, serta pengukuran besaran-besaran fisika yang ada dengan ketelitian yang lebih
besar.

C. Awal lahirnya Fisika Modern


Seperti dikatakan sebelumnya, pada akhir abad 19 masih ada beberapa gejala
yang belum dapat diterangkan secara memadai dengan hukum dan kaedah yang ada,
seperti :
a. efek fotolistrik, yang diamati oleh Hallwach ;
b. spektrum garis yang dipancarkan oleh gas ; antara lain sepktrum garis
Hidrogen yang diukur dengan sangat teliti oleh Balmer ;
c. bentuk radiansi spektral radiasi termal oleh benda sempurna hitam.
Hal-hal tesebut berakitan dengan fakta-fakta eksperimental, dan belum dapat
memperoleh penjelasan teorematik yang memuaskan dalam kerangka fisika klasik.
Disamping itu masih ditemui kesukaran tentang hasil rumusan teori elektromagnet
Maxwell dalam hubungannya dengan hipotesa tentang ether. Ether dihipotesakan sebagai
perantara bagi perambatan gelombang elektromagnet dalam ruang.
Percobaan Michelson-Morley memberi indikasi negatif tentang kehadiran ether
tersebut. Secara teoritik, tidak adanya ether sebagai perantara perambatan gelombang
elektromagnet mempunyai implikasi yang luas ; yaitu bahwa bagi perambatan gelombang
elektromagnet tak ada suatu kerangka referensi inersial yang mutlak.
Usaha awal untuk menerangkan a, b, c, diatas dan indikasi negatif tentang adanya
ether, dengan teori klasik tidak berhasil dan kadang-kadang memberikan konsekuensi
yang berat. Seperti umpamanya, ketika Rayleigh dan Jeans menerangkan teori ekipartisi
energi pada pemancaran oleh benda sempurna hitam. Pendekatan Rayleigh dan Jeans
tersebut meramalkan rapat energi radiasi yang tak berhingga pada frekuensi yang tinggi ;
ini dikenal sebagai bencana ultraviolet.
Rupanya beberapa konsep yang sudah kokoh dan diterima sebagai hal yang
berlaku umum tidak dapat menerangkan beberapa gejala yang diamati. Ada semacam
kebuntuan.

D. Melepaskan Diri dari Konsep yang Ada


Awal fisika baru atau fisika modern dimulai pada 14 Desember 1900, ketika
Planck dalam usahanya untuk menerangkan lengkung radiansi spektral   (0) untuk
benda sempurna hitam menghipotesakan bahwa energi dari osilator yang memancar
radiasi termal tidak berharga kontinu, melainkan terkuantisasi. Kuantisasi energi,
meskipun oleh osilator hipotetik yang dikatakan, merupakan sumber radiasi oleh benda
sempurna hitam, adalah sesuatu yang baru. Malah sesuatu yang tidak didukung oleh
hukum-hukum fisika yang dikenal. Planck belum mengatakan bahwa cahaya terkuantisasi
melainkan hanya bahwa osilator yang berada di permukaan benda sempurna hitam,
terkuantisasi energinya. Dia tetap menganggap bahwa radiasi termal merupakan gejala
gelombang.
Einsteinlah yang di tahun 1905 menghipotesakan terkuantisasinya cahaya.
Kuantum cahaya itu dinamakannya foton. Hipotesa tentang foton dirumuskan untuk
dapat menerangkan efek fotolistrik. Anggapan dasar itu sejalan dengan teori yang
dikemukakan Planck tentang radiasi termal oleh benda sempurna hitam. Fisika klasik
menganggap bahwa cahaya itu gelombang, sedangkan disini timbul suatu konsep adhoc
tentang terkuantisasinya cahaya. Kata adhoc digunakan disini karena kuantisasi. Cahaya
memang semula dirumuskan khusus untuk menerangkan efek fotolistrik, dan tidak
dianggap harus berlaku umum.
Menerima konsep foton tidak berarti dikala itu (ataupun sekarang) menolak
konsep gelombang untuk cahaya. Konsep foton dianggap berada disamping konsep
cahaya sebagai gelombang, dipergunakan.
Orang dikala itu sadar bahwa untuk menerangkan beberapa gejala tertentu
diperlukan konsep-konsep yang baru, yang masih perlu dijajaki dan ditemukan. Langkah
yang ditempuh adalah perumusan konsep-konsep adhoc yang ditujukan pada suatu gejala
tertentu. Pada mulanya belum gambaran sampai beberapa jauh sifat universal konsep-
konsep baru yang dikemukakan. Fisika baru akhirnya diketahui berkaitan dengan proses-
proses tingkat atom dan sub atom. Mulai pula disadari bahwa fisika klasik yang
merupakan hasil telaah pada tingkat zat curah, tak dapat diharapkan secara mutlak juga
berlaku pada tingkat aotom dan sub atom.
Fisika modern berhadapan dengan realitas fisik yang sangat berbeda
dibandingkan dengan realita fisik yang diterangkan oleh fisika klasik. Realita fisik tingkat
atom dan sub atom vs. realita fisik tingkat benda curah. Perumusan hipotesa dan teori
adhoek dalam menjajaki realitas fisika tingkat atom dan sub- atom merupakan suatu
pendekatan yang sangat ampuh dalam mengembangkan dasar dan landasan fisika baru.
Dalam tahun 1905 juga, Albert Einstein mengemukakan teori tentang kenisbian
khusus. Dan dengan demikian menghapus kontroversi tentang ether yang mengganggu
teori elektromagnetisme yang dikemukakan Maxwell. Teori kenisbian khusus yang
sangat luas implikasinya itu diambil oleh seorang jenius seperti Einstein, tanpa melalui
tahap-tahap perantara sepeti berkembangnya mekanika kuantum.
Teori kenisbian khusus memberikan ekivalennya massa dan energi, serta konsep
bahwa ada batas bagaimana materi dapat merambat dalam ruang, yaitu kecepatan cahaya
c. Apabila orang melihat kembali masa lalu, maka kurun waktu 1900 sampai 1930 (kira-
kira) merupakan selang waktu yang menggoncangkan landasan-landasan fisika.
Selang waktu yang imaginatip dan bersemangat itu telah meletakkan dasar-dasar
suatu fisika baru (fisika modern) yang menerangkan gejala dan proses fisika pada tingkat
atom dan sub atom. Selang waktu itu membuka suatu liputan baru bagi ilmu fisika, yaitu
atom dan inti atom.
Secara esensial postulat-postulat dan teori adhoe yang bersebaran terpadukan
menjadi suatu teori yang dapat dijadikan landasan dalam menerangkan gejala dan proses
fisika tingkat atom dan sub atom. Teori ini adalah mekanika kuantum, yang dapat
dinyatakan dalam bentuk mekanika gelombangnya Schrodinger (1925) ataupun dalam
bentuk mekanika matrixnya Heisenberg (1925).
BAB I
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
1. Transformasi Galileo
Kebanyakan pengalaman dan pengamatan kita sehari-hari berhubungan dengan
kecepatan yang jauh tebih kecil daripada kecepatan cahaya (c = 3 x 10 8 rn/s atau kira-kira
1 x 108 km/jam). Hukum-hukum mekanika Newton dan ide awal tentang ruang dan
waktu dijelaskan berdasarkan kecepatan ini. Perhatikan gambar 1!

Gambar 1. Seorang pengamat berada di tepi rel melihat kereta api yang sedang
melaju
Misalkan Ananda berada di kereta yang sedang melaju dengan kelajuan 60
km/jam terhadap orang yang diam di tepi rel. Kemudian Ananda berjalan di atas kereta
dengan kelajuan 5 km/jam searah dengan gerak kereta. Orang yang diam dalam kereta
mengatakan bahwa kelajuan Ananda adalah 5 km/jam, tetapi orang yang diam di tepi rel
mengatakan bahwa kelajuan Ananda adalah 65 km/jam. Siapakah yang benar? Keduanya
benar, sebab keduanya memAnandang gerak Ananda sesuai dengan kerangka acuannya.
Dengan kata lain, gerak itu relatif.
Untuk mempelajari gerak suatu benda, Ananda perlu menerapkan terlebih dahulu
kerangka acuan pengamatan terhadap benda tersebut. Tanpa sistem kerangka acuan,
konsep gerak benda tidak dapat dijelaskan. Kerangka acuan adalah suatu sistem
koordinat, misalnya sistem oordinat (x, y, z) di mana seorang pengamat melakukan
pengamatan terhadap suatu kejadian.
Teori relativitas berhubungan dengan kejadian-kejadian yang diamati dari
kerangka acuan inersial, yaitu kerangka acuan di mana hukum I Newton (hukum inersia)
berlaku. Hukum I Newton menyatakan bahwa jika pada suatu benda tidak bekerja gaya
resultan (gaya resultan = 0), maka benda akan selamanya diam atau selamanya bergerak
dengan kecepatan konstan pada garis lurus. Jadi, kerangka acuan inersial adalah suatu
kerangka acuan yang berada dalam keadaan diam atau bergerak terhadap kerangkn acuan
lainnya dengan kecepatan konstan pada suatu garis lurus.
Galileo dan Newton mengemukakan tentang apa yang sekarang kita sebagai
prinsip relativitas Newton, yaitu hukum – hukum mekanika berlaku sama pada semua
kerangka acuan inersial. Untuk memahami prinsip ini, mari kita perhatikan sebuah
kejadian berikut.

Gambar 2: Sebuah bola dilemparkan oleh seorang anak yang berada dalam sebuah
mobil pickup yang sedang bergerak (a) kerangka acuan mobil, bola
bergerak vertikal ke atas. (b) dalam kerangka acuan orang diam di
luar mobil, bola mengikuti suatu kurva lintasan parabola.
Hukum gravitasi yang sama dan hukum-hukum gerak yang sama berlaku pada
kedua kerangka acuan inersial. Perbedaan antara Gambar 2(a) dan 2(b) adalah bahwa
pada kerangka acuan mobil, hukum-hukum mekanika memprakirakan bahwa bola akan
bergerak ke atas menempuh lintasan lurus vertikal. Sedangkan pada kerangka acuan
tanah, bola memiliki kecepatan awal horizontal (sama dengan kecepatan mobil). Hukum-
hukum mekanika memprakirakan bahwa koin akan menempuh lintasan parabola, serupa
dengan peluru yang ditembakkan horizontal. Jadi, hukum mekanika berlaku sama pada
kedua kerangka acuan inersial tersebut walaupun lintasan yang ditempuhnya berbeda.
Postulat Teori Relativitas Khusus
2
1
Pada tahun 1905 Einstein mengemukakan Teori Relativitas Khusus dengan dua

postulat yang menjadi dasar pengembangan Teori Relativitas Umum. Dua postulat

tersebut adalah bahwa sifat semesta (universe) pengamat tidak berubah jika kondisi

inersia pengamat berubah serta kecepatan cahaya dalam vakum adalah sama di semua

pengamat.

Contoh eksperimen pemikiran dari Teori Relativitas Khusus adalah Paradoks Kembar,

jika A dan B yang kembar, A diam di bumi dan B keluar dari bumi dengan kecepatan

mendekati cahaya maka saat B kembali ke bumi akan berumur lebih muda daripada A.

Dalam kasus di lapangan prediksi pemikiran ini terjadi pada jam pesawat supersonik

yang menjadi tidak sinkron dengan jam di bumi setelah melakukan perjalanan.

(a) (b)

Gambar 4. (a) cahaya dari sumbernya (1) menuju cermin dan dipantulkan kembali ke
penerima/receiver (2). Jarum jam mencatat perjalanan pulang pergi cahaya ini sebagai to. (b)
Bila cermin bergerak dengan kecepatan v , cahaya akan menempuh lintasan yang lebih jauh
untuk dapat dipantulkan cermin dan ditangkap receiver, tetapi kecepatan tetap sama yaitu c.
Seharusnya selang waktu antara cahaya meninggalkan sumber (1) dan sampai ke receiver (2)
juga lebih lama sebagai t. Pemahaman inilah yang selanjutnya dikenal sebagai dilatasi waktu/
pemuaian waktu.
Postulat Einstein tentang Teori Relativitas Khusus (Postulat = kesimpulan, diatas

hipotesa dibawah teori ), hanya menjelaskan benda bergerak dengan ν  c dengan

kecepatan tetap (GLB)

Postulat I
Hukum-hukum fisik dapat dinyatakan dengan persamaan yang berbentuk sama, dalam
semua kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap satu terhadap yang lain,
artinya bentuk persamaan dalam fisika selalu tetap meskipun diamati dari keadaan yang
bergerak.
Postulat II
Kelajuan cahaya dalam ruang hampa sama besar untuk semua pengamat, tidak tergantung
dari gerak pengamat. Artinya laju cahaya tetap c = 3 10 8 m/s walaupun diamati oleh
pengamat yang diam maupun oleh pengamat yang sedang bergerak, dan tidak ada benda
yang kelajuannya = laju cahaya.
Postulat kedua menguraikan sifat sekutu semua gelombang. Misalnya, kecepatan bunyi
tidak tergantung pada gerak sumber bunyi. Apabila mobil yang datang mendekat
membunyikan klaksonnya, frekuensi yang terdengar akan meningkat sesuai dengan efek
Doppler yang telah kita bahas pada materi sebelumnya, tetapi kecepatan gelombang yang
merambat melalui udara tidak tergantung pada kecepatan mobilnya. Kecepatan
gelombang hanya tergantung pada sifat udara, misalnya temperatur.

Massa suatu objek meningkat pesat ketika melaju mendekati kecepatan cahaya.
Persamaan-persamaan Einstein meramal bahwa massa suatu objek akan membesar tak
terhingga ketika melaju secepat cahaya. Pesawat yang melaju lebih cepat daripada cahaya
mungkin hanya ada di dalam cerita fiksi.

1. Transformasi Lorentz
Transformasi Galileo hanya berlaku jika kecepatan-kecepatan yang digunakan tidak
bersifat relativistik, yaitu jauh lebih kecil dari kecepatan cahaya, c. Sebagai contoh,
pada persamaan 6 transformasi Galileoberlaku untuk kecepatan cahaya, karena cahaya
yang bergerak di S' dengan kecepatan ux ' = c akan memiliki kecepatan c + v di S. Sesuai
dengan teori relativitas bahwa kecepatan cahaya di S juga adalah c. Sehingga, diperlukan
persamaan transformasi baru untuk bisa melibatkan kecepatan relativistik.

Berdasarkan teori relativitas, S' yang bergerak ke kanan relatif terhadap s ekivalen
dengan S yang bergerak ke kiri relatif terhadap S'.

Gambar 1. Kerangka acuan S bergerak ke kanan dengan kecepatan v relatif terhadap


kerangka S.
Berdasarkan Gambar 1, kita asumsikan transformasi bersifat linier dalam bentuk:

x = γ (x' + vt') .................................................. (1)


y = y' ................................................................(2)
z = z' ................................................................ (3)

Kita asumsikan bahwa y dan z tidak berubah karena diperkirakan tidak terjadi kontraksi
panjang pada arah ini.

Persamaan invers harus memiliki bentuk yang sama di mana v diganti dengan -v,
sehingga diperoleh:

x' = γ (x - vt) .................................................. (4)

Jika pulsa cahaya meninggalkan titik acuan S dan S' pada t = t' = 0, setelah waktu t
menempuh sumbu x sejauh x = ct (di S ), atau x' = ct' (di S').

Jadi, dari persamaan (10.10):

c.t = γ (ct' + vt') = γ (c + v) t' ............................. (5)


c.t' = γ (ct - vt) = γ (c - v) t ................................ (6)

dengan mensubstitusikan t' persamaan (6) ke persamaan (5) akan diperoleh:


c.t = γ (c + v) γ (c - v)(t/c) = γ2 (c2 - v2 ) t/c

Dengan mengalikan 1/t pada tiap ruas diperoleh nilai γ :

Untuk menentukan hubungan t dan t', kita gabungkan persamaan (1) dan (4), sehingga
diperoleh:

x' = γ (x - vt) = γ { γ (x' + vt') - vt}

Diperoleh nilai t = γ (t' + vx'/c2 ). Sehingga secara keseluruhan didapatkan:

yang menyatakan persamaan transformasi Lorentz.

Untuk transformasi kecepatan relativistik dapat ditentukan dengan menggunakan


persamaan (6), yaitu:

Dengan cara yang sama maka disimpulkan:


Dengan adanya transformasi Lorentz, maka masalah perbedaan pengukuran panjang,
massa, dan waktu, antara di Bumi dan di luar angkasa dapat terpecahkan.

2. Dilatasi Waktu

Akibat penting postulat Einstein dan transformasi Lorentz adalah bahwa selang waktu
antara dua kejadian yang terjadi pada tempat yang sama dalam suatu kerangka acuan
selalu lebih singkat daripada selang waktu antara kejadian sama yang diukur dalam
kerangka acuan lain yang kejadiannya terjadi pada tempat yang berbeda.

Pada dua kejadian yang terjadi di x0 ' pada waktu t1 ' dan t2 ' dalam kerangka S ', kita dapat
menentukan waktu t1 dan t2 untuk kejadian ini dalam kerangka S dari persamaan (9). Kita
peroleh:

Sehingga, dari kedua persamaan tersebut diperoleh:

t2 - t1 = γ (t2 ' – t1 ') ............................................. (13)


Waktu di antara kejadian yang terjadi pada tempat yang sama dalam suatu kerangka
acuan disebut waktu patut, tp. Dalam hal ini, selang waktu Δtp = t2 ' – t1 ' yang diukur
dalam kerangka S' adalah waktu patut. Selang waktu Δt yang diukur dalam kerangka
sembarang lainnya selalu lebih lama dari waktu patut. Pemekaran waktu ini disebut
dilatasi waktu, yang besarnya:

Δt = γ.Δtp ..................................................... (14)

Sebelum melakukan perjalanan ke ruang antariksa, seorang astronaut memiliki laju detak
jantung terukur 80 detak/menit. Ketika astronaut mengangkasa dengan kecepatan 0,8 c
terhadap Bumi, berapakah laju detak jantung astronaut tersebut menurut pengamat di
Bumi?

Penyelesaian:

Kecepatan astronaut terhadap Bumi:

v = 0,8 c
v/c = 0,8
γ dapat ditentukan dengan persamaan:

Waktu patut, Δtp adalah selang waktu detak jantung astronaut yang terukur di Bumi.
Jadi, Δtp = 1 menit/80 detak.

Selang waktu relativistik, Δt adalah selang waktu detak jantung astronaut yang sedang
mengangkasa diukur oleh pengamat di Bumi. Pemekaran waktu dihitung melalui
persamaan (14):

Δt = γ . Δtp = 10/6 (1menit/80 detak) = 1 menit/((6/10) x 80 detak) = 1 menit/48 detak.

Bola Kuarsa dan Jam Hidrogen Maser


Bola kwarsa. [1]
Bola kuarsa di bagian atas wadah tersebut mungkin merupakan benda paling bulat di
dunia. Bola ini didesain untuk berputar sebagai giroskop dalam satelit yang mengorbit
Bumi. Relativitas umum memperkirakan bahwa rotasi bumi akan menyebabkan sumbu
rotasi giroskop untuk beralih secara melingkar pada laju 1 putaran dalam 100.000 tahun.

Jam maser Hidrogen. (Credit: Courtesy NASA/JPL-Caltech) [2]


Jam maser hidrogen yang teliti di atas diluncurkan dalam satelit pada 1976, dan waktunya
dibandingkan dengan waktu jam yang identik di Bumi. Sesuai dengan perkiraan
relativitas umum, jam yang di Bumi, yang di sini potensial gravitasinya lebih rendah,
"terlambat" kira-kira 4,3 x 10-10 sekon setiap sekon dibandingkan dengan jam yang
mengorbit Bumi pada ketinggian kira-kira 10.000 km.
3. Kontraksi Panjang

Kontraksi panjang adalah penyusutan panjang suatu benda akibat gerak relatif pengamat
atau benda yang bergerak mendekati cepat rambat cahaya. Penyusutan panjang yang
terjadi merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan pemekaran waktu. Panjang
benda yang diukur dalam kerangka acuan di mana bendanya berada dalam keadaan diam
disebut panjang patut (panjang benda menurut pengamat), l. Kita tinjau sebatang tongkat
dalam keadaan diam di S' dengan satu ujung di x2 ' dan ujung lainnya di x1 ' , seperti pada
Gambar 2.. Panjang tongkat dalam kerangka ini adalah l = x2 ' – x1 '.

Gambar 2. Kontraksi panjang.


Untuk menentukan panjang tongkat di kerangka S, didefinisikan bahwa l= x2 –
x1 . Berdasarkan invers dari persamaan (18) akan diperoleh:

x2 ' = γ (x2 – vt2 ) ................................................. (15)

dan

x1 ' = γ (x1 – vt1 ) ................................................. (16)

Karena waktu pengukuran x1 sama dengan waktu pengukuran x2 , maka t1 = t2 , sehingga:

dengan l0 adalah panjang benda sebenarnya, v adalah kecepatan benda, c adalah cepat
rambat cahaya, dan l adalah panjang benda menurut pengamat. Adanya dilatasi waktu
yang dipengaruhi oleh gerak benda relatif, akan memengaruhi pengukuran panjang.
Panjang benda yang bergerak terhadap pengamat kelihatannya lebih pendek daripada
panjang sebenarnya.

Contoh Soal 2 :

Sebuah tongkat dengan panjang 50 cm, bergerak dengan kecepatan v relatif terhadap
pengamat dalam arah menurut panjangnya. Tentukan kecepatannya, jika panjang tongkat
menurut pengamat adalah 0,422 m!

Penyelesaian:

Diketahui:

l0 = 50 cm = 0,5 m
l = 0,422 m

Ditanya: v = ... ?

Pembahasan :

Berdasarkan persamaan (17) maka kita dapat menentukan kecepatan benda, yaitu:

Kereta Api Mengecil


Kereta maglev. [3]
Kereta api yang melaju dengan kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya akan tampak
lebih pendek, tetapi tingginya tidak berubah. Hal ini tidak tampak pada kecepatan rendah.
Sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan 160 km (100 mil) per jam akan tampak
mengecil satu per dua triliun persen. Dalam persamaan-persamaan itu waktu tampak
ditandai dengan tanda minus. Jadi, apabila panjang mengecil, sebaliknya waktu
membesar.

1. Massa Relativistik

Dari Tranformasi Lorentz, ada faktor . Apa akibatnya jika

kecepatan benda melebihi kecepatan cahaya atau v > c ? Nilai menjadi

negative sehingga menjadi tidak bermakna (imajiner) . Dengan

demikian, posisi maupun waktu menjadi imajiner, yang berarti bukan merupakan
besaran fisis. Untuk menghindari masalah tersebut maka satu-satunya
pemecahan adalah kecepatan benda tidak boleh melebihi kecepatan cahaya.
Dengan kata lain, kecepatan cahaya merupakan batas tertinggi dari kecepatan
yang boleh dimiliki oleh benda yang ada di alam semesta.
Bagaimana jika sebuah benda bermassa m menerima gaya sebesar F secara
terus menerus? maka benda tersebut akan memperoleh percepatan sebesar ,

dan benda mendapat kecepatan sebesar , sehingga kecepatab benda makin


lama makin besar. Jika gaya bekerja dalam waktu yang sangat lama, maka pada
akhirnya kecepatan benda akan melebihi kecepatan cahaya. Kalau demikian,
bagaimana dengan batasan kecepatan benda yang tidak boleh melebihi kecepatan
cahaya? Apakah pemberian batas tersebut tidak konsisten?
Untuk mengatasi masalah konsistensi ini, Einstein mengusulkan bahwa
sebenarnya massa benda tidak tetap, melainkan bergantung pada kecepatan. Makin
besar kecepatan, maka makin besar pula massa benda. Jika kecepatan
benda mendekati kecepatan cahaya maka massa benda harus mendekati tak
berhingga. Pada kondisi demikian, pemberian gaya mengakibatkan percepatan
benda mendekati nol.
Hubungan antara massa dan kecepatan benda yang memenuhi syarat diatas
adalah
..........................................................(1)

Keterangan :
= massa benda dalam keadaan diam (kg)

= massa benda dalam keadaan bergerak (kg)

= kecepatan gerak benda (m/s)

= kecepatan cahaya (m/s)

Dari persamaan (1), menunjukkan bahwa betapapun besarnya gaya F yang


bekerja pada benda, tidak akan memperoleh kecepatan yang mencapai harga c.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kecepatan cahaya di ruang hampa c
merupakan batas maksimum atau tertinggi yang dimiliki suatu benda. Benda -
benda selain cahaya tidak pernah memperoleh kecepatan sama dengan
kecepatan cahaya.

Contoh soal :
Cahaya yang dipancarkan oleh layar TV disebabkan oleh tembakan electron
keatas layar. Bila massa diam electron 9,1 x 10-31 kg. berapakah massa electron
yang bergerak dengan kecepatan ketika menembak layar ?

Penyelesaian:

2. Momentum Relativistik
Kecepatan cahaya c dalam teori relativitas menyatakan kecepatan cahaya dalam
ruang hampa, yaitu 3 x 108 m/s . Dalam semua media, seperti udara, air, atau
kaca, cahaya bergerak dengan kecepatan lebih rendah daripada c. Ternyata,
partikel atomic dapat bergerak lebih cepat dalam media semacam itu dari pada
cahaya. Setiap benda bermassa yang bergerak dengan kecepatan v memiliki
momentum linear sebesar

Jika kecepatan benda v suatu saat mendekati kecepatan cahaya maka massa
benda berubah dan saat itu momentum benda disebut momentum relativistik.
Dirumuskan :
Maka :
..........................................................(2)

Keterangan :
p = momentum relativistik (kg m/s)
v = kecepatan benda (m/s)
mo = massa benda saat diam (kg)

contoh soal:
Hitung momentum sebuah elektron yang bergerak dengan kelajuan 0,96 c. (massa
electron = 9,1 x 10-31 kg ; c = 3 x 108 m/s )

Penyelesaian :
Kelajuan elektron

Momentum relativistik :
3. Energi Relativistik
Hubungan yang terkenal dari teori relativitas Einstein adalah hubungan antara
massa dan energi. Hubungan itu dapat diturunkan dari rumus energi kinetik benda
yang bergerak, sebagai usaha yang diperlukan untuk membawa benda itu dari
keadaan diam sampai keadaan bergerak. Jadi, W dalam hal ini sama dengan
energi kinetik.

F menyatakan komponen gaya yang bekerja dengan arah perpindahan ds dan s


menyatakan jarak yang ditempuh selama gaya F bekerja pada benda. Dengan
menggunakan prinsip relativistik gerak, diperoleh sebagai berikut.

Dari hukum II Newton :

(3)

Untuk menurunkan bentuk relativistik dan teorema usaha-energi, mari kita mulai
dari definisi usaha yang dilakukan oleh suatu gaya F dan kemudian menggunakan
rumus gaya relativistik seperti dalam persamaan (3). Anggap benda hanya
bergerak pada sumbu-x maka sesuai definisi usaha dalam bentuk integral
Karena , maka persamaan menjadi

Untuk batas bawah p adalah 0 maka mula-mula benda dalam keadaan diam, maka
usaha W yang dilakukan oleh gaya sama dengan energi kinetik benda (Ek ) ,
sehingga

Rumus integral parsial dalam matematika memberikan

Untuk massa diam benda adalah m o persamaan diatas menjadi

Dengan menggunakan metode substitusi integral, yaitu memisalkan

, sehingga atau integral pada ruas kanan

dapat ditentukan, memberikan

Lebih mudah diingat jika kita nyatakan persamaan (4) dalam bentuk dengan

sehingga
(4)

Dari persamaan diatas tampak bahwa energi ini merupakan hasil perkalian antara
massa dan kuadrat kecepatan mutlak. Jadi, ada kesetaraan antara massa dan
energy. Bila partikel memiliki massa m, berarti partikel itu memiliki energy total
sebesar
(5)
Kesetaraan massa dan energi ini dikemukakan pertama kali oleh Einstein ,
sehingga persamaan (5) dikenal sebagai hukum kesetaraan massa-energi
Einstein.
Kedua bentuk perkalian diruas kanan persamaan (4) menyatakan besaran-besaran
energy dengan

Dengan demikian,
Energy kinetik sebuah partikel yang bergerak relativistik (mendekati kecepatan
cahaya) sama dengan selisih antara energy total dengan energy diamnya.

Jadi berlaku :

Jika benda yang bergerak adalah electron, maka sebuah electron mempunyai
energi diam

Partikel-partikel elementer seperti electron memperoleh energi karena dipercepat


pada suatu beda potensial. Oleh karena itu, yang lazim dipakai sebagai satuan
energi yaitu electron volt disingkat eV . Satu electron volt adalah energi yang
diperoleh sebuah electron bila dipercepat pada beda potensial satu volt. Karena

1 eV = 1,6 x 10-19 J

Maka energi diam elekron adalah 0,511 MeV. Angka tersebut merupakan batas
berlakunya mekanika relativistik. Bila energi kinetik benda kurang dari 0,511
MeV berlaku mekanika klasik, dan bila sama atau lebih besar dari 0,511 MeV
berlaku mekanika relativistik.
Untuk kecepatan yang cukup kecil dibandingkan kecepatan cahaya, secara
matematika dapat ditunjukkan bahwa :

Sebagai contoh, untuk v = 3 x 107 m/s , maka ruas kiri menghasilkan 1,0050378,
sedangkan ruas kanan menghasilkan 1,005 yang ternyata nilai keduanya cukup
dekat. Berarti, untuk kecepatan yang cukup besar sekalipun (v = 0,1 c) nilai kedua
factor diatas sudah sangat dekat, apalagi untuk kecepatan yang lebih kecil seperti
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Praktis dapat dianggap nilai kedua factor
diatas persis sama. Dengan demikian, untuk kecepatan yang kecil energy kinetic
benda memiliki bentuk

Hasil ini persis sama dengan ungkapan energi kinetik dalam fisika klasik. Dengan
kata lain, ungkapan energi kinetik dalam fisika klasik merupakan bentuk khusus
dari ungkapan energi kinetik relativitas untuk kecepatan yang jauh lebih kecil
dibandingkan kecepatan cahaya.

Jika benda yang bergerak dihentikan, maka benda tersebut akan melepaskan
energi ( yang berasal dari enenrgi kinetiknya) sebesar

Benda yang bergerak memiliki massa m dan benda yang diam memiliki
massa mo . . Dengan demikian, penghentian gerak benda ekivalen dengan
menghilangkan massa benda sebesar
Berarti, selama proses penghentian benda terjadi penghilangan massa
sebesar dan pada saat yang bersamaan terjadi pelepasan energy sebesar
Dengan kata lain, massa dapat diubah menjadi energy. Besar
energy yang dihasilkan sama dengan perkalian massa dengan kuadrat kecepatan
cahaya. Prinsip inilah yang berlaku pada reaksi nuklir. Energy sangat besar yang
dihasilkan oleh reactor nuklir atau bom atom berasal dari penghasncuran sebagian
massa atom.
Bentuk persamaan energi total dapat juga dinyatakan sebagai berikut.

Untuk partikel-partikel dengan massa diam nol, seperti proton dan neutrino, maka
persamaan diatas menjadi

4. Hukum Kekekalan Energi Relativistik


Jika sebuah benda dalam keadaan diam massa diam mo membelah secara
spontan menjadi dua bagian (massa diam masing-masing mo1 dan mo2 ) yang
bergerak masing-masing dengan kelajuan v 1 dan v 2 , maka berlaku hukum
kekekalan energi relativistik, yaitu energi relativistik awal sama dengan energi
relativistik akhir.
Contoh soal
Partikel meson pi memiliki massa mo = 2,4 x kg. partikel tersebut bergerak dengan
laju 2,4 x 108 m/s . berapakah energy kinetic meson tersebut ? bandingkan dengan energy
kinetic yang dihitung berdasarkan hukum klasik
Penyelesaian :

mo = 2,4 x kg

Energi kinetik meson :


Jika dihitung dengan persamaan klasik maka energy kinetic meson adalah
BAB II
RADIASI BENDA HITAM

A. Fenomena Fisika
Telah kita ketahui kalor merambat dengan 3 cara yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.
Radiasi adalah perpindahan kalor dalam bentuk pancaran gelombang elektromagnetik
oleh suatu benda ke lingkungan sekitarnya. Benda apapun di alam semesta ini selalu
memancarkan radiasi Energi matahari sampai di bumi dengan cara radiasi gelombang
elektromagnetik. Demikian juga jika kita dekat dengan api ( benda yang lebih panas )
maka maka tubuh kita terasa hangat,ataupun disekitar pembakar alkohol suhu udara
disekitarnya akan lebih tinggi . Radiasi ini dinamakan radiasi termal

Berdasarkan eksperimen laju kalor radiasi termal suatu benda dipengaruhi oleh :

a. Suhu benda : semakin tinggi suhu suatu benda semakin besar laju radiasi kalor

b. Sifat permukaan benda : semakin kasar suatu benda semakin banyak


memancarkan radiasi dibandingkan permukaan halus

c. Luas permukaan benda : Permukaaan yang luas akan lebih banyak memancarkan
radiasi

d. Jenis material : untuk jenis benda yang berbeda logam misalnya mempunyai laju
radiasi kalor yang berbeda.

B. Rumusan Masalah
Pada ujung abad ke-19, pancaran benda sempurna hitam merupakan sesuatu yang
belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Maksudnya belum ada keterangan teoretik
tentang bentuk spektrum RT =RT (0) dari radiasi yang terpancar oleh suatu benda
sempurna hitam yang berada dalam suhu T.
Dalam ungkapan diatas : RT adalah radiasi spektral, yaitu jumlahnya energi yang
dipancarkan per satuan waktu dalam bentuk radiasi dengan satuan selang frekuensi
(Δυ=1) oleh satuan permukaan benda sempurna hitam yang suhunya T ( o K) , υ adalah
frekuensi radiasi thermal oleh benda sempurna hitam. Bentuk grafik RT =RT (υ) adalah
seperti dibawah. Satuan RT adalah Watt/m2 Hz sedangkan satuan υ adalah Hz.
Pancaran radiasi oleh benda seperti diatas, yaitu yang disebabkan oleh suhu benda itu,
dinamakan radiasi termal (thermal radiation). Telaah tentang radiasi ermal diajukan untuk
mengetahui hakekatnyaradiasi energi dalam hubungannya dengan suhu T suatu benda.
Dalam hal ini ingin dihindarkan pengaruh dari benda itu sendiri (macam bahan, halus dan
warna permukaan, bentuk dan lain-lain).
Bagaimanakah dapat dibuat suatu pemancar panas (thermal radiator) yang memenuhi
keinginan diatas? Ternyata bahwa pemancar yang ideal adalah lubang suatu rongga. Sifat
dari radiasi energi termal yang dipancarkan ternyata paling mendekati pemancar panas
yang sifat-sifat pemancarannya tidak dipengaruhi oleh benda yang memancar.

Pengertian Benda Hitam


Benda hitam adalah benda dimana radiasi elektromagnetik yang jatuh akan diserap
seluruhnya, pengertian benda hitam sempurna dapat dianalogikan
dengan suatu lubang kecil pada sebuah dinding berongga :Seberkas
sinar masuk pada lubang sebuah dinding berongga, sinar ini
dipantulkan berkali-kali oleh dinding rongga dan setiap kali dipantulkan
intensitasnya berkurang karena sebagian sinar diserap oleh dinding
sampai suatu saat energinya menjadi kecil hampir mendekati nol. Jadi dapat dikatakan
sinar yang mengenai lubang tidak keluar lagi itulah sebabnya lubang itu dinamakan
benda hitam. . Sebaliknya pada waktu benda berongga tersebut dipanaskan misalnya
pada suhu T maka melalui lubang akan dipancarkan radiasi dan dinamakan radiasi
benda hitam. Jadi benda hitam akan menyerap cahaya sekitarnya jika suhunya lebih
rendah dari pada suhu sekitarnya dan akan memancarkan cahaya ke sekitarnya jika
suhunya lebih tinggi dari pada suhu sekitarnya.
Suatu lubang seperti tergambar akan menerima semua berkas cahaya yang jatuh
padanya, dengan sedikit sekali kemungkinan bahwa berkas sinar yang masuk itu akan
terpantulkan kembalimelalui lubang itu. Jadi lubang itu merupakan penyerap yang
(hamper) sempurna.
Sebaliknya dari teori mengenai pemancaran radiasi ternal oleh benda-benda
diketahui bahwa benda yang merupakan penyerapan yang baik, apabila menjadi
pemancar akan pula menjadi pemancar yang baik. Oleh karena itu lubang yang
memancar radiasi termal dianggap memenuhi sifatnya sebagai pemancar yang ideal. Jadi
dapat berfungsi sebagai benda sempurna hitam. Jadi energi radiasi yang dipancarkan oleh
lubang itu adalah energi yang berada dalam rongga. Oleh karena itu radiasi yang
dipancarkan kadang-kadang disebut cavity radiation, atau dalam bahasa indonesianya
pemancar oleh rongga.

Radiasi Benda Hitam

Radiasi benda hitam adalah radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh sebuah benda
hitam. Radiasi ini menjangkau seluruh daerah panjang gelombang. Distribusi energi
pada daerah panjang gelombang ini memiliki ciri khusus, yaitu suatu nilai maksimum
pada panjang gelombang tertentu. Letak nilai maksimum tergantung pada temperatur,
yang akan bergeser ke arah panjang gelombang pendek seiring dengan meningkatnya
temperatur. Pada tahun 1879 seorang ahli fisika dari Austria, Josef Stefan melakukan
eksperimen untuk mengetahui karakter universal dari radiasi benda hitam. Ia menemukan
bahwa daya total per satuan luas yang dipancarkan pada semua frekuensi oleh suatu
benda hitam panas (intensitas total) adalah sebanding dengan pangkat empat dari suhu
mutlaknya.

P
I  eT 4
A

Dimana :  ( sigma ) = tetapan Stefan- Boltzman, = 5,67 x 10-8 W m-2 K-4

I = intensitas radiasi elektromagnetik (daya total per satuan luas) (W/m2 )


Agar Persamaan tersebut berlaku untuk semua benda termasuk benda hitam maka
dinyatakan

Q
P=  eAT 4 watt
t

e dinamakan emisivitas ( ukuran seberapa besar pemancaran radiasi kalor suatu benda
dibandingkan benda hitam ) harga e antara 0 dan 1( 0  e  1 )
P = daya kalor radiasi yang dipancarkan benda ( watt )
Q = energi radiasi kalor yang dipancarkan benda ( joule )
T = selang waktu ( detik )
e = emisivitas harganya antara 0 dan 1( 0  e  1 ) untuk benda hitam e = 1
 = 5,67 x 10-8 W m-2 K-4
A = luas permukaan benda ( m2 )
T = suhu mutlak benda ( K ) T = 273 +t0 C

Daya radiasi benda hitam P  IA P  eAT 4

Energi radiasi E  Pt E  eAtT 4

C. Hasil Pengukuran Intensitas Radiasi Benda Hitam


Berikut dikemukakan sketsa pengukuran intensitas Radiasi Benda Hitam

Gambar 1. Sketsa pengukuran intensitas Radiasi Benda Hitam


Gambar 1 memperlihatkan grafik hubungan antara intensitas radiasi dan panjang
gelombang radiasi benda hitam ideal pada tiga temperatur yang berbeda. Grafik ini
dikenal sebagai grafik distribusi spektrum. Intensitas merupakan daya yang dipancarkan
per satuan panjang gelombang. Ini merupakan fungsi panjang gelombang I maupun
temperatur T, dan disebut distribusi spektrum. Dari grafik terlihat bahwa puncak kurva
penyebaran energi spektrum bergeser ke arah ujung spektrum panjang gelombang pendek
dengan semakin tingginya temperatur.
Gambar 2. Grafik hubungan pergeseran Wien

D. Telaah Empiris Hasil Pengukuran

a. Pergeseran Wien

Jika suatu benda dipanaskan maka benda akan memancarkan radiasi kalor, pada suhu
rendah radiasi gelombang elektromagnet yang dipancarkan intensitasnya rendah, pada
suhu yang lebih tinggi dipancarkan sinar inframerah walaupun tidak terlihat tetapi dapat
kita rasakan panasnya, pada suhu lebih tingi lagi benda mulai berpijar merah ( 10000 C),
dan berwarna kuning keputih-putihan pada suhu  20000 C. Dalam hal ini jika suhu
benda dinaikkan, puncak intensitas dari spektrum cahaya yang dipancarkan mempunyai
satu nilai maksimum pada panjang gelombang yang dinamakan  maks , dan panjang
gelombang maksimum itu bergeser ke daerah yang frekwensinya lebih tinggi
Untuk sebuah benda hitam, berlaku suatu hubungan panjang gelombang  maks dan
suhu benda mutlak T oleh Wien dinyatakan dengan persamaan

 maks = C / T  maks T = C

Dimana : T = suhu mutlak benda hitam

C = tetapan pergeseran Wien = 2,90 x 10-3 m K


dengan λmaks merupakan panjang gelombang yang sesuai dengan radiasi energi
maksimum, T adalah temperatur termodinamik benda, dan C adalah tetapan pergeseran
Wien (2,898 × 10-3 mK). Hubungan tersebut disebut Hukum pergeseran Wien, yang
dinyatakan oleh Wilhelm Wien (1864 - 1928).

b. Hukum Stefan (1897).

Pemancaran energi per satuan waktu per satuan luas permukaan benda hitam
sempurna adalah :
RT =σT4
Dengan T suhu benda dalam derajat Kelvin
Dalam ungkapan diatas σ dinamakan tatapan Stefan-boltzmann; besarnya
σ=5,67x10-8 watt/m2o K

E. Kajian Teoritik Radiasi Benda Hitam


a. Hukum Rayleigh-Jeans
Hukum Rayleigh-Jeans dideskripsikan sebagai besarnya radiansi spektral (energi
tiap satuan waktu persatuan luas) dari radiasi elektromagnetik benda hitam dalam semua
panjang gelombang pada suhu T (suhu mutlak) melalui teori klasik tentang ekipartisi
energi dalam menetapkan ε. Teori ekipartisi energi menyatakan bahwa secara rata-rata
1
setiap derajat kebebasan memilki energi sebesar kBT. Dalam ungkapan ini kB adalah
2
tetapan Bolzman ( kB = 1,381 x 10-23 joule / 0 K), dan T adalah suhu mutlak. Karena suatu
osilator linier (bergerak dalam satu dimensi) memiliki 2 derajat kebebasan, maka menurut
hukum ekipartisi energi
1
ε=2x kBT .
2
Untuk panjang gelombang λ, dapat dinyatakan dalam bentuk :
2ckT
R (T )  , dan
4
Untuk frekuensi υ dapat dinyatakan dalam bentuk:
2 2 kT
R (T ) 
c2
Dimana : Rλ (T) = radiansi spektral dalam ruang panjang gelombang pada waktu T
Rυ (T) = radiansi spektral dalam ruang frekuensi pada waktu T
λ = panjang gelombang dari radiasi elektromagnetik benda hitam
υ =frekuensi dari radiasi elektromagnetik benda hitam
Di samping itu fungsi distribusi spektrum P (λ,T ) dapat dihitung dari termodinamika
klasik secara langsung, dan hasilnya dapat dibandingkan dengan Gambar 2. Hasil
perhitungan klasik ini dikenal sebagai Hukum Rayleigh- Jeans yang dinyatakan: P (λ,T )

= 8kT4 , dimana k adalah konstanta Boltzman. Hasil ini sesuai dengan hasil yang

diperoleh secara percobaan untuk panjang gelombang yang panjang, tetapi tidak sama
pada panjang gelombang pendek. Begitu λ mendekati nol, fungsi P (λ,T) yang
ditentukan secara percobaan juga mendekati nol, tetapi fungsi yang dihitung mendekati
tak terhingga karena sebanding dengan λ-4 . Dengan demikian, yang tak terhingga
terkonsentrasi dalam panjang gelombang yang sangat pendek. Hasil ini dikenal sebagai
katastrof ultraviolet (bencana ultraviolet)

Rumus Reyleigh-Jeans untuk radiasi oleh benda hitam sempurna memang cocok
untuk frekuensi rendah, tetapi mengahasilkan energi persatuan volum persatuan selang
frekuensi yang bersarnya ∞ apabila  → ∞. Karena hal tersebut secara teoritik tak
mungkin, maka oleh para ilmuan kecendrungan itu dinamakan bencana ultraviolet.
Bencana, karena bertentangan secara fundamental dengan konsep mengenai energi ( tak
ada energi yang tak berhingga jumlahnya ); dan ultraviolet karena bencana itu ( secara
teoritik) terjadi pada daerah frekuensi tinggi.
.
Gambar 3. Grafik hubungan antara intensitas radiasi benda hitam
terhadap panjang gelombang pada T = 1.600 K

b. HUKUM RADIASI PLANCK

Pada tahun 1900, fisikawan Jerman, Max Planck, mengumumkan bahwa dengan
membuat suatu modifikasi khusus dalam perhitungan klasik dia dapat menjabarkan
fungsi P ( λ,T ) yang sesuai dengan data percobaan pada seluruhpanjang gelombang.
Bencana ultraviolet ini menunjukkan bahwa konsep klasik mengenai ekipartisi energi
tidak berlaku untuk radiasi energi termal. Dalam usahanya untuk menerangkan radiasi
termal oleh benda hitam sempurna, Planck membuat hipotesa sebagai berikut :
a. Osilator-osilator harmonik pada permukan benda hitam sempurna hanya dapat
memiliki energi tetentu, energi osilator itu memiliki harga diskrit yang memenuhi
hubungan : ε = n h
Dalam ungkapan di atas  adalah frekuensi osilasi, h suatu tetapan universal, dan n
adalah bilangan sejati : 0, 1, 2, 3,…
b. Penyebaran energi dari osilator, meliputi seluruh osilator yang ada menganut
distribusi Boltzman sebagai berikut :
1 
P (ε ) dε = exp (- )
kBT kBT
Dalam ungkapan diatas P (ε ) dε menggambarkan kebolehjadian bahwa suatu osilator

memiliki energi antara, ε dan (ε + ∆ε); kB adalah tetapan Boltzmann, dan T suhu mutlak
benda hitam sempurna.
c. Apabila suatu osilator pada awalnya berada pada tingkat energi ε1 dan kemudian

pergi ketingkat energi ε2 yang lebih rendah, maka dalam proses itu osilator akan
kehilangan energi sebesar:
∆ε ≡ ε1 - ε2 = h
Kehilangan energi itu dipancarkan sebagai radiasi termal benda hitam sempurna.
Penjelasan tiap aspek dari postulat atau hipotesa tersebut secara singkat diuraikan
dibawah ini:
a. Dalam konsep ditahun 1900, pancaran termal oleh benda hitam sempurna
bersumber pada osilator-osilator yang bermukim dipermukaan benda tersebut. Menurut
teori klasik energi yang dapat dimiliki osilator adalah kontinu, artinya dia dapat memiliki
semua harga antara ε = 0 dan ε = ∞. Jadi tidak terbatas pada harga- harga energi tertentu
saja.

Planck untuk dapat menerangkan bentuk lengkung ρT ( ) mempostulatkan bahwa


energi osilator adah diskrit. Planck meninggalkan teori klasik tentang radiasi.
b. Kebolehjadian P (ε ) dε menyatakan berapa persen dari osilator itu berada dalam

selang energi tertentu ε sampai (ε + ∆ ε).


Tentunya :
 
exp(  ) 
Ptotal ≡  P( )d    = - exp ( )=1
0 0
kBT kBT

Apabila ε = ∞, maka

P (ε ) = 0,
artinya kebolehjadian bahwa ada osilator dengan energi tak berhingga, adalah 0. Jadi
tidak menyalahi konsep termodinamika.
c. Jadi energi yang dipancarkan oleh osilator berasal dari transisi osilator itu dari
tingkat energi yang tinggi ketingkat energi yang lebih rendah. Energi yang dipancar
senantiasa ∆ ε = h .
Meskipun Planck menghipotesakan bahwa energi osilator itu terkuantisasi, dia
tidak menganggap bahwa radiasi termal juga terkuantisasi dalam paket-paket energi.
Dianggap bahwa energi itu tetap merambat sebagai gelombang di ruang bebas. Bukan
dialah, melainkan Einstein yang mempostulatkan (menghipotesakan) bahwa energi yang
dipancarkan elektron tetap merambat sebagai paket energi dalam ruang; dan tidak lagi
bergerak sebagai gelombang.
Dengan hipotesanya itu Planck menurunkan rumus untuk pemancaran oleh benda
hitam sempurna. Bentuk yang diperolehnya adalah :
8 h
d ρT ( ) = d
c h
exp(  1)
kBT
Bentuk matematik ini ternyata berimpit dengan lengkung yang ditetapkan secara
eksperimental.

Disamping itu rumus ρT ( ) diatas dapat menerangkan hukum Stefan dan hokum

pergeseran Wien. Tetapan Stefan yang dihitung melalui rumus itu sesuai dengan harga
empirisnya. Demikian pula tetapan yang ada dalam hukum Pergeseran Wien.

F. Kesimpulan
Hipotesa Planck cukup menguncangkan para ilmuwan pada awal abad ke-19, dan
Sesungguhnya memberikan indikasi bahwa teori fisika klasik mempunyai batas-batas
keberlakuannya. Boleh dikatakan postulat Planck mengenai terkuantisasinya energi
osilator merupakan suatu awal baru bagi penyusunan konsep-konsep baru fisika yang
menyangkut atom dan inti, dan proses–proses yang menyangkut zarah-zarah fundamental
(elektron, netron, proton dan lain-lain). Masa ini berjalan sampai tahun 30-an.
Pancaran energi termal oleh benda hitam sempurna merupakan gejala kuantum
cahaya. Artinya adalah, bahwa hal ihwal yang berkaitan dengan pemancaran itu (seperti

lengkung ρT ( ), hukum Stefan, hukum pergeseran Wien) harus diterangkan dengan

menganggap bahwa cahaya itu terkuantisasi. Bahwa energi cahaya itu terbagi dalam
paket-paket (kuantum) energi tertentu.
Bahwa cahaya itu terbagi dalam kuantum-kuantum (kuanta, quantu) energi yang
dinamakan foton baru dipostulatkan oleh Einstein di tahun 1905. Postulat itu
dikemukakan terutama untuk menerangkan efek Fotolistrik.
Hukum radiasi Planck menunjukkan distribusi (penyebaran) energi yang
dipancarkan oleh sebuah benda hitam. Hukum ini memperkenalkan gagasan baru dalam
ilmu fisika, yaitu bahwa energi merupakan suatu besaran yang dipancarkan oleh sebuah
benda dalam bentuk paket-paket kecil terputus-putus, bukan dalam bentuk pancaran
molar. Paket-paket kecil ini disebut kuanta dan hukum ini kemudian menjadi dasar teori
kuantum. Rumus Planck menyatakan energi per satuan waktu pada frekuensi v per satuan
selang frekuensi per satuan sudut tiga dimensi yang dipancarkan pada sebuah kerucut tak
terhingga kecilnya dari sebuah elemen permukaan benda hitam, dengan satuan luas dalam
proyeksi tegak lurus terhadap sumbu kerucut. Pernyataan untuk intensitas jenis
monokromatik Iυ adalah:
2hc 2 3
I   h 
 1
 kT 
e
dengan h merupakan tetapan Planck, c adalah laju cahaya,

G. Penerapan perilaku radiasi benda hitam yang berkaitan dengan gejala


pemanasan global

Prinsip radiasi benda hitam banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini
adalah beberapa contoh penerapannya.

1. Pabrik Pembuatan Pisau, Parang secara Tradisional ( Pandai Besi)


Pabrik pembuatan parang, pisau (pandai besi) yang masih tradisional masih
menggunakan cara pembuatan parang, pisau, cangkul dan lain sebagainya, dengan cara
membakar besi (bahan baku). Bahan baku (besi) dibakar dengan cara menaikan suhu besi
terus menerus sambil dipukul sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Pada saat suhu
dinaikan/berubah terlihat bahwa cahaya yang dipancarkan besi berubah mulai dari merah,
jingga,kuning, hijau dan sampai terlihat warna biru dst. Terlihat adanya kaitan antara
suhu dengan panjang gelombang radiasi yang dipancarkan.
2. Efek Rumah Kaca

Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan
kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu
akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi –disebut gas rumah kaca,
sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan efek
rumah kaca (ERK) karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang
masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga
dapat menghangatkan seisi rumah kaca tersebut.
Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia,
karena jika tidak ada ERK maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih
dingin. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO 2 (Karbon dioksida),CH4 (Metan) dan N 2 O
(Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF 6
(Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan
manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas,
dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC,
komputer, memasak. Selain itu Gas Rumah Kaca (GRK) juga dihasilkan dari pembakaran
dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang dihasilkan
dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan nitroksida, menyebabkan
meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer.
Berubahnya komposisi GRK di atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara
global akibat kegiatan manusia menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali
oleh permukaan bumi ke angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi akibat
terhambat oleh GRK tadi. Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada akhirnya
menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal
dengan Pemanasan Global.
BAB III
EFEK FOTO LISTRIK, TEORI KUANTUM CAHAYA

A. Fenomena Fisika
Di tahun 1888 Hallwachs melaporkan pengamatannya bahwa satu keeping Zn
yang netral akan bermuatan positif setelah disinari dengan cahaya ultraviolet. Sebelum itu
Hertz pun telah mengamati bahwa pelucututan muatan antara dua buah elektroda akan
meningkat apabila cahaya ultraviolet mengenai elektrodanya.
Lenard kemudian menunjukkan bahwa cahaya ultraviolet meningkatkan
pelucutan muatan antara dua elektroda karena cahaya itu menyebabkan elektron
meninggalkan permukaan katoda.Gejala – gejala di atas memberi kesimpulan bahwa :
Cahaya ultraviolet yang mengenai permukaan logam mendesak keluar muatan listrik
negatif dari permukaan keeping logam. Gejala itu disebabkan oleh suatu efek yang
dinamakan EFEK FOTO LISTRIK.

B. Rumusan Masalah
Walaupun sudah diketahui efek dari penyinaran logam dengan energi frekuensi tinggi,
namun bagaimana penjelasannya secara teoritis belum diketahui. Penjelesan ini penting
untuk mengetahui mekanisme terjadinya efek fotolistrik

C. Hasil Pengukuran Efek Fotolistrik


Secara skematik susunan percobaan milikan untuk effek foto listrik adalah seperti yang
tertera dibawah ini
Gambar 4. Observasi eksperimentaal efekfotolistrik

Susunan percobaan terdiri dari : Suatu tabung kuarsa yang hampa udara . Hampa
udara agar electron dapat bergerak tanpa bertumbuk dengan molekul udara dalam
perjalanan dai satu elektroda ke yang lainnya. Satu elekroda dihubungkan dengan bagian
positif dari system potensiometer, sedangkan elektroda lainnya dengan bagian yang
negatifnya. Beda potensial V antara dua elektroda dapat dibaca pada voltmeter.
Sedangkan galvanometer A menunjukkan apakah ada arus elekron mengalir antara dua
elektroda tersebut. Elektroda berpotensial positif ( anoda ) disinari dengan cahaya dari
luar tabung. Tabung dibuat dari kuarsa agar cahaya dengan frekuensi tinggi ( ultraviolet )
tidak diabsorbsi oleh dinding tabung.
Cahaya yang menyinari anoda diharapkan akan mendesak elektron untuk
meninggalakan permukaan anoda, karena effek foto listrik. Sistem fisika yang dipelajari
sifat dan perilakunya adalah cahaya yang menyinari permukaan anoda. Apabila karena
cahaya, electron memang didesak keluar dari permukaan anoda, maka kemungkinan
besar elektron meninggalkan permukaan tersebut dengan energi kinetic
Ek > 0
Katoda mempunyai potensial V ( lebih rendah ) daripada anoda, maka apabila :
Ek > Vc
Elektron akan sampai di katoda. Dalam hal itu electron tersebut memberikan
sumbangan arus electron. Sebaliknya apabila Ek < eV, maka electron tak akan sampai di
katoda. Tidak ada arus elektron tercatat pada galvanometer.
Andaikan bahwa cahaya yang menyinari anoda membebaskan electron – electron
dari permukaan anoda. Andaikanlah bahwa energi kinetik maksimum Ek dimiliki
elektron yang paling energetik yang dibebaskan melalui effek foto listrik.
Energi kinetic Ek tersebut dapat ditentukan dengan mencari beda potensial Vo untuk
mana arus ib dari galvanometer A mulai menjadi nol.
Apabila ig = 0 , maka berlaku hubungan :
Ek = e Vo
Vo dinamakan potensial pemberhenti.
Dalam percobaan fotto-elektrik itu ditemukan fakta – fakta ekperimental sebagai
berikut :
a. potrnsial pemberhenti Vo untuk bahan anoda tertentutidak bergantung dari
intensitas cahaya yang menyinari bahan anoda. Lihat Gb.5

Gambar 5
b. Potensial pemberhenti Vo bergantung dari frekuensi  dari cahaya yang
menyinari anoda. Dalam Gb. 6 lengkung ib terhadap Vo dibuat untuk keadaan
dengan anoda yang sama, dan 3 frekuensi yang berlainan.
Gambar 6
c. Untuk satu macam bahan anoda, langsung potensial pemberhenti Vo sebagai
fungsi dari frekuensi  cahaya, merupakan garis yang lurus . Lihat Gb. 7
Ternyata bahwa dada satu frekuensi potong  o ( cut- off frekuency ), yang
menjadi batas efek foto listrik. Artinya bahwa cahaya dengan frekuensi dibaeah
harga  o tidak akan menghasilkan effek fotolistrik betapa pun intensitasnya.
Setiap bahan anoda mempunyai harga  o tersendiri.

Gambar 7
Bagian dari faktor ekperimental tentang effek fotolistrik di atas yang tidak dapat
diterangkan dengan konsep gelombang tentang cahaya adalah sebagai berikut :
a. Bahwa Vo ( jadi Ek ) tak bergantung dari intensitas cahaya, menurut konsep

gelombang kuat medan  dari cahaya berbanding dengan lurus dengan 1 ( I :


intensitas ). Jadi apabila  besar, tentunya gaya pada electron di permukaan
anoda juga besar, karena F = e  .
b. Bahwa di bawah frekuensi potong  o electron tidak lagi dapat dibebaskan dari
permukaan logam. Menurut konsep gelombang, kuat medan  tak bergantung
dari frekuensi , sehingga asal intensitas cukup besar effek foto listrik akan terjadi
dan tidak tergantung dari frekuensi cahaya.

D. Kajian Teoritik Einsten Tentang Efek Fotolistrik


Dengan demikian harus dicari suatu suatu penjelasan teoritik yang tidak berpijak
pada konsep gelombang cahaya. Postulat atau hipotesa Einstein mengandaikan bahwa :
a. Cahaya terdiri dari paket – paket energi ( foton ) yang bergerak dengan kecepatan
C ).
b. Bahwa apabila frekuensi cahaya adalah  maka energi foton adalah  = h
c. Dalam proses fotolistrik satu foton disebabkan sepenuhnya oleh elektron pada
permukaan logam.
Kita mencoba analisa dengan menggunakan hipotesa diatas, dengan pendekatan
kekekalan energi. Apabila frekuensi foton yang sampai di anoda adalah  , energi kinetic
pada saat electron itu meninggalkan permukaan anoda itu adalah Ek, dan energi
diperlukan oleh electron untuk melepaskan diri dari permukaan logam adalah W, maka
dapat ditulis hubungan kekekalan energi sebagai berikut :
h = Ek + W
Ek adalah harga energi kinetik, berbagai ragam harganya, bergantung dari proses
bagaimana elektron itu melepaskan diri dari permukaan logam. Bagaimana pun tentu ada
electron yang paling energitik, yang Eknya paling tinggi. Itu dinamakan saja Ek. Ek dapat
terjadi karena ( kebetulan ) untuk elektron termaksud energi yang diperlukan untuk lepas
dari permukaan logam merupakan harga paling rendah, kita namakan saja Wo. Maka
untuk electron paling energitik :
h = Ek + W
dengan susunan eksperimental Millikan seperti tergambar , Ek dapat ditentukan harga Ek
sama dengan eVo, Vo adalah potensial pemberhenti.
Maka :
h = eVo + Wo
Hubungan ini memberikan ketergantungan linier antara Vo dan  , seperti tergambar
dalam grafik. Jadi hubungan tersebut di terangkan dengan landasan hipotesa Einstein.

Kita bahas lebih jauh :


Dengan menurunkan frekuensi cahaya yang dating kita menurunkan juga energi foton
yang terlibat dalam persamaan :

h = Ek + Wo
Apabila  turun, tentunya yang berkurang adalah Ek, Wo merupakan ciri bahan
yang tidak bergantung dari frekuensi  .
Kita turunkan  sedemikian rupa sehingga tercapai Ek = 0. Artinya electron
meninggalkan permukaan dengan energi kinetic Ek = 0. Ini terjadi dan dapat dilihat pada
saat Vo = 0 katakanlah bahwa frekuensi cahaya dimana ini terjadi adalah  o.
Maka hubungan energi menjadi :
h o = Wo
Bagaimanakah  o ( jadi Wo ) dapat ditentukan
Apabila diperhatikan, maka dalam lengkung Vo yang  ,  o adalah titik potong
dari garis lurus Vo ( II ) dengan sumbu  . Jadi  o dapat diperoleh secara grafis. Setiap
logam mempunyai  o tersendiri. Wo adalah harga minimum harga minimum energi
yang harus dipunyai electron di dalam logam untuk melepaskan diri dari permukaan
logam.
Wo dinamakan fungsi kerja logam, kadang – kadang besaran ini dinyatakan
dengan beda potensial
wo
=
e
Dengan e muatan electron, maka  dinyatakan dalam volt, Wo dalam joule atau electron
volt.
Di bawah ini disertakan table dengan harga fungsi kerja  untuk beberapa macam logam

TABEL 1
FUNGSI KERJA UNTUK BEBERAPA LOGAM
Logam  ( volt ) Logam  ( volt )
Ag 4.73 K 2.24
Al 4.08 Mg 3.68
Au 4.82 Na 2.28
Bi 4.25 Ni 5.01
Ca 2.71 Sn 4.38
C 4.07 Wolfram 4.5
Hg 4.53 Zn 3.7

E. Kesimpulan
Dengan demikian postulat/ hipotesa Einstein tentang kuantum cahaya, yang
menghasilkan hubungan energi
h = Ek + W
Atau untuk electron paling energitik :
h = Ek + W 01

dapat menerangkan secara konsepsional fakta – fakta eksperimental tentang efek foto–
listrik. Perhatikan ungkapan :
Ek = h - Wo , Ek = e Vo
Jelaskan bahwa Ek dan Vo hanya bergantung dari  dan bukan dari intensitas cahaya.
Hubungan linier antara Vo dengan  juga terikat dari ungkapan matematika di atas.
Jadi hipotesa tentang kuantum cahaya yang dikemukakan Einstein di tahun 1905 dapat
menerangkan fakta – fakta eksperimental yang berkaitan dengan effek foto
listrik.Sedangkan fakta – fakta tersebut tidak dapat diterangkan dengan teori gelombang
tentang cahaya.Einstein memperoleh hadiah nobel fisika di tahun 1921, Millikan secara
percobaan membenarkan Teori Einstein tentang Effek Foto listrik.
BAB IV
EFEK COMPTON
A. Fenomena
Efek Compton merupakan satu aspek saja dari mode interaksi antara sinar-X dengan
materi. Compton melakukan penyidikannya ini dengan mempelajari bagaimana sinar-x
itu dihambur oleh keping Carbon (C, Z=6)
Apakah keistimewaan dari hasil penemuan Compton ini? Efek fotolistrik mendukung
secara eksperimental gagasan bahwa cahaya itu merupakan suatu aliran paket-paket
energi yang dinamakan foton. Dalam bentuk hipotesa gagasan itu dituangkan dalam
hipotesa einsten tentang efek fotolistrik. Hipotesa tentang foton ini, dan analisa mengenai
perilaku dan sifatnya, dinamakan teori kuantum cahaya dari Einsten.
Compton meluaskan konsep tentang foton itu. Penemuannya menunjukkan bahwa foton
itu tidak saja merupakan gumpalan energi yang bergerak dengan kecepatan tetap dalam
ruang, tetapi bahwa dalam interaksinya dengan elektron (tumbukan), foton berperilaku
sebagai zarah dengan momentum linier:

P (III.1)
c
Dengan ε = energi foton, dan c = kecepatan rambat cahaya.
Penemuan ini sangat spektakuler, karena ternyata bahwa untuk menerangkan beberapa
gejala tertentu kita harus mengganggap bahwa cahaya itu sebagai suatu gelombang
(difraksi, interferensi, polarisasi), sedangkan untuk menerapkan gejala lain harus
dianggap bahwa cahaya itu terdiri dari foton, yang kecuali mempunyai energi yang
diskrit juga mempunyai momentum linier.
Sifat kembar cahaya ini dinamakan dualisme cahaya. Secara skematik susunan percobaan
yang dipergunakan Compton adalah sebagai yang tercantum dalam gambar III.

Uraian dibawah diberikan dari kiri kekanan dalam gambar III diatas.
Sinar-X dipancarkan oleh tabung sinar-X; sinar-X ini telah dibuat monokromatik
melalui satu sistem.
Kristal. jadi sinar –X ynag dipergunakan adalah monokromatik ( satu panjang
gelombang ).
Sinar- X tersebut kemudian disinarkan pada suatu kepimg karbon. Karena interakdi sinar
tersebut dengan karbon itu, sinar terhambur ke berbagai arah.
Suatu sistem kolimator yamg terbuat dari timbal kemudian dipergunakan untuk
memperoleh sinar –X yang dihambur oleh karbon dalam arah  saja. Semua sinar yang
dihambur dengan sudut lain diserap oleh penghalang timbel dari kolimator. Sinar
hamburan itu kemudian ditentukan panjang gelombangnya dengan suatu susunan X- fal
dan detektor.

B. Rumusan Masalah
Pertanyaannya adalah :
Apakah ada perubahan dalam panjang gelombang itu, dan bila ada apa keterangannya.
Jadi demikianlah susunan percobaan compton dan data pengukuran apa yang diinginkan
atau menjadi tujuan dari pengukurannya.
B. Hasil Pengukuran
Hasil pengamatan compton sangat menarik. hasil pengukuran untuk berbagai sudut
hamburan, yaitu  = 0o ,  = 45o ,  = 90o, dan  = 135o . Titik-titik
eksperimentaldinyatakan dengan titik-titik tebal, sedangkan garis yamg ditarik
merupakan perkiraan mengenai bentuk lengkung :
I  I ( )

Untuk harga perameter  tertentu.

0
Lengkung I  I ( )   0 memberikan satu puncak pada   0.700 A ini adalah

panjang gelombang monokromatik yang diperoleh dari sistem sumber sinar –X


(tabung sinar- X dan monokromatornya ).

Berbeda dengan sudu hamburan  = 0o , maka pada  = 45o , 90o dan 135o terlihat
0
dua puncak. Satu puncak tidak beranjak tempatnya dari   0.700 A . Puncak yang
lain berpindah tempatnya kearah panjang gelombang yang lebih besar dengan sudut
hamburan  yang makin meningkat.
Jadi untuk menerangkan dua fenomena ini ( puncak yang tetap dan puncak yang
berpindah denagn perubahan  ) perlu dibuat terlebih dahulu andaian dasarnya.

C. Kajian Teoritik
Apakah andaian yang dibuat untuk puncak yang tak berubah apabila  berpindah
Pertama,
Bahwa hamburan sinar- X terjadi karena sinar itu berinteraksi dengan elektron
bebas yang berada dalam bahan penghambur.
Kedua,
puncak yang tak berubah apabila  berpindah.

Analsis perilaku sistem fisika diatas:


Sinar-X adalah suatu gelombang elektromagnetik, artinya bahwa ia merupakan
gangguan medan listrik dan medan magnet yang merambat dalam ruang.
Suatu elektron bebas akan dipengaruhi oleh medan listrik yang berosilasi do
tempat elektron. Oleh karena itu elektron melakukan gerak osilasi harmonik
dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi sinar-X yang datang.
Menurut teori elektromagnetik klasik, suatu elektron yang berosilasi akan
memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang sama dengan
frekuensi osilasi elektron tersebut. Jadi elektron menjadi pemancar gelombang
e.m dengan frekuensi yang sama ( jadi juga panjang gelombang yang sama)
dengan sinar-X yang menggerakkannya.
Dengan demikian terlihat seolah-olah sinar-X yang datang terhambur kesemua
arah. Jadi dengan demikian dapat diterangkan puncak yang kedudukannya tidak
berpindah dengan perubahan sudut hambur  . Hamburan seperti ini dikenal
dengan nama hamburan Thomson.

Berikutnya kita menelaah puncak yang berpindah dengan perubahan sudut hamburan  .
Perubahan panjang gelombang sinar-X yang terhambur tak dapat diterangkan dengan
teori e.m klasik
Oleh karena itu kita harus menggunakan andaian-andaian lain; mungkin yang
berpijak pada teori kuantum.

Eliminasi sudut dari menghasilkan :


=

= 2 + - 2 (IV. 2)

Darimana diperoleh bahwa :


(IV. 3)
Dari teori khusus diketahui bahwa elektron

Eliminasi dari Etot akan memberikan bahwa :


(IV 4)
Dari mana diperoleh :
(IV. 5)
Hukum kekekalan energi () memberikan :
(IV. 6)
atau :
(IV. 7)
Substitusi () dalam ungkapan () memberikan :
(IV.8)
Sedangkan substitusi () akan menghasilkan

Yang pada akhirnya memberikan :


(IV9)
Ubahlah ungkapan () menjadi ungkapan untuk perubahan λ
Diketahui bahwa :
c = λ , darimana diperoleh bahwa
λ (IV.10)

Sedangkan
Substitusi () ke dalam () :

λ) = (IV. 11)

Anggaplah bahwa perubahan kecil terhadap , sehingga :

Dari mana diperoleh bahwa

∆λ (IV. 12)

Ini adalah pergeseran panjang gelombang karena hamburan Compton.

Sering sekali dibataskan bahwa λo ,

Panjang gelombang compton


∆λ λo (1- cos θ)
λ o = 2,42 x 10-2 Ao (IV. 13)
ternyata bahwa hasil analisis tentang perubahan panjang gelombang dimana
mengandaikan butir a, b, c, yang memberikan ramalan tentang ∆λ yang sesuai dengan
pengamatan eksperimental.
Penjelasan tentang efek compton diberikan oleh compton di tahun 1923 dalam naskah
karya ilmiahnya yang berjudul : “A Quantum theory of scattering of X-rays by light (=
ringan) Elements”.

D. Kesimpulan
Kesimpulan yang dicantumkannya dalam naskah tersebut secara garis besar dirumuskan
sebagi berikut :
“........teori yang sekarang pada dasarnya bertopang pada pengandaian bahwa setiap
elektron yang berperan dalam proses ini, menghambur suatu kuantum cahaya yang utuh
(foton).
Teori ini juga berlandaskan hipotesa bahwa kuantum-kuantum cahaya datang dari
berbagai arah tertentu dan dihamburkan dalam arah-arah tertentu (tidak acak).
Hasil eksperimen yang dilakukan untuk menyelidiki teori tersebut dengan sangat
meyakinkan telah menunjukkan bahwa gumpalan radiasi (kuantum radiasi, foton) kecuali
membawa energi juga memiliki momentum linier........”.
Dengan demikian, maka cahaya yang dalam teori klasik merupakan gelombang, dalam
fisika modern harus dianggap juga ( untuk menerangkan beberapa fenomena fisika
modern) sebagai zarah. Sifat zarah cahaya ini terungkapkan sebagai :
a. Bergerak dengan kecepatan cahaya, dan dalam geraknya itu menempati bagian
yang sangat terbatas dalam ruang.
b. Memiliki energi (total) sebesar E= , dengan frekuensi cahaya.
c. Memiliki massa tak-gerak mo =0

d. Memiliki momentum linier p=

e. Dalam perwujudannya sebagai zarah (foton) mengikuti kaedah dan hukum


mekanika relativistik.

Jadi untuk menerangkan beberapa gejala yang menyangkut cahaya, kadang-kadang


cahaya itu harus dianggap sebagai gelombang tetapi untuk menerangkan beberapa gejala
lain cahaya harus dianggap sebagai kumpulan foto yang berperilaku sebagai zarah.
Tetapi ini tidak berarti bahwa untuk menerangkan suatu gejala tertentu cahaya itu
sekaligus dianggap gelombang maupun zarah.
Sifat ganda cahaya ini dinamakan dualisme cahaya.

Perhatikanlah bahwa momentum liniernya P = dapat juga ditulis sebagai P =

Produksi pasangan e + dan e -


Efek Compton adalah suatu gejala gelombang berkaitan dengan interaksi sinar x dengan
materi.

Satu gejala liain yang yang juga terjadi pada interaksi sinar-x dengan materi itu
adalah produksi pasangan electron (e-) dan positron (e+). Gejala ini baru diamati
apabila foton sinar x yang digunkan memiliki energy kuntum sebesar E>2 mo c2 .
Dalam ungkapan itu mo adalah massa fak-gerak elektron, mo = 9,1 x 10-34 g dann
mo c2 = 0,511 MeV (M dari mega, 106 ).
Kita telaah dahulu segi energy dari gejala ini. Positron dan electron sangan serup a
apabila dilihat dari massanya, dua-duanya bermassa mo =9,1 x 10-31 kg.
Dua hal yang berbeda antara dua batas itu yaitu:
a. Muatannya ; electron bermuatan negative, e- = -1,60 x 10-19 coulomb; sedangkan
positron bermuatan positif e = + 1,60 x 10-19 Coulomb.
b. Electron sangat umum kehadirannya dimana-mana dalam dunia fisik kita,
sedangkan positron sangat terbatas kehdirannya.

Didekat suatu zarah yang lain positron dan electron berinteraksi dan berubah
menjadi z foton : e+ + e- 2h
Adakah data yang menunjukkan adanya yang dinamakan positron ini?
Dalam tahun 1928 P.A.M Dirac dalam merumuskan teori mekanika kuantum tentang
energy electron meramalkan tentang adanya suatu zarah baru yang serupa electron,
tetapi berlawanan tanda muatan listriknya, zarah ini secara eksperimental diamati
oleh Anderson dalam tahun 1932.
Pengamatan ini diperoleh pada waktu Anderson melakukan penelitian sinar kosmik
dalam suatu kamar kabut.
Terlihat bahwa ada salah satu jejak zarah dalam kamar kabut itu berasal dari suatu
zarah yang massanya sama dengan elektron tetapi berlawanan muatannya. Perkiraan
tentang massa zarah dan dan macam muatan dapat dapat dilakukan dengan
menempatkan kamar kabut itu dalam suatu medan magnet.
Medan magnet ini akan membelokkan lintasan yang berbentuk lingkaran (sebagian
dari lingkaran); jari-jari lintasan melingkar ini memberikan informasi mengenai

Apakah secar magnetik mungkin pasangan e + dan e- terjadi?


Energy total e+ dan e- adalah :
ET OT AL = EK+ + mo c2 + EK- + mo c2
= EK+ + EK- + 2moc2
Dengan EK+ dan EK- masing masing energy kinetic positron dan electron (negatron)
Energy paling rendah bagi pasangan seperti itu adalah apabila EK+ dan EK-  0; jadi
ini berarti bahwa
ET OT AL = 2 mo c2 , minimum.
Apabila memang pasangan e+ dan e-ntercipta dari satu foton sinar-X, maka secara
minimum energy foton itiu harus memiliki harga:
ET OT AL =2h= 2 mo c2 =1,02 mev
Jadi memang ditinjau dari sudut energy foton itu harus memiliki energy > 1,02 MeV.
Produksi pasangan atau transformasi foton menjadi pasangan positron dan negatron
tidak dapat terjadi dalam ruang bebas, tetapi dalam kehadiran suatu medan inti.
Produksi pasangan ini hanya dapat dterangkan dengan menggunakan teori bahwa
cahaya itu terdiri dari kuantum cahaya yang dinamakan foton. hipotesa planck
mengenai kuantisasi osilator harmonic yang kemudian dapat menerangkan radiasi
termal oleh benda sempurna hitam, teori Einstein tentang kuantum cahaya yang
dapat menerangkan perubahan panjang gelombang sinar-X yang dihambur oleh
materi; semuanya menunjang gagasan dasar bahwa cahaya itu terkuantisasi dan
bahwa dalam beberapa proses fisika cahay berprilaku sebagai zarah.
Sifat zarah cahaya itu adalah sebagai berikut:
a. Energy dan penampilannya terkonsentrasi dalam suatu volume terbatas dalm
ruang, dan tidak menyebar kesemua arah seperti gelombang..
b. Bergerak dengan kecepatan rambat cahaya c= 3 x 10 8 m/sek.
c. Momentum linearnya p = , dengan  energy foton.

d. Masa tak-geraknya sama dengan nol, mo = 0


e. Mengikuti kaedah dan hukum mekanika relativistic dalam interaksinya
dengan system mekanik.

Semua sifat zarah yang disebutkan diatas berpijak pada landasan eksperimental yang
kokoh.
konsep cahaya sebagai gelombang uga memilki landasan eksperimental yang mantap.
Interferensi, difraksi dan polarisasi hanya dapat diterngkan dengan menganggap bahwa
cahaya adalah gelombang, khususnya gelombang electromagnet.

Sebagai gelombang cahaya dicirikan oleh:


a. Kecepatan rambat dan kecepatan fasa
b. Panjang gelombang (atau frekuensi)
c. Perambatan energy listrik dan magnet dalam ruang.
pertanyaan yang diajukan pada tahap ini adalah :

“apakah perilaku cahaya dapat dikategorikan menurut tingkat sistemnya,


tepatnya bahwa pada tingkat makro (bahan curah) cahay berprilaku sebagai
gelombang dan pada tingkat mikro (atom atau sub atom) cahaya berprilaku
sebagai zarah?”
Pembagian menurut kategori diatas tidak tepat, karena dalam menerangkan
Bremhstrahlung (sinar x) dan dalam menerangkan hamburan Thomson (pada
percoban Compton) harus dipergunakan teori Maxwell. Jadi juga dalam system
fisika mikro, yaitu tingkat atom dan sub-atom, cahaya kadang-kadang tetap
berperilaku sebagi gelombang. Sebaliknya pada waktu membahas interaksi cahaya
dengan bahan cura, cahaya senantiasa harus dianggap sebagai gelombang.
kesimpulannya adalah bahwa pada tingkat interaksi system atom atau sub atom beberapa
gejala fisik yang menyangkut cahaya hanya dapat diterangkan dengan menganggapnya
berperilaku sebagai gelombang, sedangkan dalam beberapa gejala fisika yang lain kita
harus menganggap bahwa cahaya berperilaku sebagai zarah.

Jadi cahaya mempunyai dua macam penampilan, sebagi gelombang atau sebagai
berkas kuantum energy (foton).
Sifat ganda ini perilaku ini dikenal sebagai dualism cahaya.
Meskipun cahaya mengenal dualism, tidak pernah dua perilaku itu tampil sekaligus
dalam satu peristiwa fisika.
demikianlah resume tentang kuantisasi cahaya denga n dualisme cahaya.
Ternyata bukan cahaya saja yang mengenal perilaku ganda Juga zarah dalam
interaksnya dengan system system atom dan sub atom mempunyai perilaku kembar.
Dapat berprilaku sebagai zarah dan pula berperilaku sebagai gelombang.
BAB V
PRILAKU GELOMBANGNYA ZARAH

A. Fenomena Fisika
Fisika adalah ilmu yang terstruktur dan bersifat sistematis. Dalam fisika sering dijumpai
simetri atau kesetangkupan dan kesejajaran, seperti :
 Zat dan anti zat (matter dan anti matter )
 Pandangan bahwa ruang dan waktu terdapat pada sutu sistem ( koordinat x, y, z )
 Bahan yang aktif secara optic, ada yanga memutar arah polarisasi ke-kanan dan
ada yang memutar ke-kiri.
 Arah spin elektron , “ke-kanan” atau”kebawah”.

Dan banyak contoh yang lain


kesetangkupan sering dicari dan dalam banyak hal memang dikemukakan.
Dalam Bab sebelumnya telah dibahas dengan dualism cahaya, yaitu bahwa cahaya
dalam beberapa proses fisika berprilaku sebagai gelombang dan beberapa proses yang
lain berprilaku sebagai zarah.

B. Rumusan Masalah
Pertanyaan yang dapat diajukan sekarang adalah :
ADAKAH ADA KEMUNGKINAN BAHWA
ADA GEJALA FISIKA YANG MENYANGKUT
ZARAH YANG HANYA DAPAT
DITERANGKAN DENGAN MENGGANGGAP ZARAH ITU
BERPRILAKU SEBAGAI GELOMBANG ?

Ternyata bahwa hal itu memang ada, dan ini dibahas dalam butir – butir berikut.
Sebelum ada fakta eksperimental yang mendukung prilaku gelombang dari zarah
dipostulatkan di tahun 1925 oleh Louis Victor de Broglie, seorang ilmuan dari
Perancis, sebagi berikut .

Postulat de Broglie (1925)


Dualisme gelombang zarah yang berlaku untuk cahaya, juga berlaku untuk zarah. Setiap
zarah yang bergerak didampingi oleh suatu gelombang zat (matter waves) yang
mempresentasikan prilaku gelombang zarah itu.
Suatu zarah yang bergerak dengan momentum linear p, didampingi oleh gelombang zat
yang memiliki panjang gelombang :

Dengan h tetapan planck.

Sebelum meningkatkan lebih jauh kita kembali sejenak pada kuatisasi cahaya.
Menurut teori kuantum Einsten energi proton :

Sedangkan menurut teori kestabilan khusus, energi total dan momentum foton
mengikuti hubungan berikut :

Sehingga berlaku untuk foton bahwa dari mana diperoleh bahwa :

Jadi postulat de Broglie juga memberikan hubungan yang sama untuk suatu zarah.
Sesungguhnya ilham untuk postulatnya ini ditarik dari seperangkat postulat bohr (teori
atom menurut Bohr) yang dapat menerangkan pancaran spectrum Hidrogen.
Garis – garis edar tetap dengan mengelilingi inti atom hidrogen ternyata sesuai dengan
anggapan bahwa :
Keliling lintas edar electron yang berputar
mengelilingi inti atom hydrogen harus merupakan
kelipatan dari panjang gelombang elektron itu.
Hal ini akan disinggung dalam bab berikut tentang model atom.
Dalam kehidupan kita sehari – hari postulat de Broglie ini tidak banyak perannya,
karena menyangkut ukuran – ukuran yang sangat kecil.
Ambilah sekedar contoh :
Seorang dengan bobot badab 60 kg mengndarai
suatu sepeda motor dengan kecepatan 60 km/jam.
Berat sepeda motor 100 kg. berapakah panjang
gelombang zatnya?
Momentum linear total p = (60 + 100) 60 kg
Km/jam
= 2,67x103 kg m/s

Panjang gelomabng de broglienya :

= m

Ukuran = 2,5 x 10-37 m tidak bermakna dibandingkan dengan ukuran yang kita
pakai dalam kehidupan sehari – hari.
Ambil contoh dari tanbung sinar –X
Suatu elektron melampaui beda potensial 10 kv
antara katoda dan anoda.Berapa besarkah panjang
gelombang tepat sebelum mengenai anoda tersebut.
Gunakan mekanika tak relativistiknya saja :

m /s

Jadi momentum liniernya :


P=
= 5,4 x kg m/s
Menurut de brogli panjang gelombang electron tersebut :

Ukuran ini cukup bermakna dalam lingkungan electron itu seperti


umpamanya struktur Kristal.
Jadi meskipun dalam kehidupan kita sehari – hari panjang gelombang de Broglie kita
kecil untuk diperhitungkan dalam proses – proses fisika dalam dunia atom dan sub-
atom.

Panjang gelombang zat tidak dapat di abaikan; artinya interaksi zat dengan system fisika
lain dimana aspek gelombangnya menonjol tidak dapat dikesampingkan.
Tentunya kalau postulat De Broglie memang benar!
Difraksi Zarah
Perilaku gelombang ditunjukkan oleh beberapa gejala, seperti DIFRAKSI dan
INTERFERENSI. Oleh karena itu kebenaran postulat De Broglie harus di uji melalui
bukti bahwa zarah yang bergerak memperlihatkan gejala-gejala tersebut di atas.

Andaikata kita menggunakan kisi suatu kristal sebagai untuk mendifraksi gelombang zat
yang bertautan dengan suatu berkas elektron yang bergerak. Artinya, suatu berkas
elektron yang bergerak ditujukan pada suatu kristal; andaikata postulat De Broglie
memang benar maka akan terlihat suatu pola difraksi pada berkas elektron yang dipantul
oleh permukaan x – zat itu.

Pola difraksi akan terlihat sebagai kenaikan intensitas berkas elektron untuk sudut-sudut
pantul tertentu.

Syarat pertama agar difraksi terjadi adalah bahwa panjang gelombang berkas elektron
sama tinggat kebesarannya dengan jarak antara atom-atom atau ion-ion dalam kristal.
Katakanlah bahwa jarak antar ion itu a  1A; berapa besarkah energi kinetik elektron
yang diperlukan untuk memperoleh difraksi?

Panjang gelombang   a, jadi   1A


Dimana diperoleh bahwa:

h 6,63 X 1034
p= =  6,63x10 24 kg m / s
 1010

Energi kinetik yang diperlukan:


p2
Ek =  2,41x1017 joule  150 eV
2mo
C. Hasil Pengukuran
Davidson – Germer di tahun 1927 berhasil menunjukkan difraksi suatu berkas
elektron oleh suatu kisi kristal.

Pada awalnya Davidson – Germer yang pada saat itu bekerja di Bell – Laboratories
di Amerika Serikat, melakukan penelitian tentang hamburan suatu berkas elektron
oleh suatu permukaan logam. Logam yang dipergunakan adalah nikel.

Berkas elektron yang sudah melalui suatu beda potensial tertentu diarahkan pada
permukaan suatu logam. Berkas itu kemudian dipantulkan oleh permukaan logam
tersebut. Suatu detektor elektron mengukur besarnya intensits elektron yang
dihamburkan dalam arah sudut . Bila intensitas berkas elektron yang dihamburkan
dinyatakan dengan I, dan sudut hamburnya adalah , maka dalam percobaan ini
dicari hubungan:
I = I  

Grafik I vs  dalam bentuk koordinat polar untuk percobaan Davidson – Germer


adalah sebagai yang tercantum di bawah. Sasarannya adalah nikel.

Davidson – Germer memperoleh difraksi elektron oleh kisi kristal secara tidak disengaja.

Pada suatu hari dinding vakum yang terbuat dari kaca pecah, sehingga sasaran nikel
yang pada waktu itu tinggi suhunya teroksidasi olah udara yang masih dalam
ruangan vakum.

Untuk mengulang percobaannya itu peralatan yang rusak kemudian diperbaiki.


Demikian juga sasaran nikel yang telah teroksidasi perlu direduksi.

Proses reduksi ini dilakukan dalam rangka secara perlahan-lahan, sasaran nikel
dipanaskan dan kemudian diturunkan suhunya secara bertahap. Reduksi
menghilangkan oksidasi yang terdapat di permukaan sasaran nikel.
Ketika percobaan dilakukan lagi dengan peralatan yang telah diperbaiki, dan
sasaran nikel yang telah direduksikan, diperoleh hasil I = I   yang sangat berbeda
dari yang diperoleh sebelumnya.

Grafik I = I   di atas menunjukkan pola yang berbeda dari yang sebelumnya.

Lengkungnya menunjukkan suatu maksimum tambahan untuk hamburan (sudut  )


tertentu.

Maksimum baru pada lengkung I = I   yang menahan sistem koordinat polar


(koordinat kutub) itu kemudian diinterpretasikan sebagai hasil interaksi antara
berkas elektron yang berperilaku sebagai gelombang dan kisi kristal nikel.
Artinya, bahwa pola yang diperoleh disebabkan karena difraksi berkas elektron oleh
kisi kristal nikel.

Peristiwa ini dapat dijelaskan sebagai berikut :Logam yang tidak diolah secara
khusus biasanya menjadi polikristalin, artinya bahan ini terdiri dari kristal yang sangat
kecil dengan arah yang sebarang karena acaknya arah kristal ini, maka bila memang ada
pengaruh fisi dari kristal-kristal ini, maka arahnya yang acak akan saling meniadakannya.
Sebaliknya dengan perlakuan yang khusus ( dan sering sangat mahal ) suatu kepig
logam dapat di buat menjadi kristal tunggal. Dalam struktur zat seperti ituseluruh keping
merupakansatu buah kristal, denga bidang-bidang kristal yang meliputi seluruh kristal.
Jadi logam atau keping itu tidak lagi polikristalin, tidak lagi terdiri dari kristal-ristal kecil
yang mempunyai arah yang acak.
D. Kajian Teoritik
Keping nikkel yang menjadi sasaran dalam percobaan Davisson-Gemmer, mula-
mula memang bersifat polikristalin. Berdasarkan elektron yang sampai kepermukaannya
berinteraksi dengan struktur yang polikristalin itu, berkas yang dipantulkan merupakan
superposisi dari pantulan-pantulan oleh berjuta permukaan kristal kecil yang arahnya
sebarang. Superposisi itu menghilangkan gejala yang ditimbulkan oleh permukaan setiap
kristal kecil itu, apabila memang ada atau memang terjadi.
Karena harus direduksikan, maka keping nikkel harus diperlakukan secara
khusus. Mula-mula diturunkan suhunya secara bertahap dengan perlahan-lahan.
Perlakuan khusus inilah yang kemudian menjadi strutur keping itu. Permukaannya
menjadi permukaan kristal tunggal.
Perubahan sifat permukaan keping nikkel inilah yang menampilkan pola I=I(θ)
yang berbeda. Superposisi dari elektron yang di pantulkan sekarang saling menguatkan,
dan pola difraksi pun terlihat.

650
500

650

Dalam percobaan Davisson dan Gemmer elektron yang telah melewati beda
potensial tertentu di tembakkan secara tegak lurus pada permukaan suatu keping nikkel
yang merupakan X.
Ternyata bahwa maksimum tembakan terjadi dalam arah pantul 50°. Maksimum
ini paling jelas terjadi apabila kristal itu menumbuk kristal dengan energi kinetik
Ek =54eV.
Suatu penilaian dengan nilai dengan sinar-X tentang bidang-bidang kristal nikkel
yang dipergunakan sebagai sasaran menunjukkan bahwa :
a Elektron dipantulkan oleh seperangat bidang dalam keping kristal nikkel yang
tidak sejajar dengan permukaan keping, melainkan miring terhadap permuaan
tersebut. Terhadap perangkat bidang kristal ini. Sudut pantul Bragg adalah 65°
(=θ)
b Jarak antara bidang-bidang termasuk dalam butir a adalah 0,91Å

Kesesuaian yang di peroleh sangat mendukung konsep bahwa elektron yang


mengenai permukaan logam nikkel dapat di anggap sebagai gelombang zat yang
mengalami difraksi bragg oleh bidang-bidang kristal nikkel.
Sebaliknya, konsep zarah tak dapat menerangkan mengapa pada sudut pantul 50°
(terhadap permukaan keping, bukan bidang kristal) terhadap maksimum intensitas
elektron yang di pantulakan.
Ada beberapa fakta lain yang menunjukkan prilaku gelombang bagi zarah yang
bergerak. Dan semua ini mendukung kebenaran postulat de Brogglie tentang gelombang
zat yang mengikuti zarah yang bergerak dan pula bahwa:
Sebagaimana halnya cahaya. Maka juga zarah mengenal dualisme; artinya bahwa
untuk menerangkan beberapa hal tertentu zarah harus di aggap berprilaku sebagai
gelombang tetapi untu menerangkan beberapa gejala lain harus tetap di anggap sebagai
zarah.
Dualisme cahaya bersama degan dualisme zarah, memberikan dulisme
gelombang- zarah. Dualisme ini berlaku bagi kedua-duanya.
Dengan demikian diuraikan hal yang paling fundamental dalam bab ini, yaitu
tentang postulat de Brogglie dan bukti eksperimentalnya yang ditemukan oleh Davisson
dan Germer.

Representasi Gelombang de Broglie


Zarah yang bergerak harus direpresentasikan dengan gelombang berjalan. Untuk
pembahasan selanjutnya, kita membatasi diri dalam uraian ini pada gerak zarah
dalam satu dimensi.
Gelombang berjalan dapat dinyatakan secara matematika dengan berbagai cara, seperti
umpamanya:
 ( x, t )  A0 cos(kx  t ) ,
 ( x, t )  A0 sin( kx  t ) ,

 ( x, t )  A0 e i ( kx t ) atau A0 e i ( kx t )

Kita gunakan saja  ( x, t )  A0 cos( kx  t ) , yang digambarkan dibawah ini pada saat
tertentu t = t0 .

Pertanyaan berikutnya adalah: apabila gelombang diatas memeng


mereprensentasikan zarah pada saat t = t0 , dimanakah dalam gambar diatas kedudukan
zarah tersebut itu? Artinya, bagaimanakah dapat kita nyatakan kedudukan zarah dalam
ruang (d.u.i. sumbu-x) dengan gelombang diatas yang meliputi daerah dari x  
sampai x   ?
Jelaslah bahwa kita berhadapan dengan suatu dilema, yaitu bagaimana menunjukkan
dengan tepat kedudukan zarah dalam ruang dengan mempergunakan gelombang yang
memang tersebar dalam ruang.
salah satu cara yang dapat ditempuh dalam menyatakan kedudukan zarah dengan lebih
teliti adalah dengan melakukan superposisi beberapa gelombang harmonik yang
memiliki harga vektor gelombang, k , yang tidak banyak berbeda satu dengan lainya.
Untuk ilustrasi disertakan di bawah ini superposisi dua gelombang harmonik dalam
kedudukan dan waktu, masing-masing dengan vektor gelombang k dan (k  k ) , serta
frekuensi  dan (   ) ; dengan k  k dan    :
 1 ( x, t )  A0 cos( kx  t )

 2 ( x, t )  A0 cos[( k  k ) x  (   )t ]
Gelombang superposisi:
 T ( x, t )   1 ( x, t )  2 ( x, t )
k 
= 2 A0 cos[( )x  ( )t ] cos( kx  t )
2 2
Gelombang superposisi ini dapat dianggap sebagai suatu gelombang harmonik dengan
vektor gelombang k serta frekuensi  , dengan amplitudo:

Dalam gambar diatas, maka gelombang dengan k dan  merupakan pembawa


(currier wave). Satu titik dengan fasa yang tetap pada gelombang pembawa ini memenuhi
hubungan:
(kx  t )  tetap
Diferensiasi memberikan:
kdx  dt  0
Darimana diperoleh bahwa :
dx 
V  
dt k
Dimana kecepatan fasa gelombang pembawa merambat dalam ruang dinamakan
kecepatan fasa gelombang itu. Dalam gambar diatas, maka ”selubung” carrier wave juga
merupakan gelombang berjalan. Selubung ini mungkin dapat disamakan dengan
amplitudo yang dimodulasikan dalam teknik radio.
Suatu titik dengan fasa tetap pada selubung itu memenuhi hubungan:
k 
[( )x  ( )t ]  tetap
2 2
Diferensiasi memberikan:
k 
( )dx  ( )t  0
2 2
Darimana diperoleh bahwa:
dx  d
Vg   
dt k dk
Vg adalah kecepatan rambat satu titik dengan tetap pada selubung. Kecepatan ini

dinamakan kecepatan kelompok (indeks g datang dari kata group).


Gelombang berjalan dengan dua k dan dua  yang berdekatan tidak jauh lebih
baik daripada gelombang tunggal sebelumnya; tetapi secara potensial lebih baik, karena
meskipun disini masih belum jelas kedudukan zarah tetapi dalam ruang (dimensi satu)
amplitudo gelombang superposisi bervariasi dengan kedudukan. Hal ini akan ditinjau
lebih lanjut pada butir berikutnya.
Dalam gambar III.6 disertakan panjang gelombang  dari carrier wave dan

panjang gelombang ( ) dari gelombang selubung. Disamping itu disertakan panjang
2
(x) , yaitu lebar dari suatu ”paket” gelombang.
Geometri dan konsep gelombang, menunjukkan bahwa:
1
(x)  ( )
2
Atau bahwa
1 1
( x)( )
 2
Untuk gelombang selubung berlaku hubungan antara panjang gelombang ( (  ) dan
k
vektor gelombang ( ) sebagai berikut:
2
2
 
(k )
2
Hubungan ini memberikan:
4
( ) 
(k )
1 1
( ) (k )
 4
Subsitusi dalam ungkapan akan menghasilkan bahwa:
(x)( k )  2
Hubungan di atas menunjukkan bahwa makin kecil kita pilih ( k ) , yaitu beda
vektor gelombang kedua gelombang yang disuperposisikan itu, makin besar harga (x) ,
yaitu lebar paket gelombang.
Apabila kita hanya menggunakan 1 gelombang saja, maka k  0 dan x   . Dalam
hal ini kembali timbul dilema semula, bahwa dengan gelombang yang mempunyai satu
harga k saja, kita sam sekali tidak dapat mengatakan kedudukan zarah.
Dengan mengambil dua gelombang dengan beda vektor gelombang sebesar ( k ) ,

2
diperoleh paket-paket gelombang masing-masing selebar ( x )  ( ) . Meskipun belum
k
dapat dipergunakan untuk mengatakan kedudukan zarah dengan lebih teliti, sekurang-
kurangnya metoda superposisi menunjukkan prospek bahwa hal ini (menyatakan posisi)
dapat dilakukan.
ternyata bahwa metoda superposisi dengan mempergunakan suatu spektrum harga vektor
gelombang di sekitar vektor gelombang dari gelombang de broglie:
2 2 p h
k    p , H
 h H 2
Kita dapat menentukan dengan lebih teliti kedudukan zarah yang bergerak.
Penetapan kedudukan ini tidak dapat sempurna, artiny a dengan ketidak telitian sama
dengan nol, karena ini menyangkut hakekat dari gelombang.

Ternyata untuk bentuk gelombang superposisi yang optimum itu, hubungan antara
sebaran paket gelombang x  dan lebar spectrum gelombang k  memenuhi :

x k = 1
2

Semua superposisi yang lain tidak memberikan hubungan seperti itu, tetapi senantiasa:
x k > 1
2

Jadi secara umum dapat dikatakan, bahwa ketakpastian tentang kedudukan zarah x  ,
dan ketakpastian tentang harga vector gelombang k  bagi suatu zarah yang
dipresentasikan dengan suatu gelombang superposisi dengan lebar spectrum vector
gelombang k , senantiasa memenuhi hubungan:

x k   1
2

hubungan di atas dapat dihubungkan lagi dengan momentum linear zarah. Menurut De
Broglie:
h
 = , jadi:
p
2 p
k= =
 hberg

Sehingga:

k = p 
hberg

Sehingga hubungan itu menjadi :

x p  hberg 


2
Ini dinamakan prinsip ketakpastian Hiessenberg.

Prinsip Ketakpastian Heinsenberg

Solusi diatas baru menggunakan satu gelombang dengan satu harga  dan satu harga
 saja, dimana panjang gelombang
h
o  , sesuai dengan postulat De Broglie.
Po
Penyelesaian untuk mengatasi hal ini adalah menggunakan superposisi dari
beberapa gelombang dengan suatu spektrum harga k diantara :
 k   k 
  ko  < k <  ko  .
 2   2 

Dengan demikian kedudukan zarah dapat lebih teliti dengan sebaran x  , tetapi
informasi mengenai vektor gelombang menjadi agak kabur, ketaktelitiannya menjadi
k .

Ditemukan pula bahwa secara umum ada hubungan antara x  k  
2
Sesungguhnya hal tersebut harus dianggap sebagai sesuatu yang fundamental
dalam fisika modern, dan dinamakan prinsip ketakpastian Heinsenberg.

Prinsip Ketakpastian heinsenberg dirumuskan sebagai berikut (1927) :

a. Suatu percobaan terhadap suatu fiika tidak dapat sekaligus digunakan untuk
menenukan secara eksak momentum linier, Px dan kedudukan suatu zarah x .

Ketelitian pengukuran secara hakiki dibatasi oleh proses pengukuran itu sendiri,
sehingga:

x Px    ,
2
Dengan momentum linier Px diketahui dengan batas ketelitian Px , dan

kedudukan x dengan ketelitian x .

b. Hal tersebut diatas juga berlaku apabila kita mengukur energi E dan waktu
t yang menyatakan selang waktu perubahan sistem.
Ketelitian pengukuran yang dilakukan secara simultan secara hakik dibatasi oleh
hubungan :

E t  > 


2
Dengan E  sebaran harga energi, dan t  waktu perubahan sistem.

Kalau kita bekerja dalam 3 dimensi, tentunya bagian pertama dari prinsip Heinsenbeer
harus diperluas dengan :

Py y   
2
Bagaimanakah prinsip Heinsenberg dakam kehidupan sehari hari, atau reakitas
fisik yang kita amati sehari-hari.
Ambil contoh pemuda (60 kg) mengendarai motor (100kg) dengan kecepatan 36
km/s.

Px = 160 
36000
kgm / s  1600kgm / s
3600
Andaikan ketelitian mengukur Px  1% , maka Px  16kgm / s
Ketelitian batas pada penentuan kedudukan adalah:
 34
x   2  6.63  10 m  3,3  10 36 m
Px 4  16
Batas ketelitian 3,3  10 36 m tidak bermakna dalam realitas fisik sehari-hari.

Andaikan kita berhadapan dengan elektron berenergi 100eV. Andaikan bahwa


batas ketelitian pengukuran momentum liniernya mencapai 2%. Berapakah kesalahan
inherent dalam x  ?

P2
Ek 
2mo

Px  2mo Ek 
1/ 2

 2  9,1  10 31  100  1,6  10 19 
1/ 2

 5,39  10 24 kgm/ s

Px  2%Px
 1,1 10 25 kgm/ s

Maka secara inherent, batas ketelitian dalam menentukan kedudukan adalah :


6,63  10 34
x    / 2   9,8  10 12 m
Px 4 5,39  10 
 24

Atau
x   0,098 A  0,1 A
o o

Suatu harga yang cukup bermakna dalam realitas fisik tingkat atom dan sub atom
; serta tak dapat diabaikan.

Keterangan tentang gedanken experiment atau percobaan dalam pikiran oleh


heinsenberg untuk menerangkan prinsip ini merupakan sesuatu yang standard dan dapat
dapat ditemukan dalam buku teks, termasuk buku Concept of Modern Physics karangan
Arthur Beiser

Prinsip Korespondensi Jembatan Fisika Lama dan Baru


Dasar-dasar fisika baru yang berwujud teori kuantum lama cukup
menggoncangkan para ilmuwan fisika di tahun 1900-1925. fisika lama meskipun rupanya
tidak dapat di terapkan pada tingkat atom dan sub atom, sangat baik untuk menguraikan
sifat dan perilaku sistem fisika pada tingkat curah (non atom dan non sub atom).
Fisika klasik atau fisika lama itu sangat kokoh dalam menerangkan daerah liputan
tersebut di atas.
Disamping itu sukar ditolak kenyataan bahwa fisika baru dapat menerangkan gejala
sistem fisika tingkat atom dan sub atom, yang tak dapat diterangkan dengan fisika klasik.
Memang semacam daerah keberlakuan dapat membatasi masing-masing, tetapi ada pula
azas-azas da hukum dasar yang berlaku untuk kedua-duanya. Seperti umpamanya
kekekalan energi, kekekalan momentum linear, dan sebagainya.
Pertanyaan kemudian adalah: “apakah ada semacam jembatan yang menghubungkan
fisika baru dengan fisika lama”.
Hal sangat menonjol yang membedakan fisika baru dan fisika lama adalah kuantisasi.
Dalam fisika baru, zarah-zarah yang terikat oleh suatu potensial (artinya yang energinya
lebih rendah daripada potensial yang mengikatnya) memiliki energi terkuantisasi, atau
spektrum energinya diskrit. Dan batas kuantisasi untuk bilangan kuantum yang sangat
tinggilah rupanya merupakan jembatan yang dimaksudkan diatas.
Dalam tahun 1923, Bohr membuat suatu postulat yang menjembatani kedua fisika
tersebut. Postulat itu dinamakan prinsip korespondensi. Korespondensi diambil dari kata
Correspondence dalam bahasa Inggris. Kata pokoknya adalah to correspond yang berarti
“sesuai tujuan”. Prinsip korespondensi mengatakan bahwa

a) Ramalan teori kuantum tentang perilaku dan sifat suatu sistem fisika
sesuai dengan ramalan fisika klasiknya, pada harga bilangan kuantum
yangsangat tinggi. Bilangan kuantum yang dimaksud adalah bilangan-
bilangan yang secara sepenuhnya menggambarkan keadaan sistem fisika
tersebut.
b) Suatu kaedah seleksi berlaku untuk seluruh spektrum bilangan-bilangan
kuantum. Jadi setiap kaedah seleksi yang berlaku pada batas klasik (n
tinggi) juga berlaku pada batas kuantum (n rendah).
Sebagai contoh untuk ilustrasi kita gunakan hasil teori Bohr tentang atom Hidrogen. Ciri
utamanya adalah spektrum garis yang dipancarkan oleh atom Hidrogen. Energi sistem
atom Hidrogen ditandai oleh bilangan kuantum n sebagai berikut
13,6
En   elektron volt
n2
Kaedah seleksi yang menguaraikan pancaran energi elektromagnetik oleh atom adalah
 1 1 
Dif  3.28 x1015  2  2  Hertz
n 
 i nf 
Atau
 1 1 
Dif  3.28 x1015  2  2  Hertz
n 
 f ni 
Dalam ungkapan di atas Dif adalah frekuensi gelombang radiasi elektromagnet yang
terpancar apabila ataom melakukan transisi dari keadaan kuantum yang ditandai oleh
bilangan ni kekeadaan lain yang ditandai oleh nf.
Andaikanlah bahwa nf = n dan ni = (n  n) , maka:

1 1 1 1  2(n)
 2  2 2  2 

 n f ni   n (n  n)  n3

Apabila (n)  n
2(n)
Apabila n adalah suatu bilangan yang besar sekali, maka adalah sangat kecil,
n3
dan dengan demikian J pun sangat kecil. Dari daerah dengan n yang besar, maka transisi
dengan (n)  n akam menjadi transisi-transisi kontinu, terutama dalam limit n→  .
Jadi untuk n→  transisi-transisi disekitar daerah n yang besar itu menjadi transisi-
transisi yang bersifat kontinu.
Contoh kedua adalah teori tentang pancaran energi termal oleh benda sempurna hitam.
Menurut hipotesa Planck osilator-osilator pada permukaan benda sempurna hitam
memiliki energi sebesar
E  nh
sehingga energi rata-rata osilator adalah
E  n h
dengan n harga rata-rata bilangan kuantum yang dimiliki osilator-osilator itu.
Rayleigh dan Jeans telah menunjukkan bahwa untuk aliran panjang gelombang yang
sangat besar, kesesuaian diperoleh antara pengamatan tentang spektrum radiasi benda
sempurna hitam dan teori apabila harga energi rata-ratanya diambil sebagai
E  kT

panjang gelombang    , sesuai dengan   0 , jadi bilangan kuantum yang sangat


besar. Untuk n yang sangat besar berlaku :
kT  n h
atau
kT

n
jadi apabila n   , maka berlakulah teori klasik bahwa energi osilator sesuai dengan
ketentuan tentang ekipartisi energi
E  kT
disini terlihat lagi bahwa apabila n   , kaedah atau hipotesa fisika kuantum akan
mendekati konsep-konsep klasiknya.
BAB IV
MODEL ATOM
Model Thomson

Konsep atom timbul karena orang ingin mengetahui struktur zat. Struktur zat berarti
komponen – komponen yang membangun zat itu dan hubungan satu komponen dengan
lainnya dalam bangunannya itu.
Gagasan tentang bagian terkecil zat bermula dari spekulasi falsafah oleh dua orang
Yunani, Leucippus dan muridnya Democritus (460 – 370 S.M). mereka menamakan
bagian terkecil itu atomos. Tak dapat (a) dibagi (tomos) lagi.
Konsep atom di zaman modern dilontarkan lagi sebagai hipotesa ilmiah (bukan lagi
spekulasi falsafah) oleh Lavoiser ( ) untuk menerangkan senyawa – senyawa kimia.
Konsep tentang atom kini telah mapan, dengan segala bukti yang dapat diverifikasikan
tentang kebenaran ramalan – ramalan yang didasarkan pada sifat atomnya zat.
Dalam bab ini di telaah suatu tingkat realitas fisika yang lebih dalam, yaitu struktur atom.
Ini berarti telaah tentang komponen – komponen yang membangun atom dan hubungan
antar komponen itu satu dengan yang lain.
Model ato adalah satu gambaran mengenai struktur atom, suatu yang direka orang untuk
dapat menerangkan sifat dan perilaku atom.
Ada model atom yang sederhana dan ada pula yang rumit, tergantung dari apa yang ingin
diketahui dan berapa ketelitian yang dicari.
dalam tahun 1897, J.J Thomson membuktikan tentang adanya muatan listrik diskrit, dan
bahwa muatan listrik terkecil itu berkaitan dengan massa yang diskrit pula. Jadi
muatan diskrit terkecil itu menjadi bagian yang tak terpisahkan dari zarah. Zarah ini
kemudian diberi nama electron. Karena sifatnya yang sangant mendasar dalam
bangun atom, maka zarah ini dikategorikan sebagai zarah fundamental.
Karena mengetahui tentang kehadiran electron dalam atom, J.J Thomson di tahun
1898 menyarankan suatu model tentang struktur atom. Model ini kemudian dikenal
sebagai model Thomson.
Thomson menganggap bahwa suatu atom terdiri dari suatu “ bola” yang memuat
sebagian besar massa atom , dengan muatan positif yang tersebar secara merata
meliputo seluruh “bola” itu. Didalam “bola” itu bermukim electron – electron
bermuatan negative, muatan negative ini mempunyai kedudukan dititik – titik
tertentu bersama electron. Muatan negative, berbeda dengan muatan positive
tersebar dalam ruang.

Dalam model Thomson kita belum bicara tentang inti atom, tetapi tentang “bola”
atom. Baru Rutherford yang berbicara tentang inti atom, setelah ditunjukkan bahwa
massa terbesar atom itu terpusat disuatu titik dengan voloume ruang terbatas yang
jauh lebih kecil dari perkiraan mengenai volume atom.
Secara mudah model Thomson menggambarkan atom laksana roti kismis. Kismis
mempresentasikan electron yang bermuatan negative dan diskrit dengan massa
terbatas, yang sangat kecil disbanding dengan massa atom secara keseluruhan.
Rotinya (tanpa kismis) merupakan “bola” atom dengan massa dan muatan listrik
terbesar secara merata.
Model Thomson sangat sederhana dan tak banyak berguna untuk dijadikan model
bagi suatu analisa tentang sifat dan perilaku atom.
Berapakah perkiraan tentang ukuran atom apabila kita mempergunakan besaran – besaran
makro yang sudah kita ketahui?
Umpama untuk tembaga, dengan berat atom : 63,5 dan massa jenis : 8,92 x 10 3 kg /
m3 .
Kita andaikan dahulu bahwa atom –atom itu berbentuk kubus dengan volume V0
dan sisi a ; V0 = a3 .
Volume tembaga per kilo gram atom adalah :
Volume per atom dapat diperkirakan dengan meenggunakan bilangan Avogadro,
NA=6,02 x 1026 / kilogram atom.

Darimana diperoleh :

Model Rutherford
Atas saran Rutherford, ditahun 1911 Geiger dan Marsden melakukan percobaan untuk
memperkirakan berapa besarnya ukuran suatu atom.
Percobaan itu menggunakan zarah α sebagai proyektil (peluru) dan suatu kepingan
emas yang sangat tipis sebagai sasarannya. Kemudian dipelajarinya bagaimana
hamburan zarah α oleh lembar emas yang sangat tipi situ. Dari pola hamburan
diharapkan dapat diperole informasi tentang ukuran atom emas.
Energi zarah α yang dipergunakan dalam percobaan itu berasal dari zat radioaktif
alamiah, dan energinya diketahui berharga (Ek = 7,7 MeV) . keeping emas sangat
tipis dan energy α sangat besar, sehingga diharapkan bahwa sebagian terbesar dari
zarah α itu hanya mengalami proses hamburan satu kali dengan atom – atom emas
sebelum meninggalkan lapis emas itu.
Secara skematik susunan percobaan ini adalah sebagai berikut :
Dalam Gb. IV . 2 , zarah –zarah α dipancarkan oleh zat radioaktif alamiah.
Sebagian besar ditahan oleh panahan sinar α. Bagian kecil dapat melewati celah,
dengan demikian diperoleh berkas yang dikolimasikan.
Berkas α ini kemudian mengenai lembaran emas yang sangat tipis dan muncul
disebelah belakang lembar itu dengan berbagai sudut θ yang berlainan.
Suatu teleskop dipergunakan untuk menghitung jumlah zarah yang sampai
diteleskop tiap satuan waktu. Dibagian muka dari teleskop itu (lensa objektif)
ditempatkan lapis tipis ZuS. ZuS berfluorosensi apabila ditambah oleh zarah α, dan
sinar fluorosensi inilah yang terlihat mata.
Percobaan ini sangat sederhana dan sangat banyak menuntut ketekunan dan
kekuatan fisik. Berjam-jam mata harus berfokus untuk mengamati bintik-bintik
yang muncul pada lapisan ZuS.
106. Dalam lembar emas tadi terjadi interaksi antara muatan zarah α yang positif
(2e+) dan muatan atom emas yang positif juga (Ze +). Dianggap terlebih dahulu
bahwa electron atom tidak berperan dalam proses ini ; zarah hanya berinteraksi
dengan muatan positifnya. Massa atom emas jauh lebih besar dari pada massa zarah
α, dan oleh karenanya dalam interaksi ini dianggap massa atom emas tidak beranjak
dari tempatnya.
Ini adalah interaksi Coulomb antara zarah α bermuatan 2e+ dan muatan Ze+ dari
atom.

Gb. IV . 3 menggambarkan lintasan zarah α yang dihambur melalui sudut θ.


Andaikanlah bahwa zarah α mendekati inti dengan jarak tegak lurus sebesar b.
jarak b ini diukur dari pusat atom bermuatan +Ze sampai garis l1 . , garis l1

merupakan asimptot dari arah kedatangan zarah α. Di x = -∞, arah asimptot ini
sama dengan arah momentum linear zarah yang belum berinteraksi dengan atom.
Setelah berinteraksi zarah α mengikuti asimptot l2 , yaitu arah zarah sesudah

interaksi dengan atom yang diabaikan. Arah hamburan θ adalah sudut antara l1 dan
l2.
Harus selalu diingat bahwa gaya Coulomb adalah gaya sentral, sehingga arah gaya
interaksi F pada setiap saat momentum gaya yang bekerja pada zarah α sama
dengan nol, dengan mengambil atom Au sebagai pusat.
System yang terdiri dari zarah α dan atom +Ze merupakan system yang tertutup,
ada gaya antara keduanya, tetapi tak ada gaya luar yang bekerja baik pada zarah α
maupun pada inti +Ze.
Energi total system tidak berubah , karena

, IV . 1
Dengan energi kinetic kedua – duanya dan energi potensial.
Dalam analisa ini dianggap bahwa massa +Ze tidak bergerak, sehingga energy
kinetic atom dianggap nol. Seluruh energy kinetic hanyalah bagian dari zarah α
saja.
Pada kedudukan yang sangat jauh dari inti +Ze, energy potensial ; sehingga
karena jauh maka sebelum hamburan ( ; notasi untuk energy total di x = -∞)

IV . 2

Dan jauh sesudah hamburan ( ; notasi untuk energy total di x = +∞)

IV . 2’

Maka karena ET otal tetap :

; disederhanakan saja menulisnya.

Menjadi :
P1 = P2 ; artinya P1 dsb IV . 3

Ini berarti bahwa proses hamburan hanya merubah arah hamburan vector
momentum linear, tetapi tidakmengubah besarnya, perubahan itu digambarkan pada
sketsa halaman berikut.

P1 = P2 = P0 IV.3’
Dari geometri diperoleh bahwa :
 P0
 IV.4
Sin   
Sin   
 2 2
P0
=

cos
2
Darimana diperoleh bahwa :
sin  
p  P0  2 P0 sin IV.41
 2
cos
2
Dalam analisa sistem fisika ini kita pegangang :
a. Tak ada momen gaya luar, sehingga
Anguler momentum sistem tidak
Berubah selama gerakannya berlaku untuj terhadap :
I0 =   bp 0

Dengan I0 momen inersia,  kecepatan ansular zarah “mengelilingi” a form.


b. Energi total sistem tidak berubah, dan karena atom dianggap tidak bergerak
maka seluruh energi kenetik kerja ada pada z arah 
Dalam sketsa itu digerakakan vektor p , yaitu perubahan linear jauh sebelum dan
jauh sesudah inteaksi berlangsung

p  P2  P1 IV. 5

Juga diarahkan dalam sumber itu gaya F gaya interaksi antara z, arah  dan atom
pada suatu saat tertentu.

Secara horetek interaksi berjalan dari t = -Do sampai t = + D, dengan F yang


beruba-ubah juga, besar dan perubahan total momentum linear adalah :

p  p 2  p   F dt IV. 6


Adaikanlah kita melihat interval waktu keci  t , pada saat sudut antara

Fdan p adalah  maka kontribusi pada perubahan total memontum linear p


dalam waktu  t adalah :

  Ft IV. 7

p dalam arah p dinyatakan dengan  p1 maka :

 p1  Fcos   t
Dengan

F= F

Kontribusi seluruhnya adalah integralnya, jari :

p    p1   F cos  dt IV.9
= -

Tetapi IV.4 memberikan bahwa p  2 p0 sin
2
Sehingga IV menjadi :
1
 (   )
 2
dt
2 P0 Sin
2

1
 F cos 
d
d IV.91
 (  )
2

Untuk dapat menyelesaikan integral diatas, harus kita cari dahulu suatu ungkapan
dt
untuk d

d
Sudut  diambil dengan atom sebagai titik pusat dengan demikian adalah
dt
kecepatan sudut jarak zarah dan terhadap atom + Ze
Telah dinyatakan bahwa :
d dy
I0  = I0 ( )  m r 2 ( )  tetap = bpo IV.10
dt dt
Jadi karena itu :

d bp d r 2 m
 m 20 atau  IV. 11
dt r d bp0
Subtitusi IV II dalam IV 9 memberikan bahwa
 r 2 m
2 p0 sin   F cos  d IV. 911
2 bp0
1
- (   )
2
Dimana diperoleh :
 (  ) / 2
2bp 2 0 
sin   Fr 2 cos  d IV.9111
m 2 (  ) / 2

Dalam merespon IV.9 masih perlu dicari f agar kita dapat menyelesaikan
integralnya.
Gaya F tidak lain dari gaya colambatara muatan zarah (Ze +) atom (+ze)
Sehingga :
1 2 ZC 2
F= VI. 12
4  0 r 2

1zc 2
=  IV.121
2  0 r 2

Subtitusi IV 10 dalam IV.9 menghasilkan :


 (  ) / 2
2bp 2  ze 2
sin   cos  dy IV.13
m 2 (  ) / 2 2  0

Dimana akhrinya diperoleh :

4  0 bp0  
2

2
sin  2 cos IV.14
m Ze 2 2

 2  0bp0
2

Cos  2
IV.141
2 m Z e
Karena energi kinetic z arah  adalah
2
P0
EK = IV.15
2m

Maka ungkapan IV. 121 menjadi


 4 0 Ek
C0s  b IV. A11
2 Ze 2
Tentunya apabila pemencaran z arah  dapat kita atur menjadi tembakan satu-satu,
maka untuk setiap tembakan  itu dapat kita amati sudut tembakan  karena Ek
dan lain-lainnya diketahui maka b dapat di hitung.
Dari berbagai harga b yang diperole, maka harga yang terkecil akan merupakan
batas radius atom!
Tetapi penembakan satu-satu itu tak dapat kita atur oleh karena itu pilihan di atas
untuk memperoleh harga b tidak dapat dilaksanakan
Pendekatannya harus secara statistic agar mengamati pola distribusi intensitas
sebagai fungsi dari sudut kembaran 
109. Dalam butir ini dirumuskan kembaran rethur ford, khususnya rumus kembaran
rethurford
Keadaan harga adalah seperti tercamtum di bawah ini :
Anadaikanlah bahwa barkas z arah  terdiri dari Ni z arah per derik. Berkas z arah
 ini menumbuk kembar emas yang fleksibelnya t. adaikanlah bahwa luas
penampang lebar emas adalah A, maka jumlah inti sasara yang ada adalah

Dari gambar IV. 17, maka dapat dilihat bahwa semua Z arah yang mendekati atom
dengan jarak lebih kecil dengan b akan mengalami Kembaran sebesar sudut  atau
lebih besar dalam hubungan ini hubungan antara  dan b diberikan oleh :
 4 0 Ek
Cos +  .b IV. 1411
2 Ze 2
Ini berate bahwa semua z arah yang berhadapan dengan penampang
  b 2 IV. 17
Maka setiap atom akam digambar dengan sudut  atau lebih
Ini berarti untuk seluruh keeping (makro) :
Atn  IV. 18
Merupakan luas kemabaran yang akan mengambarkan Z arah  dalam arah  atau
lebih besar dari 
Kalau ini dinyatakan sebagai reaksi f, maka
A tn
f=  tn IV . 19
A
dimana diperoleh bahwa :
F  tnb 2 
2
 ze 2  
 nt    cos 2 IV.1911
 4  0 Ek  2

Jadi :
2
F  Ze 2   
  tn    cos . cos ec 2 IV. 20
d  4  0 Ek  2 2

Sekarang ingin ditentukan jumlah z arah yang dihambat dengan sudut antara  dan
   
Perhatikanlah satu z arah yang mengenai lembar emas seperti terarah dalam gambar
IV.8

Jarak antara titik potong lintasan zarah dengan lembar Au ke objektif teleskop
adalah R0 . Pada jarak R0 itu, maka luas permukaan yang terbentuk antara  dan ( +
Δ) adalah:
dS = (2πR0 sin)(R0 d)
= 2πR0 2 sin0 d

= 4πR0 2 sin cos d IV.21


Oleh karena itu maka jumlah zarah perdetik persatuan luas yang digambar dalam
arah antara sudut  dan ( + Δ) adalah:

dN() = IV.22

dengan N i jumlah zarah yang sampai pada lembar perdetiknya.


Substitusi ungkapan untuk dari IV.20, dan ungkapan untuk dS dari IV.21 ke

dalam ungkapan IV.22 akan menghasilkan:

N() = IV.23

Ini dinamakan rumus hamburan Rutherford.


Rumus ini dapat dibuktikan kebenarannya, karena apabila teleskop ditempatkan
pada sudut , maka jumlah zarah α yang sampai pada teleskop bergantung dari
sudut  sebagai:

N  sin-4

IV.23’
Kebergantungan terhadap sudut  seperti itu dapat diamati untuk mencek
kesesuaian anatar ramalan dan pengamatan.
Be berapa hal dapat dicoba untuk mencek kebenaran rumus hamburan Rutherford, seperti
umpamanya bahwa pada jarak R0 dari lapis sasaran, dan sudut tertentu, jumlah zarah α
yang samapai di teleskop persatuan waktu:
a. Berbanding lurus dengan tebal t
b. Berbanding lurus dengan jumlah atom persatuan volum bahan sasaran
c. Berbanding terbalik dengan energy kinetic zarah α pangkat dua (Ek 2 )
d. Berbanding lurus dengan bilangan Z bahan pangkat dua (Z2 )
Dan disamping itu bahwa hubungan zarah α yang sampai di teleskop dan sudut
hamburan  adalah

N  sin-4 IV.23’

Geiger dan Marsden memperoleh bahwa eksperimen menunjukkan kebenaran


ramalan-ramalan tersebut di atas.
Oleh karena itu Rutherford menarik kesimpulan bahwa andaian-andaian yang
dipetgunakan untuk menelaah hamburan zarah α oleh lembar logam yang tipis
mempunyai dasar kebenaran.
Andaian yang terpenting adalah bahwa:
a. Zarah α hanya berinteraksi dengan muatan positif yang ada pada atom, dan tidak
dengan electron yang ada dalam atom itu.
b. Bahwa muatan positif suatu atom terpusat di suatu daerah yang sangat kecil di
tengah atom.
Inilah menjadi dasar untuk mengganggap bahwa muatan positif atom terkonsentrasi
pada suatu inti di tengah-tengah atom.

Sudut hambur  = 180o melukiskan suatu tumbukan sentral dimana zarah α dipantulkan
dengan zarah yang berlawanan dengan arah semula.

Ek
r0
Gambar IV.9

Jarak terdekat r0 antara zarah α dengan pusat muatan positif 2atom terjadi pada
hamburan 180o ini.
Apabila energy zarah α adalah Ek , maka pada kedudukan terdekat seluruh energy
zarah α itu telah menjadi energy potensial:

Vα= IV.24

Ini berarti bahwa:


Ek = Vα IV.25
Dimana diperoleh bahwa:

r0 = IV.26

Kita evaluasi harga r0 tersebut untuk target (Z = 79) emas dan energy kinetic sinar α
Ek = 7,7 MeV.
= 3 x 10-14 m
= 3 x 10-4 Ǻ
Bandingkanlah ini dengan perkiraan makro yang ditampilkan di butir 104, dimana
tingkat kebesaran ukuran atom adalah a  2,3 Ǻ.
Bilangan r0 dan a tadi berbeda 4 tingkat kebesaran. Jadi sangatlah berbeda gambaran
yang diperoleh dari rumus hamburan tentang struktur atom dan gambaran model
Thomson. Tentunya karena zarah α dapat mendekati atom sampai r0 = 3 x 10-4 Ǻ,
maka massa atom itu juga terkonsentrasi dalam daerah di sekitar r 0 disekeliling pusat
atom.
Bila model Thomson menggambarkan suatu atom yang padat (perkiraan ukuran
disekitar daerah Ǻ), maka hasil percobaan Rutherford menggambarkan suatu atom
yang lain sekali. Atom menurut model atom Rutherford mempunyai inti dimana
muatan positif dan massa atom itu bermukim, inti ini sangat kecil dan hanya

menempati sebagian sangat kecil dari volume atom. Apabila

digambarkan maka sketsa dibawah menggambarkan model atom menurut Rutherford

2a
e-

2r0
e- e-
+4e

e-

Gambar IV.10
Salah satu kemungkinan struktur atom H menurut model Rutherford adalah seperti planet
mengelilingi matahari, seperti tergambar di bawah

e-

+e

Gambar IV.11

Anggap bahwa lintas edar electron berbentuk lingkaran dengan inti atom sebagai
pusatnya. Maka gaya sentripetal F e yang diperlukan electron untuk mengelilingi
pusat itu diberikan oleh gaya Coulomb F e antara electron dan inti.
Dari fisika TPB diketahui bahwa:

IV.27

Dengan m0 = massa electron, dan v = kecepatan electron.


Dan juga diketahui bahwa:

IV.28

Dimana diperoleh suatu ungkapan untuk v:

IV.29

IV.29’

Energy kinetic electron:

IV.30

Energy potensialnya :

IV.31

Energy total electron (tidak relativistic):


E = Ek + Vp
= IV.32

Dengan mensubstitusi IV.29 dalam IV.32 diperoleh:

IV. 32’

Energy total electron berharga negative, ini berarti bahwa electron tersebut terikat
oleh inti.
Butir 112 menampilkan penerapan mekanika Newton pada model atom H, dimana
electron diandaikan melakukan gerak mengelilingi inti atom, laksana planet mengelilingi
matahari. Dalam geraknya itu electron mengalami percepatan sentripetal.
Apakah keadaan ini dapat stabil?
Menurut teori klasik elektrodinamikapun gambaran Newtonian ini tidak memberikan
keadaan stabil. Karena mengalami percepatan maka electron akan memancarkan
energy elektromagentik. Energy pancaran ini mengurangi energy total electron,
sehingga electron mengelilingi inti dengan radius lintasan yang lebih kecil. Jadi
electron mengelilingi inti dengan memancarkan energy elektromagnetik, dan dalam
prosesnya itu pada akhirnya electron akan menyatu dengan inti atom. Jadi gambaran
electron dan inti seperti planet yang mengelilingi matahari tidak merupakan situasi
stabil (menurut fisika klasik).
Ini adalah sesuatu yang sangat fundamental, dan merupakan hal yang amat
merisaukan ilmuwan pada saat itu.
Apabila memang atom berperilaku seperti yang diberikan dalam gambaran atom
diatas, maka panjang gelombang elektromagnetik yang dipancarkan merupakan
spectrum kontinu.
Ternyata spectrum hydrogen itu diskrit, dan untuk menerangkan hal itu telah
dikembangkan oleh Bohr seperangkat postulat yang secara fundamental sangat
bertentangan dengan kaedah dan hokum fisika klasik.
Untuk dapat mengerti perkembangan konsep tentang model atom, perlu ditelaah
dahulu spectrum hydrogen yang diskrit itu. Hal ihwal tersebut akan dibahas dalam
butir-butir berikut di halaman selanjutnya.
Hanya atom H saja yang dibahas spektrumnya, karena hal itu akan menyumbangkan
pengertian tentang postulat-postulat Bohr model atom hydrogen
BAB VII
SPEKTRUM ATOM HIDROGEN
Pengamatan

Pengamatan menunjukkan bahwa gas yang bersuhu tinggi memancar dengan


cahaya berspektrum garis yang memiliki keteraturannya sendiri. Spektrum gas juga
dapat diperoleh dengan menempatkan gas itu didalam suatu tabung Geister yang
diberi beda potensial cukup tinggi.

Rumusan Masalah
Spektrum gas merupakan sesuatu yang belum dapat diterangkan secara memadai.
Spektrum yang paling sederhana pun, yaitu spektrum hidrogen belum dapat
diterangkan secara teoritik.

Hasil Pengukuran
Di bawah ini disertakan spektrum yang dipancarkan gas hidrogen, helium, dan air
raksa yang di ukur menggunakan Spektrofotometer. Spektrum emisi ini
menunjukkan suatu pola yang diskrit. Dalam telaah ini kita membatasi diri pada
hidrogen.
Interpretasi Eksperimen (Rumusan empiris)
a). Di tahun 1855 J.J. Balmer, seorang guru sekolah menengah di Swiss, berhasil
menemukan suatu rumus empirik sederhana yang dengan ketepatan yang sangat
tinggi dapat menyatakan panjang gelombang (dan frekuensi) garis spektrum
hidrogen yang terletak dalam daerah tampak.
Garis spektrum hidrogen termaksud adalah sebagian yang tercantum dalam tabel
berikut :
Garis Spektrum Panjang gelombang Frekuensi
Hidrogen (Angstrom) (Dalam 10 4 Hz)
H 6562,8 4,569

H 4861,3 6,168

4340,5 6,908
H
7,310
4101,7
H

H 3645,6 8,224

Rumus empirik yang ditemukan Balmer untuk panjang gelombang spektrum


hidrogen adalah :

0 3645,6m 2
 ( A) = IV. 33
m2  4
Setiap panjang gelombang diperoleh dengan mensubstitusikan bilangan bulat n
yang lebih besar daripada 2 ; m = 3, 4, 5, 6, ………
Contohnya  untuk H  diperoleh apabila m = 3; H  apabila m = 4; H  apabila m =

5, dst.

Dalam frekuensi maka bentuk hubungan diatas menjadi :


 m2  4  1 
m  c  
 m   3645,6 
2

4c  1 1 
=   2 IV. 34
3645,6  4 m 
0
Karena dalam ungkapan IV. 34,  dinyatakan dalam A ngstrom , maka c pun harus
0
dinyatakan dalam A ngstrom per detik, sehingga:

1 1 
 m  3,289  1015    IV. 35
4 m2 
Dengan bilangan bulat m lebih besar dari 2.

Berbagai model telah dicoba untuk menerangkan rumus empirik tentang garis-garis
spektrum, tetapi belum juga berhasil ketika itu.

Panjang gelombang yang berhubungan dalam spektrum atom hidrogen sangat


berbeda dengan hubungan panjang gelombang nada dasar dan harmoniknya pada
suatu dawai yang dijepit kedua ujungnya. Hal inilah yang “membingungkan” para
ilmuwan di kala itu.

Dalam tahun 1908 Paschen menemukan suatu seri lain garis spektrum hidrogen.
Seri ini tidak terletak di daerah tampak, melainkan berada di daerah inframerah.

Seri termaksud memiliki keteraturan yang mengikuti hubungan matematika sebagai


berikut :
1 1 
 m  3,289  1015    IV. 36
9 m2 
Dengan ini suatu bilangan bulat yang lebih besar daripada 3. sebagaimana halnya
dengan deret Balmer, maka juga hubungan pada deret Paschen merupakan hasil
empirik.
Ternyata bahwa baik deret Balmer, maupun deret Paschen dapat dikembalikan pada
suatu bentuk sebagai berikut:
 1 1 
 m.n  3,289  1015   2 IV. 37
n m 
2

Dalam ungkapan tersebut deret Balmer diperoleh apabila diambil m = 2 dan n suatu
bilangan bulat yang lebih besar daripada 2.
Sedangkan seri Paschen diperoleh apabila m = 3 dan n  3 .

Ternyata bahwa disamping kedua deret yang telah ditemukan diatas, masih
diperoleh lagi deret-deret lain untuk spektrum hidrogen. Menurut nama para
penemunya, maka deret-deret itu dinamakan deret Lyman, deret Bracket, dan deret
Pfund. Ternyata bahwa semua deret ini memenuhi hubungan IV. 37, asal harga m
dan n mentaati harga tertentu. Hal tersebut diterakan dalam tabel berikut :
Seri n M
Lyman 1 2, 3, 4, 5,……
Balmer 2 3, 4, 5, 6,……
Paschen 3 4, 5, 6, 7,……
Bracket 4 5, 6, 7, 8,……
Pfund 5 6, 7, 8, 9,……

Apabiladitelusuri sejarah tentang spektroskopi hidrogen maka Balmerlah yang


merumuskan hubungan empirik untuk garis spektrum deret Balmer, sebagai berikut
:

m  A  
0 3645,6m 2
IV. 33
  m2  4
Rydberg di tahun 1890 menemukan cara yang lebih mudah untuk menangani rumus
tersebut, ialah dengan membataskan suatu besaran baru yang dinamakan resiprok
panjang gelombang (reciprocal wavelength) :
1
K IV. 38

Dengan batasan besaran baru ini rumus IV. 33 menjadi :
 1 1 
K m.n  1,0917  10 7  2  2  IV.39
n m 
Tetapan dimuka tanda kurung dinamakan tetapan Rydberg, RH .
Data spektroskopi sekarang memberikan harga :
RH  10.967.757,6  1,2m 1 IV. 40
Ungkapan IV. 39 dapat ditulis sebagai :
 1 1 
K m.n  R H  2  2  IV. 39 l
n m 
Harga tetapan Rydberg merupakan salah satu basaran fisika yang telah ditentukan
dengan ketelitian yang sangat tinggi.

Model Atom Hidrogen Menurut Bohr


Niels Bohr seorang ahli fisika lulusan universitas kopenhagen muncul ditahun 1911 di
Cavendisk Laboratory, Cambridge university.
Kehadirannya disana adalah dalam rangka berlanglang buana keluar negeri untuk
mencari dan turut mengembangkan ilmu pengetahuan.

Tidak lama Bohr berada di Cavendish Laboratory, terutama karena gagasan-


gagasannya tidak sejalan dengan J.J Thomson, Direktur Laboratorium itu. Bohr
berpendapat bahwa karena cahaya tidak lagi perlu dipandang sebagai gelombang
dan bahwa pada sistem atom dan sub-atom tidak dapat dipandang sebagai
gelombang, maka juga sistem atom, dari mana cahaya itu berasal, harus pula
terkuantisasi. Oleh karena itu mekanika Newton harus ditinggalkan, dan tak dapat
lagi dipergunakan sebagai landasan untuk sistem-sistem atomik.
Ini tentu berarti tersisihkannya model atom Thomshon.

Akhirnya Bohr muncul d Manchester university dan bekerja dengan Rutherford.


Pada waktu itu Rutherford sedang sibuk mempelajari hamburan zarah  oleh
lapisan-lapisan yang tipis. (An dan Ag).
Sesudah Rutherford merumuskan model atom yang dilandaskan pada hasil
percobaannya tentang hamburan zarah  , timbul pertanyaan sejauh mana model itu
dapat diperluas untuk dapat menerangkan spektrum garis yang dipancarkan oleh
atom gas yang tereksitasi.
Pikiran Bohr di manchester adalah bagaimana MENGKUANTISASI SISTEM ATOM

yang pada dasarnya merupakan sistme mekanis.

Jalan pikiran yang ditempuh adalah sebagai berikut :

a. karena radiasi yang dipancarkan oleh atom itu terkuantisasi, maka seharusnya

sistem atom yang menjadi sumber pancaran radiasi itu terkuantisasi pula.

b. Apabila atom yang memancarkan energi dalam kuantum ho, tentunya sistem atom

akan kehilangan energi sebanyak itu pula.

c. Mengingat hal dalam b, maka beda energi-energi antara berbagai tingkat energi

yang dimiiki sistem atom mempunyai harga-harga tertentu.

Demikian pula halnya dengan harga mutlak ( bukan relatif ) dari tingkat- tingkat

energi ini.

Oleh karena itu “mekanika baru” yang dicari berbeda dengan mekanika klasik, khususnya

tentang atom adalah bahwa mekanika baru ini memungkinkan adanya beberapa keadaan

stabil dalam atom yaitu bahwa dalam keadaan tertentu elektron dalam atom tidak

memancarkan radiasi elektromagnet meskipun elektron itu melakukan gerak lingkar (

eliptik ) mengelilingi inti atom.


Hal diatas tidak sejalan dengan teori elektromagnet’tetapi mungkin memberi jalan pada

penjajasan tentang mekanika baru.

Titik tolak yang dipergunakan Bohr untuk dapat menerangkan spektrum garis pada atom

dicantumkan pada butir 120, andaian-andaian itu adalah model atom H menurut Bohr

,atau juga dapat dikatakan sebagai postulat-postulat Bohr.

120. Dalam tahun 1913 Niels Bohr mengajukan postulat-postulat berikut tentang atom

hidrogen:

Postulat I :

Atom hidrogen terdiri dari sebuah elektron yang bergerak dalam suatu lintas edar

yang berbentuk lingkaran yang mengelilingi inti atom, gerak elektron tersebut

dipengaruhi oleh gaya tarik coulomb sesuai dengan kaidah mekanika klasik.

Postulat II :

Lintas edar elektron dalam atom hidrogen yang mantap, hanyalah yang mempunyai

harga momentum angular L yang merupakan kelipatan dari tetapan planck dibagi 2  :

L=n ћ IV.41

h
[n bilangan bulat ; ћ = ]
2

Postulat III :

Dalam lintas edar yang mantap, elektron yang mengelilingi inti atom tidak

memancarkan energi elektromagnet, dalam hal itu energi totalnya E tidak berubah.
Postulat IV :

Energi elektromagnetik dipancarkan oleh sistem atom, apabila suatu elektron yang

melintasi orbit mantap dengan energi Ei, secara tak seimbang pindah kesuatu orbit

mantap lainnya berenergi Ef, pancaran energi elektromagnetnya memiliki frekuensi D

yang besarnya sama dengan :

Ei  Ef
 if = IV.42
h

Penjelasan tentang postulat-postulat diatas adalah sebagai berikut :

Postulat I : memberikan susunan atom hidrogen, dan gaya yang bekerja antara inti

atom dan elektron.

Postulat II : memberikan kuantisasi sistem atom, yang dikuantisasikan adalah

momentum angular L.

( kuantisasi ini juga mengkuantisasikan lintas edar )

Postulat III : menyatakan bahwa dalam orbit yang stabil elektron tidak memancarkan

energi eletromagnetik.

Postulat IV : menyatakan bahwa dalam transisi dari suatu orbit stabil ke yang lainnya,

elektron yang memancarkan energi elektromagnetik ( foton ) dengan frekuensi yang

sesuai dengan beda energi atom pada dua keadaan stabil di atas.

Perilaku model atom hidrogen menurut Bohr akan diuraikan dibawah ini :
Gaya elektromagnet bekerja antara inti ( muatan +Ze )

Dan lektron ( muatan e- ), gaya elektrostatik tersebut adalah gaya sentripetal, maka:

1 Ze 2 mo v 2
 IV.29
4o r 2 r

Dengan r radius orbit elektron, v kecepatan elektron pada radius r itu, dan mo massa

eletron. [Massa inti,M, dianggap sangat besar dibandingkan dengan mo , M>>Mo]

Hubungan di atas memberikan bahwa :

Ze 2
1
Mo.V2 = 40 r
, atau

1 Ze o
V2 = (*)
4o mo r

Energi total elektron E, terdiri dari energi kinetik Ek, dan energi potensial Ep, sehingga :

E = Ek + Ep

Energi kinetik :

1 1 Ze 2
Ek = mo V2 =
2 8o r

Energi potensial :

Ze 2
1
Ep = - , sehingga IV.31
4o r

Energi total elektron :

Ze 2
1
E =- IV.32
80 r
Sekarang angular momentum L dikuantisasikan , apa pengaruh kuantisasi ini pada radius

r?

L = mo v r = n ћ , menurut postulat II

Jadi juga radius terkuantisasi sebagai :

n
rn = IV.43
m o

Kuadratkan :

n 2 2
rn2 = IV.43
m 2 2

Karena diketahui diatas (*) bahwa:

1 Ze 2
V2 =
4o mo r

n2 2 n 2  2 4o m0 rn
Maka: rn 2 = 2
 2
mo v 2 mo Ze 2

Diperoleh rumus kuantisasi untuk radius orbit:

4 o  2
rn = IV.44
Ze 2 mo
Substitusi dalam ungkapan untuk energi elektron :

ZeZ 2 e 4 mo 1
En = - IV.45
32 2  o  2 n
2 2

Apabila di evaluasi dua tetapan di atas, maka radius a o :

4o  2
ao = 2
 5,29 x10 11 meter IV.46
e mo

Dan juga diperoleh tetapan :

e 4 mo
 2,17 x10 18 joule IV.47
32  o 
2 2 2

= 13,6 eV

Hasil telaah memberikan radius dan energi atom ( = energi elektron ) yang terkuantisasi :

IV.44’ rn = ao n2 atau rn = 5,29 x 10-11 n2 (meter)

= 0,529 n2 Ao

1
IV.45’ En = - 2,17 x 10-18 n 2 ( joule )

1
= - 13,6 ( eV )
n2

Bilangan bulat n memenuhi :

n = 1,2,3,4,....
n dinamakan bilangan kuantum utama. Perlu diperhatikan bahwa dalam penurunan di atas

z=1

Dalam butir ini akan digambarkan lebih lanjut hal atom hidrogen menurut model

Bohr.

Radius orbit elektron mengelilingi inti atom hidrogen terkuantisasi sebagai berikut :

rn = ao n2 = 0,529 ( Ao ) n2 IV.44’

Sedangkan energi atom untuk bilangan kuantom n adalah :

1
En = - 13,6 eV IV.45’
n2

Harga radius elektron dan energi sistem atom hidrogen sebagai fungsi n dicantumkan

dalam tabel dibawah ini :

n En (dalam eV) rn

1 -13,6 0,529

2 -3,40 2,12

3 -1,51 4,76

4 -0,85 8,46

5 -0,54 13,22

: : :

: : :

∞ ∞ ∞
Lintas edar yang terkecil diperoleh untuk n = 1, untuk lintas edar tersebut energi ikatan

elektron dalam atom adalah terkuat.

Apabila n = ∞, elektron tidak lagi mengitari inti atom, energi ikatannya pun sama dengan

nol. Dalam keadaan seperti ini atom tersebut terionisasi.

Dalam gambar dihalaman 193 dicantumk dengan sketsa 24

.
Inti atom terdapat dipusat lingkaran, muatannya +Ze. Sebuah elektron mengitari puast
inti. Orbit elektron tersebut dapat mempunyai beberapa harga μ n = 90n2 , dengan n = 1,
2, 3, 4,....
Orbit-orbit yang dimaksud tercantum dalam sketsa diatas; bilangan kuantumnya juga
tertera pada tiap orbit.
Menurut postulat ke-IV, semua transisi dari orbit lain ke orbit (umpamanya) n = 2,
mempunyai frekuensi

Dm.2 = ( Em - En ) / h IV.48

dengan n = 2, dan dengan m = 3, 4, 5,...., atau:

Dm.2 = ( Em - E2 ) / h IV.49

Dalam angka :

Dm.2 = (1 / h)[-13,6/m2 -(-13,6/22 )]1,60×10-19

Dm.2 = (1,60×10-19 .13,6)/(6,63×10-34 [(1/22 )-(1/m2 )]

Dm.2 = 3,282×1015 [(1/22 )-(1/m2 )] IV.49`

Apabila dibandingkan dengan rumus empirik dibutir 115 halaman 183, maka deret ini
adalah deret Balmer (IV.35). Secara analog diperoleh untuk n = 3, m > 3, deret
Paschen :

Dm.2 = 3,282×1015 [(1/32 )-(1/m2 )] IV.36

dan deret-deret yang lain.


Kesesuaian sangat tinggi antara perilaku model dan kenyataan eksperimentalnya.

Jadi : Dm.n = 3,282×1015 [(1/32 )-(1/m2 )] IV.37

Secara teori ini berasal dari IV.45 :

Dm.n = (Z2 e4 mo /32π2 ε0 2 ħ2 ).(1/h)[(1/n2 )-(1/m2 )] IV.50


dengan Z = 1, atau :

Dm.n = (e4 m0 )/(4π)3 ε0 2 ħ3 )[(1/n2 )-(1/m2 )] IV.50`

Sedangkan resiprok panjang gelombang

Km.n ≡ (1/λm.n ) = (Dm.n /c) IV.38

atau : Km.n = (m0 e4 )/(4π)3 ε0 2 ħ3 c)[(1/n2 )-(1/m2 )] IV.51

Apabila tetapannya dievaluasi, maka diperoleh

(m0 e4 )/(4π)3 ε0 2 ħ3 c) = 1,0894×107

Km.n = 1,0894×107 (1/n2 )-(1/m2 ) IV.51`

Perbedaan dengan tetapan Rydberg yang diperoleh secara empirik :

RH = 10.967.757,6 IV.40

Maka perbedaannya adalah -6,7 ‰. (sangat kecil)


Hasil perhitungan dengan menggunakan model atom hidrogen Bohr menghasilkan :
a. Ungkapan teoritik tentang K m.n yang tepat sama dengan rumus empirik untuk
K m.n
b. Harga perhitungan RH yang sama dengan penetapan empirik RH
Model atom Bohr untuk hidrogen ternyata dapat memberikan keterangan tentang
spektrum garis radiasi yang dipancarkan nya, dan juga ramalan tentang frekuensi
radiasi yang sesuai dengan hasil penetapan secara eksperimental.
Tabel tentang berbagai tingkat energi sistem atom hidrogen seperti yang tertera dalam
butir 122, halaman 192 sering direpresentasikan secara skematik sebagai berikut

∞ 0 0

5 -0,54 -0,87 × 10-19

4 -0,85 -1, 36 × 10-19

3 -1,51 -2,42 × 10-19

2 -3,40 -5,44 × 10-19

1 -13,6 -2,18 × 10-18

n En En
(bilangan ( eV ) ( joule )
kuantum)

Transisi tingkat energi untuk berbagai deret yang disebutkan dalam tabel dihalaman
184 juga disertakan dalam skema tingkat energi. Skema-skema semacam ini sangat
membantu dalam menelaah transisi dalam atom dan molekul.
Apabila atom berada dalam keadaan yang dinyatakan dengan bilangan kuantum n =
1, maka dikatakan bahwa atom tersebut berada pada tingkat dasarnya ( ground state ).
Hal tersebut mudah dimengerti, karena dalam keadaan itu ikatan antara elektron dan
inti atom paling kuat.
Apabila n = 2, 3, ..... < ∞, elektron tak lagi menjadi bagian sistem, dalam hal ini atom
terionisasi ( ionized ).
Sangatlah menyolok kesesuaian antara teori atom hidrogen menurut Bohr dan
pengamatan eksperimental tentang garis spektrum pancaran atom hidrogen.
Hal tersebut menjadikan ke-4 postulat Bohr sangat kokoh dalam usaha mencari dasar-
dasar suatu ”mekanika baru” yang dapat menerangkan hal-ihwal pada tingkat atom
dan sub-atom.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, ke-4 postulat Bohr berpijak pada hal-hal
fundamental yang menonjol dibidang fisika pada awal abad ke-20. dilihat dari sudut
pengembangan konsepnya, maka ini merupakan salah satu contoh hasil pemikiran
induktif.
Karya Niels Bohr adalah salah satu contoh hasil kerja yang berani mendobrak
landasan-landasan lama yang tidak memberikan jalan keluar, dengan upaya untuk
menjajaki lintasan- lintasan baru melalui hukum-hukum ad hoc. Masa 1900-1930
adalah masa kreatif para fisikawan di Eropa Barat, dimana individu dapat tampil
menonjol sebagaimana seorang soloist.

Koreksi Terhadap Model Atom Hidrogen Menurut Bohr


26. Secara garis besar teori Bohr tentang atom hidrogen memberikan ramalan yang benar
tentang spektrum garis hidrogen.
Meskipun hasilnya cukup baik dibandingkan dengan hasil pengukuran eksperimental
tentang frekuensi radiasi atom hidrogen, beberapa koreksi masih dapat dilakukan.
Koreksi-koreksi ini tidak mengubah secara fundamental rumus-rumus tentang
spektrum hidrogen, artinya tidak banyak mengubah hasil-hasil perhitungannya.
a. Koreksi karena massa inti atom berhingga
Perhitungan energi atom En didasarkan pada andaian bahwa massa inti M = ∞
Dalam kenyataannya massa proton M ≈ 1836 m0
Semua perhitungan akan sama dengan yang sebelumnya, asal saja digunakan
massa tereduksi μ,

μ = (m0 M)/(m0 + M) = (1-5×10-4 )m0

koreksinya terhadap harga RH adalah 5×10-4 ;


demikian pula terhadap En
jelas bahwa koreksi ini sangat kecil.
b. Koreksi relativistik
Di halaman 14 diperoleh ungkapan untuk υ, yaitu :

υ2 = (1/4πε0 )(Ze2 /m0 r)

juga terdapat ungkapan untuk rn = (n ħ)/(m0 v)

rn = (n ħ / m0 v)

darimana diperoleh bahwa υ n :

υn = (Ze2 /4πε0 )(1/nħ)

kecepatan terbesar didapat apabila n = 1,

υ1 = (e2 /4πε0 )(1/ħ) = 2,18×106 m/s


= 7,3×10-3 c

Jadi, β ≡ v/c = 7,3×10-3

β2 = 5,3×10-5

Oleh karena itu perubahan energi En yang terjadi karena perubahan massa
elektron, hanyalah disekitar 10-4
Koreksi yang kecil pula.
Gambaran yang baru akan diperoleh apabila kita tidak membatasi diri pada orbit
berupa lingkaran, tetapi mulai menjajaki kemungkinan orbit yang berbentuk elips.
Orbit yang berbentuk elips juga merupakan solusi apabila gaya interaksi bekerja
dengan kebergantungan fungsional terhadap r sebagai : 1/r 2
BAB XIII
PERSAMAAN SCHRODINGER BEBAS WAKTU SISTEM ATOM HIDROGEN

Persamaan Schrodinger diajukan pada tahun 1925 oleh fisikawan Erwin Schrodinger
(1887-1961). Persamaan ini pada awalnya merupakan jawaban dari dualitas partikel-
gelombang yang lahir dari gagasan de Broglie yang menggunakan persamaan kuantisasi
cahaya Planck dan prinsip fotolistrik Einstein untuk melakukan kuantisasi pada orbit
elektron. Selain Schrodinger dua orang fisikawan lainnya yang mengajukan teorinya
masing-masing adalah Werner Heisenberg dengan Mekanika Matriks dan Paul Dirac
dengan Aljabar Kuantum

Ketiga teori ini merupakan tiga teori kuantum lengkap yang berbeda dan dikerjakan
terpisah namun ketiganya setara. Teori Schrodinger kemudian lebih sering digunakan
karena rumusan matematisnya yang relatif lebih sederhana. Meskipun banyak mendapat
kritikan persamaan Schrodinger telah diterima secara luas sebagai persamaan yang
menjadi postulat dasar mekanika kuantum.

Persamaan Schrodinger merupakan persamaan pokok dalam mekanika kuantum seperti


halnya hukum gerak kedua yang merupakan persamaan pokok dalam mekanika Newton
dan seperti persamaan fisika umumnya persamaan Schrodinger berbentuk persamaan
diferensial parsial. Persamaan diferensial parsial dapat diubah menjadi sistem persamaan
diferensial biasa dengan menggunakan teknik pemisahan variabel.

A. Persamaan Schrodinger
Dalam mempelajari fisika kuatum ada tiga asas yang harus kita ketahui yaitu asas tentang
pendeskripsian keadaan sistem, asas tentang pendeskripsian besaran fisis, dan asas
tentang pengukuran beserta aspek-aspeknya. Tetapi ada satu lagi asas yang harus kita
pahami yaitu asas tentang perubahan sistem tehadap waktu.
Asas ini juga digunakan untuk mendapatkan fungsi gelombang. Fungsi gelombang tidak
hanya bisa dibangun dengan menggunakan hipotesis De Broglie semata. Untuk
mendapatkan fungsi gelombang pada tahun 1926 Edwin Schrodinger telah berhasil
merumuskan caranya. Atas karyanya itulah formula yang dirumuskan oleh Schrodinger
itu dinamai dengan Persamaan Schrodinger.
Persamaan schrodinger diperlukan untuk menemukan fungsi gelombang bagi suatu
sistem mikroskopis. Bentuk paling umum suatu persamaan yang penyelesaiannya berupa
suatu fungsi adalah persamaan diferensial. Karena fungsi yang akan dihasilkan dari
persamaan schrodinger adalah fungsi gelombang (x,t), yang merupaka fungsi dua
variabel yaitu x dan t.
Persamaan schrodinger haruslah merupakan persamaan diferensial parsial. Itulah yang
menjadi petunjuk umum untuk mendapatkan persamaan schrodinger. Berdasarkan asas
tentang pendeskripsian keadaan sistem yaitu keadaan sistem dideskripsikan sebagai
fungsi gelombang (x,t). Dari situ kita dapat petunjuk bahwa fungsi gelombang
(x,t)yang dihasilkan oleh persamaan schrodinger harsu dapat kita gunakan untuk
mengetahui berbagai nilai besaran fisik yang dimiliki system.
Cara mengtahui nilai besaran fisik adalah dengan melakukan pengukuran. Menurut asas
tentang pengukuran, mengukur adalah menjadikan operator (yang mewakili besaran fisik
yang diukur) pada fungsi gelombang yang mendeskripsikan keadaan sistem saat
pengukuran. Petunjuk ini dapat kita gunakan pada kasus khusus yaitu pengukuran enegi
total pada system konservatif.
Pada sistem konservatif berlaku hukum kekekalan energi yaitu jumlah energi kinetik
ditambah dengan energi potensial bersifat kekal. Artinya tidak bergantung pada waktu
maupun posisi. Secara matematis hukum kekekalan energi dapat kita tulis sebagai berikut
:
p2
 V x    ………………(1.1)
2m
Suku pertama ruas kiri menyatakan energi kinetik, suku kedua menyatakan
energi potensial, dan ruas kanan menyatakan suatu tetapan yang biasanya disebut sebagai
energi total. Untuk mendapatkan rumusan kuantum bagi hukum kekekalan energi
tersebut, perlu diubah persaan (1.1) menjadi operator. Berdasarkan asas pendeskripsian
besaran fisis persamaan operatornya adalah :
pˆ 2
 V( X̂ ) = Ê …………………(1.2)
2m
Dalam ruang posisi, cara kerja operator P̂ dan V( X̂ ) telah kita ketahui bahwa

P̂ = - i  dan V( X̂ ) = V(x)……………………(1.3)

Jika kita ganti persamaan (1.2) dengan persamaan diatas kemudian kita
kalikan dengan fungsi gelombang  x,t maka akan dihasilkan persamaan sebagai
berikut :
  2  x, t 
- +V(x)(x,t) = Ê (x,t)…………….(1.4)
2m x 2
Sejauh ini kita belum mengetahui cara kerja operator ̂ terhadap fungsi (x,t).

oleh sebab itu kita harus menemukan cara kerja operator ̂ tersebut. Untuk keperluan ini
kita gunakan asas pengukuran khususnya yang berhubungan dengan dampak pengukuran
terhadap keadaan system. Menurut asas ini fungsi gelombang tidak berubah akibat
pengukuran jika fungsi gelombang tersebut merupakan fungsi eigen bagi besaranyang
diukur. Dan kita menggunakn asas ini untuk menemukan cara mengukur operator ̂ .
Fungsi gelombang (x,t) = e i(kx-t) . fungsi gelombang ini memiliki frekuensi
sudut sebesar . Bersdasarkan kaitan Planck-Einstein E =  . Dengan kata lain fungsi

gelombang tadi merupakan fungsi eigen bagi operator ̂ dengan nilai eigen E =  .
Dengan demikian fungsi gelombang harus memenuhi persamaan nilai eigen berikut :
̂ (x,t) =  (x,t)…………..(1.5)
Jadi dengan menggunakan fungsi gelombang (x,t) = e i(kx-t) ini dapat

disimpulkan bahwa operator ̂ berbentuk ̂ = i  , sebab
t
  x, t  
i = i  ( e i(kx-t) )=  ( e i(kx-t))=  (x,t)
t t

dengan telah ditemukannya cara kerja operator ̂ tadi maka persamaan (1.4) menjadi
sebagai berikut :
  2  x, t    x, t 
- +V(x)(x,t) = i  …………….(1.5)
2m x 2
t
Persamaan diatas merupaka persamaan diferensial parsial yang jika
diselesaikan akan menghasilkan fungsi gelombang (x,t). Persamaan ini hanya berlaku
untuk energi potensialnya secara eksplisit tidak bergantung terhadap waktu t. Namun
keterbatasan ini dapat dihilangkan dengan mempostulatkan bahwa persamaan tersebut
juga berlaku untuk system yang energi potensialnya secara eksplisit bergantung waktu.
Untuk itu kita hanya perlu mengubah V(t) menjadi V(x,t).
Dengan demikian akan didapatkan persamaan schrodinger dalam satu dimensi
:
  2  x, t    x, t 
- +V(x,t)(x,t) = i  …………….(1.6)
2m x 2
t
Untuk persamaan schrodinger tiga dimensi, persamaannya adalah sebagai
berikut :
  2  r , t   r , t 
- +V(r,t)(r,t) = i  …………….(1.7)
2m x 2
t

Dimana  2 merupakan operator laplacean yang dalam system koordinat

2  
Cartesan berbentuk  2  2.
x 2
y z

B. Persamaan Schrodinger Bebas Waktu Sistem Atom Hidrogen


Persamaan schrodinger merupakan persamaan diferensial parsial. Persamaan
diferensial parsial dapat diubah menjadi system diferensial biasa dengan menggunakan
teknik pemisahan variabel. Untuk itu, fungsi gelombang (x,t) kita nyatakan sebagai
perkalian fungsi posisi misalnya  (x) dan fungsi waktu misalnya F (t). jadi (x,t) = 
(x) F (t). Dengan cara ini persamaan schrodinger menjadi

  2 x  F (t )
- F (t ) +V(x,t) F(t)  (x) = i  ( x) ……..(1.8)
2m x 2
t
Jika kedua ruas kita bagi dengan  (x) F (t) maka akan didapat
 1  2 x  1 F (t )
- +V(x,t) = i  ……………….(1.9)
2m  ( x) x 2
F (t ) t
Ruas kanan merupakan fungsi t sedangkan ruas kiri merupakan fungsi x dan t.
Satu-satunya suku yang memuat x dan t adalah V(x,t). ini berarti bahwa pemisahan
variabel akan berhasil jika V hanya bergantung pada x saja, atau hanya bergantung pada t
saja.
Jika V hanya bergantung pada x saja maka akan didapat persamaan sebagai
berikut :
 1  2 x  1 F (t )
- +V(x) = i  ……………….(1.10)
2m  ( x) x 2
F (t ) t
Ruas kiri merupakan fungsi x saja sedangkan ruas kanan merupakan fungsi t saja. Jadi
persamaan tersebut menyatakan kesamaan suatu fungsi yang hanya bergantung pada x
dan fungsi lain yang hanya bergantung pada t. kesamaan semacam ini hanya akan
terpenuhi untuk semua x dan t jika masing-masing ruas berupa suatu tetapan yaitu suatu
bilangan yang tidak begantung pada x dan t.
Arti fisik dari tetapan ini adalah dapat dideduksi sebagai berikut. Suku kedua
sebelah kiri adalah energi potensial. Oleh karena itu suku-suku lainnya baik yang diruas
kiri maupun diruas kanan juga harus berdimensikan energi. Karena ruas kiri
persamaannya menyatakan jumlah energi kinetic ditambah energi potensial maka tetapan
yang digunakan natinya juga memilki arti fisik sebagai energi total atau Hamilton system.
Dan kita lambangkan dengan E.
Dengan menggunakan tetapan E tersebut, persamaan (1.10) dapat dinyatakan
sebagai system persamaan diferensial biasa sebagai berikut :
 1  2 x 
- +V(x) = E……………….(1.11)
2m  ( x) x 2
1 F (t )
Dan i = E…………(1.12)
F (t ) t
Persamaan (1.11) menghasilkan penyelesaian  (x) sedangkan persamaan
(1.12) menghasilkan F (t) = e-iEt/  . Dengan demikian penyelesaian akhir persamaan
schrodinger berbentuk :
(x,t) =  (x) e-iEt/  ………….(1.13)
Persamaan (1.11) diubah menjadi persamaan schrodinger bebas waktu
karena tidak bergantung pada waktu t sebagai berikut :
 2  2 x 
- +V(x)  (x) = E  (x) ……………….(1.14)
2m x 2
Persamaan (1.14) dapat pula ditulis dalam bentuk
 2 d 2 
 2
 V ( x) ( x)   ………….(1.15)
 2m dx 
Faktor dalam kurung ruas kiri merupakan operator hamiltonan sistem, yaitu
operator yang mewakili jumlahan energi kinetik (suku pertama)dan
enegi potensial suku kedua. Jika operator ini kita lambangi dengan Ĥ maka persamaan
(1.15) menjadi
Ĥ (x) = E  (x)………(1.16)
Persamaan (1.16) merupakan contoh dari persamaan nilai eigen (eigenvalue
equation), sebab operasi Ĥ terhadap fungsi  (x) tidak menghasilkan fungsi baru
melainkan hanya mengalikan fungsi itu dengan suatu bilangan (E). Dengan menggunakan
peristilahan dalam persamaan nilai eigen, persamaan (1.16) dapat diungkapkan sebagai
berikut :  (x) merupakan fungsi eigen (fungsi karakteristik) bagi operator Ĥ dengan
nilai eigen (nilai karakteristik) sebesar E.
Pada umumnya terdapat sejumlah besar pasangan  (x)dan E yang memenuhi
persamaan (1.16) untuk Ĥ tertentu. Oleh karena itu untuk membedakan antara pasangan
yang satu dengan yang lainnya kita gunakan indeks diskrit n. jadi persamaan ini dapat
diperluas menjadi
Ĥ n (x) = En  n (x) …..(1.17)
Dan penyelesaian persamaan schrodinger diperluas menjadi
 n (x,t)=  n (x) e iEnt /  …(1.18)
Penting untuk kita ketahui bahwa persamaan schrodinger bukan
merupakan versi (jenis)lain persamaan schrodinger. Melainkan hanya merupakan
persamaan yang digunakan sebagai tahapan untuk menyelesaikan persamaan schrodinger.
Ingat bahwa persamaan schrodinger merupakan fungsi gelombang (x,t), persamaan
schrodinger bebas waktu menghasilkan fungsi eigen ((x,t).
Sebuah atom hidrogen terdiri dari sebuah proton, partikel yang bermuatan
listrik +e dan sebuah elektron, partikel yang bermuatan – e yang 1.836 lebih ringan dari
proton. Untuk kemudahan, kita akan menganggap protonnya diam dengan elektron
bergerak disekelilingnya tetapi dicegah untuk melarikan dirinya oleh medan listrik
proton. Seperti dalam teori Bohr, koreksi gerak proton yang dilakukan dengan mengganti
massa elektron m dengan massa tereduksi m’ yang dinyatakan dalam persamaan;
mM
m'  ……(1.19)
mM
Persamaan Schrodinger untuk elektron dalam tiga dimensi yang harus kita
pakai untuk persoalan atom hidrogen, ialah;

…………(1.20)
Energi potensial V ialah energi potensial listrik (sering disebut energi
potensial “Coulomb”)
e2
V  ……(1.21)
4 0 r
Dari suatu muatan –e yang berjaraj r dari muatan +e.
Karena V merupakan fungsi dari r alih-alih x, y, z, kita tidak dapat
mensubsitusikan Persamaan (1.21) langsung ke dalam persamaan (1.20). Terdapat dua
pilihan: kita nyatakan V dalam koordinat Cartesian x, y, z dengan mengganti r dengan

x 2  y 2  z 2 , atau dapat kita nyatakan persamaan Schrodinger dalam koordinat polar

berbentuk bola (polar sferis) r,  ,  yang didefenisikan dalam gambar. Karena simetri
situasi fisis yang ditinjau, cara yang kedua lebih menguntungkan.
Koordinat polar berbentuk bola:
r = panjang vector jari-jari dari titik asal O ke titik P

r  x2  y2  z2

Pada permukaan bola berpusat di O, garis sudut zenit  konstan serupa


dengan garis lintang pada bola bumi (kita perhatikan bahwa harga  sebuah titik tidak
sama dengan lintang   90 0 pada khatulistiwa, tetapi untuk lintang khatulistiwa ialah
00 ), garis sudut azimut konstan  serupa dengan meridian atau bujur bola bumi .

Dalam koordinat polar berbentuk bola persamaan Schrodinger ditulis sebagai


berikut:

1  2  1   1  2 2m
(r ) 2 (sin  ) 2  ( E  V )  0 …(1.22)
r r r r sin    r sin   2  2
Substitusikan persamaan diatas untuk energi potensial V dan kalikan swluruh persamaan
dengan r2 sin2  didapatkan persamaan (1.23)
 2     2 2mr 2 sin 2  e2
sin 2  (r )  sin  (sin  ) 2  (  E )  0
r r    2 4 0 r
Persamaan diatas untuk atom hydrogen, dan merupakan persamaan diferensial
parsial untuk fungsi gelombang  seperti yang dibahas pada bab sebelumnya.
Jika persamaan atom hydrogen dipecah, ternyata terdapat tiga bilangan
kuantum yang diperlukan untuk memberikan electron dalam atom hydrogen, sebagai
pengganti dari bilangan kuantum tunggal dalam teori Bohr. Dalam model atom Bohr,
gerak electron pada dasarnya satu dimensi, karena satu -satunya kuantitas yang berubah
ketika electron yang bergerak ialah kedudukan pada suatu orbit tertentu.
Satu bilangan kuantum sudah cukup untuk menetapkan keadaan electron
seperti itu, sama seperti bilangna kuantum tunggal cukup untuk menerapkan keadaan
dalam kotak satu dimensi. Sebuah partikel dalam kotak tiga dimensi memerlukan tiga
bilangan kuantum untuk memerikannya, karena sekarang terdapat tiga kumpulan syarat
batas yang harus dipenuhi oleh fungsi gelombang ; harus nol pada dinding kotak
dalam arah x,y dan z
Secara bebas dalam sebuah atom hydrogen gerak electron dibatasi oleh
medan listrik yang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari inti alih – alih dinding
kotak, namun electron itu bebas untuk bergerak dalam tiga dimensi, sehinggga tidak
mengejutkan bahwa dalam hal ini diperlukan juga tiga bilangan kuantum yang timbul
dari solusi persamaan atom hydrogen bersama dengan harga- harga yang mungkin ialah:
Bilangan kuantum utama =n=1,2,3,…….
Bilangan kuantum orbital =l=0,1,2,…….
Bilangan kuantum magnetik =m=0,  1,2,.....
Bilangan kuantum utama n menentukan energi total electron dan bersesuaian
dengan bilangan kuantum n dalam teori Bohr. Bilangan kuantum orbital l menentukan
besar momentum sudut electron terhadap inti, dan bilangan kuantum magnetic ml
menentukan arah momentum sudut.
Adapun persamaan untuk 

d 2
 ml   0 …..(1.24)
2

d 2

Adapun persamaan untuk 

1    m 
2

(sin  )  l (l  l )  l2  = 0 ……..(1.25)
sin     sin  

Adapun persamaan untuk R


1 d 2 dR  2m e 2 l (l  l ) 
(r ) 2 (  E)   R  0 ……(1.26)
  40 r
2
r dr dr r2 

C. Contoh Soal
Cari energi-elektron keadaan dasar E1 dengan memasukkan fungsi gelombang radiasi R
yang bersesuaian dengan n=1, l=0 ke dalam persamaan:

1 d 2 dR  2m e 2 l (l  1) 
( r )   (  E )  R  0
r 2 dr   40 r
2
dr r2 

Penyelesian
Dari data tabel diketahui R=(2/a0 2/3 )e-r/a0 jadi:

dR  2   r / a0
  5 / 2 e

dr  a0 

1 d  2 dR   2 
Dan r    7 / 2  
r dr  dr   a 0
2
a1 

Masukkan ke dalam persamaan dengan E= E1 dan l=0, maka


 2 4mE   me 2 4  1
 7 / 2  2 3 1/ 2 
    2 a 3 / 2  a 5 / 2
 
r
 a0  a0   0 0 0  
Masing- masing suku dalam tanda kurung harus nol karena persamaan itu sama dengan
nol, untuk setiap harga r. Jadi
me 2 4
 0
0  2 a 0 3/ 2
a0
5/ 2

40  2
a0 
me 2
Yaitu jari- jari Bohr a0 = r1
Untuk suku pertama,
2 4mE1
7/2
 3/ 2
0
a0  2 a0

2 me 4
E1   
32 2  0  2
2 2
2ma0

Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang dapat kami peroleh dari semua pembahasan
diatas yaitu sebagai berikut :
1. Persamaan schrodinger bebas waktu karena tidak bergantung pada
waktu t sebagai berikut :
 2  2 x 
- +V(x)  (x) = E  (x)
2m x 2
2. Koordinat berbentuk bola cocok untuk atom hydrogen.
3. Dalam koordinat polar berbentuk bola persamaan Schrodinger ditulis
sebagai berikut:
1  2  1   1  2 2m
(r ) 2 (sin  ) 2  ( E  V )  0
r r r r sin    r sin   2  2
4. Jika disubstitusikan persamaan diatas untuk energi potensial V dan
kalikan swluruh persamaan dengan r2 sin2  didapatkan persamaan (1.23)
 2     2 2mr 2 sin 2  e2
sin 2  (r )  sin  (sin  ) 2  (  E )  0
r r    2 4 0 r
5. Bilangan kuantum yang timbul dari solusi persamaan atom hydrogen
bersama dengan harga- harga yang mungkin ialah:
Bilangan kuantum utama =n=1,2,3,…….
Bilangan kuantum orbital =l=0,1,2,…….

Bilangan kuantum magnetik =m=0,  1,2,.....

BAB IX
ATOM BERELEKTRON BANYAK

A. Spin Elektron
Struktur halus pada garis spectral
Teori atom yang telah dikembangkan sebelumnya tidak dapat menerangkan
sejumlah hasil pengamatan eksperimental yang terkenal. Salah satu kenyataan ialah
bahwa banyak garis spectral sebenarnya terdiri dari dua garis terpisah yang letaknya
sangat berdekatan. Salah satu contoh dari struktur halus ini ialah garis pertama deret
Balmer Hidrogen yang timbul dari transisi antara tingkat n = 3 dan n = 2 dari atom
Hidrogen. Dalam hal ini ramalan teoritis ialah garis tunggal yang mempunyai panjang
gelombang 656,3 nm. Sedangkan dalam kenyataannya terdapat dua garis berjarak 0,14
nm. Hal itu merupakan efek yang kecil, tetapi jelas menunjukan kegagalan teori itu.

Efek Zeeman anomalous


Kegagalan lain dari teori mekanika kuntum sederhana untuk atom terjadi pada
efek Zeeman. Di situ kita lihat bahwa garis spectral sebuah atom dalam medan magnetic
masing-masing harus terpaecah menjadi tige komponen. Efek Zeeman normal benar-
benar teramati dalam spectrum beberapa unsure dalam lingkungan tertentu, tetapi
seringkali tidak teramati, melainkan teramati empat, enam, atau lebih komponen bias
muncul dan walaupun tige komponen yang muncul jarak antaranya tidak cocok dengan
persamaan yang ada. Beberapa pola Zeeman yang anomalous ditunjukkan dalam gambar
1.

Gambar 1. Efek Zeeman normal dan anomalous pada berbagai gari spektrum
Spin elektron
Dalam usaha untuk menerangkan struktur halus garis spectral dan efek Zeeman
anomalous, S.A. Goudsmit dan G.E. Uhlenbeck dalam tahun 1925 mengusulkan bahwa
electron memiliki momentum sudut intrinsic yang bebas dari momentum sudut oritalyna
dan berkaitan dengan momentum sudut itu terdapat momentum magnetic.
Apa yang ada dalam pikiran Gousmit dan uhlenbeck ialah suatu gambaran klasik
dari electron sebagai bola bermuatan yang berputar pada sumbunya. Putaran ini berkaitan
dengan momentum sudut, dan karma electron bermuatan negative, electron bermomen
magnetic, µs yang arahnya berlawanan dengan arah vector momentum sudut Ls. pengrtian
spin electron ini terbukti berhasil untuk menerangkan bukan saja struktur halus dan efek
Zeeman anomalous tetapi juga berbagai macam efek atomic lainnya.

Electron sebagai bola yang berputar tidak nyata


Jelaslah bahwa gambaaran electron sebagai bola bermuatan yang berputar terbuka
pada berbagai keberatan. Salah satu keberatan itu adalah pengamatan hamburan electron
oleh electron lainnya pada energi tinggi menunjukkan bahwa diameter electron harus
kurang dari 10-16 meter, dan sangat mngkin merupakan partikel titik. Supaya electron
memiliki momentum sudut yang berpautan dengan spin electron, benda sekecil itu harus
berputar dengan kecepatan ekuatorial atau kecepatan khatulistiwa beberapa kali lebih
besar dari kecepatan cahaya.

Teori Dirac elekron


Namun ketakmampuan penerapan dalam model yang diambil dari kehidupan
sehari-hari tidak berarti ide spin electron tidak sah. Kita telah berkenalan dangan banyak
ide dalam relativitas dan fisika kuantum yang konsisten dengan eksperimen, walaupun
tidak cocok dengan konsep klasik. Dalam tahun 1929 sifat pokok spin electron dikokoh
oleh pengembangan mekanika kuantum Paul Dirac. Ahli-ahli memulai dengan persamaan
energi non-relatifistik E = p2 /2m + V seperti ynag dilakukan oleh Schrodinger, Dirac
memakai persamaan relatifistik E = (m 0 2 c4 + p2 c2 + V)1/2 . Ia mendapatkan bahwa sebuah
partikel yang mempunyai massa dan muatan seperti electron harus memiliki
momentumsudut intrinsic dan momentum magnetic seperti yang diusulkan oleh
Goudsmit dan Uhlenbeck.

Momentum sudut spin


Bilangan kuantum s dipakai untuk memberikan momentum sudut spin electron.
Harga s yang diperbolehkan ialah s = ½. Persyaratan ini dating dari teori Dirac, dan
seperti yang akan kita lihat di bawah ini, bias juga diperoleh secara empiris dari data
spectral. Besar S dari momentum sudut yang disebabkan oleh spin electron dinyatakan
dalam bilangan kuantum spin s dengan rumus

3
S= s(s  1)h  h ………………………..(pers 1)
2
yang bentuknya sama dengan rumus untuk mendapatkan besar momentum sudut
orbital L dari bilangan kuantum orbital l:
Sz = mz h = ± ½ h ………………………………(pers 2)

Spin “ke atas” dan ”ke bawah”


Kuantisasi ruang spin electron diberikan oleh bilangan kuantum magnetic spin ms.
Seperti juga vector momentum sudut orbital boleh memiliki orientasi sebesar 2l + 1
dalam medan magnetic dari +l hingga –l, vector momentum sudut spin dapat memiliki 2s
+ 1 = 2 orientasi yang diberi spesifikasi oleh ms = + ½ dan ms = - 1/2 . Komponen Sz
momentum sudut spin sebuah electron sepanjang arah medan magnetic dalam arah z
ditentukan oleh bilangan kuantum magnetic spin, sehingga:
Sz = m s h = ±1/2 h …………………………………..(pers 3)

Momen magnetic electron


Rasio giromagnetic yang merupakan karakteristik spin electron hampir dua kali
karaktristik gerak orbital electron. Jadi dengan mengambil rasio ini sama dengan 2,
momen magnetic spin µs, sebuah electron berkaitan dengan momentum sudut spin S
melalui:
µs = - e/m S ………………………………………….(pers 4)

Gambar 2. Dua orientasi yang mungkin dari vector momentum sudut spin
Harga komponen µs yang mungkin sepanjang setiap sumbu, katakan sumbu z,
terbatas pada:
µsz = ± eh / 2m ……………………………………….(pers 5)
Kita kenali kuantitas eh / 2m sebagai magneton Bohr.

B. Kopling Spin-Orbit
Penggandaan garis spectral menjadi struktur halus dapat diterangkan atas dasar
interaksi magnetic antara momentum sudut spin dan orbital electron atomic.
Kopling (gandengan) spin orbit ini dapat dipahami dengan memakai model klasik
secara langsung. Sebuah electron yang berputar mengelilinginya seperti pada gambar 3.
Medan magnetic ini beraksi terhadap momen magnetic spin electron itu sehingga
menghasilkan semacam efek Zeeman internal.
Energi magnetic Vm dari dwi kutub bermomen µ pada suatu medan magnetic
kerapatan fluks adalah B yang umumnya,
Vm = -µB cos  ………………………………….. (pers 6)
Jadi dengan mengambil
µB cos  = µb = ± eh/2m

Kita dapatkan Vm = µb B ……………………………….(pers 7)

Gambar 3. (a). Sebuah electron mengelilingi inti atomic, dipandang dari kerangka
acuan inti. (b). Dari kerangka acuan electron, inti itu mengelilingi electron. Medan
magnetic yang dialami electron berarah ke atas dari bidang kertas. Interaksi antara
momen magnetic spin elekteron dan medan magnetic ini menghasilkan gejala kopling
spin orbit.

Contoh Soal
Perkirakan energi magnetic Vm untuk electron dalam keadaan zp dari atom
hydrogen dengan pertolongan model Bohr dalam keadaan n = 2 bersesuaian dengan
keadaan 2p
Jawab:
Sosok kawat lingkaran berjari-jari r yang berarus menimbulkan medan magnetic
di pusat lingkaran itu sebesar
B =µ0 I / 2r …………………………………………………..(per 8)
Elektron berorbit “melihat” dirinya dikelilingi inti f kali tiap detik oleh proton
bermuatan + e (yang merupakan inti) sehingga timbul medan magnetic:
B =µ0 fe / 2r ………………………………………………….(pers 9)
Frekuensi perputaran dan jari-jari orbital untuk n = 2 adalah:
f = v /2  r…………………………………………………(pers 10)
= 8,4 x 1014 s-1
r = n2 a0 = 4a0 = 2,1 x 10-10 m
jadi medan magnetic yang dialami electron ialah
4X 10 7
Tm / Ax8,4 x1014s 1 x1,6 x1019 C
…………(pers 11)
2 x2,1x1010 m
B=

yang merupakan suatu medan yang kuat. Karena harga magneton Bohr ialah µb =
eh / 2m = 9,27 x 10-24 J/T, energi magnetic electron ialah:
Vm = µb B = 3,7 x 10-24 J = 2,3 x 10-5 eV
Perbedaan energi antara sub tingkat atas dan bawah dua kalinya, yaitu sebesar 4,6
x 10-5 eV yang tidak jauh dari pengamatan.

C. Prinsip Eksklusi
Dalam tahun 1925, Wolfgang Pauli menemukan prinsip pokok yang mengatur
konfigurasi elektronik atom yang memiliki lebih dari satu electron. Pronsip eksklusinya
(larangannya) menyatakan bahwa tidak terdapat dua electron dalam sebuah atom yang
dapat berada dalam keadaan kuantum yang sama. Masing-masing electron dalam sebuah
atom harus memiliki kuantum n, l, m i, ms yang berbeda
Pada keadaan yang tidak ada, bilangan kuantum kedua electron harus sama
dengan n=1, l=0, m l=0, m s= ½, sedangkan dalam keadaan yang ada, satu electron
memiliki ms=1/2, dan yang lainnya ms=-1/2. Pauli menunjukkan setiap keadaan atomic
yang tak teramati mengandung dua atau lebih electron dengan bilangan kuantum yang
identik, dan prinsip eksklusi merupakan pernyataan dar hasil eksperimen tersebut.

D. Konfigurasi electron
Terdapat dua atiran dasar yang menetukan struktur electron dari atom berelektron
banyak:
1. sebuah system partikel mantap ( stabil) bila energi totalnya minimum.
2. hanya satu eklektron yang dapat berada dalam keadaan kuantum tertentu
dalam atom itu.
Electron yang memiliki bilangan kuantum utama n yang sama biasanya (walaupun
tidak selalu) kira-kira berada pada jarak rata-rata yanga sama terhadap inti. Secara
konvensional kita katakan bahwa electron seperti itu menempati kulit atomic yang sama.
Kulit ini diberi lambang dengan skema sebagai berikut :
n=1 2 3 4 5
K LM NO
elektron-elektron yang memiliki haraga l yang sama dalam satu kulit dikatakan
menempati sub kulit yang sama karena ketergantungan energi electron pada ml dan ms
sangat kecil.
Keberadaan electron yang menempati berbagai sub kulit dalam sebua atom
biasanya dinyatakan dengan notasi untuk berbagai keadaan kuantum atom hydrogen.
Masing-masing sub kulit di identifikasi denagan bilangan kuantum utama n di ikuti
dengan huruf yang bersesuaian dengan bilangan kuantum orbital l. sebuah superskrip
setelah huruf itu menunjukkan banyaknya electron dalam sub kulit itu. Misalnya,
konfigurasi electron natrium di tulis sebagai berikut:
1s2 2s2 2p6 3s1
Ini berarti sub kulit 1s (n=1, l=0) dan 2s (n=2, l=0) masing –masing berisi 2
elektron, sub kulit 2p (n=2, l=1) berisi 6 elektron, dan sub kulit 3s (n=3, l=0) berisi 1
elektron.

E. Momentum Sudut Total


Setiap elektron dalam sebuah atom memiliki momentum sudut orbital L tertentu
dan memiliki momentum sudut spin S tertentu, keduanya memberikan sumbangan pada
momentum sudut total J dari atom tersebut. Seperti setiap momentum sudut, J harus
terkuantisasi dengan besar.
J= J J  1 h ……………………….(pers 12)
Dan kompnen Jz dalam arah z diberikan oleh:
Jz = Mj h………………………………..(pers 13)
Dengan J dan Mj merupakan bilangan kuantum yang mengatur J dan Jz
Besar L dari momentum sudut orbital L dari sebuah electron atomic ditentukan oleh
bilangan kuantum orbital l menurut rmus sebagai berikut:
L= l (l  1) h…………………………………..(pers 14)
Sedangkan komponen Lz dan L sepanjang sumbu z diberikan oleh bilangan
kuantum magnetic m l menurut rumus:
Lz = m l h…………………………………(pers 15)
Demikian juga besar dari S dari momentum sudut spin S ditentukan oleh bilangan
kuantum spin s (yang harganya +1/2 saja) menurut rumus:

S= s( s  1) h……………….(pers 16) .

Sedangkan komponen Sz dari S sepanjang sumbu z ditentukan oleh bilangan


kuantum spin magnetic ms menurut rumus:
Sz = ms h …………………………………(pers 17)
Karena L dan S merupakan vector, keduanya harus dijumlahkan secara vector.
Sehingga menghasilkan momentum sudut total J:
J = L + S …………………………………(pers 18)
Biasanya dipakai lambang j dan m j untuk bilangan kuantum yang memberikan J
dan Jz untuk electron tunggal, sehingga:
J= j ( j  1)h ……………………………………(pers 19)
Jz = mj h …………………………………………..(pers 20)
Untuk memperoleh hubungan antara berbagai bilangan kuantum momentum
sudut, paling mudah kit mulai dengan komponen z dari vector J, L dan SB, karena Jz, Lz
dan Sz merupakan kuantitas scalar:
Jz = Lz ± Sz………………………………(pers 21)
m jh = mjh ± msh ………………………….(pers 21.a)
m j = m l ± ms …………………………(pers 21.b)

G. Kopel LS
Pola yang biasa untuk semua atom kecuali atom yang sangat berat ialah
momentum sudut orbital L dari berbagai electron terkopel bersama secara listrik menjadi
resultan tunggal dan momentum sudut spin Si terkopel bersama menjadi resultan tunggal
lainnya S secara bebas.Momentum L dan S berinteraksi magnetis melalui efek spin orbit
untuk membentuk momentum sudut total J. Skema ini disebut Kopel LS (sambatan LS),
yang dapat diringakas sebagai berikut:
L =  Li ………………………...(pers 22)

S =  Si ………………………...(pers 22.a)
J = L + S …………………………….(pers 22.b)
Seperti biasa L, S, J, Lz, Sz, dan Jz tertuantisasi dengan bilangan kuantum masing-masing
L, S, J, Ml, M s , dan Mj. jadi:

L = L( L  1) ……………………(pers 23)

Lz = Ml h …………………………………(pers 24)
S= S (S  1) …………………………...(pers 25)
Sz = Ms h ……………………………..(pers 26)

J = J ( J  1) …………………………………(pers 27)

Jz = Mj h ……………………………...(pers 28)

H. Kopel JJ
Dalam batas kegagalan kopel LS, momemtum sudut J, dari electron masing-
masing dapat dijumlahkan langsung membentuk momentum sudut J dari keseluruhan
atom itu. Situasi ini dikenal sebagai kopel JJ (sambatan jj) karena masing-masing Ji
diberikan dengan bilangan kuantum j.
Ji = Li + Si …………………………..(pers 29)
J =  J i …………………………………..(pers 30)
Keadaan momentum sudut individual biasanya diberikan dengan huruf kecil,
dengan s bersesuaian dengan l = 0, p dengan l = 1, d dengan l = 2 dan sebagainya. Skema
yang serupa itu dengan memakai huruf besar dipakai untuk menyatakan keadaan
elektronik keseluruhan atom menurut bikangan kuantum memontum sudut orbital total L
sebagai berikut:
L= 0 1 2 3 4 5 6 ….
S P D F G H I …..
Electron tunggal merupakan penyebab timbulnya tingkat energi dari ke duanya
yaitu hydrogen dan natrium. Namun, terdapat dua electron 1 s dalam keadaan dasar
helium dan sangat menarik untuk membahas efek kopel L S dalam sifat dan prilaku atom
helium. Untuk melakukan hal itu mula-mula kita perhatikan kaidah seleksi untuk transisi
terizinkan dibawah kopel L S .
L  0,1 (pers 31)

J  0,1 ………………………...(pers 32)

S  0 ……………………………(pers 33)
Bila hanya satu electron yang terkait, L  0 dilarang dan L  1 merupakan satu-
satunya kemungkinan. Selanjutnya, J harus berubah jika keadaan awal memiliki J = 0,
sedangkan J = 0 terlarang.
BAB X
MOLEKUL
Atom individu sangat langka pada logam dan dalam bagian terendah dari atmosfir. Hanya
atom gas mulia yang berdekatan dengannya. Semua atom lain yang diperoleh dengan
gabungan yang lain dalam group kecil disebut molekul dan dalam group besar seperti
cair dan padat. Beberapa molekul, cair dan padat digabung seluruhnya dari atom unsur
yang sama; yang lainnya digabung dari atom dengan unsure-unsur yang berbeda.
Apakah yang mengikat atom sehingga dapat membentuk molekul? Pertanyaan ini
merupakan pertanyaan pokok bagi seorang kimiawan, juga tidak kurang pentingnya bagi
fisikawan yang teori atomnya tidak bias benar kecuali jika teori itu menyediakan jawaban
yang memuaskan terhadap pertanyaan di atas. Kemampuan teori kuantum tentang atom
dapat menerangkan ikatan kimiawi tanpa memasukkan anggapan khusus merupakan
pembuktian lebih lanjut fari kekuatan pendekatan seperti itu.

1. IKATAN MOLEKULAR
a. Definisi Molekul
Sebuah molekul merupakan grup netral secara elektris yang mengikat
atom dengan cukup kuat sehingga berprilaku sebagai partikel tunggal. Sebuah
molekul yang diketahui selalu bermacam-macam yang mempunyai struktur
dan komposisi definit tertentu. Sebagai contoh, molekul hydrogen selalu ada
pada setiap dua atom hydrogen, dan molekul atom air selalu berada pada
setiap satu atom oksigen dan dua atom hydrogen. Jika satu dari atom sebuah
molekul digerakkan atau atom yang lain sehingga paling menarik,
menghasilkan macam-macam molekul yang berbeda dengan sifat yang
berbeda pula.

b. Bagaimana Molekul Terjadi


Molekul terdapat karena energy system gabungan lebih kecil dari
system terpisah dari atom yang tak berinteraksi. Jika interaksi siantara
kelompok atom mereduksi energy totalnya, sebuah molekul dapat terbentuk,
jika interaksinya menambah energy totalnya, atom tersebut saling tolak-
menolak. Apa yang terjadi jika dua buah atom didekatkan. Terdapat tiga
kondisi ekstrim:
 Terbentuk Ikatan Kovalen
Satu atau lebih pasangan electron disero oleh kedua atom. Ketika electron-
elektron ini mengelilingi atom-atom tersebut, electron menghabiskan waktu lebih
lama diantara kedua atom itu dibandingkan dengan tempat lainnya, sehingga
menghasilkan daya tarik. Contohnya adalah H2 , molekul hydrogen yang
elektronnya dimiliki bersama oleh kedua proton (gambar.1). Gaya tarik
mendesak electron pada proton lebih dari cukupmenyetimbangkan repulsi
langsung disekitarnya. Jiak proses berdekatan, akan tetapi, repulsinya menjadi
dominan dan molekulnya tidak stabil.
Kesetimbangan antara gaya tarik dan repulsive terdapat pada pemisahan dari 7,42
x 10-11 m, dimana energy total H molekulnya adalah -4,5 eV, sehingga 4,5 eV
harus dikerjakan untuk menghentikan molekul H2 ke dalam atom H:
H2 + 4,5 eV H+H
Dengan membandingkan energy ikatan dari atom hydrogen adalah 13,6 eV:
H + 13,6 eV p+ + e-
Gambar.1
a) Model orbit dari molekul hydrogen
b) Model mekanis kuantum dari molekul hydrogen

Pada kedua model electron yang disero menghabiskan waktu lebih lama dari rata-
rata inti induknya, sehingga menghasilkan gaya tarik menarik. Masing-masing
ikatan dikatakan setara. Di sini suatu contoh aturan umum lebih mudah
membongkar molekul daripada membongkar sebuah atom.

 Terbentuk Ikatan Ionik


Satu atau lebih electron dari satu atom yang ditransfer dengan yang lain dan
menghasilkan ion-ion positif dan negative yang menarik satu dengan yang lain.
Sebagai contoh, garam batu dan atom-atom antara Na dan Cl (gambar.2). ikatan
ionic biasanya tidak menghasilkan pmbentukan molekul. Kristal garam batu dari
sekumpulan sodium dn ion klorin, meskipun selalu disusun dalam struktur definit
tertentu (gambar.3) tidak berpasangan dalam molekul diskrit yang keberadaannya
dari satu ion Na+ dan satu ion Cl- Kristal garam batu dapat dinyatakan dari setiap
ukuran dan bentuk. Di sini jumlahnya selalu sama dari ion-ion Na+ dan Cl- dalam
garam batu, sehingga rumus NaCl yang diperiksa menyatakan komposisinya,
NaCl molten juga ada dari ion-ion Na+ dan Cl- . Akan tetapi bentuk ion-ion
molekul ini lebih kristal hanya dalam keadaan gas.
Gambar.2 Suatu contoh ikatan ionic, kombinasi sodium dan klorida
kimiawinya yang ditransfer electron dari atom sodium hingga atom
klorin.dengan menghasilkan ion yang saling tarik menarik secara elektris.

 Tidak Terbentuk Ikatan


Jika struktur atom kedua electron saling bertumpangan, electron membentuk
system tunggal, dan menurut prinsip eksklusi tidak terdapat dua electron dalam
system semacam itu yang berada dalam keadaan kuantum yang sama. Jadi
beberapa electron yang berinteraksi akan dipaksa naik ke tingkat energy lebih
tinggi dibandingkan dengan ketika atom itu terpisah, sehingga sistimnya
berenergi lebih besar dari sebelumnya dari menjadi tak mantap, untuk
membayangkan efek semacam ini kita boleh menggambarkan electron bertebaran
saling menjauhi untuk menghindari sistim semacam itu, sehingga menimbulkan
gaya tolak menolak antara intinya.

Gambar.3 (Model skala dari suatu Kristal NaCl)

Walaupun jika prinsip ekslusi dapat dipenuhi tanpa pertambahan energy, masih
terdapat gaya tolak menolak antara berbagai electron, namun factor ini jauh lebih
kecil dibandingkan prinsip ekslusi dalam mempengaruhi pembentukan ikatan.

2. PESEROAN ELEKTRON
Mekanisme Ikatan Kovalen
Sistim molecular yang sederhana ialah H2 +, ion molecular hydrogen:di sini
electron tunggal mengikat kedua proton. Sebelum kita membahas ikatan H2 + secara
trinci, marilah kita lihat secara umum bagaimana kedua proton mungkin
memperserokan sebuah electron dn mengapa perseroan semacam itu menghasilkan
energy total yang lebih rendah sehingga menghasilkan sistim yang mantap.
Dalam Bab.Mekanika Kuantum, gejala penerobosan rintangan mekanika-kuantum
diperiksa: sebuah partikel dapat “bocor” ke luar kotak walaupun energinya tidak
cukup untuk menembus dinding, karena fungsi gelombang partikel meluas keluar
kota. Hanya jika dinding itu tegak tak berhingga fungsi gelombangnya terbatas di
dalam kotak.

Gambar.4
a) Energy potensial sebuah electron dalam medan listrik dari dua proton yang berdekatan. Energy
total keadaan dasar-elektron dalam atom hydrogen ditunjukkan dalam gambar.
b) Dua proton yang berdekatan bersesuaian secara mekanika dengan sepasang kotak yang
terpisah oleh suatu peritang.

Medan listrik disekitar proton mempunyai efek yang sama seperti pengkotakan
untuk electron, dan dua proton yang berdekatan bersesuaian dengan dua kotak dengan
dinding diantaranyanseperti dalam gambar.4. tidak terdapat meknisme dalam fisika
klasikyang dapat mentransfer elktron atom hydrogen secara spontan ke proton
tetangganya yang berjarak lebih jauh dari proton induknya. Namun dalam fisika
kuantum mekanisme semacam itu memang terdapat. Terdapat peluang tertentu bahwa
electron yang terperangkap dalam kotak akan menerobos dinding ke luar dan masuk
ke kotak lainnya, dan terdapat peluang yang sama untuk menerobos kembali lagi.
Situasi semacam ini dapat diperikan dengan mengatakan bahwa elektro dipeserokan
oleh proton-proton itu.
Tentu saja, peluang electron untuk melewati daerah yang energy potensialnya
tinggi “dindingnya”-antara kedua proton bergantung kuat pada jarak kedua proton.
Jika jarak proto-proton ialah 0,1 nm electron dapat dianggap pergi dari satu proton ke
proton lainnya sekitar setiap 10-15 s yang berarti bahwa kita dapat secara sah
menganggap elektronpindah ke sebelahnya sekitar waktu rata-rata 1 detik yang
praktis waktu yang sangat panjang (tak berhingga) dalam skala atomic. Karena jari-
jari efektif fungsi gelombang 1 s dalam hydrogen ialah 0,053 nm, kita dapat
menyimpulkan bahwa peseroan electron dapat terjadi hanya antara atom yang fungsi
gelombangnya cukup banyak bertumpangan.
Jika dua proton dapat memperserokan satu electron, terdapat jalan pikiran
sederhana untuk menunjukkan mengapa energy sistim seperti itu dapat kurang
daripada atom hydrogen dan proton yang terpisah. Menurut prinsip ketaktentuan, lebih
kecil daerah batas partikel itu, lebih besar momentum serta energy kinetic partikel itu.
Sebuah electron yang dipeserokan olah dua proton, kurang keterbatasannya
dibandingkan dengan electron yang dimiliki oleh sebuah proton; ini berarti energy
kinetiknya lebih kecil. Energy total electron dalam H2 + kurang dibandingkan dengan
electron dalam H + H2 + , dan jika gaya tolak menolak proton-proton dalam H2 + tidak
terlalu besar, H2 + harus merupakan sistim mantap.

3 ION MOLEKULAR H2 +

Ikatan memerlukan fungsi gelombang simetrik


Yang kita inginkan adalah mengetahui fungsi gelombang ψ dari elektron dalam H2 +,
karena dari ψ kita dapat menghitung energi sistem sebagai fungsi dari jarak antara proton
R. Jika E(R) mempunyai minimum, kita bisa mengetahui bahwa ikatan dapat terbentuk,
dan kita dapat menentukan juga energi ikat dan jarak kesetimbangan antara proton itu.
Alih-alih memecahkan persamaan Schrodinger untuk ψ yang
Fungsi gelombang H2 +
untuk jarak besar prosedurnya sangat panjang dan rumit, kita akan memakai
pendekatan intuitif. Marilah kita mulai dengan mencoba meramalkan apakah ψ bila R,
jarak anatar proton besar dibandingkan dengan a o , jari-jari orbit Bohr yang terkecil dalam
atom hidrogen. Dalam situasi ini ψ dekat proton harus sangat mirip fungsi gelombang 1s
dari atom hidrogen, seperti terlihat dalam gambar 8.5 dengan fungsi gelombang 1s yang
mengelilingi a disebut ψa dan yang mengelilingi b disebut ψb.

Fungsi gelombang H2 + Kita mengetahui juga bagaimana bentuk ψ jika R= 0, yaitu


untuk jarak pendek bila kedua proton dibayangkan tergabung. Di sini situasinya
sama dengan ion He+, karena sekarang elektron bergerak dibawah pengaruh inti tunggal
yang muatannya +2e. Bentuk fungsi gelombang 1s dari He + sama dengan bentuk untuk H
dengan amplitudo yang lebih besar pada titik asal, seperti dalam gambar 8.5e. Jelaslah
bahwa ψ akan menyerupai fungsi gelombang yang dibuat sketsanya dalam gambar 8.5d
jika R hampir sama dengan ao. Disini terlihat peluang untuk mendapatkan elektron dalam
daerah antara kedua proton bertambah; hal ini telah dibicarakan dengan mengatakan
terjadinya perseroan elektron oleh kedua proton itu. Jadi secara rata-rata terdapat
kelebihan muatan negatif antara proton itu dan inilah yang menariknya. Kita masih harus
menunjukan apakah besarnya tarikan ini cukup untuk mengalahkan tolak menolak antara
kedua proton.
Kombinasi ψa dan ψb dalam gambar 8.5 adalah simetrik, karena
Fungsi gelombang
H2 + antisimetrik pertukaran a dan b tidak mempengaruhi ψ (lihat pasal 7.4).
Namun, kita dapat memperoleh kombinasi antisimetrik dari ψa dan ψb seperti dalam
gambar 8.6. Disini terdapat simpul antara a dan b dimana ψ=0, hal ini mengakibatkan
berkurangnya peluang untuk mendapatkan elektron antara kedua proton, sehingga hasilya
ialah gaya tolak-menolak, ikatan tidak terbentuk.
Pertanyaan yang menarik timbul mengenai prilaku fungsi gelombang H2 + yang
antisimetrik ψA ketika R→0. Jelaslah bahwa ψA tidak menjadi fungsi gelombang 1s dari
He+ jika R=0. Namun ψA mendekati fungsi gelombang 2p dari He + (dari gambar 8.6e)
yang memiliki simpul pada titik asal. Karena keadaan 2p dari He+ merupakan keadaan
eksitasi sedangkan keadaan 1s merupakan keadaan dasar, H2 + dalam keadaan antisimetrik
harus memiliki energi lebih besar daripada dalam keadaan simetrik; hal ini bersesuaian
dengan jalan pikiran kita yang berdasarkan bentuk fungsi gelombang ψA dan ψs, bahwa
dalam kasus yang terdahulu terdapat gaya tolak dan dalam kasus yang terakhir terdapat
gaya tarik.
Jalan pikiran yang serupa dengan diatas memungkinkan kita
untuk
memperkirakan bagaimanaenergi total sistem H2 + berubah
terhadap R. Mula-mula kita tinjau dulu keadaan simetris. Jika R besar, energi elektron Es
harus menjadi -13,6 eV sama dengan energi atom hidrogen, karena energi potensial V p
proton, menurun ke 0 untuk R→∞, (Vp merupakan kuantitas positif, bersesuaian dengan
gaya tolak-menolak).
e2
Vp  (8.1)
4 0 R
Jika R=0, energi elektron harus sama dengan ion He + yang besarnya Z2 atau 4 kali energi
atom H. Jadi Es = -54,4eV jika R=0. Juga, jika R →0. Vp →∞ menurut 1/R.
Keduanya Es dan Vp dibuat sketsanya dalam gambar 8.7 sebagai fungsi R; bentuk
kurva (likuan) Es hanya dapat diaproksimasi tanpa rincian perhitungannya, namun kita
mengetahui harganya untuk R=0 dan R=∞ dan tentu Vp memenuhi pers (8.1).
Energi total sistem Estotal mempunyai minimum yang bersesuaian dengan keadaan
molekular mantap. Hasil ini terbukti dari data eksperimental H2 + yang menunjukan energi
ikat sebesar 2,65 eV dan jarak kesetimbangan R adalah 0,106nm. ”Energi ikat” diartikan
energi yang diperlukan untuk memecah H2 + menjadi H + H+; energi total H2 + ialah -13,6
eV, energi atom hidrogen, ditambah -2,65 eV, energi ikat, jadi -16,3 eV.
Hanya dalam keadaan Dalam kasus keadaan antisimetrik, analisisnya berlangsung
simetri H2 + stabil sama saja kecuali energi elektron EA jika R=0 menjadi
keadaan 2p dari He+. Energi ini berbanding lurus dengan Z2 /n2 ; jadi untuk Z=2 dan n=2
besarnya sama dengan -13,6 eV yaitu keadaan dasar atom hidrogen. Karena EA →13,6eV
juga untuk R→∞, kita mungkin berfikir bahwa energi elektron konstan, tetapi sebenarnya
terdapat cekungan kecil pada jarak diantaranya. Namun cekungan ini tidak cukup
membentuk minimum dalam kurva energi total untuk keadaan antisimetrik seperti terlihat
dalam gambar 8.7 sehingga tidak terbentuk keadaan ikat.
4. MOLEKUL HIDROGEN
Spin elektron harus anti sejajar
Orbital Molekul H2 memiliki dua elektron,satu elektron seperti dalam
H2 +. Menurut prinsip ekslusi, kedua elektron itu dapat menyero orbital yang sama (ini
berarti keduanya diperikan dengan fungsi gelombang yang sama (ψ nlm1 ), tentu saja
spinnya harus anti sejajar.
Hanya keadaan simetrik Dengan terdapatnya dua elektron yang memberi kontribusi
dalam H2 yang stabil
pada ikatan, sepintas kita mengira bahwa H2 lebih mantap
dari H2 +, dua kali lebih mantap, dengan energi ikat 5,3 eV dibandingkan dengan hanya
2,65 eV untuk H2 +. Namun, orbital H2 tidak tepat sama dengan orbital H2 +, karena
terdapatnya tolakan listrik antara kedua elektron H2 , suatu faktor yang tidak terdapat pada
kasus H2 +. Tolakan ini melemahkan ikatan dalam H2 , sehingga energi ikatan yang nyata
adalah 4,5 eV daripada 5,3 eV. Untuk alasan yang sama, maka panjang ikatan dalam H 2
ialah 0,074nm yang lebih besar daripada jika kita memakai fungsi gelombang H2 + yang
tak dimodifikasi.
Kesimpulan umumnya ialah kasus H2 + fungsi gelombang ψs menghasilkan keadaan tak
terikat tetap berlaku untuk H2.
Dalam pembahasan sebelumnya primsip ekslusi dirumuskan berdasarkan fungsi
gelombang simetrik dan antisimetrik, dan disimpulkan bahwa sistem elektron selalu
diberikan oleh fungsi gelombang antisimetrik (yaitu oleh fungsi gelombang yang
tandanya berubah jika pasangan elektron dipertukarkan). Namun, kita telah
mengatakannya bahwa keadaan ikat H2 bersesuaian dengan kedua elektron diberikan oleh
fungsi gelombang simetrik ψs yang kelihatannya bertentangan dengan kesimpulan diatas.
Pemeriksaan yang lebih teliti menunjukan bahwa sebenarnya
Keadaan simetrik
bersesuaian dengan disini tidak terdapat pertentangan. Fungsi gelombang lengkap
spin elektron Ψ(1,2) dari sistem dua elektron merupakan hasil kali dari
antisejajar
fungsi gelombang ruang Ψ(1,2) yang memerikan koordinat elektron dan fungsi spin
s(1,2)memerikan orientasi spinnya. Prinsip Ekslusi memberi syarat bahwa fungsi
gelombang lengkap Ψ(1,2) = ψ (1,2) s(1,2)
harus anti simetrik terhadap pertukaran koordinat dan spin, bukan hanya ψ(1,2) saja.
Fungsi gelombang lengkap anti simetrik ΨA dapat ditimbulkan dari kombinasi fungsi
gelombang koordinat yang simetrik ψs dan fungsi spin yang antisimetrik SA atau
kombinasi dari fungsi gelombang koordinat yang simetrik ψ A dengan fungsi spin simetrik
Ss. Jadi hanya
Ψ = ψssA dan Ψ = ψAss
yang dapat diterima.
Jika spin kedua elektron sejajar, fungsi spinnya simetrik karena fungsi itu tidak
berubah tanda jika elektronnya dipertukarkan. Jadi fungsi gelombang koordinat ψ untuk
dua elektron yang spinnya sejajar harus antisimetrik; kita dapat menyatakannya dengan
menuliskan ψ↑↑ = ψA
Di lain pihak, jika spin kedua elektron anti sejajar, fungsi spinnya antisimetrik
karena fungsi itu berubah tanda jika elektronnya dipertukarkan. Jadi fungsi gelombang
koordinat ψ untuk dua elektron yang spinnya antisejajar harus simetrik, kita dapat
menyatakannya dengan menuliskan ψ↑↓ = ψ s
Persamaan Schrodinger untuk molekul H2 tidak mempunyai solusi eksak.
Kenyataannya, hanya untuk H2 + saja solusi eksak mungkin didapatkan, dan semua sistem
molekuler lain harus dipecahkan secara aproksimasi. Hasil analisis terinci darimolekul H 2
terlihat pada gambar 8.8 untuk kasus elektron dengan spin sejajar dan kasus elektron
dengan spin anti sejajar. Perbedaan antara kedua kurva ditimbulkan oleh prinsip ekslusi
yang mencegah dua elektron yang berada dalam keadaan kuantum yang sama dalam
suatu sistem mempunyai spin yang sama, sehingga timbul tolak-menolak jika spin itu
sejajar.

5. MOLEKUL KOMPLEKS
Geometrinya bergantung pada fungsi gelombang elektron terluar dalam atom
Ikatan kovalen dalam molekul selain H2 , baik dwiatom
Hanya elektron atomik
terluar ikut serta dalam
maupun
ikatan kovalen
poliatom biasanya lebih rumit. Kenyataannya tidak terlalu
rumit sebab setiap perubahan struktur elektronik sebuah atom
karena berdekatan dengan atom lain terbatas pada kulit elektron terluar (elektron valensi).
Terdapat dua penyebab yaitu
 Elektron dalam lebih terikat kuat, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh keadaan
eksternal, sebagian karena elektron itu lebih dekat pada inti induk, dan sebagian
lagi elektron itu terperisai dari muatan inti dengan elektron diantaranya yang
jumlahnya lebih kecil.
 Gaya tolak menolak interatomik dalam molekul menjadi berpengaruh ketika kulit
dalam masing- masing atom masih relatif jauh.
Kenyataan langsung yang mendukung ide yang menyatakan bahwa hanya elektron
valensi yang terkait dalam ikatan kimiawi dapat diperoleh dari spektrum sinar-x yang
timbul dari transisi elektron kulit dalam, didapatkan bahwa spektrum ini dapat dikatakan
bebas dari bagaimana atom itu terkombinasi dalam suatu molekul atau zat padat.
Kita telah melihat dua atom H dapat terkombinasi untuk membentuk molekul H 2
dan menang, molekul hidrogen yang terdapat dalam alam selalu terdiri dari dua atom H.
Marilah sekarang kita periksa bagaimana prinsip ekslusi mencegah terjadinya molekul
He2 dan H3, sedangkan molekul H2 O ternyata mantap dan diizinkan ada.
Setiap atom He dalam keadaan dasar memiliki elektron 1s
Mengapa He2 tidak
ada dengan masing-masing spinnya. Jika atom itu bergabung
dengan atom He lain dengan mempertukarkan elektron, masing-masing atom akan
mempunyai dua elektron dengan spin yang sama untuk suatu waktu tertentu. Ini berarti
satu atom akan memiliki dua elektron spin keatas (↑↑) dan yang lainnya akan memiliki
dua spin kebawah (↓↓). Prinsip ekslusi tentu saja melarang elektron 1s dalam sebuah
atom mempunyai spin yang sama yang manifestasinya terlihat dalam tolakan antara atom
He. Jadi molekul He2 tidak dapat ada.
Jalan pikiran yang serupa berlaku juga untuk H3 . sebuah
Mengapa H3 tidak ada molekul H2 mengandung dua elektron 1s yang spinnya
antisejajar(↑↓). Jika atom H lain mendekati yang spin elektronnya, katakan, keatas,
molekul yang dihasilkan memiliki dua spin sejajar(↑↑↓), dan hal ini tidak mungkin jika
ketiga elektron itu berada pada keadaan 1s. Jadi molekul H2 yang ada menolak
penambahan atas atom H. Pemikiran menurut prinsip ekslusi tidak berlaku jika salah satu
dari tiga elektron H3 berada dalam keadaan eksitasi. Semua keadaan seperti itu memiliki
energi lebih tinggi dari keadaan 1s, namun konfigurasi yang dihasilkan memiliki energi
lebih besar dari H2 + sehingga dengan cepat meluruh menjadi H2 + H.
Molekul H2 O dapat mantap karena atom O kekurangan dua elektron 2p untuk
melengkapi kulit elektron terluar. Kekurangan ini terobati jika atom O membentuk ikatan
kovalen dengan dua atom H, sehingga elektron dari H disero bersama dengan atom O
tanpa melanggar prinsip ekslusi. Struktur H2 O memiliki energi lebih kecil dari pada atom
masing-masingnya terpisah, hal ini ditimbulkan oleh afinitas elektron O sehingga besar
kemungkinan terjadinya.

Ikatan molekular Kecuali keadaan s, fungsi gelombang elektron sebuah atom


terarah tidak memiliki simetrik-bola tetapi mempunyai maksimum
dalam arah tertentu. Jika sebuah atom menjadi bagian dari sebuah molekul, interaksinya
dengan atom yang lain menghasilkan perubahan fungsi gelombang elektron valensi
sehingga timbul pola cuping(lobepattern) yang lebih jelas yang menentukan geometri
molekul itu. Gambar 8.9 menunjukan pola itu untuk molekul H2 O. Daerah peluang besar
untuk mendapatkan elektron digambarkan lebih hitam dan bagian bertumpangan
menggambarkan ikatan kovalen. Elektron yang ikut serta dalam masing-masing ikatan
mempunyai spin antisejajar, seperti dalam H2 . sudut antar ikatan O-H ialah 104,5o .
Bentuk tetrahedral molekul metane (CH4 ) di tunjukan dalam gambar 8.10.

Ikatan kovalen lebih dari satu ikatan kovalen dapat mengaitkan dua atom.
berganda Misalnya dalam molekul O 2 , terdapat dua ikatan kovalen, dan
terdapat tiga ikatan dalam molekul N 2 . atom karbon dapat memiliki satu, dua, atau tiga
ikatan yang menggabungkan atom-atom itu dalam molekul yang kompleks seperti dalam
contoh ini ( masing- masing garis menyatakan ikatan kovalen ) :

Gambar molekul H2 O dengan sudut ikatan 104,5O Gambar molekul metana

6. TINGKAT ENERGI ROTASIONAL


Spektrum rotasional molekuler dalam daerah mikro gelombang.
Keadaan energi molekuler ditimbulkan oleh rotasi molekul secara keseluruhan dan oleh
vibrasi atom pembangun relative terhadap yang lain dan juga oleh perubahan konfigurasi
elektronik.
Tiga keadaa energi molekuler
1. Keadaan rotasional terpisah oleh selang energi sangat kecil 10 -3 eV dan spectrum
yang timbul dari transisi antara keadaan ini terdapat dalam daerah mikro
gelombang dengan panjang gelombang antara 0,1 mm hingga 1 mm.
2. Keadaan vibrasional terpisah oleh selang energi yang lebih besar sekitar 0,1 eV
dan spectrum vibrasional terdapat dalam daerah infra merah dengan panjang
gelombang 1µm sampai 0,1 mm
3. Keadaan elektronik molekuler memiliki energi yang lebih tinggi dengan pisahan
antara tingkat energi electron valensi beberapa electron volt dan spetrumnya
terdapat dalam daerah cahaya tampak dan daerah ultra ungu.
Momen inersia molekul dwiatom
Kita dapat menggambarkan sebuah molekul terdiri dari dua atom bermasa m1 dan m2
yang berjarak R seperti pada gambar 8.11. Momen inersia molekul ini terhadap sumbu
yang melalui pusat massa dan tegak lurus pada garis menghubungkan kedua atom.

Gambar 8.11. Sebuah molekul dwiatom dapat berotasi sekitar pusat massanya

7. ENERGI VIBRASIONAL
Molekul dapat memiliki berbagai modus vibrasi. Sebuah molekul dapat bervibrasi seperti
juga berotasi. Hanya akan ditinjau molekul dwiatom.
Aproksimasi parabolik gambar 8.13 menunjukkan bagaimana energi potensial sebuah
molekul berubah terhadap jarak inter inti R. dalam daerah sekitar titik minimum kurva ini
bersesuaian dengan konfigurasi normal molekul. Bentuk kurvanya mendekati sebuah para
bola.

Gambar 8.13 Emergi potensial sebuah molekul dwiatom sebagai fungsi jarak inter-inti

Kaidah Seleksi
Kaidah seleksi untuk transisi antara keadaan vibrasional ialah
v  1
Dalam aproksimasi osilator harmonis. Sebuah dwikutib berosilasi dengan frekuensi v o
hanya dapat menyerap atau memancarkan radiasi elektromagnetik dengan frekuensi yang
sama, dan semua kuantum berfrekuensi v o mempunyai energi hv o . Dwikutib berosilasi
hanya dapat menyerap ΔE = hv o tiap kali sehingga energinya bertambah dari (v + ½ ) hv o
menjadi (v + ½+1 ) hv o , dan hanya dapat memancarkan ΔE = hv o tiap kali sehingga
energinya berkurang dari (v + ½ ) hv o menjadi (v + ½-1 ) hv o .
Spektrum Rotasi Vibrasi
Spektrum vibrasi murni hanya teramati dalam cairan yang interaksi antara molekul
berdekatannya melarang rotasi. Karena energi eksitasi yang terlibat dalam rotasi molekul
jauh lebih kecil dari pada yang terlibat dalam vibrasi, molekul yang bergerak bebas dalam
gas atau uap hampir selalu berotasi. Spektrum semacam itu menunjukkan garis-garis
yang sangat berdekatan yang timbul dari transisi antara berbagai keadaan rotasional dari
satu tingkat vibrasional dan keadaan rotasional tingkat lainnya.

Energi potensial molekul dwiatom sebagai fungsi dari jarak interatomik, menunjuk-kan
terdapatnya tingkat energi vibrasional dan rotasional.

Tingkat energi dari molekul dwiatom


Dalam aproksimasi pertama vibrasi dan rotasi sebuah molekul terjadi secara bebas satu
terhadap lainnya, dan juga dapat diabaikan efek distorsi sentrifugal dan anharmonisitas.
Dalam keadaan seperti ini tingkat energi sebuah molekul dwiatom ditentukan oleh

 1 k 2
E v , J   v  h  j ( J  1)
 2  m' 2I
Cabang P dan R
Transisi v = 0  v = 1 dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, cabang P dengan ΔJ = -
1 (yaitu J  J – 1) dan cabang R dengan ΔJ = +1 (J  J+1). Dari persamaan di atas,
frekuensi garis spektral dalam tiap cabang adalah

Ei. J 1  E0. J
vp 
h

 J  1J  J J  1


1 k h
 Cabang P
2 m' 4l
h
 v0  J
2l
J = 0,1,2,....
Ei. J 1  E0. J
vR 
h

 J  1J  2  J ( J  1)


1 k h

2 m' 4l Cabang R
h
 v0  ( J  1)
2l
J = 0,1,2,...

Vibrasi molekul kompleks


Sebuah molekul yang terdiri dari banyak atom dapat memiliki banyak sekali modus
vibrasi normal yang berbeda.

Frekuensi vibrasional karakteristik grup karbon-karbon bergantung pada banyaknya


ikatan atom antara C, group bervariasi dengan frekuensi sekitar 3,3 x 10 13
Hz dan
group bervariasi dengan frekuensi sekitar 5 x 10 13 Hz dan group –C=C-
bervariasi dengan frekuensi sekitar 6,7 x 10 13 Hz.
8. SPEKTRUM ELEKTRONIK MOLEKUL
Pita vibrasi-rotasi dalam spektrum elektronik
Semua molekul menimbulkan spektrujm elektronik karena perubahan momen diwkutub
selalu menyertai konfigurasi elektronik sebuah molekul. Eksitasi elektronik dalam
molekul poliatom sering menimbulkan perubahan bentuk molekul yang dapat ditentukan
dari struktur halus rotasional dalam spektrum pita. Asal mula perubahan seperti itu
terletak pada karakter yang berbeda dari fungsi gelombang dari elektron dalam keadaan
yang berbeda yang menimbulkan geometri ikatan yang bersesuaian dengan perbedaan
tersebut.

Fluoresensi
Terdapat berbagai cara di mana molekul dalam keadaan elektronik teraksitasi dapat
kehilangan energi dan kembali ke keadaan dasar. Salah satu kemungkinannya adalah
fluoresensi (perpendaran) , molekul itu bisa memberikan sebagian dari energi
vibrasionalnya ketika bertumbukan dengan molekul lain, sehingga transisi radiatif ke
bawah berasal dari tingkat vibrasional rendah pada keadaan elektronik yang atas.
Laser zat warna yang dapat distel
Keberadaan pita yang terdiri dari garis-garis dalam spektrum molekular merupakan dasar
cara kerja laser zat warna yang dapat distel. Laser ini memakai zat warna organik yang
molekulnya dipompa sehingga naik ke tingkat eksitasi dengan memakai cahaya dari laser
lain. Zat warna akan berdenyar menurut suatu pita emisi yang lebar. Dari pita cahaya
dengan λ tertentu dapat dipilih untuk penguatan laser dengan bantuan sepasang cermin
yang berhadapan. Salah satu cermin tersebut tembus cahaya sebagian. Jarak kedua
cermin tersebut diatur sehingga sama dengan kelipatan λ/2.

Fosforesen
Transisi raiatif dari keadaan trikembar ke keadaan tunggal “ terlarang” menurut kaidah
seleksi yang berarti bisa terjadi tetapi peluangnya sangat kecil. Transisi semacam itu
mempunyai setengah umur sangat panjang dan radiasi fosforesensi yang terjadi dapat
terpancar bermenit-menit bahkan berjam-jam setelah absorpsi semula.
DAFTAR PUSTAKA
Hariyadi Supangkat ; Diktat Fisika Modern , ITB Bandung
Beiser, Arthur. Konsep Fisika Modern. 1992. Jakarta: Erlangga.
www. Google. Com. Atom Berelektron Banyak.
http://www.nafiun.com/2014/06/

Anda mungkin juga menyukai