EVA RIANAH
NIM 1290761043
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
TESIS
EVA RIANAH
NIM 1290761043
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
Lembaran Pengesahan
Mengetahui,
Prof.Dr.dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS Prof.Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K)
NIP.194612131971071001 NIP:195902151985102001
iii
Tesis ini Telah Diuji dan Dinilai
Pada tanggal 25 November 2014
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Eva Rianah
NIM : 1290761043
Program Studi : Magister Ilmu Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine
Judul Tesis : VITAMIN C MENCEGAH NEKROSIS DAN GANGGUAN
FUNGSI HATI YANG DISEBABKAN OLEH
PARASETAMOL DOSIS TOKSIK PADA MENCIT (Mus
musculus)
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis/Disertasi* ini bebas plagiat.
Apabila di kemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
( Eva Rianah )
v
UCAPAN TERIMAKASIH
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karunia-Nya penelitian dan
Fungsi Hati yang disebabkan oleh Parasetamol Dosis Toksik pada Mencit
Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir belajar
untuk meraih gelar Magister pada Program Magister Program Studi Ilmu
rasa hormat serta penghargaan dan ucapan terimakasih yang sebesar besarnya
kepada:
Asdir I dan Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, Ph selaku Asdir II atas
vi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, serta penguji dan pembimbing
4. Prof. Dr. dr. I Gusti Made Aman, Sp.FK, Kepala Laboratory Animal Unit
dan saran ilmiah dan semangat untuk terus maju untuk menyelesaikan
5. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.SC., Sp.And selaku penguji yang
secara teliti mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif
6. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH., Ph.D selaku penguji yang secara teliti
mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif baik saat
laporan ini.
7. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK., M.Kes. selaku penguji yang secara teliti
mengkoreksi tesis ini dan memberikan masukan yang positif baik saat
laporan ini.
8. Dr. drh. Ida Bagus Oka Winaya, M.Kes dan seluruh staf laboratorium
vii
pemeriksaan histopatologi serta analisanya sehingga penelitiannya dapat
berjalan lancar.
10. Para dosen dan pengajar Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas
penelitian dan penulisan tesis ini, dengan rendah hati saya ucapkan beribu
terimakasih.
11. Bapak I Gede Wiranata yang selalu menyumbang pikiran positif serta
memberi bantuan tanpa kenal lelah dari saat pemeliharaan tikus dan
lancar.
Kedokteran Universitas Udayana. Serta kedua orang tua dan saudara saya
pendidikan.
viii
Tiada gading yang tak retak, tesis ini memang masih jauh dari sempurna.
Saran dari berbagai pihak akan penulis terima dengan hati terbuka untuk
kelengkapan dan lebih baiknya laporan tesis ini. Semoga semua yang baik dari
Penulis
ix
ABSTRAK
x
ABSTRACT
xi
DAFTAR ISI
xii
4.3 Populasi dan Sampel ................................................................................... 31
4.4 Variabel Penelitian ...................................................................................... 32
4.5 Bahan dan Instrumen Penelitian ................................................................. 33
4.6 Pemeliharaan & Perawatan Mencit Selama Penelitian ............................... 33
4.7 Prosedur Pemeriksaan AST dan ALT ......................................................... 34
4.8 Prosedur Penelitian ..................................................................................... 36
4.9 Prosedur Pemeriksaan Histopatologi .......................................................... 36
4.10 Analisis Data ............................................................................................... 37
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
DAFTAR SINGKATAN
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
Proses penuaan atau aging process adalah suatu proses bertambah tua atau
adanya tanda-tanda penuaan setelah mencapai usia dewasa. Secara alamiah seluruh
komponen tubuh pada tahap ini tidak dapat berkembang lagi, dan mulai terjadi
penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan tersebut. Pada umumnya orang
menganggap menjadi tua memang harus terjadi dan membiarkan berbagai tanda
dan gejala penuaan yang mulai muncul. Ada banyak faktor yang menyebabkan
orang menjadi tua melalui proses penuaan, yang kemudian menjadi sakit dan
suatu penyakit yang dapat dihindari, diobati, dicegah, diperlambat, bahkan mungkin
menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah terbentuknya
radikal bebas yang bersifat merusak sel, penurunan efisiensi mitokondria, terjadinya
imun, hormon yang berkurang, proses glikolisis, metilasi, apoptosis dan gen. Faktor
eksternal yang utama adalah gaya hidup tidak sehat, stress, polusi lingkungan dan
xviii
penyakit degeneratif dan obesitas yang diakui sebagai salah satu faktor
tubuh dan distribusi lemak dalam tubuh merupakan ancaman terbesar dalam
penuaan, di antaranya teori radikal bebas, dan teori wear and tear. Menurut
teori radikal bebas, suatu organisme menjadi tua karena akumulasi kerusakan
oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas akan merusak
Molekul utama di dalam tubuh yang dapat dirusak oleh radikal bebas adalah
deoxy nucleic acid (DNA), lemak, dan protein (Goldman and Klatz, 2007).
Menurut teori wear and tear, tubuh dan selnya menjadi rusak karena
lambung, ginjal, kulit dan lainnya, menurun karena toksin di dalam makanan
nikotin, karena sinar ultraviolet, dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi
kerusakan ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi di tingkat sel.
Teori ini menyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan
xix
Parasetamol/ asetaminofen merupakan salah satu analgesik antipiretik
lambung dan banyak digunakan karena mudah didapatkan dan dijual tanpa
harus dengan resep dokter. Parasetamol lebih dari 1 miliar tablet yang dijual
setiap tahun di Amerika Serikat saja (Nourjah et al., 2006). Toleransi yang
tinggi dan ketersediaan over-the-counter atau dapat dibeli dimana saja, maka
menyebabkan kerusakan hati yang serius, terutama pada dosis harian lebih
al., 2006). Hasil penelitian Watkins dan rekan serta studi lain telah membuka
terus menerus jangka panjang (Yin et al., 2001; Watkins et al., 2006). Cidera
hati akut telah dilaporkan pada pasien dosis terapi parasetamol (Yin et al.,
xx
Aminotransferase (ALT)/ Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) dan
Transaminase (SGOT) (Schellman, 2001). ALT dan AST yang paling sering
digunakan untuk penanda cidera hepatoseluler yang akut. Enzim ini, ALT
berbagai jaringan lain seperti jantung dan otot rangka, ginjal, otak, dan lain-
hingga 24 % dari radikal bebas yang ada dalam plasma, jaringan mata, otak,
paru–paru, hati, jantung, sperma dan leukosit, dan berperan melindungi sel-
secara oral dapat menangkal efek senyawa radikal bebas. Selain itu
xxi
tersebut. Namun, pilihan terapi untuk pengobatan dan profilaksis yang
3. Apakah pemberian vitamin C dapat mencegah nekrosis sel hati mencit yang
xxii
Untuk mengetahui pengaruh proteksi vitamin C terhadap nekrosis dan
dosis toksik.
dosis toksik.
dosis toksik.
xxiii
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
BAB II
xxiv
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Aging
Aging atau penuaan secara praktis dapat dilihat sebagai suatu penurunan
fungsi biologik dari usia kronologik. Aging tidak dapat dihindarkan dan
seseorang, lingkungan dan gaya hidup, sehingga aging dapat terjadi lebih dini
dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat
(Klatz, 2003). Aging dapat dibagi menjadi dua konsep yang berbeda, yaitu :
usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis yaitu usia berdasarkan
merupakan fungsi fisik dan mental seseorang, yang terkadang dapat lebih
muda atau lebih tua bila dibandingkan orang lain yang seusianya (Goldman
diperlakukan sebagai penyakit, sehingga dapat dan harus dicegah atau diobati
menjadi lebih panjang dengan kualitas hidup yang baik (Goldman dan Klatz,
xxv
2007; Pangkahila, 2007). Dengan mencegah proses penuaan, fungsi berbagai
organ tubuh dapat dipertahankan agar tetap optimal. Hasilnya organ tubuh
dapat berfungsi seperti pada usia yang lebih muda, walaupun usia bertambah.
2007)
Teori terbaru dari aging dari tingkat seluler hingga molekuler secara
umum terdiri dari 2 latar belakang, yaitu aging sebagai sesuatu yang
diperintah oleh jam biologis. Jam ini mengatur waktu yang tepat untuk
tua oleh sejumlah kejadian acak. Contohnya kerusakan DNA oleh radikal
xxvi
bebas atau hanya wear and tear dari kehidupan sehari-hari. Ada 4 teori
ginjal, kulit dan yang lainya, menurun karena toksin didalam makanan dan
karena sinar ultraviolet dan karena stres fisik dan emosional. Tetapi
kerusakan ini tidak terbatas pada organ melainkan juga terjadi di tingkat sel.
Teori Neuroendokrin
dimana kita dilahirkan dengan kode genetik yang unik, yang memungkinkan
xxvii
fungsi fisik dan mental tertentu. Dan penurunan genetik tersebut
menentukan seberapa cepat kita menjadi tua dan berapa lama kita hidup.
terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu.
elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang
kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di
dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak dan
pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen
dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel
dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal
xxviii
dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas
2.2 Antioksidan
dan bilirium.
2. Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam,
pemutus rantai peroksida lemak pada membran dan Low Density Lipoprotein.
Poly Unsaturated Faty Acids (PUFAs) dan komponen sel serta membran sel
xxix
b. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat
c. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe2+ dan
peroksidase.
Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air dan sangat penting
pemakan buah. Oleh sebab itu, pada manusia dan hewan vitamin C harus
xxx
disuplai dari luar tubuh terutama dari buah, sayur atau tablet suplemen
sebagai antioksidan, maka kadar asam askorbat ini harus terjaga agar tetap
dalam kadar yang relatif tinggi dalam tubuh (Yi, 2007). Konsumsi 500 –
yang banyak mengandung asam askorbat antara lain adalah sayuran yang
molekul yang labil, sehingga dapat hilang dari makanan pada saat
bentuknya bisa bermacam macam baik dalam bentuk tablet, kapsul, tablet
kunyah, bubuk kristal, dan dalam bentuk larutan. Baik vitamin C yang
alami maupun yang sintetis memiliki rumus kimia yang identik dan tidak
xxxi
2.3.3 Mekanisme Kerja Vitamin C sebagai Antioksidan
Vitamin C adalah nutrien dan vitamin yang larut dalam air dan penting
untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan. Vitamin ini juga dikenal
dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin C
cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C
didalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat
xxxii
elektron ke dalam tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam
saluran pencernaan.
antioksidan. Adanya suatu radikal yang masuk, pertama kali akan dinetralisir
dalam sistem tersebut ada saling keterkaitan antara satu dengan lain
antioksidan yang berasal dari luar tubuh, berasal dari makanan sehari-hari
xxxiii
Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi
mempunyai kerja yang serupa dengan fenasetin dengan khasiat analgetik dan
xxxiv
Namun penggunaannya tetap harus hati-hati, karena dosis 6-12 gram
sudah dapat merusak hati secara serius. Hal ini disebabkan oleh karena
kerja anti inflamasi dan diberikan pada individu yang tidak mampu
selektif.
ditoleransi dengan baik. Berbeda dengan aspirin yang dapat ditemukan dalam
yang berat mungkin lebih mudah mengalami toksisitas hati pada dosis
inflamasi dari parasetamol sendiri sangat lemah, oleh karena itu parasetamol
lambung tidak terlihat pada obat ini. Demikian juga gangguan pernafasan dan
keseimbangan basa.
xxxv
gagal hati dan kematian dalam beberapa hari. Dosis toksis parasetamol sangat
bervariasi. Pada dewasa, dosis tunggal di atas 10 gram atau 150 mg/kg bisa
menyebabkan toksisitas. Toksisitas juga bisa terjadi pada dosis multipel yang
lebih kecil dengan jangka waktu pemberian 24 jam melebihi kadar tersebut,
yang fatal bisa terjadi pada penggunaan 12-20 tablet parasetamol dengan
dalam darah yang normal yang semula adalah 2 jam, dapat bertambah lama
Dosis lazim oral parasetamol adalah sebesar 500-1000 mg. Dosis total
harian tidak boleh melebihi 4000 mg. Pada dosis terapeutik, parasetamol
reaksi alergi lain. Namun, jika dosis parasetamol melebihi dosis lazim akan
terjadi efek merugikan berupa nekrosis hati dan kemungkinan fatal serta
cukup aman dalam dosis terapi (1,2 gram/hari untuk orang dewasa). Secara
xxxvi
dan sulfasi menjadi jenuh, dan jalur P450-dependent menjadi semakin
tersedia untuk konjugasi. Namun, seiring dengan waktu, GSH hepatik lebih
cepat habis daripada yang dapat diregenerasi, dan reaktif, metabolit yang
xxxvii
Gambar 2.4 Metabolisme Asetaminofen pada proses hepatotoksis (Katzung,
2012).
2.5 Hati
Hati adalah organ tubuh terbesar dan mempunyai fungsi yang sangat
kompleks di dalam tubuh, dengan berat 1/36 berat badan orang dewasa yaitu
xxxviii
berkisar 1200 - 1600 gr. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang
sampai 2 mm. Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus. Hati terdiri dari
dua lobus utama, yaitu lobus kanan yang merupakan bagian terbesar dan lobus
kiri merupakan bagian yang lebih kecil. Organ ini terlibat dalam metabolisme zat
Hepatosit (sel parenkim hati) merupakan bagian terbesar organ hati dan
terletak diantara sinusoid yang terisi darah dan saluran empedu, sedangkan sel
Kupffer melapisi sinusoid hati dan merupakan bagian penting dari sistem
retikuloendothelial tubuh. Darah mengalir ke hati melalui vena porta dan arteri
hepatika. Vena porta membawa zat makanan karena menerima aliran darah dari
saluran cerna, limpa dan pankreas. Sedangkan sistem saluran empedu terbentuk
mulai dari kanalikuli yang kecil sekali, dan dibentuk oleh sel parenkim yang
saluran empedu yang lebih besar. Saluran hati yang utama membungkus duktus
kistik dari kandung empedu dan membentuk saluran empedu yang mengalir ke
dalam duodenum. Hati merupakan organ yang sangat penting sebagai pusat
metabolisme tubuh dan memiliki fungsi yang banyak dan komplek (Guyton, 2002).
xxxix
Histologi hati terdiri atas lobulus, yaitu lobulus anatomi dan fungsional.
Lobulus fungsional terdiri dari atas segi tiga Kierman sebagai titik tengah
b. Parenchym hati yang terdiri lagi atas selapis sel hati dan kanal empedu kecil-
kecil.
e. Segi tiga Kierman atau daerah portal sebagai batas luar lobulus.
xl
Gambar 2.6 Histologi lobus hati : Vena sentralis, Hepatosit, dan Sinusoid (Luiz,
2007)
Hati adalah alat tubuh yang tersering mengalami kerusakan dan beruntung
sekali, bahwa alat ini mempunyai cadangan fungsional yang luar biasa, hasil
percobaan pada binatang menunjukkan bahwa 10% parenkim hati saja sudah
cukup untuk mempertahankan fungsi hati normal. Pada manusia, kerusakan hati
haruslah luas sekali untuk bisa menimbulkan gejala klinik insufisiensi hepatik,
sedangkan kelainan luas akibat intoksikasi, infeksi virus, penyakit gizi dapat
xli
adanya Kolestatis. Perkembangan penyakit atau adanya kesembuhan dapat
1. Overdosis
2. Infeksi
1. Overdosis
dalam jumlah yang kecil, akan tetapi pada saat mereka berada dalam
suatu anestetik.
2. Infeksi hati
xlii
dapat menimbulkan banyak kematian. Yang paling umum adalah
Jika sel hati mengalami kerusakan atau nekrosis, enzim- enzim tersebut akan
keluar dari sel hati sehingga kadarnya akan meningkat di dalam darah. Enzim
karena peningkatan kedua enzim ini terjadi lebih awal dan umumnya
(SGPT) terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh tetapi enzim ini paling banyak
ditemukan di sel-sel hati dan terikat dalam sitoplasma. Enzim ini berperan
khas dan spesifik. Pada umumnya konsentrasi ALT lebih tinggi dibandingkan
konsentrasi AST pada penyakit hati yang parah karena enzim ALT
proporsinya lebih banyak pada organ hati dibandingkan organ tubuh lain.
Nilai normal laki-laki dewasa < 50 U/L dan perempuan dewasa < 34 U/L.
xliii
Transaminase (SGOT) merupakan enzim mitokondria yang berfungsi
tidak spesifik sebagai indikator disfungsi hati karena banyak ditemukan pada
otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal. Kadar enzim AST akan meningkat
apabila terjadi kerusakan sel yang akut seperti nekrosis hepatoseluler seperti
gangguan fungsi hati dan saluran empedu, penyakit jantung dan pembuluh
xliv
Untuk dosis toksik parasetamol 4 g ekuivalen mencit adalah :
= 0,52 mg /g BB Mencit.
BAB III
xlv
Beberapa orang berfikir bahwa parasetamol (asetaminofen) adalah
aman untuk dikonsumsi, tetapi hal tersebut dapat menimbulkan masalah yang
serius terhadap kerusakan hati yang berat dan bahkan sampai gagal hati yang
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal antara
mencegah radikal bebas dan melindungi nekrosis dan gangguan fungsi hati.
xlvi
3.2 Konsep
Vitamin C
(Asam Askorbat)
Faktor Eksternal
Faktor Internal
Makanan
Genetik
Aktivitas
Hormonal
Penyakit
Jenis kelamin
Obat
Usia
Kadar AST
Kadar ALT
Nekrosis hati
xlvii
2. Pemberian vitamin C dapat mencegah peningkatan kadar Aspartate
3. Pemberian vitamin C dapat mencegah nekrosis sel hati pada mencit yang
BAB IV
METODE PENELITIAN
P0
O1
xlviii
P1
Populasi Sampel Random O2
P2
O3
Mencit (Mus musculus) jantan dan betina berumur 6-7 minggu, dengan
Kriteria penerimaan :
xlix
1. Mencit jantan dan betina yang telah dikondisikan dalam suhu ruangan
2. Umur 6 – 7 minggu.
Kriteria drop-out :
Rumus Federer : ( n – 1) ( t – 1) ≥ 15
Keterangan:
(n-1) (3-1) ≥ 15
(n-1) 2 ≥ 15
(n-1) ≥ 7,5
n ≥ 8,5 9
digunakan pada penelitian ini adalah 10 ekor per kelompok. Karena jumlah
l
kelompok adalah 3, maka jumlah mencit seluruhnya adalah 30 ekor.
Variabel Kendali
a. Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air dan sangat penting untuk
li
c. Alanine Aminotransferase (ALT) dan Aspartate Aminotransferase (AST)
hepatoseluler (IU/l).
mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali pada zona 3 dalam 10 lobulus.
Bahan penelitian :
1. Vitamin C/ asam askorbat dalam bentuk bubuk dengan dosis 0,065 mg/g
- Mencit, umur 6-7 minggu, sehat dengan berat badan 20-22 gram.
hari.
lii
4.7 Prosedur Penelitian
1. Dipilih 30 ekor mencit, umur 6-7 minggu, sehat dengan berat badan 20-
22 gram.
selama 14 hari.
liii
diberikan 0,52 diberikan 0,52 diberikan 0,52
mg/g/hari mg/g/hari parasetamol mg/g/hari parasetamol
parasetamol peroral + dosis harian peroral + dosis harian
peroral + vitamin C 0,065 mg/g vitamin C 0,13 mg/g
plasebo peroral peroral peroral
Analisis
Laporan
berkurangnya jumlah NADH menjadi NAD+ pada reaksi yang terjadi antara
enzim dan substrat yang dapat diukur pada panjang gelombang 340 nm.
ALT dan AST. Sebanyak 100 μl serum darah mencit dicampur dengan 1000
liv
pada panjang gelombang 340 nm.
sama, hanya saja reagen yang digunakan berbeda. Reagen yang digunakan
(600 U/L), malat dehidrogenase (600 U/L), dan NADH (0.18 mmol/L).
dimatikan terlebih dulu dengan cara menempatkan hewan coba ini dalam
bejana berisi uap eter jenuh. Setelah mencit mati, diletakkan pada papan
dengan menggunakan minor set. Organ hati yang baru diangkat ditempatkan
terendam dan segera ditutup rapat. Setelah itu sampel hati mencit tersebut
gambaran histopatologinya.
lv
menggunakan mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali pada zona 3
menggunakan program SPSS for windows versi 20. Analisis data dalam
penelitian meliputi:
1. Analisis Deskriptif.
dimiliki.
2. Uji Normalitas.
3. Uji Homogenitas.
dengan p>0,05.
4. Uji Komparabilitas.
lvi
Karena data berdistribusi normal dan homogen maka uji komparatif
test (LSD).
lvii
BAB V
HASIL PENELITIAN
Design, menggunakan 30 ekor mencit berumur 6-7 minggu, berat badan 20-22
gram sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok
0,52 mg/g dan Vitamin C 0,065 mg/g), dan kelompok perlakuan 2 (parasetamol
0,52 mg/g dan Vitamin C 0,13 mg/g). Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas
data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Data Alanine Aminotransferase (ALT), Aspartate
Aminotransferase (AST), dan Nekrosis
lviii
AST kontrol 10 0,656 Normal
AST perlakuan 1 10 0,152 Normal
AST perlakuan 2 10 0,222 Normal
ALT kontrol 10 0,816 Normal
ALT perlakuan 1 10 0,448 Normal
ALT perlakuan 2 10 0,574 Normal
Nekrosis kontrol 10 0,328 Normal
Nekrosis perlakuan 1 10 0,287 Normal
Nekrosis perlakuan 2 10 0,876 Normal
5.2 Uji Homogenitas Data
40
Data kadar Alanine Aminotransferase, Aspartate Aminotransferase, dan
berikut.
Tabel 5.2
Homogenitas Kadar Alanine Aminotransferase, Aspartate Aminotransferase,
dan Nekrosis antar Kelompok Perlakuan
Variabel F p Keterangan
AST 2,558 0,096 Homogen
ALT 1,464 0,249 Homogen
Nekrosis 0,620 0,546 Homogen
parasetamol 0,52 mg/g dan vitamin C. Hasil analisis kemaknaan dengan uji
Tabel 5.3
Perbedaan Rerata Kadar Alanine Aminotransferase Antar Kelompok Sesudah
Diberikan Parasetamol 0,52 mg/g dan Vitamin C
lix
Rerata Kadar Alanine
Kelompok Subjek n Aminotransferase SB F p
(IU/L)
bahwa nilai F = 255,92 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata
ALT (IU/L)
33.45 30.88
25.15
lx
Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok kontrol perlu
dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD). Hasil uji
Tabel 5.4
Analisis Komparasi Kadar Alanine Aminotransferase Sesudah Perlakuan
antar Kelompok
lxi
5.4 Kadar Aspartate Aminotransferase
parasetamol 0,52 mg/g dan vitamin C. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One
Tabel 5.5
Perbedaan Rerata Kadar Aspartate Aminotransferase Antar Kelompok
Sesudah Diberikan Parasetamol 0,52 mg/g dan Vitamin C
bahwa nilai F = 136,98 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti bahwa rerata kadar
lxii
AST (IU/L)
27.09
23.79
20.49
dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD). Hasil uji
Tabel 5.6
Analisis Komparasi Kadar Aspartate Aminotransferase Sesudah
Perlakuan antar Kelompok
lxiii
2. Rerata kadar Aspartate Aminotransferase kelompok kontrol berbeda
5.5 Nekrosis
sesudah diberikan perlakuan berupa parasetamol 0,52 mg/g dan vitamin C. Hasil
analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.7 berikut.
Tabel 5.7
Perbedaan Rerata Nekrosis Antar Kelompok Sesudah Diberikan
Parasetamol 0,52 mg/g dan Vitamin C
Rerata Skor
Kelompok Subjek n SB F p
Nekrosis
kelopok perlakuan 2 adalah 0,500,29. Analisis kemaknaan dengan uji One Way
lxiv
Anova menunjukkan bahwa nilai F = 394,70 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti
bahwa rerata nekrosis pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda
3.34
Nekrosis
1.06
0.50
lxv
Gambar 5.4 Gambaran histopatologi sel hepatosit yang mengalami nekrosis
(1/3 - 2/3 lobulus mengalami nekrosis) pada kelompok kontrol
setelah perlakuan (perbesaran 400x). a. nekrosis. b. hepatosit.
c.sinusoid
lxvi
Gambar 5.6 Gambaran histopatologi sel hepatosit yang mengalami nekrosis
minimal pada kelompok perlakuan 2 setelah perlakuan (perbesaran
400x). a. Hepatosit normal. b. sinusoid
dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference test (LSD). Hasil uji
Tabel 5.8
Analisis Komparasi Nekrosis Sesudah Perlakuan antar Kelompok
lxvii
1. Rerata nekrosis kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok
kelompok kontrol).
lxviii
BAB VI
Design, menggunakan 30 ekor mencit berumur 6-7 minggu, berat badan 20-
perlakuan 2 (parasetamol 0,52 mg/g dan vitamin C 0,13 mg/g). Mencit dipilih
karena masih termasuk dalam kingdom animalia dan kelas mamalia (kelas
yang sama dengan manusia), maka mencit ini memiliki beberapa ciri-ciri
yang sama dengan manusia dan mamalia lainnya. Tidak dibedakan antara
mencit jantan dan betina karena tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
dahulu diuji distribusi dan variannya. Untuk uji distribusi digunakan uji
50
lxix
dengan uji Levene test. Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa masing-
menunjukkan bahwa nilai F = 255,92 dan nilai p = 0,001. Hal ini berarti
Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 136,98 dan nilai p = 0,001. Hal
lxx
adalah 0,500,29 yang memperlihatkan kondisi nekrosis yang lebih sedikit
Anova menunjukkan bahwa nilai F = 394,70 dan nilai p = 0,001. Hal ini
bebas yang kuat hingga 24 % dari radikal bebas yang ada dalam plasma,
jaringan mata, otak, paru–paru, hati, jantung, sperma dan leukosit, dan
Adanya suatu radikal yang masuk, pertama kali akan dinetralisir oleh vitamin
tubuh, dilakukan oleh enzim, misal gluthathion. Di dalam sistem tersebut ada
lxxi
saling keterkaitan antara satu dengan lain (antioxidant network). Beberapa
(GPx). Antioksidan eksogen adalah antioksidan yang berasal dari luar tubuh,
secara oral dapat menangkal efek senyawa radikal bebas. Selain itu
ditandai enzim hati (ALT dan AST) (Schellman, 2001). ALT dan AST adalah
sedangkan AST ditemukan dalam berbagai jaringan lain, seperti otot jantung
dan rangka, ginjal, otak, dll (Friedman et al., 1996). Dengan demikian, ALT
lxxii
penyakit skeletal dan jantung otot, ginjal dan otak sama-sama dapat
BAB VII
7.1 Simpulan
sebagai berikut:
toksik.
toksik.
3. Pemberian vitamin C dapat mencegah nekrosis sel hati pada mencit yang
7.2 Saran
lxxiii
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai manfaat vitamin C
DAFTAR PUSTAKA
54
Adejuwon, A., Joseph, O. 2008. Protective Effect of Oral
Ascorbic Acid (Vitamin C) Against Acetaminophen-Induced Hepatic
Injury in Rats. African Journal of Biomedical Research. 11: 183-190.
Fauzi, T.M. 2008. “Pengaruh Pemberian Timbal Asetat dan Vitamin C Terhadap
Peroksidasi Lipid dan Kualitas Spermatozoa di dalam Sekresi Epididimis
Mencit Jantan (Mus musculus)” (Tesis). Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Friedman, L.S., Martin, P., u oz, S.J. 1996. Liver Function Tests and the
Objective Evaluation of the patient with Liver Disease. In: Hepatology: A
Textbook of Liver Disease. W.B. Saunders Co., Philadelphia, vol. 1, 3rd
ed., 791 – 833.
Guyton, A., Hall, J. 2000. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1103 –
1107.
lxxiv
Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin C Sebagai Antioksidan Terhadap Radikal
Bebas pada Lanjut Usia. Jurnal MIPA vol 14 No.1.Surakarta. UMS.
Hellen, W., Lynn, E. 2000. Oxidative Stress and Antioxidant, Influence on Health
and Brain Ageing. Departement of Nutrition and Dietetics, King’s College
London, UK.
Hyllested, M., Jones, S., Pedersen, J.L., Kehlet, H. 2002. Comparative Effect of
Paracetamol, NSAIDs or Their Combination in Postoperative Pain
Management: a Qualitative Review. Br J Anaesth. 199-214.
Katzung, B.G., Correis, MA. 2012. Drug Biotransformation. In: Katzung BG,
Masters SB, Trevor AJ. Basic and Principal Pharmacology. 12th. Ed. New
York: McGraw-Hill. 60-61.
Katzung, B.G., Corelli, R.L. 2012. Therapeutic and Toxic Potential of Over-the-
Counter Agents. In: Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. Basic and
Principal Pharmacology. 12th. Ed. New York: McGraw-Hill. p. 1115-24.
Luiz, J.C. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas. EGC. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta.
Naidu, K.A. 2003. Vitamin C in Human Health and Disease is Still a Mystery?
An Overview. J.Nutr; 2: 7.
Navarro, V.J., Senior, J.R. 2006. Drug related hepatotoxity. N Engl J Med. 354:
731-39.
Ostapowicz, G., Fontana, R.J., Schiodt, F.V. 2002. The US Acute Liver Failure
Study Group. Results of a prospective study of acute liver failure at 17
Tertiary Care Centers in the United States. Annuals of Internal Medicine.
137: 945-954.
lxxv
Pangkahila, W. 2007. Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup.
Anti-Aging Medicine. Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, hal:
9, 13-23, 40-41.
Pocock, S.J. 2008. The Size of a Clinical Trial, Clinical Trials. A Practical
Approach. John Willey & Sons. 123-127.
Sawant, S.P., Dnyanmote, A.V., Shankar, K., Limaye, P.B., Latendresse, J.R.,
Mahendale, H.M. 2004. Potentiation of Carbon Tetrachloride
Hepatotoxicity and Lethality in Type 2 Diabetic Rats. Joumal of
Pharmacology and Experimental Therapeutics.
Schnellman, R.G. 2001. Toxic Responses of The Kidneys. In: Casarett and
Doull’s Toxicology: The Basic Science of Poisons. 2nd ed. cGraw-Hill
Medical Division. New York. p. 491-514.
Suhartono, E., Fachir, H., Setiawan, B. 2007. Kapita Selekta Biokimia Stres
Oksidatif Dasar dan Penyakit. Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarmasin: Pustaka Benua.
Watkins, P.B., Kaplowitz, N., Slattery, J.T., Colonese, C.R., Colucci, S.V.,
Stewart, P.W., Harris, S.C. 2006. Aminotransferase Elevations in Healthy
Adults Receiving 4 grams of Acetaminophen Daily: a randomized
controlled trial. Journal of American Medical Association, 296: 87-93.
Yi, L., Herb, E.S., 2007. New Developments and Novel Therapeutic Perspectives
for Vitamin C. J. Nutr. 137: 2171–2184.
Yin, O.Q., Tomlinson, B., Chow, A.H., Chow, M.S. 2001. Pharmacokinetics of
Acetaminophen in Hong Kong Chinese subjects. International Journal of
Pharmacology, 222: 305-308.
lxxvi
Lampiran 1. Ethical Clearance
lxxvii
lxxviii
Lampiran 2. Perbandingan Luas Permukaan Tubuh Hewan Percobaan
Untuk Konversi Dosis Manusia dan Hewan (Laurence &
Bacharach, 1964)
lxxix
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Histopatologi
lxxx
2 3 4 4 3 3 1 1 1 1 2 1 0 0 1 0
3 3 4 3 3 4 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1
4 3 3 3 4 3 1 2 1 1 1 0 0 1 0 1
5 4 4 3 3 3 2 1 0 1 1 0 0 0 0 0
6 3 3 4 3 4 1 1 1 2 1 1 0 1 0 0
7 4 3 3 3 3 1 1 2 1 2 1 1 1 0 0
8 3 3 3 3 4 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1
9 3 3 3 4 3 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1
10 3 4 3 3 3 2 1 1 0 1 1 1 0 0 1
Tests of Normality
Kelompok Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
lxxxi
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
AST_post Kontrol .129 10 .200 .949 10 .656
Perlakuan 1 .261 10 .051 .886 10 .152
*
Perlakuan 2 .207 10 .200 .901 10 .222
ALT_post Kontrol .183 10 .200* .963 10 .816
Perlakuan 1 .181 10 .200* .930 10 .448
Perlakuan 2 .162 10 .200* .942 10 .574
Nekrosis Kontrol .227 10 .155 .916 10 .328
Perlakuan 1 .224 10 .168 .911 10 .287
Perlakuan 2 .164 10 .200* .968 10 .876
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji One Way Anova Data AST, ALT, dan Nekrosis Sesudah Perlakuan
Descriptives
95% Confidence
Interval for Mean
Std. Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean Deviation Error Bound Bound m m
AST_po Kontrol 10 27.090 1.18287 .37406 26.2438 27.9362 25.25 28.64
st Perlakuan 1 10 23.789 .68826 .21765 23.2966 24.2814 22.82 24.76
Perlakuan 2 10 20.489 .71619 .22648 19.9767 21.0013 19.42 21.36
Total 30 23.789 2.87281 .52450 22.7166 24.8621 19.42 28.64
ALT_p Kontrol 10 33.452 1.15459 .36511 32.6261 34.2779 31.56 35.44
ost Perlakuan 1 10 30.878 .61331 .19395 30.4393 31.3167 30.10 32.04
Perlakuan 2 10 25.151 .63820 .20182 24.6945 25.6075 24.28 26.22
Total 30 29.827 3.62059 .66103 28.4751 31.1789 24.28 35.44
Nekrosi Kontrol 10 3.3400 .23190 .07333 3.1741 3.5059 3.00 3.80
s Perlakuan 1 10 1.0600 .18974 .06000 .9243 1.1957 .80 1.40
Perlakuan 2 10 .5000 .28674 .09068 .2949 .7051 .00 1.00
Total 30 1.6333 1.27044 .23195 1.1589 2.1077 .00 3.80
lxxxii
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
AST_post Between Groups 217.866 2 108.933 136.977 .000
Within Groups 21.472 27 .795
Total 239.338 29
ALT_post Between Groups 361.102 2 180.551 255.915 .000
Within Groups 19.049 27 .706
Total 380.151 29
Nekrosis Between Groups 45.259 2 22.629 394.698 .000
Within Groups 1.548 27 .057
Total 46.807 29
lxxxiii
Oneway
Descriptives
AST
95% Conf idence Interv al f or
Mean
N Mean St d. Dev iation St d. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Kontrol 10 27,0900 1,18287 ,37406 26,2438 27,9362 25,25 28,64
Perlakuan 1 10 23,7890 ,68826 ,21765 23,2966 24,2814 22,82 24,76
Perlakuan 2 10 20,4890 ,71619 ,22648 19,9767 21,0013 19,42 21,36
Total 30 23,7893 2,87281 ,52450 22,7166 24,8621 19,42 28,64
AST
Lev ene
St at ist ic df 1 df 2 Sig.
2,558 2 27 ,096
ANOVA
AST
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 217,866 2 108,933 136,977 ,000
Within Groups 21,472 27 ,795
Total 239,338 29
Mean
Dif f erence 95% Conf idence Interv al
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) St d. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol Perlakuan 1 3,30100* ,39881 ,000 2,4827 4,1193
Perlakuan 2 6,60100* ,39881 ,000 5,7827 7,4193
Perlakuan 1 Kontrol -3,30100* ,39881 ,000 -4,1193 -2,4827
Perlakuan 2 3,30000* ,39881 ,000 2,4817 4,1183
Perlakuan 2 Kontrol -6,60100* ,39881 ,000 -7,4193 -5,7827
Perlakuan 1 -3,30000* ,39881 ,000 -4,1183 -2,4817
*. The mean dif f erence is signif icant at the .05 lev el.
lxxxiv
Oneway
Descriptives
ALT
95% Conf idence Interv al f or
Mean
N Mean St d. Dev iation St d. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Kontrol 10 33,4520 1,15459 ,36511 32,6261 34,2779 31,56 35,44
Perlakuan 1 10 30,8780 ,61331 ,19395 30,4393 31,3167 30,10 32,04
Perlakuan 2 10 25,1510 ,63820 ,20182 24,6945 25,6075 24,28 26,22
Total 30 29,8270 3,62059 ,66103 28,4751 31,1789 24,28 35,44
ALT
Lev ene
St at ist ic df 1 df 2 Sig.
1,464 2 27 ,249
ANOVA
ALT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 361,102 2 180,551 255,915 ,000
Within Groups 19,049 27 ,706
Total 380,151 29
Mean
Dif f erence 95% Conf idence Interv al
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) St d. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol Perlakuan 1 2,57400* ,37564 ,000 1,8033 3,3447
Perlakuan 2 8,30100* ,37564 ,000 7,5303 9,0717
Perlakuan 1 Kontrol -2,57400* ,37564 ,000 -3,3447 -1,8033
Perlakuan 2 5,72700* ,37564 ,000 4,9563 6,4977
Perlakuan 2 Kontrol -8,30100* ,37564 ,000 -9,0717 -7,5303
Perlakuan 1 -5,72700* ,37564 ,000 -6,4977 -4,9563
*. The mean dif f erence is signif icant at the .05 lev el.
lxxxv
Oneway
Descriptives
Nekrosis
95% Conf idence Interv al f or
Mean
N Mean St d. Dev iation St d. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Kontrol 10 3,3000 ,10541 ,03333 3,2246 3,3754 3,20 3,40
Perlakuan 1 10 1,0600 ,18974 ,06000 ,9243 1,1957 ,80 1,40
Perlakuan 2 10 ,4600 ,18974 ,06000 ,3243 ,5957 ,00 ,60
Total 30 1,6067 1,25339 ,22884 1,1386 2,0747 ,00 3,40
Nekrosis
Lev ene
St at ist ic df 1 df 2 Sig.
,906 2 27 ,416
ANOVA
Nekrosis
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 44,811 2 22,405 808,749 ,000
Within Groups ,748 27 ,028
Total 45,559 29
lxxxvi
Multi ple Comparisons
Mean
Dif f erence 95% Conf idence Interv al
(I) Kelompok (J) Kelompok (I-J) St d. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
Kontrol Perlakuan 1 2,24000* ,07444 ,000 2,0873 2,3927
Perlakuan 2 2,84000* ,07444 ,000 2,6873 2,9927
Perlakuan 1 Kontrol -2,24000* ,07444 ,000 -2,3927 -2,0873
Perlakuan 2 ,60000* ,07444 ,000 ,4473 ,7527
Perlakuan 2 Kontrol -2,84000* ,07444 ,000 -2,9927 -2,6873
Perlakuan 1 -,60000* ,07444 ,000 -,7527 -,4473
*. The mean dif f erence is signif icant at the .05 lev el.
lxxxvii
Peneliti sedang berada di Laboratory Animal Unit dan melakukan percobaan
pada mencit
lxxxviii
Gambar 5.4 Gambaran histopatologi sel hepatosit yang mengalami nekrosis
(1/3 - 2/3 lobulus mengalami nekrosis) pada kelompok kontrol
setelah perlakuan (perbesaran 400x). a. nekrosis. b. hepatosit.
c.sinusoid
lxxxix
Gambar 5.6 Gambaran histopatologi sel hepatosit yang mengalami nekrosis
minimal pada kelompok perlakuan 2 setelah perlakuan (perbesaran
400x). a. Hepatosit normal. b. sinusoid
xc
Lampiran 7. Prosedur Penanganan Hewan Coba
dengan tujuan penelitian dan juga dipandang dari segi etika penelitian yang
1. Pengawasan lingkungan
2. Pengawasan kenyamanan
xci
X 20 cm X 10 cm. Ukuran kandang tersebut cukup untuk memelihara
kualitas yang optimum pula. Apabila hal ini tidak terpenuhi tentunya
minum bersih dan bebas dari kontaminasi harus selalu tersedia untuk
4. Pengawasan kesehatan
xcii
dibersihkan dengan mencuci kotak tersebut dan mengganti sekam yang
penelitian.
xciii
Selama penelitian mencit harus selalu dalam keadaan terkontrol.
sekali.
keadaan tanpa air minum. Air minum harus tersedia dan air tidak
dan mencit dapat minum air dari botol tersebut melalui pipa
plastik.
xciv
Setelah penelitian, dilakukan pemeriksaan kadar AST dan ALT dalam
dikubur untuk menghindari bau yang tidak sedap atau efek negatif
lainnya.
xcv